Gundala

by - September 08, 2019


Tadinya aku Cuma berniat nonton review film Bumi Manusia di Youtube-nya Cine Crib, ternyata Cine Crib sedang mengadakan giveaway tiket nobar dongs. Aku jelas (over)excited sebab memang menantikan filmnya dan nggak menyangka akan menonton secepat ini. Menyenangkan sekali bukan mendapatkan hal yang diinginkan di tanggal tuwa pasca liburan yang bikin jompo 😂.

Terima kasih Cine Crib. Terima kasih Kitc. Karena kalian aku nggak perlu syebel kena paparan spoiler yang bertebaran di timeline-ku *love 😘.

Sejak beberapa bulan yang lalu timeline-ku rame gegara film Gundala, akhirnya ya... Indonesia punya superhero sendiri. Wacana mengadaptasikan Gundala ke layar lebar pernah terjadi sebelumnya, saat itu yang
mendapatkan kepercayaan adalah Hanung Bramantyo sampai pernah press con segala 😅 tapi untungnya nggak pernah ada kelanjutan. Bukannya julid, tapi aku nggak yakin Hanung akan cocok untuk genre film action macem Gundala, kurang greget aja gitchu 😏.

Waktu berlalu sampai akhirnya Joko Anwar mengambil alih Gundala dan menjadikannya cinematic universe macem MCU dan DCU. Tadinya aku skeptis sebab cinematic universe adalah original formula dari MCU, terkesan menduplikat gitu ya 😅. Tapi balik lagi mau nggak mau kita mesti menggunakan formula cinematic universe sebab superhero adalah genre baru yang belum terjamah dalam, masih (di tahap) meraba dan mengekplorasi permukannya.

Satu hal yang belum kumengerti, kenapa Bumi Langit Cinematic Universe disingkatnya BCU bukan BLCU? 😮
Bukannya gimana-gimana tapi bagiku BCU adalah #BucinCinematicUniverse 😂.

Gundala adalah film yang diadaptasi dari komik berjudul Gundala Putra Petir karya Harya Suraminata alias Hasmi, komiknya sendiri hype di era 70-80an, cobalah tanya orang tua atau keluarga yang sepuh pasti mereka tahu Gundala. Nggak terkecuali dengan uwak-uwakku ya, mereka tumbuh dengan komik-komik superhero lokal macem Gundala, Godam, Si Buta dari Goa Hantu dan lainnya. Makanya kalau ditanyain tentang Gundala pasti pada kenal 😊.

Aku sendiri nggak familiar dengan Gundala, kalau Si Buta dari Goa Hantu mah masih kezamanan ya sebab ada serialnya. Wiro Sableng juga sih, selain nonton serialnya aku sempat membaca novelnya sembunyi-sembunyi (sebab 13+ 😜). Alkisah, saat keluargaku pindah dari Bandung ke Subang peti yang berisikan komik-komik dan buku-buku tersebut hilang, makanya aku dan sepupuku belum sempat berkenalan, hanya tahu ceritanya.

Kupikir mengadaptasikan Gundala ke layar lebar adalah keputusan yang tepat, sebab kita tahu (dan akhirnya sadar) bahwa kita memiliki SDM yang lebih dari cukup untuk membuat film superhero yang keren, baik dari aktor/aktrisnya, penulisnya, tim produksinya serta siapa pun yang terlibat di dalamnya. Satu-satunya kendala paling klasik yakni per-budget-an sudah terpecahkan sedari awal, sebab Anindya Bakrie dan Erick Thohir turut mencelupkan tangan, well... terlepas dari kepentingan bisnis mereka kini berada di perahu yang sama 👌.

Menaikkan level film Indonesia hingga menembus Hollywood 😁.

Sebagai netyzen yang senang menghabiskan besar waktu dengan rebahan dan mantengin timeline, yang kurasakan dari hype-nya Gundala adalah antusiasme yang positif. Belum pernah merasa seoptimis ini dengan film Indonesia 😊, keren juga sih tim marketing-nya, sebab membuat kita merasa optimis bahkan sebelum filmnya rilis 👍.

Karena ku-follow @JokoAnwar aku jadi mengikuti perjalanannya Gundala, dari tweet yang menjurus (ke arah film), teaser poster tebak-tebakan cast, Bumi Langit Cinematic Universe sampai akhirnya rilis di bioskop, well... bukan perjalanan yang singkat tentcunya. Tapi mungkin itulah yang membuat kita ‘dekat’ dengan Gundala, sebab sense of belonging kita turut tumbuh seiring progress filmnya, thank you Bang Jokan *akrab 😂 sudah berbagi Gundala sejak awal.

Sebagai patriot pertama tentcu Gundala memikul beban yang besar meski sebenarnya masih dalam rangka market test. Oh iya kusuka tagline-nya Gundala; negeri ini butuh patriot, sebab kupikir tagline-nya sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini 👌.

Sedikit FYI.
Kalau dilihat dari sejarahnya, komik superhero (mau itu DC atau Marvel) memang terlahir di saat negara sedang kacau akibat PD II. Sebagai generasi penerus bangsa anak-anak butuh figur yang mampu membangkitkan semangat dan menumbuhkan harapan, di saat seperti itulah (konsep) superhero terlahir. Jangan lupa, banyak karya besar terlahir dari kegelisahan 😌.

Film Gundala (tanpa embel-embel putra petir ⚡) dibuka dengan scene demonstrasi yang berakhir dengan baku hantam antara buruh dan security pemilik pabrik, scene yang ambience-nya mengingatkanku akan Hunger Games, macem di Indonesia tapi bukan di Indonesia. Aku lebih suka scene baku hantam yang pertama sih ya yang kedua mah kurang euy... asa kurang aja persiapannya.

Kupikir agak disayangkan Rio Dewanto mendapatkan peran sebagai Bapak dari Sancaka kecil (Ahmad Mudzakki), sebab artinya Rio Dewanto nggak akan menjadi superhero. Sejak kecil Sancaka memang diceritakan takut terhadap petir, masih belum jelas apa alasannya yang jelas setiap kali ada petir Sancaka selalu lari dan bersembunyi. Setelah kematian bapaknya Sancaka tinggal bersama ibunya (Marissa Anita) namun suatu hari ibunya pergi ke Tenggara sebab BU dan nggak kembali meski sudah berhari-hari.

Banyak yang bilang penceritaan Gundala di awal sesuram flm Batman vs Superman, aku mah nggak mudeng ya sebab udah lupa lagi filmnya gimana 😂 Bagiku penceritaan Gundala di awal malah seperti film horror, ada momen-momen dimana suasana tetiba mencekam, senyap dan yha~ suram. Oh iya apalagi scene mimpinya Sancaka, bang-khek... Ki Wilawuknya (Sudjiwo Tedjo) rasa raja zombie di serial Kingdom 😅.

Sancaka kemudian pergi meninggalkan rumahnya dan berakhir di jalanan, kerasnya jalanan kelak mempertemukannya dengan Awang (Faris Fadjar). Dari Awang, Sancaka belajar bela diri dan bersikap acuh terhadap hal yang bukan urusannya, nggak salah sih sebab kalau terus mengurusi hidup orang lain hidup sendiri bisa jadi malah terbengkalai. Kusuka nih tektokan obrolannya Sancaka dan Awang, cociksnya level Dilan Milea haha 😁.

Kupikir tadinya Sancaka dan Awang akan terus bersama macem duo Vincent Desta, ternyata Awang memutuskan untuk pergi ke Tenggara. Sancaka diajakin kok, Cuma ketinggalan kereta... Suatu hari Sancaka terlibat baku hantam sesama kuli panggul, yaelah... kecil-kecil banyak tingkah 😌. Sancaka kemudian dikejar geng kuli panggul cilik dan diselamatkan oleh pasutri yang membukakan pintu mobilnya. Meski baru bertemu pasutri tersebut menodong agar Sancaka mau menjadi anak asuhnya.

Well... setelah film Gundala rilis banyak fan theory yang ikut berpartisipasi, salah satunya adalah konsep what if. What if adalah konsep franchise Marvel (terbaru) yang menjungkirbalikkan asbabun nuzul-nya superhero. Kaya gini nih, gimana kalau Bucky yang mendapatkan kesempatan mencoba serum Captain America bukannya Steve Rogers? gimana kalau T’Challa mati beneran saat berduel dengan Killmonger? Akan menjadi Black Panther macem apakah Killmonger? Yap. semacam itulah... 😄.

Nah, di Gundala konsep what if itu disisipkan dan diterapkan oleh pasutri yang menolong Sancaka. Sebab, kalau di komik Sancaka menerima tawaran pasutri tersebut dan tumbuh menjadi ilmuwan yang kelak menemukan serum penangkal petir. Karena saat ini hidup adalah pilihan dan kemakan sugestinya Awang yang disiksa pasca diangkat menjadi anak asuh pasutri kaya, Sancaka memilih untuk keluar dari mobil dan berlari...


Berlari...


Berlari...


Berlari...


Dan berubah menjadi Abimana 😁

Sancaka dewasa (Abimana Aryasatya) melanjutkan hidupnya dengan bekerja menjadi security di percetakan koran. Sebab kini semua serba digital, melihat percetakan koran macem gini malah jadi nostalgia, zamannya Peter Parker dan Clark Kent 😏. Film terakhir yang kutonton dan berhubungan dengan scene percetakan koran adalah film The Post, udah lama juga yaini hampir 2 tahun yang lalu. Eh, FYI aja sih ini 😅.

Kalau Awang bersikap acuh terhadap hal yang bukan urusannya, lain halnya dengan Pak Agung (Pritt Timothy) yang selalu mengingatkan Sancaka agar nggak terlalu acuh dengan keadaan sekitar sekalipun bukan urusannya. Pak Agung ini adalah partner kerjanya Sancaka di percetakan koran. Kusuka nih Pak Agung, karakternya okcoy khas bapak-bapak yang kerjanya berpengalaman namun tetap cari aman, tektokan obrolan Pak Agung dan Sancaka pun nggak kalah asyik.

Di paruh kedua inilah kita diperkenalkan dengan Wulan (Tara Basro) dan Tedy (Bimasena) tetangganya Sancaka, mereka diperkenalkan secara nggak sengaja oleh Ito Marbun (Tanta Ginting) dan Fadli Aziz (Donny Alamsyah). Salah satu memorable scene-nya adalah saat mereka kesamprok Sancaka yang sehat wal afiat di pasar, epic banget laini ekspresi para preman yang heran “hah? Lu belum mati??” FTW... 😂😂😂.

BTW. Tara Basro cakep banget saat pake rok dan kaos V-neck 😍.

Ohiya. Scene saat Sancaka hujan-hujanan diluar dan tersambar petir berkali-kali membawa imajinasiku pada karakter Elektra di bukunya Dee Lestari yang Supernova: Petir, kayanya bakal seru deh kalau bikin crossover Gundala X Elektra 😜. Peroses eskplorasi kekuatannya Sancaka bisa dibilang cukup singkat, tapi cukuplah untuk melawan para preman. Meski kostum awalnya nggak banget, kuyakin kedepannya akan bermunculan versi dupe-nya yakni jaket Gundala KW sejuta, gimana aja baju koko Wakanda dan jaket denim Dilan.

Kupikir pengenalan tokoh Pengkor (Bront Palarae) lebih ngena ketimbang Sancaka sebab lebih singkat, padat dan jelas. Seenggaknya kita nggak perlu dibingungkan dengan sikapnya Sancaka kecil yang lebih memilih memegang tameng security ketimbang goyangin badan bapaknya. Ditilik dari kelakuannya, kupikir Pengkor ini adalah sebenar-benarnya interpretasi dari yang mengaku wakil rakyat, yang berbicara atas nama rakyat namun sebenarnya menelusup bagai duri dalam daging.

Tadinya kupikir Ridwan Bahri (Lukman Sardi) adalah antek-anteknya Pengkor di pemerintahan, ternyata bukan, gimana dengan Hasbi (Dimas Danang)? Masih dipertanyakan yaini, sebab Pengkor pasti butuh orang dalam untuk mengawasi gerak gerik Ridwan Bahri. Selain Ganda Hamdan (Aqi Singgih) sebagai anggota dewan boneka didikan Pengkor, ada Ghani Zulham alias Ghazul (Ario Bayu) yang mepet Pengkor mulu.

Eym... Belum lengkap rasanya kejahatan kalau belum ada Teuku Rifnu Wikana haha 😂😂😂 Kudoakan semoga beliau tetap sehat dan dilirik Joko Anwar jadi villain di BLCU 🙏.

Anak-anak bapak yang tersebar di seluruh negeri kembali dikumpulkan, agak ganjil memang, kok bisa Pengkor dan anak-anaknya tahu dimana Gundala berada, tapi yasudalah... semoga plot hole ini bisa ditambal di film selanjutnya.

Anak-anak inti bapak saat ini adalah; Cantika alias Camar (Hannah AlRasyid), Tanto Ginanjar (Daniel Adnan), si pelukis (Cornelio Sunny), Desti Nikita (Cantika Abigail), Mutiara Jenar alias Bidadari Mata Elang (Kelly Tandiono), Sam Buadi (Aming Sugandhi), Kamal Atmaja (Ari Tulang), Adi Sulaiman dan Swarabatin (Cecep Arif Rahman).

Kalau kata buk-ibuk kompleks waktu belanja sayur mah: “wah anak-anaknya Bapak Pengkor ‘jadi’ semua ya...” 😀.

Bisa dibilang Gundala ini bertabur bintang, termasuk cameo-nya. Surprise... Ada Aming dongs. Aku baru ngeh saat melihat foto-foto premier Gundala di IG heran kenapa bisa ada Aming (sampai niat nyari di Google, keyword-nya: Aming jadi siapa di Gundala? 😂). Satu lagi, aku benar-benar nggak menyangka bahwa Kamal Atmaja adalah Ari Tulang, kukira doi adalah KWannya musuh Steven Chow yakni si master kodok di film Kungfu Hustle 😅.

Kuyakin siapa pun nggak perlu berfikir panjang kalau ditawarkan bergabung di BLCU, sekalipun hanya sebagai cameo barang 4-5 detik. S/he’ll take it.

Eh iya, Adi Sulaiman dan Desti Nikita ini kembar nggak sih? Kelakuan freak-nya agak mirip soalnya, bolehlah sedikit disamakan dengan Harley Quinn 😌. Tapi jujur sih, Desti Nikita teriaknya menye-menye nyebelin, belum kena tabok aja udah teriak 😥. Minta ditabok beneran ini mah haha 😂 Tasnya juga nih, bata bukan isinya? Secara tools berantemnya adalah tas, kupikir seharusnya ada fitur khusus atau ada spike-nya atau apalah biar lebih
cociks 👌.

Kalau untuk ukuran zaman sekarang mungkin serum amoral nggaklah keren, terlalu mengawang-awang dan agak ‘meh!’, tapi balik lagi ya Gundala ini adalah adaptasi dari komik dan cerita di komik memang begitu. Banyak fantasinya, sedikit logikanya. Eh tapi, kita begini sebab sudah dewasa ya sehingga segala hal mesti disikapi dengan realistis dan ada pembuktian.

Sebenarnya Pengkor bukan hanya menciptakan kekacauan dan kepanikan atas serum amoral, melainkan juga hoax. Coba deh diingat lagi filmnya, serum amoral nggak berbeda jauh dari racun biasa hanya saja di-branding dengan lebih apik, toh tujuan semua ini adalah untuk memunculkan Gundala bukan? Disini wajah Ghazul mulai terbaca, bukan hanya sebagai partner in crime-nya Pengkor namun juga dalang di baik dalang.

Aduh... udah panjang banget yaini haha 😁
Sebenarnya masih banyak yang ingin kubahas tentang Gundala, namun atas nama bosan (sebab mandek hampir sebulan) dan merasa sudah terwakili oleh cuitan netyzen di timeline-ku. Kupikir sudah cukup disini aja  yay haha...

Untuk saat ini Gundala memang belum menjadi tribute ter-favorite kita semua (sebab masih menunggu yang lainnya) tapi kita semua faham Gundala adalah mockingjay-nya.

Next.
Perempuan Tanah Jahanam maybe? 😏

You May Also Like

0 comments

Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~