Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.
credit: laman Goodreads-nya Dee Lestari

10-15 menit yang lalu aku menyelesaikan keping terakhir di buku Supernova #6: Intelegensi Embun Pagi. Rasanya campur aduk *terharu 😭.

A few moments later...

Fyuhhh... akhirnya aku berhasil menyelesaikan heksalogi Supernova, ± 22 tahun sejak buku pertamanya dirilis 😅. Gils… Sejujurnya aku sama sekali nggak pernah mengira akan ada buku yang lebih wow ketimbang heptalogi Harry Potter. Yunow… sebagai netizen… aku punya banyak alasan untuk nge-skip baca buku, ya inilah.. ya itulah… ya iyalah… 😂.

Kalau kalyan baca The Days When Smartphone Died pasti tahu salah satu kegiatanku saat nggak ada smartphone adalah kembali ke khittoh yakni baca buku. Saat baca buku The Grand Design-nya Stephen Hawking yang membahas tentang penciptaan alam raya, aku menemukan ada banyak kata ‘partikel’. Tunggu, partikel… partikel… partikel… 🤔 eh, aku belum baca buku Supernova 4: Partikel!.

Sampai kantor aku gercep cari bukunya dongs, saat mau check out aku kepikiran: nggak mungkin aku hanya beli buku Supernova 4: Partikel, idealnya aku beli juga Supernova 5: Partikel dan Supernova 6: Intelegensi Embun Pagi biar dahagaku terpuaskan semua 😉. Namun menimbang saldo yang udah berada di tepi jurang, aku mencari opsi lain yakni: baca di iPusnas.

FYI. iPusnas adalah aplikasi perpustakaan digital yang dikelola oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia. Aplikasinya sendiri B aja, nggak yang bagus gimana gitu namun nggak buruk-buruk amat. Meski fiturnya masih sederhana dan jauh dari optimal, aku merasa lebih nyaman baca di iPusnas ketimbang di PDF reader, at least aku nggak merasa bersalah karena nggak beli bukunya 😅.

Untuk buku-buku popular (yang high demand) biasanya perlu antri sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Makanya aku merasa beruntung bisa kebagian copy dari ketiga buku tersebut dalam waktu seminggu, alhamdulillah mulusss… 👌 dan dikembalikan sebelum tenggat waktu. So far, yang bikinku mangkel hanyalah fitur bookmark yang under construction, telunjukku pegel nge-scroll mulu ☝.

2001 Supernova 1: Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh – 2002 baca punya Teh Intan (± 1minggu)
2002 Supernova 2: Akar – 2002 baca punya Teh Intan (± 1minggu)
2004 Supernova 3: Petir – 2004 beli sendiri (± 3 hari)
2012 Supernova 4: Partikel – 2024 baca di iPusnas (± 3 hari)
2014 Supernova 5: Gelombang – 2024 baca di iPusnas (± 2 hari)
2016 Supernova 6: Intelegensi Embun Pagi – 2024 baca di iPusnas (± 2 hari)

Di laman cuap-cuap penulis (apa sih nama resminya?! 😅) Dee Lestari bercerita bahwa ia butuh ± 15 tahun untuk meriset dan mengekstraksi materi di bukunya, makanya tercipta jeda panjang antara Supernova 3: Petir dan Supernova 4: Partikel. Baginya lebih baik menunda kelahiran ketimbang memaksakan kelahiran (bukunya) karena materi yang nggak masak berpotensi merusak alur cerita 💖.

Sejujurnya, sampai post ini ditulis aku masih belum rela melepas perjalananku baca heksalogi Supernova selama ± 22 tahun. Aku masih ingin menikmati kelap kelip euphoria, dan bernostalgia dengan karakter-karakter yang muncul sejak buku pertama. It’s was an amazing journey. Baiqlah… markijut ke part -review tipsy, feel free to skip karena nggak semua orang tertarik baca review buku 😊.

Note: aku menyelipkan link beli via Gramedia Online, niscaya bukan wkwk 😉.

***

Supernova 1: Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh
beli di Gramedia 

Bercerita tentang masterpiece-nya Dhimas dan Reuben yang tetiba menjadi kenyataan. Dhimas dan Reuben adalah 2 orang mahasiswa yang bertemu saat menghadiri acara kampus, keduanya menyadari bahwa mereka memiliki ketertarikan yang sama. Untuk merayakan anniversary ke 10 mereka menulis buku roman slash fiction berjudul: Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh.

Adalah Ferre seorang eksekutif muda sukses yang jatuh hari pada seorang wartawati bernama Rana, sayangnya hubungan mereka stuck karena ternyata Rana sudah berkeluarga. Sebagaimana rang-o-rang pada umumnya, Rana tetep menjalin hubungan dengan Ferre meski tahu ada Arwin di sisinya. Sedang Diva Anastasia adalah seorang model merangkap ani-ani yang kebetulan adalah tetangganya Ferre.

Mungkin karena aku udah pernah baca bukunya dan berekspektasi sebegitu tinggi aku merasa tersiksa saat nonton filmnya 😩. Arifin Putra dan Hamish Daud mah chemistry-nya OK ya, namun maaf banget nih Herjunot Ali, Raline Shah dan Paula Verhoeven kalyan memble semua 😶. Yha~ Fedy Nuril adalah pakar poligami yang nggak pernah selingkuh karena ia yang diselingkuhi 😁.

Supernova 2: Akar
beli di Gramedia

Bercerita tentang Bodhi dan perjalanan spiritualnya dalam menemukan kesejatian hidup. 18 tahun silam Guru Liong menemukan seorang bayi laki-laki di depan viharanya, bayi laki-laki itu dinamainya : Bodhi. Asal usul Bodhi yang samar bikinku yakin ia terlahir dari telur Kinderjoy 😂 menciptakan banyak kegelisahan yang membuatnya memulai pencarian akan makna hidup *ceilahhh... gaya bener 😁.

Perjalanan mengantarkan Bodhi dari satu tempat menuju tempat lainnya, dari satu kesempatan menuju kesempatan lainnya, dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya. Ada Kell sang tattooist yang mengajarkannya merajah, ada Star yang membuatnya me’rasa’ dan ada Bong. Seumur hidup aku hanya tahu 2 orang yang pernah kerja di Golden Triangle, satu: Bodhi, dua: Lee Min-hoo di City Hunter 😂.

Saat pertama kali baca Supernova 2: Akar sejujurnya aku nggak mudeng, kemungkinan gegara usiaku yang masih terlalu belia untuk memahami ‘permasalahan manusia dewasa’. Tapi isokay karena aku terhibur dengan cerita backpacker-annya Bodhi di Asia Tenggara yang bikinku ingin backpacker-an juga. Well… mungkin akan baca ulang bukunya kelak karena kini materinya udah terasa relate 😁.

Supernova 3: Petir
beli di Gramedia

Bercerita tentang Elektra dan perjalanan self-development-nya yang absurd. Paska ditinggal Dedi, Elektra dan Watti (iya, huruf T-nya ada dua macem James Watt 💡) berusaha melanjutkan hidup. Watti kemudian menikah dengan Kang Atam dan tinggal di Freeport sedang Elektra mumet setengah mati memikirkan cara menagih piutang Wijaya Elektronik demi bisa bebas dari menu telur ceplok 🍳.

Setelah berkali-kali gagal mendapatkan pekerjaan Elektra kemudian menemukan dunia ajaib bernama internet. Bermodal nekat dan sisa uang tabungan ia mengajak Kewoy untuk bikin warnet bernama Elektra Pop di Eleanor, saat itulah ia bertemu dengan Toni aka Mpret. Kegabutan Elektra mengirim lamaran ke STIGAN (Sekolah Tinggi Ilmu Gaib Nasional) mengantarkannya pada Bu Sati yang kelak membantunya membuka klinik terapi setrum listrik .

Di heksalogi Supernova favorite-ku tentcu adalah Supernova 3: Petir karena ceritanya yang ringan dan jenaka. Mungkin karena setting-nya adalah Kota Bandung maka aku bisa dengan mudah ber-chemistry dengannya, tapi serius siya karakternya yang sederhana dan polos berhasil bikinku ngakak. Cameo macem Ni Asih, Aki Jambros dan mantan ART-nya yang sukses di MLM bikin dunia Elektra yang sepi terasa hidup 🎇.

Supernova 4: Partikel
beli di Gramedia

Bercerita tentang Zarah dan perjalanannya menemukan ayahnya yang hilang. Sejak kecil Zarah dan Hara nggak pernah mendapatkan pendidikan formal, sebagai gantinya Firas-lah yang mengajarinya sendiri. Hal ini tentcu bikin Abah, Umi dan ibu khawatir namun Firas tetap kukuh pada pendiriannya dan mulai melibatkan Zarah pada ‘proyek rahasianya’. Firas dan Zarah sering meninggalkan rumah dan melakukan banyak hal aneh temasuk pergi ke Bukit Jambul.

Bahkan 11 tahun berlalu namun Zarah masih mencari ayahnya yang hilang, berbagai cara dilakukannya namun nihil. Di Glastonbury Zarah bertemu dengan Simon Hardiman yang merupakan kolega ayahnya, ia membantu Zahra terkoneksi dengan dunianya Firas. Kepergian Abah mau tak mau membuat Zahra mesti kembali ke Indonesia, disini perjalanan dimulai… 😉.

Saat baca Supernova 4: Partikel aku merasa ada lompatan besar yang tercipta, kemungkinan gegara research-nya yang niat banget. Untukku, Supernova 4: Partikel ini adalah kompas mantaps yang menunjukkan arah heksalogi supernova, tanpanya kita mungkin akan bingung mau dibawa kemana karakter-karakter yang berceceran sejak Supernova: Kesatria, Puteri dan Bintang Jatuh.

Supernova 5: Gelombang
beli di Gramedia

Bercerita tentang Alfa Sagala dan perjalanannya mengubah nasib keluarga hingga ke USA. Saat bapak  berhasil membawa keluarganya pindah dari Sianjur Mula-Mula ke Jakarta, Alfa mengira Jaga Portibi akan tertinggal di rumahnya. Namun sialnya, Jaga Portibi masih berjaga di sudut matanya, hingga ke Hoboken dan lembah Yarlung di Tibet. 

Saat menjalani perawatan di klinik gangguan tidur, Alfa menemukan bahwa ada sinyal-sinyal yang terselip di mimpinya. Ia lalu memutuskan untuk mencari Dr. Kalden bersama Nicky Evans dan terkejut saat tahu bahwa ia merupakan bagian dari semesta lain. Seperti judulnya Supernova 5: Gelombang ini adalah gelombang pertama yang menyadarkan semesta Supernova dari tidur lelapnya. 

Sejujurnya aku merasa karakter Alfa ini agak glorify, di mana lagi kita bisa menemukan cowok dengan masa lalu gelap (yakan doi imigran gelap 😅) namun memiliki masa depan menyilaukan. Too good to be true... Kupikir Alfa adalah lawan yang imbang bagi Fahri-nya Habibburahman El-Shirazy.

Supernova 6: Intelegensi Embun Pagi
beli di Gramedia

Kurasa Dee Lestari  butuh 1 buku lagi deh untuk menceritakan Gio, perjalanannya yang tercecer di semua buku bikin doi terasa bagai cameo. Mungkin karena gap-nya terlalu jauh aku jadi kurang bisa menikmati part-nya Reuben dan Dimas, feel-nya nggak dapet euy... Selain itu, hubungan yang mengkoneksikan semua karakter terasa dipaksakan, padahal kita isokay kok kalau mereka hanyalah rang-o-rang random.

Keputusan Dee Lestari untuk memasangkan Gio dan Zarah adalah fan service yang OK untuk kita yang bertahun-tahun memantau hubungan Elektra dan Mpret. Aku sebel banget saat Mpret bolak balik Bandung-Jakarta padahal bisa aja doi menculik semua karakter dan mengantar mereka langsung ke safe house di Baru Luhur. Nggak usahlah mampir ke rumah Reuben atau control room-nya Ferre, bisi  Miranda keburu datang ke Indonesia 😅. 

Untukku Supernova 6: Intelegensi Embun Pagi ini eksekusinya B aja, nggak yang wow gimana gitu jadi kurang berkesan. Kalau kalyan pernah nonton The Eternals-nya Marvel, tah kitu... Klimaksnya kurang nendang makkk... bisa kali Miranda disambar petir sampai berkeping-keping atau Bu Sati gelut nepi ka papaehan. Selesai baca heksalogi Supernova aku baru mudeng bahwa tetesan embun pagi yang menjadi judul adalah kiasan bagi mani 😂.

***

Saat nonton superhero supernatural series macem Heroes atau The Touch, aku kadang kepikiran: diantara sekian banyak artist yang ada di Indonesia nggak adakah yang ingin bikin series macem gini? Yha~ Joko Anwar udah bikin Nightmares and Daydreams, namun sebelumnya udah ada Dee Lestari yang bikin heksalogi Supernova. Maksudnya, dear Netflix... kapan nih? 6 buku loh… bisa jadi 6 seasons… 😁.

Oh ya, kalyan bisa baca review buku Aroma Karsa disini
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Gimana resolusi tahunannya? Udah pada di-checklist apa udah lupa pernah bikin?

Seperti kebanyakan warga +62 lainnya, aku pun turut serta membuat resolusi tahunan 😁 Meski kutahu chance untuk mewujudkannya sempit tapi nggak ada salahnya kan untuk berusaha hingga hari-hari terakhir 😉.

Diantara banyak resolusi yang kurencanakan (yang seringnya berakhir menjadi wacana) yang kuanggap paling niat di tahun ini adalah mengikuti reading challenge-nya @bbbbookclub.

Di awal tahun aku merencanakan untuk menyelesaikan 12 buku di tahun ini, yang berarti dalam setiap bulannya aku mesti menyelesaikaan 1 buku. Sayangnya, hingga aku menulis post ini aku hanya bisa menyelesaikan 4 buku aja🥲. Untukku yang gemar membaca sedari dini tentcu ini adalah se-fruit kemunduran karena artinya aku masih terjebak reading slump.

Salah satu hambatanku dalam membaca buku adalah distraksi duniawi yang nggak ada hentinya, entah itu kerjaan kantor, kerjaan domestik, kerjaan siluman 👹atau kerjaan ngadi-ngadi 🥴. Belakangan ini time management-ku memang kurang baik, ditambah pandemi yang susah banget kelarnya yang ada jadinya amburadul 😂 Apa itu me time? 🥺.

FYI. Aku masihlah naq lama yang gemar membaca buku fisik, makanya PR banget niya memupuk (lagi) kebiasaan membaca bukuku. Tampak terasa seru, kenyataannya mah berbanding terbalik 😆.

Anyway… karena ini adalah reading challenge maka nggak terbatas hanya buku aja ya, bacaan lainnya yakni blog, caption atau thread kumasukkan 😉. Sebagai warga +62 tentcu dalam keseharian aku lebih banyak membaca via smartphone ketimbang buku fisik, makanya cuma bisa baca 4 buku dalam setahun *heu.

And the list goes to…

BUKU

Salah satu kebiasaan baik yang kucoba teruskan adalah membuat review dari setiap buku yang pernah kubaca, kadang di blog, sesekali di Goodreads, pernah juga di note book. Kebiasaan baik ini tumbuh gegara dulu sering melihat Acong yang punya note book khusus untuk me-review buku yang pernah dibacanya.

Untuk review terpisah bisa dicek niya~

The Alchemist
What I Talk About When I Talk About Running
Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas
Filosofi Teras

BLOG

Siapa disini yang masih blogwalking? Aku sih yes… Kalau kebetulan aku malay membaca buku aku akan menghabiskan waktuku dengan blogwalking (bahkan kadang membaca sampai dasar post ✨👌🏻). Saat blogwalking inilah aku menemukan beberapa blog yang kupikir sayang kalau dilewatkan.

A Plate For Two
By Ruthie
Mira Afianti
Whiteboard Journal
Tokyobahnbao
Puty's Journal
Whan an Amazing World
The Financial Diet

INSTAGRAM

Sedang untuk Instagram, aku punya rekomendasi akun yang story-nya rajin kubaca. Bisa dicek niya highlight story-nya 😉.

@asihmanis
@byputy
@jonathanend
@biasalahanakmuda

Dan Quora

Segini dulu aja guise... Semoga tahun depan lebih sering membaca buku 🙂. 

Credit: Standard Dose


Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello… sobat overthinking 🙋🏻‍♀️.

Di akhir tahun yang kebanyakan beritanya tentang banjir dan hujan yang turun terus menerus ini akhirnya… aku menyelesaikan buku Filosofi Teras 🥳.

Bukan hal yang mudah tentcunya bagiku untuk menyelesaikan sebuah buku saat mesti terdistraksi duniawi, ada aja nuna ninu nunu nana-nya 💆🏻‍♀️. Ohya, aku membeli buku Filosofi Teras ini di tahun lalu di masa pandemic 1.0 dengan harapan agar #stayathome ku lebih berarti. Saat itu aku membeli 2 buku (sotoy amat ya 😁) yakni FIlosofi Teras dan Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat.

Bahkan hingga tahun berganti pun aku hanya sanggup membaca halaman awalnya aja, nggak sanggup akutu membaca lebih dari sepuluh halaman… 🥺 Selain itu opening bukunya yakni bab-bab awal cukup membuatku stuck, bahasannya nggak nyampe di otakku 😂. Tentcu tanpa mesti ba-bi-bu lagi kutinggalkan buku Filosofi Teras begitu aja.

Sepanjang tahun 2021 (sampai sebelum post ini dirilis) aku udah berusaha untuk menyelesaikannya, sengaja dibawa kesana kesini agar dibaca tapi nggak mempan 😌. Kemudian aku mendadak senggang dan memutuskan untuk ber-silaturahmi kembali, alhamdulillah kali ini berhasil 😉.

Aku tahu buku FIlosofi Teras ini gegara ikutan Survei Khawatir Nasional-nya @henrymanmpiring. Kukira hanya survei iseng-iseng, tahunya dijadikan buku…

Aku jarang membaca buku ber-genre filsafat karena referensi bukunya sedikit, paling ya bukunya Jostein Gaarder (Sophie’s World, Orange Girl dan Ringmaster Daughter) sisanya nggak tahu 😅 Untukku, Dunia Sophie adalah perkenalan yang menarik dengan filsafat, berisi pertanyaan mendasar tentang penciptaan manusia, siapa aku?

Nah, kalau Dunia Sophie adalah filsafat yang dikemas melalui cerita fiksi, Filosofi Teras adalah filsafat yang dikemas melalui penceritaan santai. Iya sist… Santainya, santai yang bikin mikir 😅. Yang dibahas di buku Filosofi Teras adalah stoicism atau stoa yakni cabang dari filosofi kuno mengenai hidup less-drama. Sedangkan teras adalah tempat dimana para filsuf bertukar pikiran.

Menariknya, di masa Yunani kebanyakan pemimpin dan pejabat adalah seorang filsuf. Kupikir ini adalah hal yang make sense ya karena sejauh yang kupelajari filsuf adalah seorang thinker yang akan memikirkan pros and cons jauh sebelum bertindak. Mungkin ini juga alasan mengapa kepala negara mestilah merangkap sebagai negarawan 🤔.

Buku Filosofi Teras terdiri dari 12 bab dan beberapa wawancara ringan dengan beberapa narasumber lintas profesi, salah satunya adalah Citta Irlanie. Aku tahu mbnya ini karena pernah membaca blognya, kurekomendasikan bagi kalyan yang membutuhkan bacaan perlu mikir 😂.

Ohya, tagline-nya buku Filosofi Teras adalah: Filsafat Yunani Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini. Cocok banget niya karena pada dasarnya buku Filosofi Teras ini mengajak kita untuk menjalani hidup less-drama, less-baper dan less-over thinking. Sungguh sangat kurekomendasikan terutama bagi kalyan yang sulit tidur memikirkan hidup ✨👌🏻.

Aku nggak akan banyak nge-spill isinya ya… kupikir lebih baik kalau dibaca sendiri 😆 But seriously, Filosofi Teras ini adalah buku yang menyenangkan.

Menurutku kekurangan buku hanyalah layout halamannya, kalau biasanya teks pake justify, Filosofi Teras pakenya align jadinya agak siwer nih 😅 Selain itu font-nya kurang buku banget, jadi malah terasa sedang membaca via gadget.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hello…

Masih betah #dirumahaja? Aku sih udah nggak -___-

Setelah berhasil membaca What I Talk About When I Talk About Running-nya Haruki Murakami aku berusaha meneruskan membaca The Great Design-nya Stephen Hawking. Syudah bisa ditebak ya, baru baca beberapa halaman aja udah pening dan ujung-ujungnya ngantuks 😂.

Karena ternyata nggak berhasil, maka aku mengganti bukunya menjadi Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas-nya Eka Kurniawan. Buku ini sudah masuk wishlist-ku sejak menyelesaikan Cantik Itu Luka, opsi lainnya adalah Lelaki Harimau. Kupilih Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah karena sebentar lagi filmnya dirilis 🙂.

Kupikir aku mesti membaca bukunya terlebih dulu ketimbang langsung menonton filmnya, agar supaya punya referensi saat menulis review kelak. Biar nggak bingung kutulis review bukunya dulu.

Ehya, disclaimer. Eka Kurniawan senang membahas hal-hal vulgar tanpa sensor (18+) ✨👌🏻.

Kalau di buku Cantik Itu Luka bahasannya sekitaran berahi, tai dan lelaki, maka buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas bahasannya sekitaran burung, burung, burung dan burung 🐦. Di buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini Eka Kurniawan menyentil maskulinitas yang katanya palsu itu secara ‘laki’ *pake intonasinya Avan.

Menceritakan tentang Ajo Kawir yang stuck sebab burungnya tidur sejak melihat Rona Merah diperkosa 2 polisi di rumahnya sendiri. Si Tokek sahabatnya yang merasa bersalah kemudian berusaha membangunkannya dengan berbagai cara, dari meminjamkan novel stensilan, meminta bantuan Iwan Angsa sampai membalurkan tumbukan cengek *sumvah ini part paling mind blowing sih 🤣.

Kekesalannya pada si burung yang tertidur panjang layaknya hibernasi mengantarkannya pada kehidupan keras penuh perkelahian. Menurutku karakternya Ajo Kawir di fase ini senggol tabok ya, dikit-dikit berkelahi, ada kerumunan disamperin, nggak ada apa-apa yuk mari… membuat masalah. Anak STM. Sana minggir dulu! 😎.

Seperti yang kita tahu linimasa yang digunakan Eka Kurniawan selalu samar-samar, nggak jelas tahun atau eranya. Sejauh yang kutangkap era yang digunakan di buku Seperti Dendam Rindu harus Dibayar Tuntas adalah era film-filmnya Barry Prima atau tahun 80an karena banyak adegan laga dan ada perguruan silat, lengkap dengan bahasanya yang baku dan julukan-julukan macem Iwan Angsa, Agus Klobot, Budi Baik dll.

Hingga suatu hari Ajo Kawir dipertemukan dengan Iteung dalam sebuah perkelahian (yang kalau di buku mah) tampak sengit, bukannya jadi musuh bebuyutan yang ada mereka malah saling jatuh cinta. Nah, disini drama dimulai… Ajo Kawir yang merasa ‘nggak sempurna’ berusaha menepis perasaannya kepada Iteung yang kepalang bucin heuheuheuheu 😅.

Mereka berdua kemudian menikah atas dasar cinta, yha~ semua akan tampak manits di awal karena yang terjadi selanjutnya malah membuatku ikutan puyeng. Tanpa diduga, Iteung tiba-tiba mengaku hamil, lha… piye. Jangankan Ajo Kawir yang tokoh fiktif, aku aja yang di dunia nyata bingung kenapa Iteung bisa hamil. Ujung-ujungnya Budi Baik yang dijadikan kambing hitam 🐏.

Kecewaannya kepada Iteung membuatnya kacau dan menerima tawarannya Paman Gendut untuk menghabisi Si Macan. Dalam pelariannya, Ajo Kawir kemudian memutuskan untuk menjadi supir truk antar provinsi, turut menemaninya adalah Mono Ompong. Ohya, seperti laiknya truk-truk Pantura, truknya Ajo Kawir pun dilukis quote: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ✨👌🏻.

Entah darimana naiknya, truknya disusupi seorang perempuan bernama Jelita yang akhirnya menemani Ajo Kawir sepeninggal Mono Ompong yang ikut tumbang pasca duel maut.

Lalu ‘ia’ terbangun dari hibernasi.

Buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ditutup dengan ending yang cukup membagongkan 🐗, Eka Kurniawan mengeksekusi plot-nya dengan jenaka. Kukira kelak Ajo Kawir hidupnya akan setenang burungnya saat hibernasi, nyatanya… nggak 😅. Aku nggak tahu apakah aku mesti menyebutnya dengan happy/sad ending yang jelas aku puas dengan ending bukunya.

Aku mesti bilang niya kepada kalyan wahai netizen sekalyan, kalau kamu ingin membaca buku fiksi (selain self development) kamu mesti mempertimbangkan untuk membaca bukunya Eka Kurniwan, sebagaimana bukunya Haruki Murakami. Kalau kamu adalah jellies yang sering memantau ketubiran di Twitter, mungkin sering melihat @EkaKurniawan wara wiri.

Dibandingkan dengan buku Cantik Itu Luka, ketebalan buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas mungkin hanya setengah aja, tapi isinya so pasti seru yaw…

Aku menulis draft post ini udah sejak bulan lalu, tadinya mau tandem menulis review buku + filmnya, tapi sampai aku selesai menulis tanggal rilisnya belum ada 😔. Padahal udah nunggu-nunggu… Semoga segera dirilis ya, penasaran filmnya kaya apa. FYI, filmnya di-direct oleh Edwin yang juga men-direct film Aruna dan Lidahnya, bahkan memenangkan festival Locarno International Film Festival di Swiss.

Makin nggak sabar aja yekan… 🙂

Ayo cepatz! Cepatz! Cepatz!
Ada Sal Priadi 😉.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Masih ingat nggak dengan post (Random) Things I Bought Lately? Dalam post tersebut salah satu barang yang kubeli adalah buku diskonan dari Gramedia. Saat itu aku membeli 6 buah buku, tapi ya karena reading slump sampai saat aku menulis post ini hanya 2 buku yang baru kubaca sampai habis, sisanya belum sempat kubaca bahkan plastiknya belum dibuka 😅.

List buku yang kubeli atas nama diskon:
🌼 A Copy of My Mind - Dewi KharismaMichelle
🌼 The Five People You Meet In Heaven / Meniti Bianglala - Mitch Albom
🌼 For One More Day / Satu Hari Bersamamu - Mitch Albom
🌼 Negeri Para Roh - Rosi Simamora
🌼 The Girls - Emman Cline
🌼 One Hundred Names - Cecilia Ahern

Aku tahu Mitch Albom sejak lama tapi baru kesampaian membaca bukunya tahun lalu hehe Seingatku, bukunya Mitch Albom yang banyak direkomendasikan adalah Tuesday With Morrie, sayangnya saat diskonan Gramedia bukunya malah nggak ada, maka jadilah aku membeli buku Mitch Albom yang lain yakni Five People You Meet In Heaven dan For One More Day.

Five People You Meet In Heaven bercerita tentang Eddie, seorang lelaki tua yang menghabiskan sisa hidupnya bekerja sebagai maintenance di taman bermain Ruby Pier. Menariknya, buku ini dinarasikan sendiri oleh Eddie yang meninggal hanya 50 menit sebelum ulang tahunnya yang ke 83 karena kecelakaan di wahana Freddie’s Free Fall.

Eym… Gimana? Gimana? 🤔.

Setelah meninggal Eddie dipertemukan lagi dengan 5 orang yang takdirnya pernah bersentuhan dengannya, 5 orang ini sama sekali nggak memiliki keterikatan kecuali melalui Eddie. Mereka sengaja dihadirkan lagi untuk mengurai pertanyaan yang belum sempat terjawab semasa hidup Eddie.

Alur penceritaan Five People You Meet In Heaven ini maju mundur ya dan otakku memvisualisasikannya serupa scene di Forrest Gump karena ada part yang membahas tentang perang Vietnam. Five People You Meet In Heaven memberikan insight yang menarik mengenai after life, apa yang terjadi setelah kematian adalah misteri yang hanya bisa disingkap oleh diri sendiri, meski kisi-kisi bertebaran disana sini.

Ada 5 orang yang ditemui Eddie seteleh kematiannya, yakni; Blue Man / Manusia Biru yang yang karena kesalahan Eddie berada disana untuk menemuinya. The Captain / Si Kapten yang kadang hadir dalam mimpi-mimpi Eddie. Ruby wanita tua sekaligus istri dari pemilik taman bermain Ruby Pier. Marguerite istri tercintanya dan Tala.

Mereke semua menemui Eddie secara bergantian, satu yang pasti mereka semua datang untuk memberikan pengampunan dan pencerahan.

Nggak banyak yang bisa ku ceritakan ya karena buku Five People You Meet In Heaven adalah tipikal buku santai yang mesti dibaca pelan-pelan sambil diresapi dan direnungkan. Bukunya nggak tebal kok tapi isinya cukup membuatku berpikir ulang tentang after life meski dalam keyakinanku nggak begitu.

Meski bukan my cup of tea, buku The Five People You Meet In Heaven adalah buku yang menarik untuk dibaca saat senggang ✨👌🏻.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hellooo…

Hari ini adalah hari kesekian dari PPKM yang digagas pemerintah Wakanda, sampai saat aku menulis post ini aku nggak terlalu ingin menyimak kepanjangan dari PPKM karena selalu berubah-ubah sejak pertama kali diberlakukan tahun lalu 🥲. Menyesuaikan dengan sikon non lockdown sebab pemerintah ternyata lebih misqueen 🥺 ketimbang sobat misqueen Twitter yang mengartikan PPKM sebagai Pelan Pelan Kita Miskin.

Awal tahun ini aku mengikuti reading challenge-nya BBB, rencananya tahun ini aku akan membaca 1 buah buku setiap bulannya, hal yang menantang sekali bukan? Keseringan membaca caption membuatku malay setengah mati membaca buku 😁. Kukira aku akan lebih excited kalau membaca buku yang masih baru, ternyata nggak ngaruh sama sekali yaw… yang ada aku malah menimbun buku 😅.

Salah satu buku yang kubeli tahun ini adalah What I Talk About When I Talk About Running-nya Haruki Murakami. FYI, ini adalah buku yang masuk wishlist-ku sejak lama sekaligus yang membuatku bolak balik ke Gramedia, berharap buku ini keselip diantara tumpukan buku lainnya 😀. Di e-commerce ada sih yang jual tapinya print sendiri hahahanjirrr… yukata print on demand 🥲. Setelah mencari sana sini dan membaca review tokonya berulang kali akhirnya aku menemukan toko yang menjual versi legalnya.

Ohya… meski kebanyakan buku-buku Haruki Murakami diterbitkan oleh Gramedia, khusus untuk buku What I Talk About When I Talk About Running diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Yeee… pantesan nggak nemu-nemu *heu 😅. What I Talk About When I Talk About Running adalah memoir Haruki Murakami mengenai hobby larinya.

Sebelumnya, aku mengenal Haruki Murakami dari buku Norwergian Wood yang kubeli saat SMP karena tertarik oleh cover-nya yang keren dan Jepang banget. Seriously? Yap. Aku membaca Norwergian Wood saat SMP, begitu pun dengan teman-temanku haha Meski belum pada cukup umur tapi kita fine fine aja membaca Norwergian Wood 😉.

Saat itu Norwergian Wood termasuk buku mahal ya kalau nggak salah sekitar 80-90rban gitu, kupikir nggak mungkin dong harganya mahal kalau bukunya B aja. Makanya kubeli 😎. Norwegian Wood meninggalkan kesan yang cukup dalam karena itu pertama kalinya aku membaca buku dari penulis Jepang, ceritanya nggak neko-neko tapi Haruki Murakami tahu bagaimana menuturkannya dengan baik.

Kesan itulah yang membuatku penasaran dengan Haruki Murakami, I mean in personal. Makanya ketika kutahu What I Talk About When I Talk About Running diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia aku mencarinya namun mengabaikan fakta penerbit yang mempublikasikannya. Sejauh pencarianku masa jualnya singkat, kemungkinan karena ini adalah memoir dan agak kurang menarik.

Yap. Kuakui cover design-nya nggak menarik karena pemilihan font judulnya terkesan kurang effort, aku malah lebih suka cover design versi print sendiri 😁.

Sesuai dengan judulnya What I Talk About When I Talk About Running menceritakan tentang hal-hal yang Haruki Murakami pikirkan saat berlari. Sejujurnya aku heran kok bisa ya orang-orang masih berpikir padahal ia sedang berlari? 🤔 Kukira orang-orang yang berlari hanya memikirkan tujuannya. Heu… pertanyaan konyol yaini 😌.

FYI. Aku lebih suka jalan shantay ketimbang lari yhahaha ☺️ Satu-satunya alasanku membeli buku What I Talk About When I Talk About Running adalah karena penulisnya Haruki Murakami 😘. Serius deh ini… I really don’t have any idea about running meski aku pernah memiliki resolusi tahunan; work smart play hard running faster

Tapi aku setuju sih, lari adalah olahraga yang simple ✨. Why? Karena lari nggak perlu gear macem sepeda atau berenang (kecuali sepatu lari fancy dan printilan duniawi lainnya). Eh, bukannya jalan shantay juga gitu? 😁.

Impresiku kepada Haruki Murakami pasca membaca What I Talk About When I Talk About Running adalah:

Doi orangnya Nike banget ya…
JUST DO IT!
Ingin punya kelab jazz. Buka kelab jazz.
Ingin menjadi penulis. Menulis.
Ingin menjadi pelari. Lari.

Haruki Murakami menghabiskan masa mudanya dengan membuka kelab jazz bersama istrinya sejak masih kuliah, saat berusia 30 tahunan ia memutuskan untuk menulis novel, menerbitkannya dan voila! Ia menjadi seorang menjadi penulis. Lagi. Ditengah kesibukannya sebagai penulis, ia memutuskan untuk berlari karena merasa perlu memperbaiki pola hidupnya yang berantakan.

Believe it or not, Haruki Murakami mulai menulis dan berlari saat usianya 30 tahunan, yang artinya… nggak ada yang nggak mungkin kalau kau punya bakat bawaan dan keberuntungan yang banyak 🙃

Menurut Haruki Murakami, menulis dan berlari memiliki kesamaan yakni target, kerja keras dan fokus. Selain hal tersebut tentcunya dibutuhkan latihan yang nggak sebentar, tapi kalau kita udah membiasakan diri lambat laun tubuh pun akan beradaptasi dan bersama-sama mencapai tujuan.

Haruki Murakami menuliskan bahwa alasan mengapa orang-orang berlari sebenarnya bukan karena ingin panjang umur melainkan karena ingin (merasai) hidup, hidup yang benar-benar hidup ✨. Kupikir ini make sense ya… karena di komik / kartun orang-orang yang berlari biasanya memercikkan api di punggungnya 🤣 Alasan yang sama mengapa film menggunakan transisi berlari untuk memperlihatkan pengembangan karakternya, macem di Forest Gump. 

Aku suka bagaimana Haruki Murakami menuturkan ceritanya, mengalir aja gitu, seakan-akan kita ikutan nyemplung 🤣 Haruki Murakami faham bahwa nggak semua pembaca buku What I Talk About When I Talk About Running suka berlari, ia menjelaskan istilah-istilah dengan mudah, so nggak perlu khawatir ya sobat rebahaners 😁.

Setelah membaca buku What I Talk About When I Talk About Running aku jadi kepikiran juga ya… kayanya asyik aja kalau punya memoir untuk hal yang disukai. Macem reminder untuk mengingatkan pada diri sendiri bahwa kita pernah mencoba dan berproses, urusan hasil mah belakangan. Just trying to memorialized.

Kalau kau suka berlari (dan menulis) dan Haruki Murakami buku What I Talk About When I Talk About Running ini bisa menjadi opsi yang menarik untuk dieksekusi di masa PPKM 😉✨ Aku membaca buku What I Talk About When I Talk About Running ketika berjemur setiap paginya, nggak menyangka bisa menyelesaikan hanya dalam waktu dua minggu *terharu 🥺.

PAIN IS INEVITABLE 
BUT SUFFERING IS OPTIONAL
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (15)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (1)
    • ►  Apr (2)
    • ►  Jun (3)
    • ▼  Jul (2)
      • The 13th Years Of (modern) Slavery
      • Sore: Istri Dari Masa Depan

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates