Material Exploration
Menurut informasi dari
sesembak suweg made in Kadungora, ada
2 merk pewarna kain yang biasa dipakai untuk tie dye, yaitu Wantex dan Dylon. Ia merekomendasikan Dylon karena
lebih bagus meski harganya lebih mahal dibandingkan dengan Wantex 😉.
Dylon dijual
bebas di toko-toko tekstil atau aksesoris, kalau ingin mudah bisa mencari di
internet namun harga yang ditawarkan online
shop biasanya relatif lebih mahal daripada di toko, bahkan bisa mencapai
±50 % (ingat ya, itu belum termasuk ongkir sist
...😅).
Untuk daerah Bandung,
Dylon bisa dicari di daerah Otista seperti di Toko WK atau Toko Victory, ada
juga di daerah eks Kings Shopping Centre yaitu di depan toko benang Dunia Baru,
Toko Jopankar gitu ya kalau nggak salah ...
Di Toko WK
(^.^): Teh ada Daylen?
(*.*): Daylen?
(^.^): Iya.
(*.*): Nggak
ada!
(^.^): Beneran teh? Kata temen
saya disini ada.
(*.*): Emang
buat apa?
(^.^): Buat ngewarnain kain
(*.*): ...
(^.^): ...
(*.*): Ohh ...
Dilon!
(^.^): Emh ... (^.^!) kuat ka ... leqoh ...
Jangan-jangan nih ... ada
yang nyebutnya Delon 😅 Kaya Mizone, yang
semakin ke timur berubah menjadi Misen atau Mijen. Endonesa 🤭. Cik, geura pangbanyurkeun caina ku senok.
Karena hanya berkomunkasi
via chat, aku mengasumsikan membaca
Dylon dengan Daylen dan benar-benar lupa kebanyakan penjaga toko di Banung
adalah orang Suna yang suka minum Panta. Mati gaya juga sih sama si
teteh-tetehnya 😂.
Saat aku ke Toko WK, yang
ada hanya Dylon saja karena stock
Wantex sedang kosong. Harganya ± Rp. 16.000 per bungkus. Oh iya, terdapat 2 package Dylon yang berbeda, yang pertama
menggunakan tin (kaleng) kecil
seperti package permen Milton
(temennya Pagoda Pastilles) zaman dulu, sedangkan yang kedua menggunakan
plastik sachet seperti shampoo.
Kata si tetehnya, Dylon
yang packagenya menggunakan plastik sachet adalah versi terbaru dari Dylon
yang packagenya mengunakan tin, harga dan isinya mah sama aja.
Kalau dibandingkan, Dylon
yang ada di toko warnanya tidak seberagam yang dijual oleh online shop, mungkin karena faktor ini juga ya harganya jadi lebih
mahal. Tapi lebih disarankan untuk membeli langsung di toko, selain karena
lebih cepat dan lebih murah, terkadang online
shop suka lupa mengupdate stocknya.
Dylon ini termasuk
pewarna kain yang bersifat panas (hot
dying) karena membutuhkan proses pemanasan terlebih dulu, yaitu dengan cara
merebus serbuk Dylon yang telah dicampur air sampai mendidih sebelum kemudian
diaplikasikan ke kain, dan untuk mendapatkan pewarnaan yang merata, kain harus ikut
direbus di cairan Dylon.
Seharian melakuakan
eksplorasi tie dye aku malah bingung,
kenapa warnanya tidak sepekat gambar-gambar di internet. Iya, jenis pewarnanya
memang berbeda, tapi kan masa iya bedanya jauh banget? Hasil eksplorasi tie dyeku warnanya lebih soft dan hambar kaya yang nggak mau
nempel.
Meneketehe.
Ternyata untuk
mendapatkan warna yang lebih pekat aku harus menambahkan sedikit garam di
cairan Dylon karena garam sifatnya mengikat, mengikat apa? Mengikat celupan.
Kan tie dye ... tie = ikat dan dye =
celup.
Kak Shab menyarankan agar
menambahkan sedikit deterjen untuk menghilangkan timbal, eh, jangan lupa kain
yang mau dicelup juga harus direbus dulu.
Untuk tye dye tutorial bisa dilihat di Youtube
atau di Pinterest, kebanyakan hasil pencarian linked dengan shibori
atau marbling pattern.
Karena ini adalah eksplorasi maka sah-sah saja untuk menambahkan berbagai
macam aplikasi pada material yang
akan digunakan. Treatment yang
berbeda meski meski menggunakan bahan yang sama ‘tetap dihitung’ sebagai
eksplorasi.
Here is mine. Hasil eksplorasi yang terpilih adalah kain katun
yang dicelup 2 kali menggunakan pewarna kain, kemudian ditambahkan aplikasi tassel yang terbuat dari benang sulam
dengan warna gradasi antara turqouise,
putih dan baby blue.
0 comments
Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~