Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hallo…

Mungkin ini udah basi tapi kupikir nggak ada salahnya untuk me-review series yang kutunggu-tunggu sejak tahun lalu, yap, apalagi kalau bukan Wandavision. Sebelumnya Marvel udah pernah merilis beberapa series-nya, tapi sayang belum ada yang nyangkut, mungkin gegera nggak sefamiliar filmnya makanya kurang dikenal.

FYI. Aku pernah mengikuti series S.H.I.E.L.D tapi nggak sampai tamat karena lupa lagi hanca-nya di episode berapa 😅. 

Seperti yang kita tahu, Wanda Maximoff (Elizabeth Olsen) KZL banget karena Thanos (Josh Brolin) mengambil mind stone dan menggunakannya untuk finger snap. Meski akhirnya dunia berangsur-angsur pulih nggak serta merta mengembalikan yang telah hilang, yakni Vision (Paul Bettany).

Menurutku ada 3 point mengapa Wandavision yang dipilih untuk dijadikan series. Yang pertama, untuk turut berpartisipasi dalam memahami stage of grief­-nya Wanda pasca ditinggal Vision. Yang kedua, untuk menjelaskan asbabun nuzul-nya Wanda menjadi Scarlet Witch. Yang ketiga, untuk fans service sambil menunggu instalment lainnya dirilis.

Wandavision terdiri dari 8 episode berdurasi 25-30 menit (yang mana masih kurang lama), 3 episode awal memiliki referensi sitcom amerika dari era 1950an sampai 2010an, kalau suka sitcom macem Last Man Standing, tentcu familiar ya dengan suara ketawa-ketawa fake penanda joke punchline. Favorite-ku adalah episode dengan referensi sitcom Modern Family, all hail to Gloria!.

Tone color yang digunakan menyesuaikan dengan referensi sitcom, kalau nggak familiar pasti malay karena 2 episode awal tone color-nya BW selanjutnya baru full color. Salah satu yang menjadi ciri khas Wandavision adalah efek glitch, so far aku sangat menikmati episode manifestasi angan-angannya Wanda ini dan sama sekali nggak merasa keberatan karenanya ✨👌🏻.

Wandavision membawa kita ke dalam realitas alternatif yang dibangun oleh Wanda, hal yang menyenangkan sekaligus menyesakkan karena semuanya hanyalah jalan pintas untuk mewujudkan angan-angannya belaka. Sounds perfect isn’t it?

Salah satu yang menjadi kejutan adalah Agnes (Kathryn Hahn), kalau pernah menonton Bad Moms faham laya gimana slebornya mamak-mamak ini 😂. Aku sama sekali nggak mengira bahwa Agnes adalah salah satu dalang di balik kecacatan realitas alternatifnya Wanda. BTW aku suka gaya ctak ctak-nya mb Agnes hehe 😁.

Aku lupa pernah menonton Bewitched atau belum, tapi aku ingat vibes-nya penyihir di era Casper dan The Witches. Yang meski zaman udah modern masih keukeuh mempertahankan jubah dan kuku hitam panjang, sambil sesekali jentik-jentik jari.

Duh… lama-lama aku bosan gini yhahaha, kalau mood-nya nanti udah okay kulanjut, kalau nggak berarti yasudalaya. Don’t expect too high, because it wasn’t that high.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Tadas Sar on Unsplash

Hallooo...

Selamat bulan April yakawan, semoga kita semua diberikan kemudahan dalam menjalani bulan Ramadhan.

Sejak tahun lalu OS-ku sudah menunjukkan tanda-tanda penuaan (yang bukan dini) apalagi kalau bukan gegara Windows 7 akhirnya resmi dipensiunkan. Agak mengganggu juga sih sebenarnya, setiap kali membuka laptop selalu ada reminder dari Windows.

FYI. Laptopku masih Lenovo seri ideapad keluaran tahun 2013 dengan OS bawaan Windows 7, memang sudah berumur sih hehe Dulu kubeli laptopnya gegara nggak sabar nabung, makanya beli yang paling murce se-BEC. Karena belinya berdasarkan budget, untuk spesifikasi nggak begitu jadi prioritas. Yang penting punya dulu.

Kalau untuk men-design tingkat tinggi macem rendering atau Pantone yang jernih, tentcunya laptopku nggak qualified. Saat itu kupikir 3-5 tahun yang akan datang aku akan menggantinya dengan yang lebih baik, ternyata... sampai sekarang belum kebeli juga tuh lapetope designer huhu

Alhamdulillah-nya laptopku masih bisa dipake hingga saat ini, paling baterainya yang agak nge-drop. Masih bisa dipake men-design standar (Corel & Adobe) tapi kalau untuk Premiere memang jadi lemot. Salah satu keuntungannya jadi product designer yaini, lebih banyak bikin gambar kerja yang isinya garis-garis.

Untuk urusan per-gadget-an dan per-software-an kuakui aku memang gaptek, makanya saat kuliah aku sangat bergantung pada kawan-kawan sekalyan. Disaat mereka sibuk mencari crack-nya Windows 7 aku masih pake Windows Vista, meneketehe kan Windows Vista nggak support Rhinoceros haha.

Makanya ketika Windows 7 dipensiunkan aku bolak balik mencari referensi dan solusi, kupikir di masa pandemi yang belum jelas kapan kelarnya, rasanya agak kurang bijak untuk membeli laptop baru meski untuk kerjaan. Jadilah aku mencari opsi lain, yakni meng-upgrade OS-nya.

Kalau mencari di e-commerce tentcunya yang berjualan OS berjibun, mau itu yang asli, yang KW atau bahkan semi KW. Tinggal kitanya yang mesti rajin cek review-nya dan compare harga dengan toko sebelah. Masalahnya, ada nggak nih budget-nya? Haha.

Bagi yang sering membaca blog-ku tentcu tahu bahwa aku berencana untuk liburan ke Ijen dan Baluran, aku bahkan menabung sejak tahun lalu demi liburan penuh pengharapan pasca pandemi ini. Tapi ya tapi... sehubungan dengan situesyen yang tak kunjung kondusif, kupikir urusan per-OS-an ini lebih genting ketimbang memuaskan dahaga liburan.

Heuheuheu

Bisa dibilang ini adalah pembelian termahalku selama pandemi, sekaligus calon best buy-ku tahun ini.

Ada 2 pilihan; Windows Home atau Windows Pro, DVD atau FPP. Jelaslah aku memilih Windows Home selain karena personal use dan merasa fiturnya ‘sudah cukup’. Tentcunya, karena laptopku adalah netbook jadi mesti FPP. Ohya dari segi harga Windows Home dan DVD memang lebih murce.

Eh iya, daritadi aku menyebutnya laptop padahal mah netbook yahaha.

Bagian termalay adalah mengamankan data, beruntung aku masih dipinjami laptop kantor jadi semua data bisa diungsikan sementara. Yha~ Windows 7 nggak support Blue Jeans ya... kadang suka merana nggak bisa ikutan share screen kalau lagi meeting.

Beneran deh ini, nggak menyangka aku perlu lebih dari 3 hari untuk mengungsikan data. Lama banget... tapi kalau dipikir-pikir ya namanya juga 8 tahun. Gegara inilah aku kerjaanku agak tersendat-sendat, meski udah memilih long weekend untuk membereskan urusan per-OS-an ini, ujung-ujungnya malah manjang macem renovasi rumah.

Karena Microsoft Office-nya ikut terhapus saat proses install, jadilah aku mencari opsi lain, antara subscribe atau membeli license-nya. Untuk Microsoft Office aku memilih untuk subscribe karena nungguin versi terbaru (2021) yang konon ada opsi dark mode-nya haha

Untuk Microsoft Office aku membelinya via e-commerce karena dikasih printilan unyu dari Microsoft Office X Dinda Puspitasari Studio + wireless mouse. Otomatis masuk best buy yaini hehehe Aku terhibur sekali dengan printilannya, bisa membuatku amnesia sejenak dengan urusan upgrade OS yang bikinku puyeng saat bacain notifikasi m-banking.

Eh. Ini belum termasuk dengan wifi yhahaha… Sebelumnya, demi keberlangsungan kerjaan aku berencana pake Indihome tapi dipikir-pikir ribet juga ya mesti ada teknisi yang datang dan izin sana sini. Akhirnya, aku memutuskan untuk pake Orbit, masih dari Telkomsel juga sih… alasannya, biar bisa dibawa ke rumah kalau lagi liburan haha

Salah satu hikmah dari upgrade laptop ini adalah aku jadi declutter file haha Meski hampir setiap bulan aku declutter file di laptop dan smartphone, kadang aku tak punya cukup nyali untuk benar-benar menyingkirkannya. Takut sewaktu-waktu butuh…

Kali ini aku berhasil menyingkirkan How I Meet Your Mother dan Gossip Girl, 2 series kebanggaanku yang kutonton dikala gabut saat makan. Beberes file memang butuh waktu yakawan… gambar-gambar nggak jelas dan screenshots nggak mutu juga pelan-pelan disingkirkan, nggak tahu niya kalau meme, masih sayang aja hehe

Beginilah hari-hari pandemiku sebelum ramadhan, mengurusi OS dan printilannya hampir seminggu penuh.

Semoga di ramadhan kali ini kita diberikan kelapangan dan kesabaran, memasuki musim kemarau, suasana makin panas. Blewah enak nih kayanya haha
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hallo...

Ini adalah hari kesekian sejak aku menonton The Bridgerton untuk pertama kalinya, well... kali ini aku nggak akan me-review series-nya ya, udah banyak kok (yang me-review hehe). Amazed banget dengan keluarga Bridgerton yang hampir setiap minggu pergi ke pesta, bolak balik ke tukang jahit dan ngemilin finger food yang lucu-lucu.

Saat search gambar dress-nya ciwik-ciwik Bridgerton ini di Pinterest, entah gimana aku malah nyasar ke capsule wardobe section, yang mana jadi membuatku berpikir lagi tentang apa yang kupakai. Ternyata salah satu hal yang mempengaruhi pemilihan pakaian dan printilannya adalah usia alias tingkat kedewasaan, prioritas dan budget haha

Oalahhh... pantesan ya saat muda kemaren dorongan untuk memiliki pakaian dan printilannya cukup tinggi karena kebutuhan untuk beredar pun tinggi haha

Seiring berjalannya waktu, keinginan untuk memiliki pakaian dan printilannya mulai berkurang, apalagi kalau bukan gegara ditabok kenyataan bahwa gaji freshgraduate lebih baik dibelikan makanan dan vitamin biar nggak tumbang ketimbang mengurusi penampilan. Sad but true... Tapi aku yakin sejuta persen, bukan cuma aku yang begini.

Ada kalanya menjadi dewasa adalah hal yang menyebalkan karena ada hal-hal menyenangkan yang nggak masuk standar orang-orang dewasa. Mostly adalah apa yang kita pakai. Beberapa hal berubah saat aku beranjak dewasa (dan menolak tua), sebagian hal menyesuaikan, sedang sisanya nggak berubah sama sekali.

Here is... hal-hal yang kusuka (dan masih kusuka) namun berubah sejak menjadi dewasa.

UNDIES

Sedari kecil aku dididik untuk faham bahwa undies adalah item yang level-nya setara dengan pakaian, jadi nggak ada alasan untuk nggak menjadikannya prioritas. Selain itu, undies adalah lapisan pertama yang bersentuhan dengan kulit, makanya mesti punya banyak biar sering ganti. FYI, undies disini mencakup panties, bra dan camisole ya, bukan lingerie.

Kalau dikaw adalah coyku sejak di ma’had, pasti tahu laya undies-ku adalah yang paling berwarna di jemuran. Saat itu aku nggak suka undies dengan cutting standar yang polosan macem warna nude, cream atau putih. Sukanya undies dengan cutting yang ‘beda’, lucu, berwarna warni, bertali-tali, pokoknya mesti wow, tapi tetep ya kenyamanan nomor 1.

Aku sadar kalau urusan per-undies-an ini sering bikin ribet, nggak jarang mama ngomel; mbak... kenapa sih nggak yang biasa aja, da nggak akan ada yang tahu ini. Mohon maaf mama... urusan per-undies-an ini murni adalah untuk kepuasan diri. Meski orang-orang nggak tahu undies macem apa yang kupakai, aku bahagia kalau undies-ku wow haha

Nggak tahu ya dengan orang lain, tapi aku selalu merasa tertarik dengan undies, sometimes for no reason. Suka aja. Kaya apa ya... kaya gitulah pokoknya haha Kalau untuk lingerie aku kurang tertarik karena daya gunanya rendah, bikin masup angin dan gatal (kalau bahan rendanya murce). Kadang suka minder juga, kenapa diantara sekian banyak fashion thingy nyangkutnya ke undies?

Dewasa ini justru malah kebalikannya, aku lebih suka undies yang nggak terlalu wah karena sadar mesti sering ganti, tapi kalau bisa sih matching warnanya haha Concern-nya lebih banyak ke material dan cutting yang simple, nggak se-ngoyo dan banyak mau macem saat muda kemaren.


SEPATU

Saat sekolah hampir setiap semester aku membeli sepatu baru, orang tuaku sampai heran kenapa sepatunya cepet banget rusak, apalagi di bagian sole-nya, dadas pisan. Kupikir ini adalah salah satu efek gegera kita keseringan sekolah haha Schedule sekolah umumnya kurang lebih begini: 05:00 – 06:00, 07:00 – 11:30, 16:00 – 17:00, 19:30 – 20:30. Gimana nggak dadas kan?

Saat itu aku lebih suka pake flat shoes atau sepatu sandal, biar bisa dipake main di hari jumat dan biar ada ventilasi di kaki. Maklum, parno mata ikan. Kawan-kawanku sekalyan pada kena mata ikan gegara saat kakinya masih lembab udah pake kaos kaki dan langsung pake sepatu. Operasi mata ikan amatir pake pinset adalah pemandangan yang biasa di asrama.

Sedang saat kuliah aku lebih suka pake sneakers ketimbang flat shoes apalagi buaya-buayaan (Crocs) karena lebih nyaman saat dipake lari-larian ke kampus. Yha~ meski kosanku di depan kampus, tetep ye... kesiangan mulu. Pernah, karena lupa masangin tali sepatu setelah dicuci, sepatunya dipasangin lakban. Yang penting nyampe dulu ke kampus... *inspired by Rizma.

Mungkin gegara keseringan pake sneakers yang nyaman, saat menggunakan flat shoes kakiku kadang kaku dan nggak nyaman. Aku sudah lupa sejak kapan aku menyukai sepatu dan menjadikannya standar saat menilai penampilan seseorang, yang jelas sepatu memiliki tempat di hatiku. Alasan yang sama mengapa aku menjadi desainer sepatu.

Kalau dulu aku selalu rajin nge-save gambar sepatu keren dan memperhatikan setiap detailnya, kini aku malah kadang eneg kalau melihat sepatu. Keseringan melihat sepatu di keseharian pernah membuatku mual dan ingin menyingkirkannya sejauh mungkin. Tapi nggak bisa ya… karena itu kerjaanku haha

Aku pernah mencoba ranah lain selain sepatu, macem furniture, apparel tapi tetep ya ujung-ujungnya balik lagi ke sepatu.


OUTWEAR

Untuk pakaian luar (atau yang dipakai setelah undies) aku sangat tertarik dengan outwear macem blazer, cardigan dan jaket. Aku kurang tertarik dengan blouse atau hijab makanya adem-adem bae meski nggak mengikuti trend terkini. Lagipula, ketimbang blouse aku lebih suka pake kemeja karena lebih simple dan terkesan rapi.

Salah satu kelebihan outwear adalah sebagai instant cover saat pakaian yang dikenakan kurang tepat. Mungkin fungsinya bisa disejajarkan dengan hijab syar’i yang sering digunakanan buk-i-buk saat mesti beli sayur tapi malay mengganti dasternya.

Menurutku fungsi lain dari outwear adalah sebagai fashion statement yang lugas, eh tapi tergantung mix and match-nya juga ya. Kalau outwear-nya keren style kita ikutan keren. Selain itu, karena kusadar sering banget masup angin, apalagi kalau hanya pake 1 lapis pakaian, wajibul kudu di-double ini mah (kecuali kalau musim panas).

Karena alasan inilah aku lebih banyak spend ke outwear ketimbang pakaian, karena seenggak nyambung apa pun mix and match fashion-ku semua akan tertutupi oleh outwear haha Untuk layering pakaian juga suka sih apalagi kalau material-nya nggak terlalu tebal, lagi-lagi biar nggak masup angin hehe.

So far aku lebih suka outwear dengan cutting yang agak formal ya meski yang casual nggak kalah keren, anggaplah semi formal atau semi casual. Pokoknya yang bisa dipake di berbagai acara dan suasana, flexible laya… Pernah ada masanya isi lemariku didominasi outwear, bingung juga sih menyingkirkannya gimana, akhirnya di-hibah-in.

Kalau sekarang aku masih suka dengan outwear tapi lebih melihat fungsinya, style-nya nggak semenye-menye macem dulu.


Segini dulu aja kali ya, nanti kapan-kapan dilanjut lagi.

Credits by Pinterest
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hallo... Hallo... Hallo...

Akhirnya... aku menulis review film lagi... Pasca pandemi yang belum jelas bakal kelar apa nggak, aku lebih banyak menikmati waktuku dengan menonton drakor-drakor yang menjual mimpi babu 😘 ketimbang menonton film (sekali tamat). Apalagi kalau bukan karena masih parno menonton di bioskop, eym... merasa kurang asyik aja menonton jauhan 😁.

Film Soul ini sebenarnya sudah release sejak natal tahun lalu di Disney+ Hotstar, kalau melihat review-nya orang-orang sih bagus, yha~ apa sih yang nggak bagus dari Pixar? Heuheuheu 😅 Tadinya aku mau langsung subscribe Disney+ Hotstar, tapi dipikir-pikir mending sekalian aja nungguin Wanda Vision biar bisa binge watching.

Aku juga bimbang sih mau me-review Soul apa Wanda Vision? 🤔 Dua-duanya aku suka, at least nggak terbunuh ekspektasi macem Mulan dan Artemis Fowl (yang bukunya kubaca sejak SMP). Apeu... Paling KZL sama Mulan sih, jelas nggak ku rekomendasikan untuk ditonton 🙅🏻‍♀️. Bikin sensi!

Soul adalah film kesekian Pixar, sebelumnya ada Onward yang terlupakan gegara pandemi. bercerita tentang pengalaman seorang musisi jazz bernama Joe Gardner (Jamis Foxx) dalam menemukan life purpose. Menurutku, film Soul ini lebih cocok untuk penonton dewasa macem kita-kita ketimbang anak-anak karena bahasannya yang agak deep.


Di paruh pertama kita diperlihatkan kehidupannya Joe yang mengajar anak-anak bermusik di sekolah, well... yang namanya pekerjaan kan pasti ada sumuknya ya apalagi kalau ternyata nggak sesuai dengan hati. Saat itu Joe akhirnya diangkat menjadi pegawai tetap dan berhak menerima tunjangang, relate sekali bukan dengan kehidupan manusia dewasa? Haha 😅

Sebagaimana orang tua pada umumnya, ibunya Joe bahagia karena akhirnya Joe memiliki status pekerjaan yang lebih baik dan income yang stabil. Ibunya Joe inilah yang terus mengingatkan Joe akan kenyataan hidup, bahwa passion nggak bisa membuat kenyang.

Damn... 😌


Padahal jauh di hatinya, Joe masih ingin menjadi musisi jazz yang hidup. Nggak masalah kalau ia mesti manggung dari cafe ke cafe dan nggak menghasilkan income yang stabil, selama ia melakukan apa yang disukainya maka ia akan bahagia. Yha~ secara teori itu benar 😉✨.

Tapi... Maap maap aja ni Bang Joe... itu apartemen + maintenance bulanannya udah dibayar seumur hidup apa gimana? 😁 Kalau makan regular (pagi, siang, malam) kan masih bisa bareng dengan ibu, lha cemilan cepuluhnya piye? 😅Meski hidup bisa di-reduce dengan konsep minimalis ala-ala tapi apakah nggak ingin membeli printilan lucu macem magnet kulkas? 😌.

Menjadi dewasa itu berat yakawan...

Sampai kemudian, salah satu mantan anak didiknya Joe mengabari kalau Dorothea Williams sedang open audition untuk band-nya. Mimpi apa coba semalam? Setelah menanti sekian tahun Joe akhirnya berkesempatan menjadi musisi jazz (yang sesungguhnya) dan sepanggung dengan crush-nya.

Tentcu. It was too good to be true.

Saat selebrasi itulah, Joe tanpa sengaja terjatuh ke lubang di jalan dan membuatnya terhempas ke... katakanlah, alam barzakh versi Pixar yang dinamai Great Beyond, Joe yang tentcunya menolak mati langsung meloncat dari jembatan (yang pastinya bukan shirothol mustaqim 🥲) dan mendarat di Great Before.



Yaampun... lucu banget yaini Great Beforenya 😍, meski tone color-nya cuma pake warna biru dan ungu tapinya ngademin banget. Unchhh... gemayyy (bukan gelayyy 😌).

Oh iya, ketika berada di alam barzakh ini penggambaran karakternya langsung berubah ya, dari yang bentukannya manusia menjadi soul (jiwa/ruh). Kupikir visualisasi soul versi Pixar lebih menyerupai kacang-kacangan yang light dan fluffy. Yaiyalah... Dilempar sana sini, soul-nya masih bisa ketawa ketiwi. Lucu... 😘.


Di Great Beyond semua staff-nya bernama Jerry *masih belum nemu asbabun nuzul penamaannya 🤔. Jerry-Jerry inilah yang mengurusi semua hal di Great Before dan Great Beyond, penggambaran bentukannya terbilang absurd ya, dibilang 2D iya, dibilang 3D juga iya. Tapi kalau masih ingat, bentukannya Jerry ini pernah muncul di Inside Out saat Joy dan Bing Bong mengalami transisi dimensi di shortcut.

Karena miskom, Joe dianggap sebagai mentor yang bertugas untuk membantu new soul menemukan sparks-nya. Jadi, setiap new soul punya earth pass yang berisikan beberapa kolom sparks, kalau semua sparks-nya terisi maka new soul tersebut berhak terlahir ke dunia. Sparks disini diartikan sebagai things what made you alive, mirip-miriplah dengan konsep sparks of joy-nya Marie Kondo ✨.

Soulmate-nya Joe adalah 22 (Tina Fey) yang dikenal skeptis dan ngeselin, dari Bunda Teresa, Abraham Lincoln sampai Copernicus pernah menjadi mentor-nya namun nggak ada yang berhasil. Nah, mereka berdua memutuskan pergi ke Hall of Everything guna menemukan bakatnya si 22, tapi tentcu nggak ada yang berhasil ya...

Maka pergilah mereka menemui Moonwind untuk mengembalikan Joe ke dunia. Alih-alih kembali ke tubuhnya Joe malah masuk ke tubuh kucing terapis dan 22 malah masuk ke tubuh Joe. Bagi Joe yang sudah terbiasa dengan kehidupan di dunia, hal basic macem jalan-jalan, kemacetan atau pizza adalah hal byasa namun bagi 22 ini adalah pengamalan baru dan ia menyukainya.



Ada momen-momen dimana 22 tampak menikmati kunjungannya ke dunia, sedang Joe mulai melihat hidupnya dari perspektif yang lain. Disini aku merasa relate. Kalau kata Icunk mah; hidup ini penuh prasangka, kita menyangka hidup orang lain kaya gimana, orang lain menyangka hidup kita kaya gimana, intina mah pada silih sangka 😂.

Sesuatu akan tampak lebih menarik ketika sudah menjadi milik orang lain 🙃.

Fix.

No debat.

Baik Joe maupun 22 sama-sama menginginkan kehidupan dan ingin (kembali) menikmatinya, sparks-nya pun akhirnya berubah menjadi earth pass. Masalahnya... hanya ada satu (soul) yang bisa memilikinya dan kembali ke dunia. Jadi, siapakah diantara mereka berdua yang akan mendapatkan earth pass? 🙃.

Mungkin karena nontonnya via smartphone aku jadi kurang fokus ya, banyak scene yang kekerenannya berkurang gegara screen-nya kurang besar haha 😂.

Scene favorite-ku adalah saat Joe memainkan pianonya dan me-recall memori yang membuatnya menjadi seperti saat ini, scene yang membuatku cirambay bombay saking hangatnya 🥲 Rasanya terharu sekali... Apalagi tone color-nya Joe memang di-setting menggunakan tone color yang warm dan bold, golden hour-nya sampai di sanubari audience.


Seperti byasanya, film-film Pixar selalu memberikan after taste yang begitu mengena, setelah nonton Soul aku jadi sedikit merenung, sedikit ya... 😁 Aku merenungkan tentang apa yang terjadi sebelum kita terlahir. Asli ini bahasannya agak deep juga ya...

Berdasarkan apa yang kubaca di Quora, sebelum kita terlahir kita sudah diberitahu apa yang akan terjadi dalam hidup seperti siapa orang tua kita, teman, pasangan dan kehidupan macam apa yang akan dijalani. Makanya saat dipertemukan kembali di dunia, kita akan merasa familiar seakan-akan sudah mengenal lama. Alasan yang sama mengapa istilahnya adalah soulmate👩‍❤️‍👨.


Berdasarkan apa yang kupelajari saat di Ma’had, tujuan diciptakannya manusia adalah sebagai khilafah di muka bumi. To be honest, aku merasa menjadi khilafah bukanlah jawaban yang kuinginkan, kupikir ada hal yang lebih besar dan hebat dibalik penciptaan manusia. Namun cukuplah wallahu a’lam bisshawab sebagai penutup dari semua ketidaktahuan kita saat ini 🙏🏻.

Hal yang membuatnya runyam adalah ketika netizen mempertanyakan apakah manusia diciptakan sebagai konten? Hahanjirrr... bisa-bisanya pikiran kita sama 😂. aku juga pernah berpikiran begini karena Tuhan selalu dikaitkan sebagai pembuat skenario dan timeline. Makin-makin aja yekan... 😅.

Mungkin pernah membaca atau melihat dimana gitu... bahwa salah satu ungkapan Friedrich Nietzche yang terkenal adalah amor fati. Amor fati berasal dari kata amore yang berarti cinta dan fati yang berasal dari kata fate yang berarti takdir. Amore fate atau amor fati kemudian diterjemahkan secara bebas sebagai mencintai takdir.

Aku merasa amor fati inilah yang menjadi intisari dari film Soul, kubilang begini karena di ending film Joe mengungkapkan hal yang kurang lebih sama sebelum melangkahkan kakinya ke pintu. Scene terbaik menurutku... Meski rasanya macem kena jentik Uya Kuya pasca aibnya dijarah haha 😂.

Tentcunya, aku merekomendasikan Soul ini sebagai film Pixar yang mesti ditonton dengan khidmat.

Note: Yakin banget nih sobat overtihinking langsung deep search tentang amor fati.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello...

Akhirnya nyampe juga ya di penghujung bulan Febuari, bulan yang katanya penuh cinta padahal cuma bujuk rayu marketing belaka 😁. Terhitung sudah 2 bulan sejak netizen beramai-ramai nge-tweet pengharapan tahun barunya, meski nyatanya sampai saat ini Twitter masihlah didominasi tweet war dan tetesan teh 🍵.

Kalau masih masih ingat atau pernah membaca post-ku saat jalan pagi di sekitaran Ujung Berung; Jalan Jalan Nyasar Sampai Fanatisme Buta, ada satu tempat yang nggak sengaja kita temukan di daerah Panghegar yakni Pojok Tilu Tilu. Sayangnya saat itu Pojok Tilu Tilu belum buka jadi kita nggak sempat mampir.

Beberapa minggu yang lalu Icunk dan teman kerjanya sempat mampir ke Pojok Tilu Tilu, menurutnya sih OK dan lebih dekat dari meeting point ketimbang ke Teduh Coffee yang masuk waiting list dari saban hari. Biar makin okcey dan memang sudah lama nggak bercengkrama, kita ngajakin Deya yang selama pandemi sibuk me time di Korea 🇰🇷.

Seperti byasa, belum afdhol rasanya kalau ke kosan Icunk tapi belum makan Pecel Lele 😁 Kalau sebelum pandemi kita makan Pecel Lele di depan Ubertos setelah nonton film, kini kita mesti puas meng-order Pecel Lele via Go-Food. 

Oh ya... FYI. Pecel Lele yang OK di Go Food dan Grab Food adalah Pecel Lele Lapang Api dan Pecel Lele Ronggolawe. Note: jangan lupa beli Kol Goreng-nya 😍.


Dari kosan Icunk kita pake ancot warna pink kemudian turun di pom bensin, nah... dari situ lanjut jalan kaki 😂 Aku lupa kalau jarak dari pom bensin ternyata agak jauh dari Pojok Tilu Tilu, kalau mau kesana kusarankan pake kendaraan pribadi atau transportasi online, kalau mau pake ojek biasa ada juga kok. Nggak usah khawatir nggak kebagian space karena parkirannya cukup lega.

Kita kesana setelah dzuhur ya jadi memang waktunya makan siang, makanya agak rame meski nggak rame-rame amat juga sih 😅. Meski letaknya di pinggir jalan, Pojok Tilu Tilu ini teduh ya karena banyak pepohonan dan konsepnya open space jadi nyess aja gitu kesannya. Cuma kadang suka kaget aja sama biji-bijian yang jatuh atau daun yang bergemerisik, kaya hujan.


Ada 2 opsi tempat duduk, yang pertama yang pake meja dan kursi, yang kedua lesehan. Tentcunya, kita pilih opsi yang pake meja dan kursi yang letaknya hampir di pojokan, biar adem hehe Oh ya, salah satu hal yang kusuka dari Pojok Tilu Tilu adalah pohon-pohon dibiarkan tetap tumbuh alih-alih ditebang dan dijadikan bagian dari bangunan.

Selain cafe, terdapat vintage shop yang menjual berbagai koleksi furniture jadul. Kebanyakan adalah sofa, meja, credenza dan printilan interior lainnya, kalau suka dengan vintage furniture bisa niya mampir dimari. Terdapat pula fashion shop (yang nggak tahu namanya apa wkwk 😂) yang menjual fashion sisaan ekspor.


Untuk menunya cukup beragam, mostly adalah rice bowl dengan berbagai olahan daging ayam dan daging sapi. Minuman dan side dish-nya cukup menarik apalagi kalau kita memang berniat nongkrong lama. Untuk harga makanan antara Rp 5000 – Rp 79000 sedangkan untuk minuman Rp 15000 – Rp 25000.

Kebetulan, minggu ini ada menu collaboration antara Pojok Tilu Tilu X Karniv.012. FYI ya, Pojok Tilu Tilu ini adalah bagian dari Altima Group yang menaungi Karniv.012 (di dunia nyata), Nanny’s Pavillion, Porto Bistreau (yang dulu ada di jalan Setiabudhi) atau kalau mau tahu lebih lengkap bisa dikepoin niya @narabandung.


Eh iya, kalau ke Pojok Tilu Tilu jangan lupa pakein hashtag #CafenyaBandungTimur, ciye banget kan Ujung Berung punya cafe hehe 😉 Akhirnya ya... kita punya opsi cafe beneran deket kosan Icunk yang jaraknya Cuma sekali pake ancot meski sisanya mah nyikreuh haha.

Waktu yang dibutuhkan untuk meyiapkan order-an kita nggak begitu lama ya, mungkin karena saat kita kesana ramenya B aja. Nggak tahu kalau lagi full table... 



Tenderloin Steak 49K
Pada dasarnya aku nggak begitu suka steak, tapi karena belakangan ini aku sudah bosan makan ayam-ayaman mulu jadilah aku meng-order steak. Menurutku sih enak ya karena dagingnya lembut dan saus blackpaper-nya OK, tapi (untukku) sayurannya malah agak overcook, terutama wortel dan buncisnya kalau kacang polong dan jagungnya mah pas.

Aku nggak tahu kita sebenarnya bisa memilih tingkat kematangan apa nggak, karena saat order pun nggak ditanya atau dikasih opsi sama mas-masnya. 

Crispy Chicken Steak 39K
Saat order-an datang kita nggak mengira kalau chicken steak-nya akan sebesar itu, makanya kan kelihatan di foto ada tangan Deya yang gercep fotoin. Kata Deya chicken steak-nya juga enak dan ngenyangin meski agak menyesal memilih saus mushroom karena ternyata kurang cocok. Percayalah, untuk saus pelengkap (pedas dan tomat) kita dikasihnya saus botolan ABC bukan Tabasco macem di gambar 😁.

Sirsak Mint Squash 19K



Jl. Mekar Mulya No. 33 Cipadung Kulon, Panyileukan
11.00-21.00
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (14)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (1)
    • ►  Apr (2)
    • ►  Jun (3)
    • ▼  Jul (2)
      • The 13th Years Of (modern) Slavery
      • Sore: Istri Dari Masa Depan

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates