Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

“Buku adalah jendela dunia”

Kalau kita seumuran pasti tahu benar frasa tersebut adalah campaign Kemendikbud yang iklannya ditayangkan hampir semua saluran TV yang (masih) santun dan edukatif. Tak cukup sampai disitu, “Buku adalah jendela dunia” muncul dalam bentuk poster yang ditempel di dinding kelas. Dan ajakan pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa itu tampaknya berhasil padaku 😇.

Buku pertama yang kubaca adalah buku anak-anak bergambar terbitan Media Elex Komputindo yang berjudul Putri Shirayuki, setiap pulang sekolah aku menyempatkan membaca sebanyak satu halaman, meski hanya terdiri dari 3 paragraf tapi bagiku itu adalah prestasi. At least, untuk ukuran anak kecil yang baru belajar membaca ± sebulan, membaca buku adalah kegiatan terkeren setelah naik si Ulil 🐛 di Kings Bandung.

Kemudian aku mulai keranjingan membaca buku, hampir setiap bulan orang tuaku membelikan buku baru, mereka men-support hobby-ku ini karena dinilai sebagai hal yang positif. Saat itu aku adalah satu-satunya (di keluarga besar) yang suka membaca buku.

Setiap kali sakit orang tuaku tidak perlu repot mengkhawatirkan keadaanku, cukup dengan “Nanti kalau udah sembuh ke Gramedia ya...” aku bisa sembuh. Yess... those fantastic magic spell is worked on me so well. Karena sering sakit aku jadi memiliki banyak waktu untuk membaca buku di rumah, buku yang dibeli saat sembuh adalah tabunganku saat sakit.

Seperti anak-anak lainnya, aku tumbuh dengan Majalah Bobo, Tabloid Fantasi, Goosebumps, Harry Potter, Sailormoon, Detective Conan dan kisah-kisah Hans Christian Andersen. Mereka semua adalah teman-temanku saat aku malas bersosialisasi dengan teman sebaya. Karena bermain bola bekel di teras atau bermain lompat tali di jalan lebih sering berujung pertikaian ketimbang senang-senang.



Saat SD, aku mengisi bulan Ramadan yang liburnya full dengan membuka Perpustakaan Mini di depan rumah. Buku, majalah dan novel tersebut aku sewakan kepada teman-teman dan tetangga sekitar kompleks. Dari situ aku berhasil mendapatkan ± Rp. 20.000 yang kugunakan untuk membeli buku baru setelah lebaran.

Menurutku prospek Perpustakaan Mini di bulan Ramadan cukup menjanjikan ✨👌🏻, tidak semua anak-anak mampu membeli buku karena harganya yang mahal, saat itu belum ada gadget, benda tercanggih paling keren adalah Tamagotchi Bandai. Sejak memutuskan untuk hijrah ke boarding school, proyek Perpustakaan Mini tersebut terhenti 😢.

Terpengaruhi manga Jepang yang kiyut 😆... Aku jadi memiliki keinginan untuk membuka cafe library suatu hari nanti. Aamiin 🤲🏻.

Kebiasaan membaca buku berlanjut sampai di asrama, setiap kali ada waktu luang aku membaca buku-buku yang sengaja dibawa dari rumah, it’s keep me alive. Aku membeli buku setiap kali liburan ke rumah sebagai hiburan agar aku tidak bosan di asrama, kadang aku juga membeli buku yang dijual di bazaar PKW di depan asrama meski semua pilihannya adalah terbitan Mizan.

Di asrama aku dan teman-temanku saling bertukar buku, kadang sampai mengantri (giliran membaca) kalau ada buku baru. Meski tinggal di boarding school, untuk urusan buku kita termasuk update, buku-buku semacam Harry Potter, Dealova, Test Pack, Life of Pi, Totto Chan dan AKU-nya Chairil Anwar adalah buku bacaan standar.

Membaca menjadi sebuah kebutuhan selain menulis diary dan mendengarkan radio 😆.




Sampai suatu hari ada razia buku... Err... KZL kan ya... 😅Buku-buku yang terkena razia di asrama akan diambil alih dan ditempatkan di perpustakaan sekolah. Tapi... sebagai korban razia yang tidak merasa bersalah kita tidak tinggal diam. Buku -buku tersebut kita ambil lagi 😉Bukanlah suatu kejahatan untuk mengambil apa yang menjadi milik kita sendiri bukan😁.

Karena tahu suka membaca, orang-orang menghadiahkan buku ketika berulang tahun, macam-macam sih bukunya tapi sebagian besar merupakan buku yang sedang nge-hits. Mungkin mereka juga bingung ya mau menghadiahkan buku apa, khawatirnya aku sudah punya atau sudah baca.

I’m very appreciate of those gifts. Meski sebenarnya kadang ingin hadiah yang lain.

Ketika kuliah aku malah jarang membeli buku, apalagi buku kuliah. Dosen-dosen di kampus tidak mewajibkan untuk membeli buku yang mendukung mata kuliah mereka, hanya memberi petuah agar membeli buku yang mendukung minat dan bakat kita. Jadi, kalau kita tertarik dengan sketch belilah buku tentang sketch, kalau kita tertarik dengan furniture belilah buku tentang furniture, kalau kita tertarik dengan wood craving maka belilah buku tentang wood craving.

As simple as that. As happy as I am... 😍

Sejak kuliah aku tidak begitu tertarik dengan genre fantasy seperti saat sekolah dulu, mungkin karena faktor usia juga kali ya *eh 🤭Melupakan Septimus Heap dan buku lanjutannya yang nggak rame, aku malah membeli buku Babad Tanah Jawi.

Carut marut yang terjadi di Indonesia ternyata adalah warisan dari nenek moyang kita dahulu dan politik kotor serta segala keculasan untuk menguasai negara adalah tradisi yang dijaga secara turun temurun. Ngeri aku... 😱.


Aku lebih suka buku-buku populer yang telah mendapatkan penghargaan, genre-nya sendiri bebas, satu-satunya alasan kenapa aku membaca (dan membelinya) adalah karena ingin tahu sehebat apa buku ini sampai bisa memenangkan penghargaan?

Well... Kebanyakan buku-buku tersebut memang memiliki point of interest dan disampaikan dengan sangat baik, namun ada beberapa yang sama sekali tidak bisa ku mengerti, seperti My Name is Red karya Orphan Pamuk, hampir setengah bukuny ku lalui dengan berfikir... mencerna kata-katanya yang agak ‘njlimet. Ecapwedweh... Tapi mungkin sebenarnya sense of literature-ku yang belum sampai kesana 🥲.

Namun tak bisa dipungkiri, gaya (bahasa) terjemahan pun turut mempengaruhi mindset pembaca. Buku yang biasa-biasa saja jika diterjemahkan dengan baik akan menjadi karya yang bagus, sedangkan buku yang bagus jika diterjemahkan dengan kurang baik akan menjadi karya yang biasa-biasa saja.

Seperti buku Artemis Fowl, sebenarnya alur ceritanya menarik dan cocok untuk remaja seusiaku pada saat itu, satu-satunya hal yang mengganggu adalah gaya terjemahannya yang.... gimana ya... nggak nyantol di hati. Sehingga aku pun urung untuk membeli buku lanjutannya.

Bersyukurlah wahai para Potterhead sekalian, buku Harry Potter telah jatuh ke tangan penerjemah yang tepat...


Then, lemari buku kayu tempat menyimpan bukuku di rumah dimakan rayap. Syudah bisa ditebak bagaimana akhirnya. Ku patah hati berkepanjangan... 💔 dan galau berat karena hampir setengah buku-bukuku dimakan rayap, sebagian mesti dibuang karena sudah tidak berbentuk lagi, sebagian bisa selamat meski dengan kondisi yang pas-pasan.

Karena belum punya rak buku lagi, aku menimbunnya di kontainer-kontainer plastik tempat menyimpan tas, sisanya ditumpuk di meja belajar bercampur printilan-printilan kepunyaanku.

Alih-alih membelikan rak buku ayah memberiku etalase, meski bukan ‘rumah’ yang kuinginkan untuk buku-bukuku etalase tersebut cocok untuk menghindari ancaman rayap yang mengintai seisi rumah.

Sering ada yang menanyakan “Apa yang kudapat dari membaca buku?”

Well... karena membaca buku aku pernah bercita-cita jadi illustrator buku, pernah bercita-cita jadi detektif, pernah bercita-cita jadi penulis, pernah bercita-cita jadi backpacker, pernah bercita-cita jadi the it girl, pernah bercita-cita jadi adventurer, pernah bercita-cita jadi designer, pernah bercita-cita jadi princess dan pernah bercita-cita jadi Milea 😂. Yang terakhir ini apeu parah 🤣.

Frasa “buku adalah jendela dunia” ini ternyata memang benar adanya.




“Mbak kan suka baca, kenapa nggak jadi penulis?”
“Err ... ini lagi kok ...”


*blogger juga penulis meureun... 😆.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Jika film Slumdog Millionaire membawa penonton menyusuri kehidupan kelas bawah di India sana, maka Queen of Katwee adalah versi Afrikanya. Yap! Queen of Katwe adalah film yang mengisahkan tentang perjuangan Phiona Mutesi dari seorang penjual jagung yang buta huruf hingga menjadi seorang calon grandmaster catur di Uganda.

Menyesuaikan dengan kultur dan budaya Afrika yang identik dengan tone color yang bold dan bright, film Queen of Katwe ini menyuguhkan visual yang kaya sekaligus kontras pada saat yang bersamaan, tidak bermaksud rasis, tapi film ini benar-benar memiliki taste yang begitu kental.

Di awal film diceritakan bahwa Robert menerima pekerjaan paruh waktu sebagai pelatih sepakbola sambil menunggu panggilan pekerjaan (yang full time). Melihat animo anak-anak yang rendah terhadap sepakbola, ia menanyakan pada anak-anak tersebut alasan kenapa mereka Cuma menonton saja alih-alih ikut berlatih. Mereka bukannya tidak tertarik, melainkan hanya tidak ingin terluka karena berobat adalah sesuatu yang mewah. 

Menyikapi permasalahan tersebut, Robert Katende kemudian berinisiatif untuk mengajak mereka berlatih catur alih-alih berlatih sepak bola. Kebanyakan anak-anak yang ikut berlatih catur adalah anak-anak putus sekolah atau membantu perekonomian keluarga dengan berjualan, karenanya Robert memberikan bubur gratis untuk menarik minat anak-anak.

Harriet  adalah seorang janda dengan 4 orang anak yang harus dihidupi, beruntung ketiga anaknya yaitu Night, Phiona dan Brian bersedia membantunya berjualan jagung di pasar, sedangkan anaknya yang terkecil yaitu Richard masih balita. 

Suatu hari Phiona membuntuti Brian yang sering kabur setelah selesai berjualan, ia melihat Brian masuk ke tempat anak-anak berlatih catur. Karena tidak mengerti apa-apa Phiona mengamati dari luar, Robert yang melihat kehadirannya lantas menyuruhnya masuk. Anak-anak yang merasa terusik karena Phiona belum mandi kemudian mengejeknya sehingga terjadi perkelahian, Robert berhasil melerai mereka dan memberi Phiona bubur.

Keesokan harinya Phiona datang lagi ke tempat anak-anak berlatih catur, tentu saja ia mandi dulu sebelumnya. Robert menyuruh Gloria agar mengajarkannya catur, meski menggerutu Gloria mengajarkannya cara bermain catur, hal yang baru bagi Phiona karena sebelumnya ia bahkan belum pernah mengecap pendidikan di sekolah.
Then, Phiona dan Brian memiliki kegiatan baru setelah selesai berjualan yaitu berlatih catur, kadang di malam hari pun mereka berlatih catur menggunakan tutup botol di depan rumah.

Seperti gadis pada umumnya Night menjalin hubungan dengan pemuda setempat bernama Theo. Harriet yang tidak ingin Night bernasib sama dengan gadis-gadis di lingkungannya mengancam Theo agar tidak mendekati Night, namun Night malah memilih untuk meninggalkan keluarganya demi hidup bersama dengan Theo (hidup bersama disini bukan kawin lari ya tapi kumpul kebo). Meski demikian Night selalu menyempatkan diri untuk mengobrol dengan Phiona atau sekedar menengok adik-adiknya.

Karena berlatih catur dengan tekun Phiona bisa mengalahkan Benjamin yang saat itu dianggap paling ‘jago’ diantara anak-anak lainnya. Melihat potensi dalam diri Phiona, Robert kemudian membimbingnya dan meminta istrinya mengajari Phiona membaca agar bisa membaca buku-buku mengenai catur.

Robert mengikutsertakan anak-anak bimbingannya untuk mengikuti kompetisi catur tingkat sekolah, karena baru pertama kali mengikuti kompetisi Benjamin sempat mogok dan ciut nyalinya, Robert pun turun tangan untuk menyemangati anak-anak. Tak disangka-sangka mereka akhirnya menjadi juara pertama kompetisi catur.


Meski telah memenangkan kompetisi catur, tidak serta merta merubah nasib anak-anak tersebut, mereka tetap menjalani hiidup seperti biasanya dan berlatih catur.

Ketika sedang berjulan Brian tertabrak sepeda motor sehingga harus dirawat di rumah sakit, karena tidak memiliki uang Harriet membawa Brian kabur dari rumah sakit, ketika sampai di rumah mereka dihadapkan pemilik rumah yang menagih uang sewa, karena tak mampu membayarnya mereka diusir dan hidup di jalanan.

Harriet akhirnya sanggup menyewa rumah bagi keluarganya, mereka kemudian pindah ke tempat baru dengan bersuka cita. Suatu hari hujan deras turun dan mengakibatkan banjir, Harriet, Phiona dan Brian bergegas pulang karena khawatir akan Richard yang dititipkan kepada Night. Benar saja, Night meninggalkan Richard sendirian dan pergi bersama Theo, beruntung Richard bisa selamat dan tidak terbawa arus.

Karena keberhasilannya memenangkan kompetisi catur tingkat sekolah lalu, Robert diminta untuk mengirimkan perwakilannya untuk mengikuti kompetisi catur ke Sudan. Robert mendatangi Harriet untuk meminta izin agar Phiona mengikuti kompetisi catur ke Sudan, awalnya Harriet menolak namun setelah diberikan pengertian dan kemungkinan Phiona akan mendapatkan pendidikan ia akhirnya luluh.
Robert membawa 3 orang anak bersamanya yaitu Phiona, Benjamin dan Ivan. Mereka terbang ke Sudan untuk mengikuti kompetisi catur dan lagi-lagi mereka menjadi juara pertama. 


Ada yang berubah sejak Phiona kembali dari Sudan, ia tak lagi melakukan pekerjaannya serajin dulu dan bermalas-malasan. Harriet yang khawatir kemudian menemui Robert agar memberikan Phiona pengertian bahwa ia tidaklah sespesial ketika memenangkan kompetisi, ketika sampai di rumah ia harus kembali ke kehidupan nyata dan hidup seperti sebelumnya. Harriet mengancam Robert jika sikap Phiona tidak berubah maka ia tidak akan mengizinkannya untuk berlatih catur dengannya.

Phiona terbuai dengan kemenangannya sehingga lupa bahwa ada awan di atas awan, ia meminta Robert mendukungnya untuk ikut serta dalam kompetisi catur di Russia, ia ingin menjadi seorang grandmaster catur. Karena sikapnya yang terlalu percaya diri, ia tak sanggup untuk menghadapi pecatur dari Kanada dan memilih untuk menyerah ketimbang kalah. 

Kekalahannya di Russia membuatnya tersadar bahwa masih banyak hal yang tidak ia ketahui, dan sesuai dengan janji Robert dulu Phiona dan Brian bisa bersekolah. Butuh lebih dari sekedar pengertian dan kesabaran bagi Robert untuk bisa terus membimbing anak-anak bermain catur, namun karena ketekunannya itu ia berhasil membawa harum Uganda di dunia melalui catur.

Saat ini Phiona adalah salah satu calon grandmaster catur dan Robert sedang mengembangkan program catur-nya di seluruh Uganda. And yes ... Queen of Katwe is based on true story, you can googling if you want ...
 
Salah satu hal tak yang tak terlupkan dari Queen of Katwee ini adalah aksen khas Lupita Nyong’o sebagai Harriet ketika menggeram ‘hhmmm ...’ dengan gestur pongah dan tatapan menilai. Mungkin di Uganda menggeram seperti itu adalah hal yang wajar namun disini akan tampak provokatif seperti ‘siap menerkam’.

Queen of Katwe merupakan film yang worthed to watch karena kisahnya yang inspiratif dan memanjakan visual J So ... stay tune on Fox channel movie! Bulan ini Queen of Katwe masuk ke jajaran film premiere jadi pasti akan sering ditayangkan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
 
Kenapa coba post-nya dikasih judul The Royal Wedding of Pici + Ryan? Bukan Happy Wedding Day Pici & Ryan? Karena ... Iring-iringannya puannjannggg banget ... 😵😵😵

Eh, tapi ini bener sih, jam 10an berangkat dari Ujungberung dengan Ana dan Icunk jalan menuju Garut udah padat merayap, menjelang Nagrek udah macet parah dan sampe Kadungora malah nggak gerak sama sekali.

Berasa lagi ikutan mudik yang di-pending. Gini kali ya yang tiap tahun mudik ke Garut dan sekitarnya. Qu lelah qaqa ... 😭

Kalau kata Pici mah Garut kemaren macet karena rombongan besan, untuk hari minggu aja ada 30 pasangan yang akan melangsungkan pernikahan (termasuk dia) dan itu baru 1 kecamatan, belum termasuk kecamatan lainnya, belum termasuk yang menikah hari Sabtu. Bersyukur ya yang udah dapet gedung dari jauh-jauh hari ... 😇

Sebelum ke rumah Pici untuk fitting baju kita ke Cipanas dulu nyimpen tas biar nggak ribet pas city tour nanti. City tour? Eeaaa sist, city tour “Sepanjang Jalan Kenangan” ala alumni DA, Ana request makan Sambel Cibiuk, baso Mulang Sari, Colenak, Pempek BNI dan jajanan ceplak lainnya, kita mah manut weh kumaha Ana asalkan jalan kaki barengan.

Baru kali ini nemuin calon manten ikutan sibuk ngurusin ini itu, konfirmasi ini itu, ngecek ini itu dan ngobrol biasa sama calon suami sambil ngasihin karpet. Biasanya kan calon manten mah tinggal tahu beres dan dipingit diem di rumah. Tapi yaudah lah ya da Pici mah anti mainstream ... 😎 Sensi juga bukan karena emosinya labil tapi karena pusing banyak yang harus diurusin.

Uyun mampir sebentar sebelum ikutan meeting para reseller Cireng Banyur, kemudian Iis dan Fahria datang bawa kado dari kita semua untuk Pici, eh Picinya bete karena kadonya Cuma dimasukin kantong keresek nggak dibungkus dulu pake kertas kado, katanya “Ntar juga disobek kertas kadonya ... Lagian kan isinya sesuai request-an Pici” ahaha ... Iya juga ya ... 😋

Setiap kali ke Garut pasti ada lah keinginan untuk makan di Mulang Sari mau itu mie yaminnya atau Cuma nyicipin kuah basonya. Lebih dari segalanya, Mulang Sari bukan Cuma jualan mie baso atau es campur seperti yang terpampang di plangnya, tapi menjual kenangan *eeaaa 😍😚

Anak DA mana sih yang nggak pernah makan di Mulang Sari? Kalau ada yang tanya gimana rasanya? Ehm ... kayanya sih ‘rasa yang pernah ada’ ahaha ... beneran deh, kita makan di Mulang Sari lebih karena ingin mengenang masa-masa bahagia saat tinggal di Garut dulu. Belum sah ke Garut kalau belum ke Mulang Sari.


Setelah dari Mulang Sari kita menuju ke check point ter-hits se-DA raya, Mesjid Agung Garut. Sekalian sambil nungguin Riye yang (juga) kena macet rombongan besan dan lagi lapar seberat-beratnya. Yo’i. Kita ke Mulang Sari lagi ... Demi Riye yang kangen Garut dan Purkan yang pura-pura nggak kenal pas ketemu 😞

Meski malem Minggu jalanan Garut sepi, mungkin orang-orang pada istirahat pasca resepsi atau mungkin lagi pada kumpul keluarga sambil ngasih wejangan ke yang mau nikah besok 😏. Saking sepinya kita sempet hopeless nungguin angkot ke Cipanas ...

Menjelang tengah malem Maya datang, disusul Mamih+Abink dan anak-anaknya: Deya, Chaceu dan Medus. Eh, Ijus dan RV udah duluan datang deng Cuma tadi nggak ketemu. Kamar sebelah on fire sampe adzan awal, sedangkan kita ... tepar duluan. Ku sudah tak sanggup begadang cyn ... besok mau jadi pager ayu, kalau dipaksain begadang jadinya pager layu kali ah ... 😪

Baru aja bangun kita udah di-chat sama temennya Pici yang mau nganter ke gedung, karena kita adalah makhluk yang realistis jadi dibalesnya “Iya mas, satu jam lagi ya ...” Kasian juga ya sama Masnya udah ngebelain bangun pagi, kitanya malah ngaret. Setelah satu jam ... kita dianterin temennya Pici sampe ke gedung Al-Musadadiyah Garut, disana udah ada Pici yang lagi di-make up-in sambil pegang smartphone urus ini itu dan tetep ya gaya khas Pici kalau bangunnya shubuh: suka pake kaos kaki! Padahal sedari lahir tinggal di Garut ... 😳


Selain kita ada 2 orang lagi temennya Intan yang jadi pager ayu, Alhamdulillah ya ada mereka ... soalnya dari pas Mile dateng kita langsung ngacir hehe Maklum sist udah kita jarang ketemu, sekalinya ketemu ya di acara kaya gini ... Beye yang baru nyampe banget Indo setelah umroh juga nyempet-nyempetin dateng. Kok kamu nggak? *eh 😥

Meski udah pake softlense Ana masih bolor, masa Medus dikira istrinya Ali Fikri? Ahaha Tapi emang ya, warna bajunya senada jadi kaya couple beneran 😂 Cie ... Cie ... Cie ... 😚😚😚

Menjelang tengah hari baby-baby Mile udah pada rungsing dari tadi, kasian tau ... udah pada nangis-nangis ingin pulang, tapi berhubung kita mau photo session dulu sama yang empunya hajat, mohon bersabar ... Picinya ganti baju dulu. Duh .. baby-baby Mile ... Maafin tante-tante ya yang ingin masuk album nikahnya Pici + Ryan 😁

Demi menghindari macet arus balik rombongan besan kita pulang lebih awal dan atas seizin 2 pager ayu lainnya Ganti bajunya mah sebentar, yang lama mah bukain jarum paku yang ada di kerudung 😭 Sambil nungguin kita, Medus dan Icunk jajan-jajan Cilor dan Cimin dulu di depan gedung, kalau Cilor adalah aci telor, Cimin adalah ... aci micin. Yawla! Bener-bener ya kita ini generasi micin ... 😂

Setelah check out dari hotel kita langsung makan baso (lagi) di Cipanas, kata Mamih via @exploregarut basonya baso sumsum sapi yang pake sedotan, tapi ternyata udah abis yang nyisa Cuma baso aci doang, yahh ... makan cimin lagi deh 😂 Dari kemaren kita makan cimin mulu, nggak pada jadi bodo kan? 😵😵😵

Jarak terjauh Kadungora dan Leles adalah mati gaya dengerin radio dengan Abink yang lagi nyetir sementara yang lain pada merem adem ayem tentrem kaya lagi hibernasi. Meski nyampenya malem Mamih dan Abink rela nganterin sampe tujuan. Iis sampe mesjid pinggir rumahnya. Anis sampe terminal Leuwipanjang. Aku, Ana dan Icunk sampe kosan. Kecuali Deya, ditinggalin di pinggir jalan tol geura 😂

Thankiss!  


  
 

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah berkali-kali makan opor dan ketupat muncul rasa jenuh, ingin yang seger-seger, nggak harus dingin tapi mesti seger. Apa coba? Tukang seblak pulang kampung, tukang baso mesti PO, tukang rujak pindah ke makam, tukang jus kebanjiran order. Jangan harap ada yang mau pergi beliin (+ngantri), yang ada kita malah mager dan jadi batu.

Mas Sulung dan Wa Iti yang sedari tadi 'nguprek' berdua di dapur tiba-tiba datang membawa sewadah buah rambutan, eits ... ini bukan buah rambutan biasa ya, tapi ini rujak buah rambutan. Baru denger kan namanya? Iya, sama ... ahaha Rasanya mirip-mirip sambel kecap yang belum pake kecap. Pedas + asam. Seger sih iya, tapi bahaya juga untuk yang lagi sariawan ☺

Bahan :
- Buah Rambutan (kupas dan buang bijinya)
- (5 buah) cabe rawit 
- (1 siung) bawang merah 
- (1/4 sdt) garam 
- (1 buah) jeruk nipis 

Cara :
- Tumbuk kasar cabe rawit, bawang merah dan garam.
- Masukkan jeruk nipis, tumbuk sesekali.
- Masukkan buah rambutan, aduk hingga merata.
- Rujak rambutan 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Dear Pici,

Congratulation for your wedding!!! 🎇🎇🎇

We are so happy for you Cong, really happy. Seeing you smiling on the stage with Ryan showing off the certificate of marriage after Ijab Qabul is one of our greatest moment. Because finally ... you are sold out 😂😂😂

Sorry for the failed bachelorette trip that we ever plan before, the universe isn’t on your side ...

When others celebrate their bestfriend bridal shower in a cute café or open room in a hotel, did a ‘bachelorette’ things such as wearing a dress code, dolled up as Jeng Kellin and walking around to take a pictures with everyone.

We aren’t.

Because we are know how would you react into those fancy stuff and girly things. Striking your I-don’t-care pose and smirking your face for saying ‘what the hell are you doing?’ or ‘are you joking on me?’😁

Yes. Bridal shower is too out of y/our style.

Universe has gave the fierce backdrop, it cost much than a D.I.Y. paper flowers or an initial ballons. We don’t need a dress code, because we had a similar taste on it. Nor the accessories, we don’t need a fake crown or a pageant ribbon written ‘soon to be Mrs. Ryan’ and ‘best bridesmaid ever’ because we are a Salmon’s. 🐟🐟🐟

Those is the reason why bachelorette trip is righten instead of bachelorette party. Perhaps someday we could make an after marriage trip for you, just in case ... you still interesting about that. Or maybe ... it should be m(in)e bachelorette trip hehe 😜

We understand if now you will see everything differently, being a wife isn’t same as being a single. It’s a life phase ... You just pass it through earlier than us. Off course ... someday we would getting married as you did, we are on the way to find out who is he 😇

Wish you all the best things in life, living up the dream with your lifetime partner and be yourself. 


Keep calm and wait our wedding invitation 📨
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (12)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (1)
    • ►  Apr (1)
    • ►  Jun (3)
    • ▼  Jul (1)
      • The 13th Years Of (modern) Slavery

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates