Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Sampai saat ini memang masih jarang ya film atau serial yang mengangkat issue tentang wanita paruh baya, padahal market target terbesar dari K-Drama (atau sinetron kalau di Indonesia) adalah wanita dengan rentang usia 30 tahun ke atas yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. 

Dear My Friends menuturkan kisah tentang para orang tua yang berjuang untuk bisa hidup mandiri dan menghadapi berbagai macam permasalahan ‘khas’ orang tua seperti dementia (pikun), kesepian, kekhawatiran, anak-anak, konflik keluarga dan CLBK 😁. 

Yang membedakan dengan K-Drama lainnya, Dear My Friends mengambil figur orang tua sebagai tema alih-alih mengambil figur wanita mandiri yang matang (dari segi usia) atau wanita innocent yang cuteness overload. Mengejutkan memang, namun siapa sangka figur orang tua yang jarang dilirik ini mampu memberikan kesegaran di dunia per-K-Drama-an.

Sebelum menonton Dear My Friends ada baiknya menyiapkan tissue terlebih dulu. I’m not kidding. Sejak episode pertama Dear My Friends ini sudah membuat hati berdesir, apalagi kalau bukan karena ingat orang tua di rumah. Lahh... Belum apa-apa udah cirambay.

Episode-episode selanjutnya akan membuat kita memikirkan ‘ohh... jadi ini ya yang dirasakan orang tua di rumah’ kemudian teringat dosa-dosa yang pernah diperbuat. Nobody’s perfect, so they are... Pepatah China mengatakan : Kamu harus memiliki anak untuk bisa memahami kasih sayang orang tua.

Jika kebanyakan kisah K-Drama tentang roller coaster kehidupan dengan kejutan di setiap tikungannya, kisah Dear My Friends tergolong biasa-biasa saja, tidak se’wow’ atau seindah FTV, namun karena biasa itulah kisahnya tampak dekat karena akrab di kehidupan nyata. Selain itu faktor pemeran utamanya yang merupakan aktris dan aktor senior menambahkan kesan bahwa Dear My Friends merupakan film yang berbobot.

Coba tebak hal apa yang akan (sering) dilakukan oleh para orang tua di hari tuanya? Bersantai? Mengurus cucu? Beribadah? Atau malah bekerja? Mereka mungkin akan melakukan semua hal tersebut, namun satu hal yang tak boleh dilupakan adalah mereka juga butuh hiburan, bersosialisasi dan bernostalgia. Apalagi kalau bukan reuni. Selalu ada cerita setelah reuni usai, entah itu update kabar terbaru atau sekedar ‘mengabsen’ siapa saja yang hadir.


Jang Nan-hee (Go Doo-shim) memaksa putri semata wayangnya Park Wan (Go Hyun-jung) untuk mengikuti reuni SMAnya, ia bahkan meminta agar Park Wan yang berprofesi sebagai penulis untuk menuliskan kisah mengenai dirinya dan teman-temannya. Na-hee sendiri adalah seorang wanita dengan kepribadian keras yang sehari-hari bekerja di restaurant miliknya. Meski kesal akhirnya Park Wan menuruti ibunya untuk pergi ke reuni yang diadakan di kedai milik Oh Choong-nam (Youn Yuh-jung), seorang wanita yang hidup melajang demi bekerja keras menghidupi seluruh keluarganya.

Turut hadir bersama mereka Joo Hee-ja (Kim Hee-ja), seorang wanita yang digosipkan mengunci suaminya di lemari sampai mati dan Moon Jeong-ah (Nan Moon-hee) seorang wanita pekerja keras yang ‘nrimo dengan keadannya, serta suaminya Kim Seok Gyun (Shin Goo) yang penggerutu yang pelit. Selain itu hadir juga (Nam Neung-mi) Gi Ja, seorang wanita pekerja keras yang gemar mengeluh. Dan yang tak boleh ketinggalan adalah Lee Yeong Won (Park Won-seok) seorang aktris senior yang sering gonta ganti pasangan.

Hampir 30 tahun lamanya Nan Hee bersitegang dengan Yeong Won mantan sahabatnya sebab jengkel tidak diberitahu perihal suaminya yang selingkuh dengan temannya yang lain Sook Hee. Meski pernikahannya terselamatkan namun bara masih menyelimuti hati Nan Hee. Berkali-kali teman-temannya berusaha mendamaikan keduanya, berkali-kali juga usaha mereka gagal.

That’s life hon! Sometimes a little flame of your past could burn yourself viciously than hell.

Setiap orang memiliki permasalahan hidupnya masing-masing namun tidak semua hal harus dipendam sendiri, kadang ada hal-hal yang harus dibagi agar bisa dicari solusinya. Itulah mengapa kita harus punya sahabat, teman dekat, BFF dan Girls Squad.

Berkali-kali Dear My Friends membuat terenyuh dengan sikap lugu para orang tua saat menghadapi situasi tak terduga, seperti saat Jeong A dan Hee Jaa terlibat dalam insiden tabrak lari dalam perjalanan ke panti jompo, yang bagi kita dianggap lumrah (meski termasuk masalah besar ya) namun bagi mereka merupakan hal yang paling menakutkan sehingga membuat keduanya dilanda paranoid.

Setiap orang tua selalu ingin yang terbaik untuk anaknya, namun tidak semua orang bisa memahami apa keinginan anaknya. Nan Hee dan Young Wan terkadang berselisih pendapat karena keduanya memiliki keyakinan yang berbeda, meski demikian mereka berdua tetaplah ibu dan anak yang saling menyayangi dengan caranya masing-masing.

Mungkin istilah CLBK terbilang so yesterday bagi generasi masa kini, namun cobalah untuk memaknainya beberapa puluh tahun yang akan datang, is that true? Maka jangan heran jika menemukan highschool lovebird kembali bersama setelah sekian tahun lamanya. Mungkin mereka sebenarnya jodoh namun waktunya belum tepat, kaya wisuda, bukan lulus tepat waktu namun lulus di waktu yang tepat.

Memasang CCTV di rumah untuk memantau orang tua memang terbilang extreme, apalagi di Indonesia. Tapi ya mau bagaimana lagi... itu adalah satu-satunya cara agar bisa memantau dari jarak jauh.


Dear My Friends ini cukup menyuarakan isi hati para orang tua di masa tuanya, sedih sih ... namun di sisi lain tidak mungkin disangkal, anak-anak pun ingin memiliki kehidupan masing-masing tanpa harus mengkhawatirkan orang tua mereka. Artinya, orang tua pun harus sanggup untuk hidup mandiri agar tidak membuat khawatir anak-anak mereka.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

“Subang tuh dimana yah?”
“Gue pernah lewat sih, tapi gak pernah mampir”
“Tau... tau... tapi belum pernah kesana 😁”
“Ohh... kok baru denger ya? Emang dimana?”
“Eh, udah ada listrik belum di rumah kamu?”

Begitulah... komentar-komentar mengharukan ketika baru kenalan, seakan-akan I was lived in the middle of nowhere 😁. Saking noticeless-nya mereka baru ngeh ketika aku sebut Ciater, bukan Gunung Tangkuban Perahu yang main gate-nya masuk wilayah Bandung meski sebenarnya ½ dari Gunung Tangkuban Perahu masuk wilayah Subang. Macem wisman yang lebih kenal Bali ketimbang Indonesia 😅.

Jutaan kali aku bolak-balik dari Subang ke Bandung atau dari Bandung ke Subang, belum pernah sekalipun aku menemukan transportasi resmi yang mengakomodir rute Subang-Bandung selain mobil elf atau elp yang suka ngetem lama di terminal. Satu-satunya bis yang rutenya melewati rute Subang Bandung hanyalah bis dari Indramayu. Mungkin orang nggak tahu Subang karena minim transportasi, karena itu juga orang lebih memilih kendaraan pribadi macem mobil atau motor 🤭.

Bagi yang belum pernah ke Subang dan berniat pergi kesana pasti deh googling dulu. Mau pake transportasi apa? Berapa lama jaraknya? Berhentinya dimana? Tarifnya berapa? Lewat daerah mana aja? Nih, ku kasih tahu ya...

ELF (update pandemi awal)
💰 Rp 40.000 - Rp 45.000 sekali jalan *hari raya tarif naik.
🚐 L300 yang udah butut
📆 jadwal keberangkatan tidak tentu, biasanya udah stand by sebelum jam 6 pagi.
🚦 melewati daerah Cikole, Lembang, Ciater, Jalancagak dan Tambakan.

📍 pick up point di Subang
05.00-07.00 WIB di bunderan pos polisi depan Toko Harmoni
07.00-sore di Terminal Subang

📍 drop point di Subang
07.00-15.00 WIB di Terminal Subang
15.00-malam di depan Yogi Optical

📍 pick up point di Bandung
Terminal Ledeng
Terminal St. Hall (di belakang pintu selatan Stasiun Bandung, di sebrang Pasar Baru)

Diusahakan menggunakan elf yang ngetem di terminal ketimbang yang ngetem di jalanan. Karena elf yang ada di terminal tidak akan berangkat sebelum mobilnya penuh, jadi ngetemnya sudah habis duluan di terminal, sedangkan elf yang ngetem di jalanan mencari penumpang sambil jalan, jadinya seloww... bisa-bisa molor sampai 3 jam 🥴. Tips: Pilih seat di row paling belakang atau kedua dari belakang agar nyaman. Jangan pilih seat di row tengah karena 2 seat + kursi tambahan harus muat untuk 5 orang 🥲.

BIS (Bandung-Indramayu)
💰 Rp 30.000 (nggak update karena udah nggak pake lagi🙏🏻)
🚌 bis
📆 jadwal keberangkatan tidak tentu.
🚥 melewati daerah Cikole, Lembang, Ciater, Jalancagak dan Tambakan

📍 pick up point di Subang
Di depan Terminal Subang (bisnya nggak masuk terminal)
Di sekitar The Big House

📍 pick up point di Bandung
Terminal Leuwi Panjang

TRAVEL PAK MAMAN (update Agustus 2022)
📞 +6281 220 973 873
💰 Rp 85.000 - Rp 95.000 sekali jalan *hari raya tarif naik
🚐 Luxio & Ertiga
📆 untuk informasi jadwal keberangkatan dan pick up bisa kontak Pak Maman.
🚦 weekdays melewati daerah Cikole, Lembang, Ciater, Jalan Cagak dan Tambakan, khusus weekend via tol Cipali.

Rata-rata costumer-nya masih berasal dari Subang kota karena Travel Pak Maman belum ekspansi keluar kota, tujuan terjauhku adalah Cilengkrang, tapi kata driver-nya bisa sampai Jatinangor. Kalau kalyan menginginkan kenyamanan kurekomendasikan Travel Pak Maman ini, driver-nya friendly, bisa ngobrol santai dengan costumer-nya dan berhenti ke ATM dulu😁 Minus-nya sering molor karena sistem door to door-nya cukup menyita waktu.

WB TRANS (update Agustus 2022)
📞+62 818-827-188
💰 Rp 80.000 sekali jalan, Rp 130.000 PP *hari raya tarif naik
🚐 minibus
📆 jadwal keberangkatan 1 jam sekali
🚥 via tol Cipali

📍 pick up point di Subang
Jl. Otto Iskandardinata no 74, Karanganyar (samping STIESA)

📍 pick up point di Bandung
Jl. Dr. Djunjunan no 53 Pasteur

Kalau kalyan butuh transportasi yang lebih on time, kurekomendasikan pake WB Trans, jangan lupa chat admin-nya dari H-sekian karena high demand terutama saat weekend. Pool-nya ada di Pasteur dan Dago. Yha~ sekarang udah ada pool yang resminya 😀. Meski kita beli tiket PP jadwal (hari dan jamnya) bisa memilih sendiri, seat-nya ditentukan oleh admin. Bukti pembayarannya jangan dibuang, sebelum berangkat dicek lagi (terutama tiket PP).


DAMRI (update pandemi awal)
💰 Rp 45.000
🚌 bus
📍 via Tol Cipali

Nggak ada informasi lebih lanjut mengenai trayek ini sejak pandemi. Kemungkinan trayeknya udah dihapus karena Bandara Kertajati kurang produktif 🥲. 

dari grup WA info DAMRI

Akhirnya aku nyobain pake DAMRI juga ya, berangkatnya dari Pool DAMRI Bandung yang letaknya di depan Stasiun Bandung, karena khawatir macet long weekend aku datang 1/2 jam lebih awal. Pas banget mau berangkat, mungkin karena khawatir macet long weekend juga kali ya... makanya bus DAMRI yang kunaiki ini berangkat 1/2 jam lebih awal dari jadwal, yang seharusnya berangkat jam 16.00 jadinya 15.30. Bus DAMRInya termasuk model lama ya, semua seat-nya menghadap ke depan.

Kalau melihat jadwal yang tertera di gambar yang seliweran di grup WA, harusnya DAMRI Bandung-Subang ini keluar di pintu tol Kaliangsana yang berarti melewati daerah Kalijati dan Dawuan sebelum sampai di Terminal Subang. Nyatanya kemarin itu keluarnya di pintu tol Subang yang mana memang lebih deket ke Terminal Subang. Lupa nanya juga ya kenapa rutenya nggak sesuai dengan gambar, tapi kemungkinan besar sih untuk memangkas waktu karena sebelumnya kita terjebak macet di Padalarang. Nggak tau deh kalau ntar...

Aku sih yes dengan adanya DAMRI Bandung- Subang ini, selain lebih cepat, nggak perlu desek-desekan lagi kaya di elf. Soal harga ya relatif sih, toh ada rupa ada harga kan hehe Kalau melihat rute DAMRI antar kota terbaru diatas, sebenarnya DAMRI itu menyasar market Kertajati namun tak lupa untuk mempermudah akses ke kota-kota sekitarnya. Berarti tinggal Kereta Api nih :) wkwkwkwk

***

Untuk tujuan lanjutan seperti ke Pagaden, Pamanukan atau Kalijati bisa menggunakan angkot dan ojek konvesional. Sedangkan untuk moda transportasi umum di dalam kota di Subang bisa menggunakan becak atau Grab. Ya, di Subang kini ada Grab, cuma karena masih baru jadinya driver-nya belum banyak dan pick up point-nya masih belum pas.

***

Sebelumnya nggak pernah mengira kalau post tentang transportasi umum dari Subang ke Bandung atau sebaliknya ini menjadi salah satu post yang paling sering dibaca di blogku, bahkan sampai saat ini (Agustus 2022) traffic view-nya sudah mencapai 40ribu sekian. Ternyata... berfaedah juga yha~ 😁🙏🏻. Kalau kalyan bingung mau makan apa di Subang, mungkin post di bawah ini bisa membantu:

ADA APA DI SUBANG?

Karena post ini adalah post aktif yang sering dijadikan referensi, maka aku pun selalu berusaha untuk meng-update-nya, beberapa diantara kalyan bahkan menghubungi via DM IG. Kalau masih ada yang belum jelas kalyan juga bisa tanya ini itu via questions box yang ada di samping kanan 😉. Terima kasih sudah membaca dan menghubungi. Anyway, mewakili semua gapura perbatasan daerah Subang dan sekitarnya;

SELAMAT DATANG DI KOTA SUBANG
😊😊😊
Share
Tweet
Pin
Share
48 comments

Menurut informasi dari sesembak suweg made in Kadungora, ada 2 merk pewarna kain yang biasa dipakai untuk tie dye, yaitu Wantex dan Dylon. Ia merekomendasikan Dylon karena lebih bagus meski harganya lebih mahal dibandingkan dengan Wantex 😉. Dylon dijual bebas di toko-toko tekstil atau aksesoris, kalau ingin mudah bisa mencari di internet namun harga yang ditawarkan online shop biasanya relatif lebih mahal daripada di toko, bahkan bisa mencapai ±50 % (ingat ya, itu belum termasuk ongkir sist ...😅).

Untuk daerah Bandung, Dylon bisa dicari di daerah Otista seperti di Toko WK atau Toko Victory, ada juga di daerah eks Kings Shopping Centre yaitu di depan toko benang Dunia Baru, Toko Jopankar gitu ya kalau nggak salah ...

Di Toko WK
(^.^): Teh ada Daylen?
(*.*): Daylen?
(^.^): Iya.
(*.*): Nggak ada!
(^.^): Beneran teh? Kata temen saya disini ada.
(*.*): Emang buat apa?
(^.^): Buat ngewarnain kain
(*.*): ...
(^.^): ...
(*.*): Ohh ... Dilon!
(^.^): Emh ...  (^.^!) kuat ka ... leqoh ...

Jangan-jangan nih ... ada yang nyebutnya Delon 😅 Kaya Mizone, yang semakin ke timur berubah menjadi Misen atau Mijen. Endonesa 🤭. Cik, geura pangbanyurkeun caina ku senok. Karena hanya berkomunkasi via chat, aku mengasumsikan membaca Dylon dengan Daylen dan benar-benar lupa kebanyakan penjaga toko di Banung adalah orang Suna yang suka minum Panta. Mati gaya juga sih sama si teteh-tetehnya 😂.

Saat aku ke Toko WK, yang ada hanya Dylon saja karena stock Wantex sedang kosong. Harganya ± Rp. 16.000 per bungkus. Oh iya, terdapat 2 package Dylon yang berbeda, yang pertama menggunakan tin (kaleng) kecil seperti package permen Milton (temennya Pagoda Pastilles) zaman dulu, sedangkan yang kedua menggunakan plastik sachet seperti shampoo. Kata si tetehnya, Dylon yang packagenya menggunakan plastik sachet adalah versi terbaru dari Dylon yang packagenya mengunakan tin, harga dan isinya mah sama aja.

Kalau dibandingkan, Dylon yang ada di toko warnanya tidak seberagam yang dijual oleh online shop, mungkin karena faktor ini juga ya harganya jadi lebih mahal. Tapi lebih disarankan untuk membeli langsung di toko, selain karena lebih cepat dan lebih murah, terkadang online shop suka lupa mengupdate stocknya.

Dylon ini termasuk pewarna kain yang bersifat panas (hot dying) karena membutuhkan proses pemanasan terlebih dulu, yaitu dengan cara merebus serbuk Dylon yang telah dicampur air sampai mendidih sebelum kemudian diaplikasikan ke kain, dan untuk mendapatkan pewarnaan yang merata, kain harus ikut direbus di cairan Dylon. Seharian melakuakan eksplorasi tie dye aku malah bingung, kenapa warnanya tidak sepekat gambar-gambar di internet. Iya, jenis pewarnanya memang berbeda, tapi kan masa iya bedanya jauh banget? 

Hasil eksplorasi tie dyeku warnanya lebih soft dan hambar kaya yang nggak mau nempel.

Meneketehe.


Ternyata untuk mendapatkan warna yang lebih pekat aku harus menambahkan sedikit garam di cairan Dylon karena garam sifatnya mengikat, mengikat apa? Mengikat celupan. Kan tie dye ... tie = ikat dan dye = celup. Kak Shab menyarankan agar menambahkan sedikit deterjen untuk menghilangkan timbal, eh, jangan lupa kain yang mau dicelup juga harus direbus dulu.

Untuk tye dye tutorial bisa dilihat di Youtube atau di Pinterest, kebanyakan hasil pencarian linked dengan shibori atau marbling pattern.
Karena ini adalah eksplorasi maka sah-sah saja untuk menambahkan berbagai macam aplikasi pada material yang akan digunakan. Treatment yang berbeda meski meski menggunakan bahan yang sama ‘tetap dihitung’ sebagai eksplorasi. Here is mine. Hasil eksplorasi yang terpilih adalah kain katun yang dicelup 2 kali menggunakan pewarna kain, kemudian ditambahkan aplikasi tassel yang terbuat dari benang sulam dengan warna gradasi antara turqouise, putih dan baby blue. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Weekend ini mau kemana?

Kemana aja asal yang gratis.

After a years ... akhirnya aku dan Widy memutuskan untuk main bareng lagi, jarang-jarang kan bisa main bareng, apalagi kalau udah hidup masing masing kaya gini. Heuu ... 😔

Meski sebenarnya kita adalah saudara kandung, orang-orang sering salah mengira kita ini hanyalah teman belaka karena wajah kita emang nggak mirip, mereka baru ‘ngeh’ kita ada ‘benang merah’nya saat diberi tahu bahwa kita beneran saudara kandung. Kadang mereka juga salah mengira aku adalah adiknya dan Widy adalah kakaknya.😊

Kita memilih untuk main dari sore ke malam karena kalau main siang cuacanya labil (panasnya kebangetan dan hujannya nggak tanggung-tanggung) jadi bawaannya sering emosi haha 😆

Serius adik kakak? *kata orang-orang

Teras Cihampelas

Sejak diresmikan di awal tahun ini, Teras Cihampelas jadi magnet wisata baru yang turut menyumbang macet. Pedagang yang sebelumnya suka mangkal di sepanjang jalan Cihampelas kini direlokasi ke atas (Teras Cihampelas) agar lebih tertata dan mengurangi macet. Sedangkan pedagang yang nggak (mau) direlokasi lebih memilih untuk memepetkan lapak dagangannya ke toko-toko di sepanjang Jalan Cihampelas.

Agak ganggu juga sih, apalagi dengan tiang penyangga Teras Cihampelas yang ukurannya besar-besar. Eh tapi sama aja sih sempitnya mah, Cuma bedanya kalau dulu trotoarnya sempit karena pedagang sekarang trotoarnya sempit karena tiang.

Sebenarnya ya Teras Cihampelas itu disability friendly, sudah ada jalur khusus bagi pengguna kursi roda (atau baby stroller) dan lift yang disediakan untuk disablity user dan manula. Sayangnya lift tersebut  sedang under maintenance karena (katanya) lebih sering digunakan orang-orang non disabilitas yang malas naik turun menggunakan tangga.

Mungkin mereka Cuma nganter ... kaya di rumah sakit daerah, yang sakitnya satu, yang nganternya bisa sampai satu mobil bak terbuka. 😳

Tapi emang sih, jarak tangga dari ujung-ke ujung itu lumayan jauh, apalagi kalau mulainya dari depan Ciwalk. Teu kaditu, teu kadieu.

Di Teras Cihampelas, banyak kios-kios pedagang souvenirs, tetep ya yang banyak peminatnya mah kios makanan. Selain itu terdapat beberapa spot foto yang jadi incaran umat Instagram, sambil nunggu giliran foto kita nongkrong sambil liatin orang-orang yang juga lagi nongkrong. Karena posisinya di atas, kita jadi bisa megang daun-daun dari pohon yang ada di sepanjang jalan Cihampelas, eh tapi hati-hati ya dengan kabel listriknya.

Kuy! Geje juga ya ternyata ngeliatin orang lalu lalang di Teras Cihampelas.

Me. Scanning peoples 😊

PSY Yakiniku Steamboat

Karena Widy request makan di PSY Yakiniku Steamboat, kita pun meninggalkan Teras Cihampelas yang semakin gelap malah semakin ramai. Meski bukan kali pertama ke PSY Yakiniku Steamboat, kita sempat berkali-kali salah jalan karena lupa lagi tempatnya dimana, padahal ya itu udah pake google maps.

Benar apa kata orang tua zaman dulu, kalau maghrib jangan keluar rumah nanti suka disasarin setan.
Tadinya kita duduk di bawah pelampung karena  niatnya ingin foto-foto, eh tapi pas duduk kita malah ambles karena cushion-nya terlalu empuk ... dan mejanya jadi tinggi banget. Yaudah lah ya ... daripada nanti makannya nggak maksimal mending pindah.

Barulah ketika masak-masak kita ngobrol, meskipun nggak serius-serius amat topiknya, ya ... kecuali kepo nanyain mantan (-_____-).

Nggak ngerti juga kenapa kita bisa ngabisin semuanya padahal itu porsinya untuk 4 orang ~ 😝

Pelampung yang sebelah sini ya, bukan yang sebelah sana.
Properti pamer grup WA keluarga

Alun-alun Mesjid Raya Bandung

This is it ...

Wah ... harusnya bawa alas kalau mau duduk sambil leyeh-leyeh, karena meskipun rumputnya sintetis saat hujan tetap basyahhh. Pernah nggak sih kepikiran, berapa banyak kaki yang udah pernah menginjak rumput ini?

Oh iya, satu lagi, jangan lupa bawa kantorng keresek untuk alas kaki biar nggak bolak- balik kalau mau menyebrangi alun-alun. Yakali, siapa tahu mau langsung ke Kota Kembang.

Spending time di alun-alun mah nggak usah khawatir kelaparan, karena banyak yang jualan, paling yang harus dikhawatirkan adalah keinjek anak-anak yang lagi main hehe Widy malah udah siap bawa mainan untuk menghabiskan waktu, ishhh ... keliatan banget ya sering main sendiri. 

Coba ya bisa naik ke menaranya malem-malem ^.^
Me vs You
Okay. Abaikan yang dibelakang.
Udah ya. Bye!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Fashion illustrator adalah sebutan bagi orang-orang yang membuat fashion illustration atau gambar—gambar yang berhubungan dengan fashion, tidak harus melulu tentang outfit, aksesoris seperti jewelery atau perfume juga termasuk fashion. Jika menggambar adalah nama fakultas, maka fashion adalah nama jurusan.

Setiap fashion illustrator memiliki ciri khas masing-masing, baik itu mengenai style illustration-nya atau tools yang digunakan. Mostly, fashion illustrator membuat fashion illustration menggunakan coloring tools ketimbang digital tools semacam Wacom, selain lebih cepat, fashion illustration yang dibuat menggunakan coloring tools itu lebih mudah dikontrol dan lebih artsy.

Di bawah ini ada beberapa fashion illustrator  yang bisa dijadikan inspirasi ketika membuat fashion illustration. Sebenarnya masih banyak fashion illustrator lainnya yang lebih keren, yang mungkin belum pernah di-feed walking-in Instagramnya. So, this list is based my research only.

Let’s check this out!

@paperfashion

@julianehennes
 
@kathkrnd

 @niunka_kaminska

@agata_wierbicka

@ahvero

 @antonio_soares

@designersfamily

@jianlin_huang

@kiquy
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates