Lamditi karya @aganharahap |
Tibalah kita di pengujung trip sekaligus puncak liburan: Artjog 2019.
Ini post molornya kebangetan yaw, lebih dari setengah tahun hehe 😁 Aku pun sebenarnya merasa agak KZL sih sebab inginnya mah post-nya paralel dengan rangkaian post (yakeles skincare 😌) libur tengah tahunku ke Yogyakarta. Gimana ya... aku selalu ingin segala sesuatunya tampak rapi, teratur dan berurutan, makanya ada setitik perasaan nggak sreg kalau posting nggak sesuai urutan 😎.
Tapi yaudahlah ya...
Sesekali melakukan hal di luar kebiasaan mungkin akan berdampak baik untukku 😇.
Karena Ana ada kerjaan ke Semarang jadinya doi nggak bisa ikut nemenin kita ke Artjog 2019, padahal kita udah ngebayangin gimana serunya maen bareng ke Artjog 😅. Tapi pagi sebelum berangkat Ana menyempatkan mampir ke EDU Hostel Yogyakarta, sekalian bawa oleh-oleh... duh uwwu banget kan 😘.
Serabi Solo 👌🏻 |
Oh ya, di EDU Hostel Yogyakarta kita bisa menitipkan tas meski udah check out, jadi kalau mau kemana-mana dulu seenggaknya kita nggak akan terlalu terbebani. FYI aja, di stasiun Yogyakarta ada loker penitipan tapi masalahnya kita nggak bisa masuk kalau tiket belum di-print, yang mana sekurang-kurangnya 4 jam sebelum keberangkatan.
Kalau mau menitipkan barang tinggal tanya mbak resepsionisnya, nanti kita akan diberikan semacam kartu loker dan benang kasur untuk mengikat barang kita (nyirian minangkana mah). Barang yang dititipkan akan disimpan di ruangan kosong dibelakang tembok yang ada petanya, nggak pake loker yaini. Tahun sebelumnya aku pun pernah menitipkan tas sebelum waktu check in, kepagian datangnya hehe.
Sebab jarak Artjog 2019 nggak begitu jauh dari EDU Hostel Yogyakarta maka kita memutuskan untuk berjalan kaki bermodalkan G-Maps. Memang nggak terlalu jauh ya... tapi berhubung kita udah jompo sejak Napak Tilas AADC 2 kemarin jadinya lumayan ngos-ngosan 🤣.
Mandatory picture |
FYI. Artjog adalah pameran seni kontemporer tahunan yang diadakan di Yogyakarta, menampilkan instalasi artist dari dalam dan luar negeri. Pada Artjog 2019 tema yang diusung adalah Arts In Common: Common | Space, harga tiket untuk dewasa Rp 50,000 dan anak-anak 25,000.
Mungkin karena euphoria hari terakhir, jadi pengunjung terkesan agak barbar haha Begitu masuk ke instalasi pertama orang-orang langsung berfoto kemudian berpindah ke instalasi selanjutnya melakukan hal yang sama. Jadi instalasinya benar-benar dijadikan background foto, tanpa membaca asbabun nuzul instalasi tersebut meski udah di-print segede gaban di pinggirnya.
Dear tcoy! Nggak ingin apa santuy dulu menikmati instalasi yang (kuyakin pasti) dibuat dengan susah payah dan menangkap message yang ingin disampaikan si artist? Tapi memang nggak bisa disalahkan juga ya, toh aku pun kelamaan menatap instalasi yang ada malah ketinggalan rombongan 😁.
Mandatory picture (lagi) |
Ya... aku pun berfoto dan mengambil foto di beberapa instalasi yang menurutku keren, tapi itu kulakukan saat instalasi tersebut sedang sepi. Nggak ngerti lagi darimana datangnya, namun ada sesembak & fotografer pribadinya yang mendominasi suatu instalasi, sampai pengunjung lain mesti ngantri. Cik euy ... lain datang ti kamari-kamari 😌.
Instalasinya keren-keren ya... salut nih sama crew-nya yang gercep banget mengingatkan pengunjung untuk nggak pegang-pegang instalasinya dan mengingatkan kita untuk selalu menjaga jarak. Penampatan instalasinya terbagi menjadi 3 lantai, layout-nya juga enak ya, Cuma untuk beberapa instalasi sepertinya mesti mendapatkan space yang lebih luas, biar nggak nyenggol aja sih.
Kalau ditanya instalasi mana yang menjadi favorite-ku di Artjog 2019 aku mesti bilang semuanya haha Well... setiap artist mempersembahkan instalasi terbaiknya bukan? Then, biar nggak penasaran aku kurasikan beberapa instalasi yang menurutku keren dan berkesan di Artjog 2019 lalu.
WHIRLWIND OF TIME
Salah satu yang mencuri perhatian adalah instalasi karya Andrita Yuniza Orbandi yang dinamai Whirlwind of Time yang terinspirasi oleh cerita di buku Harumi Kurakami yang berjudul Kafka and The Shore. Instalasi ini terbuat dari ratusan potongan ranting pohon yang membentuk pusaran angin puyuh (yang tadinya kukira adalah sarang), merepresentasikan bahwa tekanan yang terjadi pada manusia sesungguhnya berpusat pada benaknya sendiri.
Sebagai mantan anak nirmana 3D, aku sangat mengapresiasi karya Andrita Yuniza Orbandi ini sebab kuyakin dibutuhkan kerja kerja dan waktu panjang baginya hingga mampu mewujudkan instalasi se-mind blowing ini. Oh ya, pada jam-jam krusial pengunjung hanya diberikan waktu ± 2-3 menit untuk memasuki instalasi Whirlwind of Time, ngantrinya lama tcoy.
GARAM DI LAUT ASAM DI GUNUNG BERTEMU DALAM BELANGA JUGA
Well... siapa sih yang nggak pernah mendengar tektokan kata ini? haha Ku yakin kau pun pasti pernah yekan? Eits jangann salah faham dulu, interpretasi Etza Meisyara tentang garam di laut asam di gunung bertemu dalam belanga juga bukanlah hal yang sama seperti yang sering kita dengar di acara keluarga. Melainkan pencarian bentuk komunikasi yang terjalin di semesta ini.
Aku pun sebenarnya nggak terlau ngeh ya dengan intrepretasi artist-nya, sebab kupikir yang keren dari instalasi ini adalah judulnya yang click bait haha 😁 Aku tadinya malah berfikir instalasi ini adalah ulekan jumbo yang meluruhkan garam dan asam, bahkan sampai tumpeh-tumpeh si pinggirannya hehe Sumvah, judulnya bagus 👌🏻.
ARTIFICIAL GREEN BY NATURE GREEN
Berangkat dari keresahan Bagus Pandega dan Kei Imazu akan deforestasi, mereka mencoba menghadirkan fenomena perubahan iklim global melalui instalasi (yang bagiku) niatnya pake banget hehe. Mesin lukis (yang catnya berwarna hijau ini) gerakannya diatur oleh perangkat elektronis modular yang membaca arus listrik organik dari kelapa sawit di sampingnya.
Keren banget yaini... Cuma sayang kita nggak punya cukup waktu untuk melihat gambar apa yang dihasilkan, mungkin baru bisa beres saat penutupan, who knows? Karena bahkan sampai Artjog 2019 berakhir aku belum bisa menemukannya. Yha~ kali aja ada yang nge-tag hehe 😁.
RECOMMBINANT COMMONS
Salah satu instalasi yang cukup berkesan untukku adalah instalasinya Mary Magicc ini, gimana nggak (berkesan), pada saat memasuki ruangan menguar aroma yang menusuk hidung. Perpaduan aneh antara penguraian mikro organisma tak sempurna dan apek yang terjebak lama dalam ruang. Kurang lebih sama seperti aroma pasar yang sudah lama ditinggalkan.
Disini Mary menampilkan sisi lain dari Kali Code yang membelah Yogyakarta, dimana sampah menguasai sungai. Miris memang karena pada saat yang bersamaan ada warga yang masih menggantungkan hidupnya pada sungai. Message-nya keren, instalasinya juga 👌🏻.
Sisanya fotonya aja ya 😆
Sekian Artjog tahun ini, semoga tahun depan bisa mampir lagi.