Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Well ... Sebagai generasi kekinian kita tidak bisa menampik bahwa gadget memang menawarkan hal-hal menarik dalam genggaman tangan. Entah itu social media, berita ter-update, streaming video atau game online, semua terangkum dalam handy stuff bernama gadget. Sepertinya kini hidup berpusat pada gadget ya ... sebentar-sebentar dicek, sebentar-sebentar dicek, padahal nggak ada apa-apa.

Nerve adalah nama sebuah aplikasi game online sejenis Truth or Dare yang tengah digandrungi anak muda, siapa pun bisa ikut berpartisipasi baik itu sebagai player (pemain) atau sebagai watcher (penonton). 

Player adalah orang yang menerima challenge (bisa dari player lain atau watcher) yang berhadiah sejumlah uang dalam waktu yang sudah ditentukan. Player juga diharuskan untuk merekam (live streaming) challenge yang dilakukannya, jika tidak bisa menyelesaikan challenge yang sudah diterimanya player tersebut bisa mundur dan dianggap gagal, yang mana sangat mempengaruhi rating watcher-nya. 

Sedangkan watcher adalah orang yang menonton player menyelesaikan challenge di Nerve, mereka adalah sumber dana hadiah challenge karena untuk bisa menonton Nerve watcher dikenakan charge. Ya... semacam taruhan live streaming gitu.

Venus ‘Vee Delmonico (Emma Robert) adalah seorang remaja biasa yang menjalani kehidupannya di Staten Island, ia memiliki seorang sahabat bernama Sydney (Emily Meade)yang menggandrungi Nerve. Kepribadian Vee dan Sydney bertolak belakang, Vee adalah artsy girl yang menyukai fotografi sedangkan Sydney adalah it girl yang populer.

Di sekolah Vee menyukai JP namun tidak berani mendekatinya karena perbedaan kasta sosial eeaaa... maklum ya JP adalah Sydney versi cowok. Vee juga memiliki teman dekat bernama Tommy yang menjadi partner-nya dalam project buku tahunan.

Suatu hari Sydney tanpa sengaja menyinggung perasaan Vee yang kemudian berakhir dengan pertengkaran, Vee yang lelah dianggap sebagai the duff* kemudian mempertanyakan persahabatannya dengan Sydney. Kadung kesal Vee lantas sign up di Nerve sebagai player untuk membuktikan bahwa dirinya tidaklah se-basic yang Sydney anggap.

Vee meminta bantuan Tommy untuk menyelesaikan challenge pertamanya yaitu “kiss the stranger”. Setelah challenge pertama selesai, Vee mulai merasakan adrenaline rush ala Nerve. Vee dan Ian (Dave Franco) seorang player (sekaligus objek challenge pertamanya) yang ditemuinya secara kebetulan kemudian menjajal challenge bersama-sama. Kesuksesan Vee dalam menyelesaikan challenge berhasil membuatnya meraih popularitas dalam semalam dan menggeser rating Sydney.

Ketika tahu bahwa Ian membuatnya bertengkar dengan Sydney hanya demi menyelesaikan challenge, Vee yang lugu kemudian melaporkan Nerve kepada polisi. Tentu saja watcher tidak tinggal diam, mereka mengadukannya kepada Nerve sehingga Vee di-banned dan dicap sebagai pengadu. Tak hanya sampai disitu, Nerve juga menguras rekening orang tua Vee.

Ian memberitahu bahwa ia pernah bermain Nerve namun di-banned karena mengadukannya ke polisi lantaran temannya meninggal saat menyelesaikan challenge. Satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan kembali hidupnya adalah dengan menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir.

Your life was a game when you think it was...

Seperti Ian, Vee dipaksa untuk menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir. Challenge tersebut bukan hanya sekedar requirement untuk bisa mendapatkan hidupnya kembali namun juga penentu hidup Vee. Ternyata mudah ya... mempermainkan hidup seseorang #eh

You can controling people’s life easily by gadget only.

Meski sama-sama mengangkat issue “who’s watching who?” jika dibandingkan dengan film The Den, film Nerve ini memang lebih fresh... karena meraih anak muda dan fenomena live streaming yang memang sedang hype. 

Tapi kalau memang ada game seperti Nerve ngeri juga ya... kayaknya netizen bakal semakin gila. Karena film Nerve ini bercerita tentang game online yang mengharuskan player-nya live streaming, maka point of view-nya terkadang diambil dari kamera gadget, seolah-olah kita (penonton) adalah watcher-nya Nerve. Graphic design di credit awal dan akhir film juga bagus kok, so... AirMac hehe

Selain teaser-nya yang menggugah selera... Cast-nya juga menarik minat (calon) penonton, Emma Roberts yang sebelumnya membintangi serial Scream Queens sebagai Chanel Oberlin memang cocok untuk genre seperti ini. Namun Dave Franco yang sebelumnya membintangi film Now You See Me sebagai Jack Wilder juga tak kalah OK, di film Nerve ini karakternya lebih manly. Ahh... tapi ini Cuma perasaan yang subjektif ya ... 

* Okay... The Duff ini adalah istilah pembanding dalam friend cycle sekaligus judul film yang asheek untuk ditonton.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Botanical illustration atau ilustrasi tumbuhan sejatinya adalah gambar yang dibuat untuk menjelaskan rupa suatu tumbuhan, baik itu adalah bentuknya, warnanya atau teksturnya. Jika masih ingat, botanical illustration adalah gambar-gambar yang terdapat pada buku pelajaran IPA saat sekolah. 

Dulu botanical illustration masih terbatas pada gambar dengan outline berwarna hitam saja, namun seiring dengan perkembangan zaman botanical illustration menjadi lebih hidup karena diwarnai menyerupai aslinya, dan kini botanical illustration menjadi trend.
Sebenarnya tidak sulit untuk menjadi botanical illustrator, karena saat ini sudah banyak tutorial yang memperlihatkan bagaimana cara menggambarnya step by step. Untuk starter (pemula) tools yang diperlukan cukup kertas dan pewarna saja, bisa menggunakan watercolor, gouache atau marker.
Namun jika boleh menyarankan lebih baik menggunakan pewarna watercolor agar bisa sekalian belajar mengontrol transparency, karena tidak semua tumbuhan bersifat solid (padat).
Saat ini botanical illustration menjadi salah hal yang menarik untuk dipelajari, apalagi kalau bukan karena prospek pekerjaan yang bisa didapatkan. Wedding invitation, illustration, textile design, scarf design dan membuat workshop barulah sebagian dari output  yang bisa didapatkan oleh botanical illustrator.
Di bawah ini adalah botanical illustrator yang bisa dijadikan referansi saat sedang mempelajari botanical illustration, beberapa diantaranya mengunggah video tutorial di Instagram. Meski kebanyakan botanical illustrator memang tidak mengklaim diri sebagai expert dari suatu aliran tertentu, karya-karya mereka sangat menginspirasi.
Let’s check them out...
@inikeke
Eunike Nugroho (Keke) adalah botanical illustrator yang berasal dari Indonesia, salah satu karya botanical illustration milik Keke sempat ditampilkan di 15th International Exhibition of Botanical Art and \illustration di Pittsburgh AS. Dalam membuat botanical illustration Keke sangat memperhatikan detail  sehingga ilustrasi yang dibuatnya tampak nyata seperti objek aslinya.

@marinapravnikat
Botanical illustration karya Marina memang tidak se-real milik Keke dikarenakan tools yang digunakannya juga berbeda, tone color Marina lebih soft meski secara keseluruhan warna yang dipilih adalah warna-warna bright. Selain itu, botanical illustration karya Marina memiliki komposisi yang menarik karena memadukan beberapa varietas dalam satu ilustrasi.

@teresa.chan.graphics
Jika kebanyakan botanical illustrator menggunakan media watercolor, gouache atau marker sebagai tools-nya, Teresa lebih memilih untuk menggunakan media digital. Selain mudah dikomposisikan dan diedit-edit, penggunaan media digital ini sangat mempermudah jika ingin diaplikasikan pada textile. Meski demikian, Teresa tidak melulu menggunakan media digital, ia juga mahir menggunakan media watercolor.

@livingpattern
Jenny K. adalah salah satu botanical illustrator yang memang mengkhususkan diri untuk membuat ilustrasi tumbuhan hijau seperti dedaunan atau succulent. Meski terlihat simple, botanical illustration karya Jenny K. ini termasuk karya yang detail karena (ilustrasi aslinya) dibuat dalam ukuran yang cukup besar. Pemilihan background berwarna putih membantu menampilkan kesan fresh dan clean pada Instagram feed’s @livingpattern.

@ploypisut.c
Saat ini botanical illustration tidaklah harus benar-benar tumplek plek menyerupai aslinya, ada beberapa penyesuaian yang dilakukan agar hasilnya tanpak indah, salah satunya adalah botanical illustration karya ploypis ini. Kesan yang ditampilkan lebih chic karena menggunakan warna-warna bright yang eye catching, rupa botanical-nya pun terasa lebih luwes karena dikomposisikan dengan apik.

@namwanpastel
Salah satu hal yang menarik dari botanical illustration karya namwan adalah komposisi illustrasi yang dibuat thumbnail, thumbnail illustration sendiri adalah ilustrasi-ilustrasi kecil yang mewakili ilustrasi utama. Karena ilustrasinya dibuat thumbnail maka botanical illustration-nya terkesan seperti katalog. Skill Namwan dalam urusan detail juga patut diapresiasi karena tidak mudah untuk membuat ilustrasi dengan ukuran yang kecil seperti ini


@kato.ivannikova
Diantara botanical illustrator lainnya, karya Kato Ivannova ini termasuk yang mendekati esensi botanical illustration. Ia memberikan penjelasan singkat mengenai ilustrasi yang dibuatnya di bidang yang kosong,  sehingga menampilkan kesan bahwa sketchbook yang digunakannya adalah milik seorang peneliti atau ahli botanical.


@iruta_t
Iruta adalah salah satu botanical illustrator yang mengeksplorasi bunga sebagai objek botanical illustration-nya. Botanical illustration karya iruta memiliki ciri khas dalam hal transparency, sehingga objeknya memiliki kesan tembus pandang. Untuk menciptakan efek transparency iruta menggunakan sapuan tipis watercolor dengan tone color yang soft.

@annamasonart
Karena dibuat sesuai ukuran aslinya botanical illustration karya Anna ini sangat detail. Tone color yang digunakan Anna menyesuaikan dengan objek  botanical illustration-nya yang kebanyakan adalah bunga. Seperti @inikeke Anna menggunakan media watercolor sebagai tools-nya dalam membuat botanical illustration.


@botanical watercolor
Sesuai dengan Idnya, botanical illustration yang dibuat menggunakan media watercolor. Ilustrasinya sangat detail dan rinci, sehingga membuatnya tampak nyata. Botanical watercolor adalah salah satu botanical illustration yang produktif dalam berkarya.
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
www.pexels.com

1. Pick your interest

We always had a friend whom had a business on Instagram, when they are starting business we are always their first priority to following because the chance of following back is higher than if they are following the stranger. If the product they are sell isn't match with your interest, what are you gonna do? Follow or unfollow?

Well ... It depends on situation, appreciating your friends business is a must, but if you don't want to be spammed by the posts you don't like, you can unfollow. But in one condition ... don't forget to see their (friends business) account occasionally and double tap their post or give some comment to show your appreciation.

2. Unfollow deactive account

Have you remember about (every) account you followed in the early time had Instagram account? How much your followings? Which one is higher, followers or followings?

If you have a free time please check your followings, you may find many deactive accounts about things you think very interesting a years ago. You should double check to their acount (if you still remember) and if the account is lefted and didn't update anymore, let's unfollow! What do you expect from a deactive account?

3. Use collection fitur

Mostly women love to online shopping on Instagram, they are liked to search the latest trend and screencapturing the things they want to buy, they are also following the account to keep an eye on it. But when Instagram algoritma's changed, what they did before isn't working anymore.

Instagram timeline nowadays is showing the account that we see and double tap often as the first rather than showing the post based on timeline. So the account that we rarely see or update is on low percentage to see.

Collection fitur is very helpful to keep a post that we want to see everytime we want to see, and yes ... we shouldn't have to follow the account.

Wish you have a time for do it, happy cleaning!
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments

“Buku adalah jendela dunia”

Kalau kita seumuran pasti tahu benar frasa tersebut adalah campaign Kemendikbud yang iklannya ditayangkan hampir semua saluran TV yang (masih) santun dan edukatif. Tak cukup sampai disitu, “Buku adalah jendela dunia” muncul dalam bentuk poster yang ditempel di dinding kelas. Dan ajakan pemerintah untuk mencerdaskan generasi penerus bangsa itu tampaknya berhasil padaku 😇.

Buku pertama yang kubaca adalah buku anak-anak bergambar terbitan Media Elex Komputindo yang berjudul Putri Shirayuki, setiap pulang sekolah aku menyempatkan membaca sebanyak satu halaman, meski hanya terdiri dari 3 paragraf tapi bagiku itu adalah prestasi. At least, untuk ukuran anak kecil yang baru belajar membaca ± sebulan, membaca buku adalah kegiatan terkeren setelah naik si Ulil 🐛 di Kings Bandung.

Kemudian aku mulai keranjingan membaca buku, hampir setiap bulan orang tuaku membelikan buku baru, mereka men-support hobby-ku ini karena dinilai sebagai hal yang positif. Saat itu aku adalah satu-satunya (di keluarga besar) yang suka membaca buku.

Setiap kali sakit orang tuaku tidak perlu repot mengkhawatirkan keadaanku, cukup dengan “Nanti kalau udah sembuh ke Gramedia ya...” aku bisa sembuh. Yess... those fantastic magic spell is worked on me so well. Karena sering sakit aku jadi memiliki banyak waktu untuk membaca buku di rumah, buku yang dibeli saat sembuh adalah tabunganku saat sakit.

Seperti anak-anak lainnya, aku tumbuh dengan Majalah Bobo, Tabloid Fantasi, Goosebumps, Harry Potter, Sailormoon, Detective Conan dan kisah-kisah Hans Christian Andersen. Mereka semua adalah teman-temanku saat aku malas bersosialisasi dengan teman sebaya. Karena bermain bola bekel di teras atau bermain lompat tali di jalan lebih sering berujung pertikaian ketimbang senang-senang.



Saat SD, aku mengisi bulan Ramadan yang liburnya full dengan membuka Perpustakaan Mini di depan rumah. Buku, majalah dan novel tersebut aku sewakan kepada teman-teman dan tetangga sekitar kompleks. Dari situ aku berhasil mendapatkan ± Rp. 20.000 yang kugunakan untuk membeli buku baru setelah lebaran.

Menurutku prospek Perpustakaan Mini di bulan Ramadan cukup menjanjikan ✨👌🏻, tidak semua anak-anak mampu membeli buku karena harganya yang mahal, saat itu belum ada gadget, benda tercanggih paling keren adalah Tamagotchi Bandai. Sejak memutuskan untuk hijrah ke boarding school, proyek Perpustakaan Mini tersebut terhenti 😢.

Terpengaruhi manga Jepang yang kiyut 😆... Aku jadi memiliki keinginan untuk membuka cafe library suatu hari nanti. Aamiin 🤲🏻.

Kebiasaan membaca buku berlanjut sampai di asrama, setiap kali ada waktu luang aku membaca buku-buku yang sengaja dibawa dari rumah, it’s keep me alive. Aku membeli buku setiap kali liburan ke rumah sebagai hiburan agar aku tidak bosan di asrama, kadang aku juga membeli buku yang dijual di bazaar PKW di depan asrama meski semua pilihannya adalah terbitan Mizan.

Di asrama aku dan teman-temanku saling bertukar buku, kadang sampai mengantri (giliran membaca) kalau ada buku baru. Meski tinggal di boarding school, untuk urusan buku kita termasuk update, buku-buku semacam Harry Potter, Dealova, Test Pack, Life of Pi, Totto Chan dan AKU-nya Chairil Anwar adalah buku bacaan standar.

Membaca menjadi sebuah kebutuhan selain menulis diary dan mendengarkan radio 😆.




Sampai suatu hari ada razia buku... Err... KZL kan ya... 😅Buku-buku yang terkena razia di asrama akan diambil alih dan ditempatkan di perpustakaan sekolah. Tapi... sebagai korban razia yang tidak merasa bersalah kita tidak tinggal diam. Buku -buku tersebut kita ambil lagi 😉Bukanlah suatu kejahatan untuk mengambil apa yang menjadi milik kita sendiri bukan😁.

Karena tahu suka membaca, orang-orang menghadiahkan buku ketika berulang tahun, macam-macam sih bukunya tapi sebagian besar merupakan buku yang sedang nge-hits. Mungkin mereka juga bingung ya mau menghadiahkan buku apa, khawatirnya aku sudah punya atau sudah baca.

I’m very appreciate of those gifts. Meski sebenarnya kadang ingin hadiah yang lain.

Ketika kuliah aku malah jarang membeli buku, apalagi buku kuliah. Dosen-dosen di kampus tidak mewajibkan untuk membeli buku yang mendukung mata kuliah mereka, hanya memberi petuah agar membeli buku yang mendukung minat dan bakat kita. Jadi, kalau kita tertarik dengan sketch belilah buku tentang sketch, kalau kita tertarik dengan furniture belilah buku tentang furniture, kalau kita tertarik dengan wood craving maka belilah buku tentang wood craving.

As simple as that. As happy as I am... 😍

Sejak kuliah aku tidak begitu tertarik dengan genre fantasy seperti saat sekolah dulu, mungkin karena faktor usia juga kali ya *eh 🤭Melupakan Septimus Heap dan buku lanjutannya yang nggak rame, aku malah membeli buku Babad Tanah Jawi.

Carut marut yang terjadi di Indonesia ternyata adalah warisan dari nenek moyang kita dahulu dan politik kotor serta segala keculasan untuk menguasai negara adalah tradisi yang dijaga secara turun temurun. Ngeri aku... 😱.


Aku lebih suka buku-buku populer yang telah mendapatkan penghargaan, genre-nya sendiri bebas, satu-satunya alasan kenapa aku membaca (dan membelinya) adalah karena ingin tahu sehebat apa buku ini sampai bisa memenangkan penghargaan?

Well... Kebanyakan buku-buku tersebut memang memiliki point of interest dan disampaikan dengan sangat baik, namun ada beberapa yang sama sekali tidak bisa ku mengerti, seperti My Name is Red karya Orphan Pamuk, hampir setengah bukuny ku lalui dengan berfikir... mencerna kata-katanya yang agak ‘njlimet. Ecapwedweh... Tapi mungkin sebenarnya sense of literature-ku yang belum sampai kesana 🥲.

Namun tak bisa dipungkiri, gaya (bahasa) terjemahan pun turut mempengaruhi mindset pembaca. Buku yang biasa-biasa saja jika diterjemahkan dengan baik akan menjadi karya yang bagus, sedangkan buku yang bagus jika diterjemahkan dengan kurang baik akan menjadi karya yang biasa-biasa saja.

Seperti buku Artemis Fowl, sebenarnya alur ceritanya menarik dan cocok untuk remaja seusiaku pada saat itu, satu-satunya hal yang mengganggu adalah gaya terjemahannya yang.... gimana ya... nggak nyantol di hati. Sehingga aku pun urung untuk membeli buku lanjutannya.

Bersyukurlah wahai para Potterhead sekalian, buku Harry Potter telah jatuh ke tangan penerjemah yang tepat...


Then, lemari buku kayu tempat menyimpan bukuku di rumah dimakan rayap. Syudah bisa ditebak bagaimana akhirnya. Ku patah hati berkepanjangan... 💔 dan galau berat karena hampir setengah buku-bukuku dimakan rayap, sebagian mesti dibuang karena sudah tidak berbentuk lagi, sebagian bisa selamat meski dengan kondisi yang pas-pasan.

Karena belum punya rak buku lagi, aku menimbunnya di kontainer-kontainer plastik tempat menyimpan tas, sisanya ditumpuk di meja belajar bercampur printilan-printilan kepunyaanku.

Alih-alih membelikan rak buku ayah memberiku etalase, meski bukan ‘rumah’ yang kuinginkan untuk buku-bukuku etalase tersebut cocok untuk menghindari ancaman rayap yang mengintai seisi rumah.

Sering ada yang menanyakan “Apa yang kudapat dari membaca buku?”

Well... karena membaca buku aku pernah bercita-cita jadi illustrator buku, pernah bercita-cita jadi detektif, pernah bercita-cita jadi penulis, pernah bercita-cita jadi backpacker, pernah bercita-cita jadi the it girl, pernah bercita-cita jadi adventurer, pernah bercita-cita jadi designer, pernah bercita-cita jadi princess dan pernah bercita-cita jadi Milea 😂. Yang terakhir ini apeu parah 🤣.

Frasa “buku adalah jendela dunia” ini ternyata memang benar adanya.




“Mbak kan suka baca, kenapa nggak jadi penulis?”
“Err ... ini lagi kok ...”


*blogger juga penulis meureun... 😆.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ▼  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ▼  Aug (4)
      • Buku-buku
      • 3 Ways To Maintain Your Instagram Account
      • Botanical Watercolor
      • Nerve
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ►  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ►  Apr (1)

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates