Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Mengikuti jejak kesuksesan Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC2) yang sangat dinantikan fans setianya, kabarnya ada beberapa film dengan fans setia lainnya yang akan direborn, seperti Jelangkung reborn, Eiffel I’m In Love reborn dan yang paling terbaru adalah Jomblo remake reboot.

Sebelumnya sudah ada yang mencoba perutungan dengan meremake atau membuat sekuel dari film pendahulunya. Seperti Nagabonar dan Si Kabayan.

Biasanya, untuk memperpanjang usia film dibuat versi serial televisinya seperti Ada Apa Dengan Cinta the series, yang ternyata memang tidak sesukses film bioskopnya. Bayangkan saja, berapa banyak fans AADC yang harus kecewa karena Nicholas Saputra berubah jadi Revaldo?

Pernah ada yang mengangkat life legend seperti Srimulat untuk diangkat ke layar lebar. Sayang, film Finding Srimulat tidak booming karena (menurutku) marketnya kurang pas, sebab tidak semua orang menyukai lakon Srimulat di televisi.

Berbeda dengan Warkop DKI reborn yang rilis tepat disaat market sedang membutuhkan icon perfilman Indonesia. Ya. Hampir semua orang Indonesia pernah menonton filmnya, bahkan hingga saat ini pun masih ada stasiun TV yang menayangkannya bergantian dengan filmnya Suzanna.

Bisa dibilang Warkop Dki reborn adalah trigger. Kemudian. Jadilah Jinny Oh Jinny reborn, Jin dan Jun reborn dan Putri Duyung reborn.

So. Selamat datang di era (film) Indonesia reborn.

Oh iya. Ali Topan Anak Jalanan sudah bereinkarnasi menjadi Si Boy Anak Jalanan. Tinggal Misteri Sebuah Guci dan Beranak dalam Kubur yang belum.

Banyak yang bertanya-tanya dalam hati. Why? Kenapa mesti direborn? Apa karena milennials memiliki versi yang lebih baik daripada generasi sebelumnya?

Mungkin saja. There is always a better version of everythings isn’t?

Untuk saat ini alasan yang paling reasonable untuk fenomena reborn adalah cycle of life. Jika di tahun 90an millennials hanya berperan sebagai penonton (the receiver), kini millennials tersebut merupakan orang-orang yang memiliki kemampuan memegang kendali dan saat ini kebetulan sedang ‘berkuasa’ (the giver).

Maka jangan salahkan mereka yang pernah membuat film komedi-tapi-cabul atau horror-tapi mesum. Karena ... sebagaian dari mereka tumbuh dengan film panas ala Eva Arnaz dan film horror ala Suzanna.

BTW. Adakah yang berniat membuat biopic Suzanna?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Aku mulai mengenal blog saat masih duduk di bangku SMA, bersamaan dengan Friendster, MiRC  dan MySpace yang hadir mengisi malam-malam geje dengan Mpyur di Lab Komputer yang bucok 😓. Bagiku blog adalah sebuah konsep yang menarik, semacam virtual scrapbook, apalagi sih yang didambakan remaja cewek yang kePinterest-Pinterestan sepertiku ini? haha 😆

Mempelajari cara membuat layout website abal-abal saja sudah membuatku cengengesan di sepanjang  pelajaran TIK. Apalagi blog. It’s a legend ... (wait for it) ... dary ... 👏👏👏

Blog pertamaku adalah http://demilestari.multiply.com yang terbuat dari rasa haus akan eksistensi dan rasa gerah kepada teman yang sudah lebih dulu punya blog. Kelihatannya asyik. Jujur ya, aku sendiri bingung mau menulis apa di blog karena sama sekali tidak tertarik menulis cerpen atau cerita bersambung. Satu-satunya yang ingin kutuliskan adalah cerita keseharianku.

Meski sudah punya diary, aku tetap merasa harus memiliki blog karena ... Berprospek hehe 😊 Aku melihat blog sebagai bagian dari dunia baru bernama internet.

Blogku memang random, tapi aku bhangga 😋 Isinya (masih) seputar kehidupan santriwati labil yang girang dengan keajaiban blog. Tulisan yang dibuat berwarna warni dengan font yang berbeda-beda, gif-gif yang (dianggap) lucu, cursor icon yang dirubah menjadi dinosaurus dan template bertema dark yang ke emo-emoan.

Emo adalah Kak Ikcwan di awal masuk kuliah, tubuh kurus, rambut polem (poni lempar), pakaian sendu dan editan foto dengan vignete yang kontras. Ngeri juga ya jadi anak emo. Selain terkesan gloomy, emo identik dengan suicide atau death kaya si L di Death Note. Saat itu nggak keren kalau nggak emo, kalau sekarang mah kaya cabe-cabean kali ya ... 😵 Duh-Ku-Masih-Tak-Percaya-Pernah-Khilaf-Menjadi-Anak-Emo 🙏

Blog tersebut berlanjut sampai di awal masa kuliah, namun terpaksa dihentikan karena ketahuan oleh salah satu dosen yang mengumumkan di kelas, yaudah lah ya ... Wassalamualaikum ... Lapaknya ditutup dulu.

Di akhir kuliah studio yang melelahkan, ketika dosen mereview hasil kerja keras sesiangan ini, ia menambahkan satu pengumuman penting yang kalau intonation speednya dipercepat akan menjadi:
“Ada salah teman kalian yang memiliki bakat dalam hal menulis ... Dan ia adalah seorang blogger ... OK. Tepuk tangan untuk teman kita, Lestari!”

Percaya atau tidak, tapi teman-teman yang baru kukenal selama ± sebulan itu bertepuk tangan untukku, sementara aku sendiri tertegun nggak ngerti lagi mau apa atau gimana. Yang kuingat mataku kemudian sibuk mencari-cari candid camera di setiap sudut, kelakuan yang tidak berguna, sebab yang ada hanyalah sarang laba-laba dan debu kusut tergerai memamah biak.

Mungkin tujuannya untuk mengapresiasi, namun bagiku terasa seperti ‘congratulation al4yers, we’ve got your life’. 😱😱😱

KZL 322008003 X

Durian benar-benar runtuh padaku. Bertubi-tubi.

Yap! Hampir setengah (atau malah seluruh) blogku isinya adalah curhat, puisi-puisian dan keinginan-keinginan terpendam di dalam hati, sisanya adalah pengalaman pertama kuliah. Tentang mata kuliah yang (hampir semuanya) tidak ku mengerti, tentang adaptasi  di lingkungan baru, tentang teman-teman baru yang baik, tentang tugas-tugasnya yang membingungkan, tentang dosen-dosen yang penjelasannya nggak jelas dan tentang OSPEK!

Ehm ... Saat itu OSPEK adalah topik yang sensitif 😔

Semuanya kutulis dengan bahasa yang ke diary-diaryan, termasuk penggunaan kata-katanya yang aL4y. Saat aku sekolah dulu, format terkeren tulisan adalah penggunaan huruf capital yang random dan penggantian huruf dengan angka. FYI, semua tulisan capital randomnya diketik manual loh ... Karena belum mengenal fungsi ‘replace’ di tab Microsoft Word. Sedih juga kalau inget ini 😭. Maka adalah sebuah perjuangan bagi aL4yers sepertiku membuat sebuah postingan di blog 😫.

Aku bahkan pernah menemukan salah satu dosen yang sedang membaca blogku ketika menyerahkan tugas ke kantor. Ingin sekali rasanya menenggelamkan diri atau berteriak sekencang-kencangnya “Woy! Ngapain lu baca-baca blog gueh???” 😠

Ternyata, blogku itu muncul di search engine dengan keyword nama jurusan dan universitas tempatku kuliah. Aku sendiri baru tahu beberapa tahun ke belakang ketika sedang iseng searching tentang akreditasi jurusanku di sela-sela mengerjakan tugas. Huft .

Pada masa itu wajar untuk memiliki lebih dari satu blog, mungkin karena anggapannya blog adalah semacam buku virtual yang bisa dibaca siapa saja, jadi mesti dibedakan menurut jenis dan peruntukannya. Kaya misalnya, blog yang ini untuk curhat, blog yang itu untuk tulisan yang lebih serius dan blog yang satunya lagi untuk tugas-tugas. Padahal ya sebenarnya untuk membedakannya aku hanya perlu memberi label pada tiap postingan 😤

Ketika www.multiply.com memutuskan untuk menutup amal usahanya, aku segera membuat akun blog baru di www.blogspot.com, kemudian di www.wordpress.com, kemudian di www.tumblr.com. Tujuannya cuma satu, membandingkan mana yang lebih cocok untukku. 

Selanjutnya, aku hanya posting ‘sedikit’ saja dan sebisa mungkin tidak tergoda untuk mengklik share button karena terlampau malu kalau dibaca keluarga dan kawan-kawan kepo lainnya. Paling maksimal mencantumkan alamat blog di bio, itu juga dengan notifikasi yang dihapus. Intinya sih masih keki karena dapet promosi gratis di waktu awal kuliah dulu ...

Nggak tahu ya tapi bagiku ini membingungkan , di satu sisi aku ingin sharing tentang kehidupan personalku dengan orang lain, tapi di sisi lainnya aku juga tidak ingin orang lain tahu. 

Beginiqah dilema seorang blogger? 😶
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Apa karena ada yang mereview film La La Land ini bagus maka yang lain harus ikutan setuju untuk mengatakannya bagus juga? Sebaiknya tidak, karena setiap orang memiliki kesannya masing-masing. But hey, this is Indonesia ... everything hype is a (new) worship.

Mungkin karena sudah banyak membaca tentang review dan komentar-komentar positif tentang film La La Land aku malah jadi agak kecewa ketika menontonnya. Gini doang? Serius nih, gini doang?

Apa hanya aku yang berfikir kisah cinta Mia Dolan dan Sebastian terlalu naif untuk zaman sekarang? . Ketika 2 orang bertemu untuk pertama kalinya and think they are meant for each other, please ... Apa kabar kekasih yang sebelumnya, orang yang ditampilkan dengan membosankan meski ia bersedia menerima segala kekurangan Mia, ehm ... lebih dulu dari Sebastian.

Mungkin Mia akan menjawab ‘because love is blind’, yang kemudian akan ditanggap Sebastian dengan ‘yes, love is blinded’, saking butanya si masnya nggak kelihatan ya?

Bagiku ini terlihat seperti FTV.
Ketika 2 orang pemeran utama bertemu, mantan hanyalah figuran semata.

Aku bahkan melewatkan scene (yang katanya) adalah scene terbaper di film La La Land, scene angan-angan Mia dan Sebastian di dalam hati. Scene semacam expectation vs reality ini terlalu biasa untuk film sekelas La La Land. Mana klimaksnya?

Tadinya aku pikir La La Land adalah the new (500) Days of Summer. Tapi tidak.

La La Land menarik secara visual, namun tidak menarik dari segi cerita. Dramatic tone color yang so Hollywood ini sangat memukau, komposisi angle yang apik, editing scene yang rapi dan musik yang (ah ... ini sih tidak perlu dikomentari lagi) amazing.

Perfect.

Saking perfectnya, it’s too good to be true.

Sedari awal La La Land memang menjual mimpi. Jangan salahkan panitia Oscar yang membuat gimmick keliru memberi amplop kepada host, it’s too good to be true kalau La La Land sampai memenangkan piala Oscar untuk film terbaik. Aku sendiri lebih suka menyebut La La Land sebagai film terindah di tahun 2016 ketimbang film terbaik.

La La Land adalah film yang indah, tapi tidak membuatku jatuh hati. Perlu lebih dari sekedar indah untuk membuat jatuh hati bukan?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Mari kita flashback sejenak ke masa dimana FTV adalah sebutan bagi film-film berkualitas sekali tamat (non serial) yang ditayangkan di televisi.

Pada awalnya FTV (film televisi) adalah wadah bagi para sineas muda berbakat yang ingin menunjukkan eksistensinya di dunia perfilman. Banyak nama besar lahir dari FTV. Banyak film berkualitas untuk ditonton. SCTV bahkan pernah meraih penghargaan karena FTV sebagai program terbaik.

Dulu FTV adalah hiburan cerdas bagi siapapun yang ingin menonton film bagus tanpa harus  pergi ke bioskop, maklum, saat itu bioskop Indonesia sedang lesu.

Saat ini FTV adalah hanyalah pilihan terakhir jika tidak ada lagi tontonan menarik di TV, kadang hanya berperan sebagai backsound semata, sementara mata tertuju pada layar laptop menonton K-Drama, selebihnya hanya berperan sebagai penanda I was here yang menyatakan ‘disini (masih) ada orang loh’.

Sungguh disayangkan, program sebaik FTV mesti melempem karena mengikuti arus yang keliru.
Kalau masih ingat, dulu pernah ada FTV dengan judul Di Balik Asrama. FTV tersebut adalah salah satu FTV horror legendaris yang meski membuat merinding tetap ingin ditonton. Menceritakan tentang rahasia kelam di balik sebuah asrama putri, FTV ini dibintangi oleh Syahrul Gunawan dan Sophia Latjuba. BTW. Ambience FTV DI Balik Asrama ini mirip dengan sinetron Beranak Dalam Kubur yang pernah ditayangkan di RCTI oke.

FTV dengan judul Ayah yang dibintangi oleh Dede Yusuf juga cukup menguras emosi. Menceritakan tentang drama sebuah keluarga yang ditinggalkan oleh sosok kepala keluarga (ayah) yang memilih untuk menikah lagi dengan wanita lain. Di penghujung usianya, ayah ingin kembali lagi kepada keluarganya. Hal tersebut memicu konflik pertentangan diantara anak-anaknya. Disini drama dimulai ...

Siapa yang tidak ingat dengan FTV yang berjudul Jangan Panggil Aku Puspa? FTV yang dibintangi Dicky Chandra dan Enno Lerian ini sangat memorable. Menceritakan tentang pergolakan batin seorang ayah tulang lunak yang ingin memberikan kehidupan normal bagi putri semata wayangnya. Yang namanya Puspa pasti pernah deh diceng-cengin pake judul FTV ini ~ v(^.^)

Mungkin karena dulu FTV digarap secara serius maka hasilnya apik, sedangkan FTV yang sekarang lebih banyak fantasinya sehingga terkesan ngelantur ... Sorry to say, tapi dari judulnya saja sudah bisa ditebak bagaimana alur ceritanya. Pemilihan judul yang asal-asalan malah terkesan murah dan norak.
Yang tak mungkin ditampik adalah FTV pernah menjadi gerbang bagi (calon) artis muda berbakat jebolan salah satu majalah remaja yang hits pada masanya, seperti halnya portfolio, belum sah terjun ke dunia entertainment kalau belum main di FTV.

Beberapa diantaranya ada yang berhasil, seperti Jungkir Balik Dunia Sisi yang melambungkan nama Putri Titian yang berperan sebagai Sisi. Atau Pembantu Cantik itu Pacarku yang dibintangi oleh Kirana Larasati, yang meski proses shootingnya dilakukan di Yogyakarta tidak lantas membuatnya menjadi murah (karena borongan) sebab digarap secara apik.

Ketika FTV menggeser market genre ke arah remaja, ada kekecewaan berdasar yang menginginkan FTV masih (tetap) bisa ditonton bersama keluarga, bukan Cuma remaja dan ART di rumah. Menyesuaikan dengan market adalah alasan basi. Rumah produksi yang membuat FTV tentu menyesuaikan dengan request stasiun TV yang menanyangkannya. Seller menggantungkan nasib pada buyer.

Jadi apa masalahnya? Selera masyarakat yang berubah atau selera (petinggi) stasiun TV yang mesti diupgrade? Itu memang persoalan pribadi. Tapi please ya ... coba deh sekali-kali dipikirin juga nasib penonton yang pindah ke stasiun TV sebelah karena lebih butuh tontonan berkualitas ketimbang kuantitas.

FYI. Rating bisa tinggi itu karena dijadikan backsound bukan karena ditonton.
Melihat banyaknya film Indonesia di bioskop, muncul sedikit pengertian. Mungkin, FTV jadi kurang greget karena sutradara dan penulis naskahnya yang dulu membuat FTV sudah banyak yang sukses dan memilih berkarya di film ketimbang di FTV.

Mungkin ya ...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Beauty and The Beast adalah live action movie Disney yang kedua setelah Cinderella yang diadaptasi dari versi animasinya, sejak awal kemunculannya Beauty and The Beast telah menyita perhatian publik. Bagaimana tidak, Beauty and The Beast adalah film animasi  termahal dalam sejarah Disney dan merupakan satu-satunya film animasi yang mendapatkan nominasi Oscar pada masanya ✨. Ekspektasi penonton sangat tinggi, terlebih lagi ketika pengumuman cast.

Siapa yang tidak mengenal Emma Watson? Si kutu buku nan cerdas Hermione Granger di Harry Potter saga. Ia terpilih memerankan si cantik Belle. Menurut kabar yang beredar Emma Watson bahkan harus rela menolak tawaran berperan di film La La Land sebagai Mia Dolan.

Beauty and The Beast adalah film musikal sejenis Les Miserables dan La La Land. Bagi yang tidak terlalu menyukai film musikal mungkin agak terganggu dengan cara penuturannya yang soo ... musical, seakan-akan hampir seluruh adegan memiki theme song. Tidak seperti film India yang hanya menyanyi pada part-part tertentu, di film musikal hampir seluruh percakapan dan perkataan dinyanyikan.

Dikisahkan, di sebuah daerah di Prancis hiduplah seorang pangeran (Dan Stevens) berwatak buruk, yang tamak dan gemar berfoya-foya. Pada suatu hari ia mengadaka pesta yang hanya boleh dihadiri oleh orang-orang kaya dan rupawan -_____-

Tiba-tiba pintunya diketuk oleh seorang wanita tua yang meminta perlindungan, karena kesombongannya pangeran menolak permintaan wanita tua itu, meski sudah menawarkan setangkai bunga mawar merah yang indah. Seketika, wanita tua itu berubah wujud menjadi seorang peri (atau penyihir?) cantik dan mengutuk sang pangeran serupa dengan sifatnya yang buruk (beast).

Tamu yang hadir lalu berhamburan keluar istana, meninggalkan beberapa pelayan kerajaan yang terkena imbas kutukan sang pangeran. Peri tersebut membuat kerajaan dilupakan, seakan-akan tidak pernah ada. Ia hanya memberitahu, bahwa satu-satunya cara untuk mematahkan kutukan adalah jika sang pangeran menemukan orang yang mencintainya.

Di sebuah desa, tinggal seorang gadis belia bernama Belle (Emma Watson) dan ayahnya Maurice (Kevin Kline) yang berprofesi sebagai pembuat jam. Meski cantik, Belle tidaklah seperti gadis-gadis lainnya yang gemar bersolek untuk memikat hati pria, ia lebih suka membaca buku dan melakukan hal-hal menarik lainnya. Semacam gadis ala-ala folk gitu lah hehe ...

Karena kepribadiannya yang berbeda itulah, Gaston (Luke Evans) seorang lelaki idaman para gadis di desa jatuh hati padanya. Sayang, cintanya Gaston bertepuk sebelah tangan, karena Belle sama sekali tidak tertarik padanya. Oh iya, Gaston memiliki ajudan yang bernama LeFou (Josh Gad) yang terjebak friendzone.

Suatu hari, sepulang bepergian dari luar kota ayah Belle tersesat ke istana sang pangeran. Ia berniat untuk menumpang bermalam disana dan terkejut ketika mendapati perabotan di istana yang ‘hidup’, dalam perjalanan pulang ia memetik bunga mawar merah requestan Belle di taman istana. Pangeran yang mengetahui hal tersebut kemudian menawan Maurice di menara, beruntung Philippe (kudanya) bisa pulang sendiri ke rumah.

Belle yang terkejut dengan kedatangan Philippe kemudian berinisiatif mencari ayahnya hingga ke istana. Belle berusaha menukarkan dirinya sendiri demi membebaskan ayahnya yang berjanji akan membawanya pulang.

Di istana Belle berteman dengan para penghuninya yaitu Lumiéré (Ewan McGregor), Cogsworth (Ian McKellen), Mrs Potts (Emma Thompson) dan anaknya Chip (Nathan Mack), Maestro Cadenza (Stanley Tucci) dan istrinya Madame de Gerdobe (Audra McDonald), Plumette (Gugu Mbatha Raw), Chapeau (Thomas Padden) dan Cuisiner (Clive Rowe). Mereka senang dengan kehadiran Belle yang diharapkan dapat mematahkan kutukan sang pangeran.

Awal pertemuan yang alot membuat Belle dan Beast menjadi canggung, namun lambat laun suasana mulai mencair dengan bantuan para penghuni istana. Belle belajar untuk bersikap sabar sama seperti Beast yang belajar menerima kehadiran Belle di sisinya. Di saat yang sama, helai kelopak bunga mawar merah sang pangeran berguguran.

Ketika sampai di desanya, Maurice meminta bantuan penduduk desa untuk membebaskan Belle di istana Beast. Hanya Gaston yang bersedia membantu Maurice. Ketika sampai di hutan mereka tidak bisa menemukan istana Beast, Gaston lantas meninggalkan Maurice yang terluka di tengah hutan. Beruntung ada Agathe (Hattie Morahan) yang menemukannya dan merawatnya.

Suatu malam, Beast menunjukkan Belle sebuah cermin ajaib hadiah dari peri yang mengutuknya. Belle melihat yang melihat ayahnya difitnah oleh Gaston kemudian pergi menuju desa, namun Gaston kadung menghasut penduduk desa agar menyerang istana Beast.

Belle dan Maurice pun menyusul ke istana dan mendapati Beast dan penghuni istana berusaha mati-matian untuk mempertahankan diri. Gaston yang sedari awal sudah mengincar Beast berusaha untuk membunuhnya, meski Belle tidak menginginkannya. Di saat Beast sekarat muncul peri yang dulu mengutuknya.

Semua pasti sudah tahu bagaimana akhir cerita semua Disney princess, a very happy ending for those who believing in true love. Meski kadang happy ending dibilang akhir yang klise bagi sebagian orang, namun ... however ... kita terkadang butuh (cliché) happy ending untuk bisa meyakinkan diri bahwa semuanya akan berakhir dengan indah.

Beauty and The Beast ini sangat Disney sekali, terlihat dari visualisasikan scene menyanyinya yang dibuat jor-joran abis. Megah dan cetarrr ... Sampai bosan karena kebanyakan efek ketimbang fokus pada alur ceritanya. Tapi itulah Disney, too much details malah makin awesome.

Mungkin karena terbiasa melihat Mrs. Potts dan Chip dalam versi animasi, sehingga agak gimana gitu ya melihat versi yang sekarang. Efek animasi 3D Beauty and The Beast memang patut diacungi jempol, pasalnya banyak sekali karakter dan setting yang rumit, seperti karakter Lumiéré yang desainnya agak ‘njlimet.

Kenapa ya visualisasi Beast di film Beauty and The Beast ini mirip kaya bison?

Terlahir sebagai generasi millenials membuatku tumbuh dengan cerita fairy tale ala Disney, sehingga tak sulit untuk bisa mengikuti alur ceritanya meski ada sedikit yang diubah demi kepentingan film. Seperti setting cerita yang dipindah dari negeri antah berantah ke Prancis atau LeFou asisten Gaston yang ternyata gay atau kecerdasan Belle membuat alat bantu mencuci bertenaga kuda, di satu sisi Beauty and The Beast ini classic namun di sisi lain tetap mengikuti perkembangan zaman.

Tapi tetap ya ... yang menjadi centre of attention adalah Emma Watson. Selain memiliki paras yang cantik dan cerdas, ini adalah film Emma Watson sebagai karakter utama setelah sebelumnya hanya berperan sebagai pemeran pembantu di The Bling Ring dan sebagai cameo di This is The End. Emma Watson berhasil melepaskan bayang-bayang Hermione Granger menjadi salah satu Disney princess yang akan selalu dikenang.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (21)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (2)
    • ▼  Aug (2)
      • Pirates of the Carribean Movies
      • Diam Itu (C)Emas

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Dinda Puspitasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kae Pratiwi
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Mira Afianti
  • Monster Buaya
  • N Journal
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Check This Too

  • Minimalist Baker
  • Spice The Plate

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Community

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates