Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Sedari awal sudah disebutkan bahwa film ini “inspired by true event”, dari statement-nya saja sudah bisa dipastikan bahwa film Florence Foster Jenkins ini adalah biopic. Mengenai true event yang dimaksud adalah kejadian yang pernah menggemparkan New York pada tahun 1944, yaitu ketika seorang wanita nekat menyanyi meski tidak memiliki bakat (menyanyi).

Narcissa Florence Foster Jenkins (Meryl Streep) adalah seorang sosialita kaya raya yang juga dikenal sebagai pemain opera amatir, karena kecintaannya terhadap seni Florence mendirikan sebuah klub elit bernama Verdi Club yang berisikan para penikmat seni atau para seniman.

Di usianya yang tak lagi muda, Florence masih aktif tampil di berbagai pertunjukan opera meski hanya mendapatkan peran kecil. Suatu hari ia menghadiri undangan sahabatnya Arturo Toscanini (John Kavanagh) seorang musisi terkenal yang ingin mempromosikan anak didiknya.

Entah kesambet apa si Florence ini, di perjalanan pulang ia merasa terinspirasi oleh anak didik Toscanini yang tadi menyanyi. Tanpa ba-bi-bu Florence lantas meminta suaminya yaitu St. Clair Bairclays (Hugh Grant) untuk mencari pelatih vokal, permintaan yang berat sebab St. Clair sadar betul bahwa Florence memang benar-benar tidak memiliki bakat dalam hal menyanyi 😫.


Namun demi menyenangkan hati Florence, St. Clair kemudian meng-hire Carlo Edwards (David Haig) sebagai pelatih vokal dan Cosme McMoon (Simon Helberg) sebagai pianist pengiring. Scene latihan vokal inilah yang menjadi point of interest, penonton akan disuguhi scene yang mengaduk-aduk emosi sehingga (ujung-ujungnya) penonton akan berfikir bahwa Florence ini rada sableng 😂😂😂


Miris memang, di satu sisi Florence ini memiliki keinginan yang kuat dan bersemangat dalam mencapai cita-citanya namun di sisi lain ia harus ‘mentok’ karena faktor bakat dan usia. Tapi tenang... ada St. Clair 😊. Meski berstatus sebagai suami Florence, St. Clair ini menjalin hubungan dengan Kathleen (Rebecca Ferguson).

Setelah merasa cukup percaya diri untuk menyayi di depan publik Florence membuat sebuah pesta kecil dan mengundang teman-temannya di Verdi Club. Karena apresiasi yang diadapatkan ‘cukup’ positif maka kepercayaan diri Florence terus tumbuh beriringan dengan St. Clair yang berusaha mati-matian mewujudkan keinginannya.

Tak tanggung-tanggung, Florence ingin mengadakan konser dengan dirinya sebagai bintang utama. St. Clair yang memang sudah terbiasa membereskan urusan Florence harus memutar otak mencari cara agar konser istrinya ‘berhasil’. Dan tring! (St. Clair voice: mission accomplised!) 😇

Seakan belum cukup ‘menyiksa’ St. Clair 😎,  Florence lantas membuat rekaman nyanyiannya sendiri dan mengirimkannya ke radio dan teman-temannya. Ketika mendengarkan nyayiannya sendiri di radio, Florence kesambet lagi #eh 😵

Then... Florence nekat menyewa Carniege Hall di New York. Untuk apa? Untuk konsernya! Yawla bude... dan parahnya lagi, Florence membagikan tiketnya secara gratis untuk para tentara.

Udah lah ya ...😫


Sudah bisa ditebak bagaimana reaksi penonton saat Florence tampil menyanyi... Tak tahan dengan cemoohan penonton, Agnes Stark (Nina Arianda) lantas memarahi sikap kurang ajar mereka dan memintanya menghargai usaha Florence. Dunia ini berputar ya.... Padahal di konser sebelumnya Agnes adalah satu-satunya yang menertawai Florence secara terang-terangan.

Keesokan paginya St. Clair meminta bantuan Cosme untuk membeli semua koran di lingungan mereka karena tidak ingin Florence bersedih, sayangnya Florence menemukan salah satu koran yang dibuang Cosme ke tempat sampah dan membaca artikel yang ditulis oleh  John Totten (Allan Corduner) dari jurnalis The Post yang menjulukinya sebagai ‘penyanyi terburuk’.

Meski nantinya Florence dikenal sebagai penyanyi opera terburuk sepanjang sejarah Carniege Hall, rekaman konsernya adalah salah satu yang paling dicari. Menarik ya... terlepas dari tujuan orang-orang mencarinya, Florence membuktikan bahwa ia (dan nyanyiannya) dapat diterima di masyarakat.

Di awal film kita akan penasaran melihat tingkah polah Florence yang ‘nyeleneh’ di zamannya, apa sih maunya si Florence ini? Sudah tua. Kaya raya. Punya suami berondong. Apa lagi yang kurang? 😕

Namun di pertengahan film kita akan menyadari bahwa Florence tidaklah sekonyol seperti saat latihan vokal, ia adalah pribadi yang murah hati namun selalu dikelilingi oleh orang-orang yang ingin mengeruk keuntungan darinya. Sebenarnya bukan tanpa alasan ya Florence nekat berlatih vokal dan menggelar konser, ia hanya ingin melakukan sesuatu yang berarti di dalam hidupnya. Sekalipun itu syulit ...

Hubungan Florence dan St. Clair memang agak complicated, meski hampir selalu pulang ke rumah Kathleen, St. Clair tidak pernah melupakan tanggungjawabnya sebagai suami kepada Florence. A different shape of love... 😍 St. Clair selalu berada di samping Florence sampai akhir hayatnya.

Di film Florence Foster Jenkins ini karakter yang cukup menarik perhatian adalah Cosme. Meski di awal Cosme ogah-ogahan mengiringi Florence, namun seiring waktu berlalu ia akhirnya menemukan keyakinan pada Florence. Gesture dan mimiknya Cosme ini khas banget ya 😅... centil-centil tapi sok peduli reputasi.

Florence Foster Jenkins adalah biopic yang cukup menghibur, cocok sebagai tontonan di waktu geje... Eh tapi kalau mau nonton jangan kaget kalau acting Meryl Streep saat menyanyi juara banget bikin bingungnya, antara percaya dan nggak percaya “Ada ya orang yang kaya gini...”.

*all picture taken randomly from Google
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Kalau kamu punya kesempatan untuk pergi keluar negeri, negara mana yang akan kamu kunjungi? Apa alasannya? Ingat ya... No budget worries. Travelling-lah seakan-akan kamu memiliki uang yang tak terbatas.

Ngademin banget ya kata-katanya, no budget worries... Aku mendapatkan pertanyan ini di salah satu interview yang pernah kujalani. 

If I have no budget worries, I will fly to...

England

Aku ingin pergi ke Inggris karena hanya di stasiun King Cross aku bisa menemukan peron 9 ¾ dan Diagon Alley, bagi Potterhead Inggris adalah magical place. King Arthur dan Ksatria Meja Bundarnya telah mencuri hati sejak pertama kali kubaca kisahnya, sama seperti Edensor yang membuatku penasaran ½ mati akibat membaca buku Andrea Hirata.😊

Inggris merupakan negara yang menganut sistem monarki yang modern, Lady Di tidak harus berambut panjang untuk bisa jadi seorang princess dan Ratu Elizabeth bisa menggunakan rok midi ketika menyapa rakyatnya. Bahasa Inggris adalah bahasa persatuan internasional, karenanya Inggris lebih adidaya daripada Amerika.

Saat kecil aku pernah mengira kepala Buckingham Palace guard adalah lonjong seperti pepaya haha Setiap kali melihat gambarnya di kaleng kue Monde ada perasaan geli membayangkan kepala botak dengan sejumput rambut yang tumbuh di atasnya 😂😂😂, persis seperti sarang burung condor di atas bebatuan.

London Eye yang berada di pinggir sungai Themes dan gedung parlemen Inggris juga masuk dalam place to visit list. And ... I want goin’ on there by dressing up as Sherlock Holmes (tapi nggak pake pipa cangklong juga ya ...).

New Zealand

Aku ingin pergi ke Selandia baru karena disanalah tempat syuting film-film favoriteku, The Lords of The Rings, The Hobbits, The Pirates of The Carribean, The Games of Thrones etc. Pemandangan alam Selandia Baru menakjubkan dan lengkap, dari mulai pegunungan, bebukitan, lautan sampai pulau ada.

List teratas place to visit adalah Hobitton ... Desa hobbit peninggalan shooting film The Lords of The Rings yang kini dibuka untuk umum. Aku ingin bersantai di rumah Bilbo Baggins yang nyaman, say Hi dengan tetangga yang lagi ngebon dan minum pake gelas kayu. FYI, Sissy Priscilia dan Rifat Sungkar pernah menemukan ujung pelangi di Selandia Baru saat honeymoon, tapi nggak nemu leprechaum-nya.

WETA, perusahaan yang sering mengerjakan visual effect film-film keren seperti yang disebutkan diatas juga berpusat di Selandia Baru.

Apa lagi ya? 

Lihat burung Kiwi bisa kali ya hehe Masih ingat shoe polish Kiwi? Itu loh ... semir sepatu yang suka dipakai bapak-bapak sekalian sebelum pergi ke kantor, dulu the must have items banget, sekarang mah udah jarang. Nah, logonya shoe polish Kiwi itu adalah burung Kiwi yang habitat asalnya hanya ada di Selandia Baru. Eerrr ...  suka pada merhatiin nggak sih? 😞

Germany

Aku ingin pergi ke Jerman karena menurutku Jerman adalah negara adidaya di daratan Eropa, meski sebenarnya Jerman lebih dikenal karena Nazi dan andilnya dalam perang dunia ke 2 (WW2). Bavaria meninggalkan kesan indah saat kueja untuk pertama kalinya.

Jerman juga terkenal karena craftmanshipnya yang keren, sebut saja Rotring, brand yang dikenal dengan produk penggarisnya ini diklaim sebagai standar alat ukur yang terpresisi (hampir di seluruh dunia). Jerman juga terkenal dengan orang-orangnya yang cerdas dan matematis, sehingga segala sesuatunya memiliki ukuran, buku tulis standar di Jerman adalah buku berpetak yang guru matematika suruh beli ketika materi bangun ruang.

OMG. Oh My Germany ...

Apalagi saat kuliah, banyak buku design yang menggunakan Bahasa Jerman karena cabang ilmu design berasal dan berkembang dari sana. Aku bahkan sempat ngebet ingin melanjutkan kuliah S2 ke Jerman, sampai rela mengambil mata kuliah tambahan Bahasa Jerman selama 2 semester, tapi biasa aja sih nilainya, da susah ... T.T
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Well ... Sebagai generasi kekinian kita tidak bisa menampik bahwa gadget memang menawarkan hal-hal menarik dalam genggaman tangan. Entah itu social media, berita ter-update, streaming video atau game online, semua terangkum dalam handy stuff bernama gadget. Sepertinya kini hidup berpusat pada gadget ya ... sebentar-sebentar dicek, sebentar-sebentar dicek, padahal nggak ada apa-apa.

Nerve adalah nama sebuah aplikasi game online sejenis Truth or Dare yang tengah digandrungi anak muda, siapa pun bisa ikut berpartisipasi baik itu sebagai player (pemain) atau sebagai watcher (penonton). 

Player adalah orang yang menerima challenge (bisa dari player lain atau watcher) yang berhadiah sejumlah uang dalam waktu yang sudah ditentukan. Player juga diharuskan untuk merekam (live streaming) challenge yang dilakukannya, jika tidak bisa menyelesaikan challenge yang sudah diterimanya player tersebut bisa mundur dan dianggap gagal, yang mana sangat mempengaruhi rating watcher-nya. 

Sedangkan watcher adalah orang yang menonton player menyelesaikan challenge di Nerve, mereka adalah sumber dana hadiah challenge karena untuk bisa menonton Nerve watcher dikenakan charge. Ya... semacam taruhan live streaming gitu.

Venus ‘Vee Delmonico (Emma Robert) adalah seorang remaja biasa yang menjalani kehidupannya di Staten Island, ia memiliki seorang sahabat bernama Sydney (Emily Meade)yang menggandrungi Nerve. Kepribadian Vee dan Sydney bertolak belakang, Vee adalah artsy girl yang menyukai fotografi sedangkan Sydney adalah it girl yang populer.

Di sekolah Vee menyukai JP namun tidak berani mendekatinya karena perbedaan kasta sosial eeaaa... maklum ya JP adalah Sydney versi cowok. Vee juga memiliki teman dekat bernama Tommy yang menjadi partner-nya dalam project buku tahunan.

Suatu hari Sydney tanpa sengaja menyinggung perasaan Vee yang kemudian berakhir dengan pertengkaran, Vee yang lelah dianggap sebagai the duff* kemudian mempertanyakan persahabatannya dengan Sydney. Kadung kesal Vee lantas sign up di Nerve sebagai player untuk membuktikan bahwa dirinya tidaklah se-basic yang Sydney anggap.

Vee meminta bantuan Tommy untuk menyelesaikan challenge pertamanya yaitu “kiss the stranger”. Setelah challenge pertama selesai, Vee mulai merasakan adrenaline rush ala Nerve. Vee dan Ian (Dave Franco) seorang player (sekaligus objek challenge pertamanya) yang ditemuinya secara kebetulan kemudian menjajal challenge bersama-sama. Kesuksesan Vee dalam menyelesaikan challenge berhasil membuatnya meraih popularitas dalam semalam dan menggeser rating Sydney.

Ketika tahu bahwa Ian membuatnya bertengkar dengan Sydney hanya demi menyelesaikan challenge, Vee yang lugu kemudian melaporkan Nerve kepada polisi. Tentu saja watcher tidak tinggal diam, mereka mengadukannya kepada Nerve sehingga Vee di-banned dan dicap sebagai pengadu. Tak hanya sampai disitu, Nerve juga menguras rekening orang tua Vee.

Ian memberitahu bahwa ia pernah bermain Nerve namun di-banned karena mengadukannya ke polisi lantaran temannya meninggal saat menyelesaikan challenge. Satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan kembali hidupnya adalah dengan menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir.

Your life was a game when you think it was...

Seperti Ian, Vee dipaksa untuk menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir. Challenge tersebut bukan hanya sekedar requirement untuk bisa mendapatkan hidupnya kembali namun juga penentu hidup Vee. Ternyata mudah ya... mempermainkan hidup seseorang #eh

You can controling people’s life easily by gadget only.

Meski sama-sama mengangkat issue “who’s watching who?” jika dibandingkan dengan film The Den, film Nerve ini memang lebih fresh... karena meraih anak muda dan fenomena live streaming yang memang sedang hype. 

Tapi kalau memang ada game seperti Nerve ngeri juga ya... kayaknya netizen bakal semakin gila. Karena film Nerve ini bercerita tentang game online yang mengharuskan player-nya live streaming, maka point of view-nya terkadang diambil dari kamera gadget, seolah-olah kita (penonton) adalah watcher-nya Nerve. Graphic design di credit awal dan akhir film juga bagus kok, so... AirMac hehe

Selain teaser-nya yang menggugah selera... Cast-nya juga menarik minat (calon) penonton, Emma Roberts yang sebelumnya membintangi serial Scream Queens sebagai Chanel Oberlin memang cocok untuk genre seperti ini. Namun Dave Franco yang sebelumnya membintangi film Now You See Me sebagai Jack Wilder juga tak kalah OK, di film Nerve ini karakternya lebih manly. Ahh... tapi ini Cuma perasaan yang subjektif ya ... 

* Okay... The Duff ini adalah istilah pembanding dalam friend cycle sekaligus judul film yang asheek untuk ditonton.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Botanical illustration atau ilustrasi tumbuhan sejatinya adalah gambar yang dibuat untuk menjelaskan rupa suatu tumbuhan, baik itu adalah bentuknya, warnanya atau teksturnya. Jika masih ingat, botanical illustration adalah gambar-gambar yang terdapat pada buku pelajaran IPA saat sekolah. 

Dulu botanical illustration masih terbatas pada gambar dengan outline berwarna hitam saja, namun seiring dengan perkembangan zaman botanical illustration menjadi lebih hidup karena diwarnai menyerupai aslinya, dan kini botanical illustration menjadi trend.
Sebenarnya tidak sulit untuk menjadi botanical illustrator, karena saat ini sudah banyak tutorial yang memperlihatkan bagaimana cara menggambarnya step by step. Untuk starter (pemula) tools yang diperlukan cukup kertas dan pewarna saja, bisa menggunakan watercolor, gouache atau marker.
Namun jika boleh menyarankan lebih baik menggunakan pewarna watercolor agar bisa sekalian belajar mengontrol transparency, karena tidak semua tumbuhan bersifat solid (padat).
Saat ini botanical illustration menjadi salah hal yang menarik untuk dipelajari, apalagi kalau bukan karena prospek pekerjaan yang bisa didapatkan. Wedding invitation, illustration, textile design, scarf design dan membuat workshop barulah sebagian dari output  yang bisa didapatkan oleh botanical illustrator.
Di bawah ini adalah botanical illustrator yang bisa dijadikan referansi saat sedang mempelajari botanical illustration, beberapa diantaranya mengunggah video tutorial di Instagram. Meski kebanyakan botanical illustrator memang tidak mengklaim diri sebagai expert dari suatu aliran tertentu, karya-karya mereka sangat menginspirasi.
Let’s check them out...
@inikeke
Eunike Nugroho (Keke) adalah botanical illustrator yang berasal dari Indonesia, salah satu karya botanical illustration milik Keke sempat ditampilkan di 15th International Exhibition of Botanical Art and \illustration di Pittsburgh AS. Dalam membuat botanical illustration Keke sangat memperhatikan detail  sehingga ilustrasi yang dibuatnya tampak nyata seperti objek aslinya.

@marinapravnikat
Botanical illustration karya Marina memang tidak se-real milik Keke dikarenakan tools yang digunakannya juga berbeda, tone color Marina lebih soft meski secara keseluruhan warna yang dipilih adalah warna-warna bright. Selain itu, botanical illustration karya Marina memiliki komposisi yang menarik karena memadukan beberapa varietas dalam satu ilustrasi.

@teresa.chan.graphics
Jika kebanyakan botanical illustrator menggunakan media watercolor, gouache atau marker sebagai tools-nya, Teresa lebih memilih untuk menggunakan media digital. Selain mudah dikomposisikan dan diedit-edit, penggunaan media digital ini sangat mempermudah jika ingin diaplikasikan pada textile. Meski demikian, Teresa tidak melulu menggunakan media digital, ia juga mahir menggunakan media watercolor.

@livingpattern
Jenny K. adalah salah satu botanical illustrator yang memang mengkhususkan diri untuk membuat ilustrasi tumbuhan hijau seperti dedaunan atau succulent. Meski terlihat simple, botanical illustration karya Jenny K. ini termasuk karya yang detail karena (ilustrasi aslinya) dibuat dalam ukuran yang cukup besar. Pemilihan background berwarna putih membantu menampilkan kesan fresh dan clean pada Instagram feed’s @livingpattern.

@ploypisut.c
Saat ini botanical illustration tidaklah harus benar-benar tumplek plek menyerupai aslinya, ada beberapa penyesuaian yang dilakukan agar hasilnya tanpak indah, salah satunya adalah botanical illustration karya ploypis ini. Kesan yang ditampilkan lebih chic karena menggunakan warna-warna bright yang eye catching, rupa botanical-nya pun terasa lebih luwes karena dikomposisikan dengan apik.

@namwanpastel
Salah satu hal yang menarik dari botanical illustration karya namwan adalah komposisi illustrasi yang dibuat thumbnail, thumbnail illustration sendiri adalah ilustrasi-ilustrasi kecil yang mewakili ilustrasi utama. Karena ilustrasinya dibuat thumbnail maka botanical illustration-nya terkesan seperti katalog. Skill Namwan dalam urusan detail juga patut diapresiasi karena tidak mudah untuk membuat ilustrasi dengan ukuran yang kecil seperti ini


@kato.ivannikova
Diantara botanical illustrator lainnya, karya Kato Ivannova ini termasuk yang mendekati esensi botanical illustration. Ia memberikan penjelasan singkat mengenai ilustrasi yang dibuatnya di bidang yang kosong,  sehingga menampilkan kesan bahwa sketchbook yang digunakannya adalah milik seorang peneliti atau ahli botanical.


@iruta_t
Iruta adalah salah satu botanical illustrator yang mengeksplorasi bunga sebagai objek botanical illustration-nya. Botanical illustration karya iruta memiliki ciri khas dalam hal transparency, sehingga objeknya memiliki kesan tembus pandang. Untuk menciptakan efek transparency iruta menggunakan sapuan tipis watercolor dengan tone color yang soft.

@annamasonart
Karena dibuat sesuai ukuran aslinya botanical illustration karya Anna ini sangat detail. Tone color yang digunakan Anna menyesuaikan dengan objek  botanical illustration-nya yang kebanyakan adalah bunga. Seperti @inikeke Anna menggunakan media watercolor sebagai tools-nya dalam membuat botanical illustration.


@botanical watercolor
Sesuai dengan Idnya, botanical illustration yang dibuat menggunakan media watercolor. Ilustrasinya sangat detail dan rinci, sehingga membuatnya tampak nyata. Botanical watercolor adalah salah satu botanical illustration yang produktif dalam berkarya.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
www.pexels.com

1. Pick your interest

We always had a friend whom had a business on Instagram, when they are starting business we are always their first priority to following because the chance of following back is higher than if they are following the stranger. If the product they are sell isn't match with your interest, what are you gonna do? Follow or unfollow?

Well ... It depends on situation, appreciating your friends business is a must, but if you don't want to be spammed by the posts you don't like, you can unfollow. But in one condition ... don't forget to see their (friends business) account occasionally and double tap their post or give some comment to show your appreciation.

2. Unfollow deactive account

Have you remember about (every) account you followed in the early time had Instagram account? How much your followings? Which one is higher, followers or followings?

If you have a free time please check your followings, you may find many deactive accounts about things you think very interesting a years ago. You should double check to their acount (if you still remember) and if the account is lefted and didn't update anymore, let's unfollow! What do you expect from a deactive account?

3. Use collection fitur

Mostly women love to online shopping on Instagram, they are liked to search the latest trend and screencapturing the things they want to buy, they are also following the account to keep an eye on it. But when Instagram algoritma's changed, what they did before isn't working anymore.

Instagram timeline nowadays is showing the account that we see and double tap often as the first rather than showing the post based on timeline. So the account that we rarely see or update is on low percentage to see.

Collection fitur is very helpful to keep a post that we want to see everytime we want to see, and yes ... we shouldn't have to follow the account.

Wish you have a time for do it, happy cleaning!
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (12)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (1)
    • ►  Apr (1)
    • ►  Jun (3)
    • ▼  Jul (1)
      • The 13th Years Of (modern) Slavery

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates