www.google.com |
Bertahun-tahun yang lalu saya sering merasa envy setiap kali membaca blog atau social media post teman dan temannya teman yang
menggunakan Bahasa Inggris.
Kenapa? Karena keren (^.^).
It’s true.
Lantas, terbersitlah keinginan yang menggebu-gebu
untuk bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris, I just wanna be like them
hehe. Bukan karena ingin dianggap keren juga ya ... tapi karena saya ingin
orang lain (foreigner) selain pribumi
mengerti apa yang saya maksud, secara Bahasa Inggris adalah bahasa persatuan
seluruh umat di dunia selain bahasa kalbu (T.T) GTL.
FYI, secara historis Inggris sudah pernah menjajah
hampir separuh dunia, maka wajar saja jika bahasanya berceceran di bekas
koloni-koloni jajahannya.
Setelah bekerja di offshore
factory yang mengharuskan karyawannya
bisa berkomunikasi menggunakan Bahasa Inggris, saya menyadari bahwa yang paling
dibutuhkan dalam komunikasi adalah daya tangkap dan sense yang baik. Grammar yang
perfect dan pronounciation yang clear
memang dibutuhkan, tapi itu tidak menjadi jaminan jika lawan bicara tidak bisa
mengerti apa yang dimaksud.
Tahu kenapa?
Karena tidak semua orang memiliki grammar dan pronounciation
sebaik test TOEFL.
Dalam percakapan, yang terpenting adalah mendapatkan keyword dari apa yang dibicarakan,
sedangkan dalam penulisan yang dibutuhkan adalah basa-basi yang melambai-lambai
ala Syahrini. Dalam hal berkirim e-mail pun bahasa yang digunakan lebih casual dan simple, yang penting bisa dimengerti oleh kedua belah pihak.
Bersyukurlah jika lawan bicara adalah orang asing
selain orang Inggris, karena bukan bahasa ibu (bahasa asli) maka bisa
dipastikan bahwa mereka pun memiliki keterbatasan yang sama dengan kita, dialek.
Lain negara lain juga dialeknya, ada yang seperti dikulum, ada yang kenyes-kenyes,ada yang berbuntut
(memakai imbuhan khas negaranya) ada juga yang memang tidak jelas sama sekali.
Terkadang, tanpa disadari kita akan menggunakan gesture tubuh seperti tangan dan mata
untuk mengutarakan apa yang dimaksud. Hal tersebut dangat membantu lawan bicara
memahami apa yang dimaksud. `
Banyak yang berpendapat bahwa Bahasa Inggris adalah
bahasa yang sulit, kebanyakan karena sewaktu sekolah dulu tidak berminat, tidak
mau terjajah (zaman mana men?) atau
merasa tidak percaya diri. Mungkin Bahasa Inggris terasa sulit karena mereka belum
bisa menemukan cara yang tepat untuk memahaminya.
Saya pun butuh waktu untuk bisa memahami dan menggunakan Bahasa Inggris dalam
keseharian, dari mulai ikutan les Bahasa Inggris saat SD, uji nyali ikutan
kompetisi telling story, sok-sokan mengisi friendster profile menggunakan Bahasa Inggris, rempong membuka kamus setiap kali ingin
mengirim sms sampai akhirnya mampu menulis post
di blog menggunakan Bahasa Inggris.
No pain no gain.
Nah, berikut ini adalah beberapa hal yang mempengaruhi
kemampuan Bahasa Inggris based on my
experience J.
1. Lagu
Lagu adalah sarana
yang tepat untuk mengekspresikan mood
(perasaan) dan melatih pronounciation.
Karena lagu, saya menghabiskan waktu senggang dengan menulis ulang lirik lagu
dan menterjemahkannya ke Bahasa Indonesia
2. Film
Gara-gara DVD
bajakan yang saya beli tidak memiliki pilihan subtittle Bahasa Indonesia, saya terpaksa harus menonton sambil
memegang kamus (FYI, saat itu saya belum menginstall aplikasi Kamus 2.03 di laptop). Dengan harap-harap cemas
saya mencoba untuk mencerna subtittlenya,
jika ada vocabulary yang tidak
dimengerti saya akan langsung mengklik pause
icon lalu mencari-cari artinya di dalam kamus (FYI, saat itu translator gadget saya hilang).
Meski awalnya ribet, karena harus siap membolak balik
halaman kamus tapi lama-kelamaan saya pun terbiasa dan akhirnya bisa mengerti
tanpa harus mencari artinya di kamus. Selain dengan bantuan kamus diperlukan sense untuk menebak-nebak, karena
ujung-ujungnya semua kalimat dalam bahasa inggris akan diterjemahkan secara
bebas menurut penalaran diri kita sendiri, so
... lets be sensitive.
3. Bacaan
Bacaan yang
dimaksud bukan hanya terbatas pada buku, koran atau majalah saja, melainkan
termasuk dengan artikel dan berita di internet, semua yang bisa dibaca adalah
bacaaan. Apalagi sekarang banyak authors
yang menyisipkan berbagai quotes dan thought menggunakan Bahasa Inggris dalam
bukunya.
4. Social media
The easiet way to
waving check hehe Selain status
updates, rajin-rajinlah stalking akun
orang lain. Maksudnya, saya mempelajari Bahasa Inggris yang digunakan orang
lain dalam status updates, bagaimana grammarnya, vocabulary, spellingnya.
Benarkah? Sempurnakah? Bisa dimengertikah? Jika bisa memenuhi requirement tersebut, biasanya saya akan
mengcapturenya, just in case hehe ...
Dari status updates, saya mulai bisa
membedakan yang menggunakan Bahasa Inggris ala google translete dan yang memang sudah terbiasa menggunakan Bahasa Inggris.
But, be carefull dear ...
social media (users) is so cruel (T.T).
Suatu kali saya
pernah melihat teman saya mengupdate status Facebooknya menggunakan Bahasa
Inggris yang ala kadarnya, katakanlah masih dalam tahap pemula. Tapi ya ...
namanya juga social media ala
Indonesia, ada salah seorang temannya yang (tega) comment di statusnya itu,
intinya ia mengkoreksi grammar dan vocabulary yang teman saya gunakan
sesuai dengan TOEFL. Hell-OOO ...
5. Lingkungan
Untuk membuat
lingkungan yang mendukung saya membiasakan diri melalui gadget (HP dan Laptop) serta social
media yang dimiliki dengan merubah setting bahasanya menggunakan Bahasa
Inggris. Meski terlihat remeh, hal tersebut adalah motivation factor sangat
mempengaruhi karena digunakan hampir setiap hari.
6. Menulis
Awalnya saya
menulis diary dengan grammar dan vocabulary yang seadanya, kalau
sekiranya mentok dan capek bolak balik kamus ujung-ujungnya dicampur dengan
Bahasa Indonesia (dan Bahasa Sunda). Kemudian lama-lama menulis surat (yang
bukan surat cinta) kepada si lorem ipsum
yang fiktif, Entah itu hanya status
Facebook atau hanya sekedar curhat di diary
#eh.
Sebenarnya ada banyak cara untuk bisa menggunakan
Bahasa Inggris dalam kehidupan sehari-hari, tapi yang terpenting adalah niat
dan kepercayaan diri. So ... Let’s do it!