Mengejar Sunset di Watugupit

by - September 25, 2019


Setelah dari Bakmi Jowo Mbah Gito rencananya kita menuju ke Gumuk Pasir, mau sandboarding  😛 Nggaklah... penasaran aja sih lagipula searah dengan tujuan kita selanjutnya yakni Puncak Paralayang Watugupit. Sebenarnya Ana mengajak kita mengunjungi Jogja Air Show, tapi berhubung kita udah pada nggak connect alias kembali tidur, opsi Jogja Air Show dilewatkan begitu saja.

HUTAN GIRICAHYO


Untuk menuju ke Gumuk Pasir kita mesti melewati seperangkat hutan yang berbatasan langsung dengan laut, bukan tipikal hutan hujan ya yang lebat dan lembab saking nggak terjamahnya, melainkan hutan... apa ya? Casual gitu? Haha 😂 Maksudnya pepohonannya nggak begitu rapat dan cukup diterangi sinar matahari. Bukan hutan serius.

Kita terbangun saat mobil menepi ke pinggir jalan, meski terkantuk-kantuk aku jelas girang sebab udah lama nggak melihat laut. Terakhir kali aku melihat laut yakni sekitar 4-5 tahun yang lalulah... saat marathon wedding-nya Fahria dan Mazia. Udah lama kan hehe So, bisa dipastikan inii adalah kali pertamaku melihat laut (lagi) pasca hiatus.

Nice to sea you... 🥰



Aku dan Ana mendahului sebab girang ingin segera melihat laut, menyenangkan sekali merasai pasir di kakiku, menjejak dengan nyaman. Sayangnya sebelum sampai di bibir pantai, kita mengalami kejadian yang agak creepy 😅 Entah darimana datangnya tapi ada seseorang dengan penampilan yang cukup ajaib mengawasi kita yang sedang asyik mengambil foto 🤨.

Secara visual kita yakin doi adalah manusia tulen, tapi secara feeling kita semua yakin doi bukan berasal dari bumi, nah loh... 🥴 hari yang panas ini kentara doi saltum, pake jaket tebal, sarung tangan, kupluk, sunglasses, tas ransel dan slayer yang menutupi separuh mukanya macem mau hiking. Yang membuat kita salah fokus adalah legging-nya yang metalik futuristik dan mukanya yang putih macem topeng Phantom. Yap. Mengingatkanku akan serial killer di serial Criminal Minds.

***

GUMUK PASIR
🎫 Rp. 5000 (parkir mobil)


Setelah ngibrit rusuh ke mobil kita langsung menuju ke Gumuk Pasir, nggak sampai 5 menit dari Hutan Giricahyo. Tadinya kupikir Gumuk Pasir berbatasan langsung dengan laut jadi kita bisa sekalian main di pantai, nyatanya Gumuk Pasir dan pantai terpisah oleh jalan raya. Meski kecewa nggak sempat menelusupkan kakiku di pasir yang basah macem scene The Gift aku cukup puas bisa melihat pantai. Yha~ mungkin lain kali 😅.

Karena Gumuk Pasir ini berlokasi di pinggir jalan, jadi kita tinggal menepi dan parkir di area yang tersedia. Saat kesana kebetulan cuaca sedang cerah (menjelang golden hour), maka suasananya cukup ramai. Bisa dibilang Gumuk Pasir hanyalah gundukan pasir macem Pasir Berbisik di Gunung Bromo, yang membedakan adalah jenis pasirnya yang konon hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu.

Nggak mau rugi nggak sempat mencicipi pantai, aku melepas sandal dan berjalan-jalan bertelanjang kaki. Nyeker 😋. Pasirnya halus banget yaini ditambah lagi belakangan cuaca sedang panas-panasnya, jadi rasanya anget-anget ngenakin 😘Kita nggak lama di Gumuk Pasir sebab ingin mengejar sunset di Puncak Paralayang Watugupit.



***

PUNCAK PARALAYANG WATUGUPIT
🎫 Rp 5000/orang
🎫 Rp 5000/mobil


Kalau lihat di IG, sunset di Puncak Paralayang Watugupit ini indah ya, terlepas itu hasil edit atau bukan 😆. Kita bisa melihat sunset sekaligus melihat laut dari ketinggian, bukan pemandangan yang bisa dilihat setiap hari tentunya. Sebab seharian ini cuaca cerah kita optimis bahwa sunset-an di Puncak Paralayang Watugupit adalah pilihan terbaik sebagai penutup hari.

Perjalanan dari Gumuk Pasir ke Puncak Paralayang Watugupit sebenarnya akan menyenangkan kalau nggak memburu waktu. Oh iya... sebab jalannya cukup nanjak dan berliku-liku, berhati-lah saat mengemudi. Di Puncak Paralayang Watugupit tersedia area parkir yang nggak begitu luas, jadi mesti gercep, kalau nggak muat parkirnya di pinggir jalan. Tapi yang paling penting, ada banyak pedagang makanan dan minuman macem Dawet, Es-es-an, Sempol, Bakso Bakar, Cilor, Udang etc. 

Kuy... Markijan! 🥳


Berhubung spot pandangnya terletak di puncak bukit maka mau nggak mau kita mesti naik tangga (lagi), cukup bikin ngos-ngos sih ini... 😆 Sebenarnya ada spot pandang terdekat yang mesti naik tangga, tapi khusus untuk pengunjung cafe dan udah penuh 😅. Yang bikin ngeri, tangganya nggak pake pegangan dongs, kan jadi khawatir ngagulutuk haha 😝

Begitu sampai di atas... Yawla ini orang-orang nggak pada takut apa 🤔. Karena ini adalah spot paralayang maka nggak ada pinggirannya a.k.a (tebingnya) berbatasan langsung dengan laut, kalau jatuh (amit-amit)... pastinya langsung kecebur. Memang cocok untuk paralayang, kalau sekedar menikmati sunset kupikir nggak begitu aman.

Terus ya, udah mah sepanjang nungguin sunset deg-degan mulu takut jatuh, eh mataharinya ketutupan awan... 😅. pengunjung langsung caw begitu tahu sunset-nya nggak jadi, tapi kita masih tetap bertahan... ngarepnya 😌. Ujung-ujungnya ngabisin jajanan sambil nontonin orang-orang yang asyik berfoto sambil cekikikan, jirr... nggak kepikiran gitu ya kita ini lagi ada di tebing 🙄.




Ada banyak jajanan rata-rata harga per-porsinya Rp. 5000

***

WAROENG KLANGENAN


Setelah menonton sunset yang redup di Puncak Paralayang Watugupit kita memutuskan untuk makan malam sekalian pisahan dengan Ana 😢 besoknya Ana ada kerjaan di Semarang. Yha~ Padahal udah ngebayangin asyiknya ke Artjog barengan 😅. Sebenarnya ada 2 opsi angkringan untuk dituju, namun kita berakhir di Warung Klangenan. Lupa lagi kenapa...

FYI. Warung Klangenan ini makin hype sejak lebaran lalu, pasal pernah dikunjungi Jokowi dan Jan Ethes 👍🏻. Saat kita kesana suasananya ramai sebab malam minggu, saat yang tepat untuk nonkrong dengan teman atau keluarga. Nggak usah ditanya ya gimana antriannya, mengular sampai keluar...


Pada dasarnya Warung Klangenan menyediakan makanan dan minuman khas angkringan, macem Ampera lagi. Bedanya kalau di angkringan makanannya disajikan dengan cara ditusuk, well... kecuali sayur dan sup. Saat mengantri alas makan pun stok makanan udah menipis, memang sih nggak semuanya, tapi kalau nggak gercep nanti malah nggak kebagian kan?

Oh iya, setelah kita berhasil ‘mengamankan’ makanan ke meja kita bisa meminta tungku ke mas atau mbak yang sedang bertugas. Tungku ini berguna untuk menghangatkan lauk yang kita ambil tadi, kalau nggak keburu-buru kita bisa membuat nasi bakar yaini 👌🏻. Konsep makan seperti ini memang menyenangkan kalau kita sedang santai, kalau udah lapar mah yang ada gelisah mikirin ‘udah mateng belum sih?’ 😅.





Kalau untuk rasa kupikir enak-enak aja haha 😌 Ku yakin kau pun tahu kubilang begini sebab terlanjur lapar 😋. Nungguin bara membara aja lumayan lama, apalagi menghangatkan lauknya, ini kerupuk udah liat gengs 😂.

Terlepas dari antriannya yang mengular dan nggak sabarnya kita nungguin lauknya dihangatkan, kupikir kita cukup menikmati Warung Klangenan ini. Karena bukan dengan apa, melainkan dengan siapa 😊.


Waroeng Klangenan @waroengklangenan
🏠 Jl. Patangpuluhan no 28, Patangpuluhan, Wirobrajan, Kota Yogyakarta
⏰10.00-22.00

***

Selamat rebahan wahai kawan. Ku harap masih ada sisa energi untuk packing besok. Hari ini memang melelahkan namun menyenangkan.

You May Also Like

0 comments

Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~