Material Exploration

by - May 18, 2017


Menurut informasi dari sesembak suweg made in Kadungora, ada 2 merk pewarna kain yang biasa dipakai untuk tie dye, yaitu Wantex dan Dylon. Ia merekomendasikan Dylon karena lebih bagus meski harganya lebih mahal dibandingkan dengan Wantex 😉. 

Dylon dijual bebas di toko-toko tekstil atau aksesoris, kalau ingin mudah bisa mencari di internet namun harga yang ditawarkan online shop biasanya relatif lebih mahal daripada di toko, bahkan bisa mencapai ±50 % (ingat ya, itu belum termasuk ongkir sist ...😅).

Untuk daerah Bandung, Dylon bisa dicari di daerah Otista seperti di Toko WK atau Toko Victory, ada juga di daerah eks Kings Shopping Centre yaitu di depan toko benang Dunia Baru, Toko Jopankar gitu ya kalau nggak salah ...

Di Toko WK
(^.^): Teh ada Daylen?
(*.*): Daylen?
(^.^): Iya.
(*.*): Nggak ada!
(^.^): Beneran teh? Kata temen saya disini ada.
(*.*): Emang buat apa?
(^.^): Buat ngewarnain kain
(*.*): ...
(^.^): ...
(*.*): Ohh ... Dilon!
(^.^): Emh ...  (^.^!) kuat ka ... leqoh ...

Jangan-jangan nih ... ada yang nyebutnya Delon 😅 Kaya Mizone, yang semakin ke timur berubah menjadi Misen atau Mijen. Endonesa 🤭. Cik, geura pangbanyurkeun caina ku senok.

Karena hanya berkomunkasi via chat, aku mengasumsikan membaca Dylon dengan Daylen dan benar-benar lupa kebanyakan penjaga toko di Banung adalah orang Suna yang suka minum Panta. Mati gaya juga sih sama si teteh-tetehnya 😂.

Saat aku ke Toko WK, yang ada hanya Dylon saja karena stock Wantex sedang kosong. Harganya ± Rp. 16.000 per bungkus. Oh iya, terdapat 2 package Dylon yang berbeda, yang pertama menggunakan tin (kaleng) kecil seperti package permen Milton (temennya Pagoda Pastilles) zaman dulu, sedangkan yang kedua menggunakan plastik sachet seperti shampoo.

Kata si tetehnya, Dylon yang packagenya menggunakan plastik sachet adalah versi terbaru dari Dylon yang packagenya mengunakan tin, harga dan isinya mah sama aja.

Kalau dibandingkan, Dylon yang ada di toko warnanya tidak seberagam yang dijual oleh online shop, mungkin karena faktor ini juga ya harganya jadi lebih mahal. Tapi lebih disarankan untuk membeli langsung di toko, selain karena lebih cepat dan lebih murah, terkadang online shop suka lupa mengupdate stocknya.

Dylon ini termasuk pewarna kain yang bersifat panas (hot dying) karena membutuhkan proses pemanasan terlebih dulu, yaitu dengan cara merebus serbuk Dylon yang telah dicampur air sampai mendidih sebelum kemudian diaplikasikan ke kain, dan untuk mendapatkan pewarnaan yang merata, kain harus ikut direbus di cairan Dylon.

Seharian melakuakan eksplorasi tie dye aku malah bingung, kenapa warnanya tidak sepekat gambar-gambar di internet. Iya, jenis pewarnanya memang berbeda, tapi kan masa iya bedanya jauh banget? Hasil eksplorasi tie dyeku warnanya lebih soft dan hambar kaya yang nggak mau nempel.

Meneketehe.


Ternyata untuk mendapatkan warna yang lebih pekat aku harus menambahkan sedikit garam di cairan Dylon karena garam sifatnya mengikat, mengikat apa? Mengikat celupan. Kan tie dye ... tie = ikat dan dye = celup.

Kak Shab menyarankan agar menambahkan sedikit deterjen untuk menghilangkan timbal, eh, jangan lupa kain yang mau dicelup juga harus direbus dulu.

Untuk tye dye tutorial bisa dilihat di Youtube atau di Pinterest, kebanyakan hasil pencarian linked dengan shibori atau marbling pattern.
Karena ini adalah eksplorasi maka sah-sah saja untuk menambahkan berbagai macam aplikasi pada material yang akan digunakan. Treatment yang berbeda meski meski menggunakan bahan yang sama ‘tetap dihitung’ sebagai eksplorasi.
Here is mine. Hasil eksplorasi yang terpilih adalah kain katun yang dicelup 2 kali menggunakan pewarna kain, kemudian ditambahkan aplikasi tassel yang terbuat dari benang sulam dengan warna gradasi antara turqouise, putih dan baby blue

You May Also Like

0 comments

Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~