Marki-lai (memulai 😁) bulan Mei ini dengan me-review film Totto-chan dari POV netizen yang pernah membaca bukunya.
Hello~ manteman ngecengku 😂
Aku membaca buku Totto-chan: The Little Girl at the Window sekitar tahun 2005, di awal masuk SMA. Kalau nggak salah harga bukunya sekitar 35 ribu, masih terjangkau laya pada saat itu mah 👌. Untukku cover-nya sungguh sangat minimalis dan manis, hanya menampilkan gambar seorang anak kecil pake jaket yang sedang duduk. Aku lupa bukunya hasil memilih sendiri atau dibelikan ayah, karena ayah sering membelikan buku berdasarkan review yang dibacanya di koran 😊.
Totto-chan: Gadis Cilik di Tepi Jendela adalah memoir Tetsuko Kuroyanagi (Totto-chan) mengenai sekolahnya Tomoe Gakuen. Sebagai anak kecil tentcunya Totto-chan memiliki rasa ingin tahu dan energi eksplorasi yang tinggi, sayangnya nggak semua sekolah memiliki daya untuk memenuhi kebutuhan Totto-chan. Hal ini yang bikin emaknya puyeng karena mesti bolak balik mencari sekolah baru.
Kemudian emaknya Totto-chan memasukkannya ke Tomoe Gakuen, sekolah non-formal dengan kurikulum mandiri. Di Tomoe Gakuen, Totto-chan menemukan hal-hal yang sangat menarik dan bikinnya betah, yang mana bikin emaknya lega karena nggak mesti mencari sekolah baru. Jangankan Totto-chan, aku aja terkesima saat tahu kelasnya merupakan gerbong kereta api dan boleh pake baju bebas 😍. Totto-chan bikinku berandai-andai sekaligus mikir: kenapa sekolahku nggak semenyenangkan sekolahnya doi? 😃.
Totto-chan, si gadis cilik di tepi jendela |
orang tuanya Totto-chan |
Mr. Kobayashi |
Tomoe Gakuen |
untung Mr. Kobayashi sabar ya |
FYI. Hampir semua teman sekelasku udah membaca buku Totto-chan 😍… hal yang sangat menghangatkan karena menurutku Totto-chan adalah buku yang bagus. Yha~ one of the perks of living at dorm adalah bisa baca banyak buku bagus. Serius yaini, kalau kita punya buku baru manteman otomatis bikin antrian pinjem buku meski yang punya belum selesai baca 😂. Biar nggak lupa list antriannya ditulis dan ditempel di belakang pintu *miss you guys~ 😘.
Totto-chan bikin kita makin kreatif dengan menjadikannya istilah yang merujuk pada aktivitas ngecen 😂. Di ma’had interaksi antara santriwan dan santriwati (assalamualaikum… 🙏) dibatasi, that’s why kita cuma bisa ngecengin doi dari jendela kelas. Yha~ kita adalah gadis cilik di tepi jendela “itu" 😂. Mau kemana? Mau jadi Totto-chan dulu~ ya, atau buseddd… Totto-chan udah stand by, atau capek euy Notto Chan ternyata si oo’lio nggak lewat sini 😂😂😂.
teman-teman Totto-chan |
Aku nggak tahu buku Totto-chan-ku kini ada di mana atau di siapa, aku baru ngeh bukunya nggak ada saat selesai pindahan ke asrama Al-Imron. Dear mantemanku yang budi-man dan budi-woman barang siapa yang menemukan atau mengamankan buku Totto-chan punyaku, please let me know… aku mau baca ulang.
***
Saat informasi film Totto-chan: The Girl at the Window akan dirilis seliweran di timeline aku merasa FOMO, macem: Hah? Kapan bikinnya? Kenapa nggak ada kabarnya? Kok aku nggak tahu? 😱. Sejujurnya aku nggak memiliki ekspektasi apa pun pada film Totto-chan, sebab sadar bahwa durasi pasti kan membatasi isi bukunya. Kurasa keputusan mengadaptasi Totto-chan menjadai anime adalah pilihan yang tepat sebab live action biasanya kurang memuaskan 😁.
Tadinya aku berniat nonton sans, namun saat berbalas dm Hadin bilang film Totto-chan hanya akan mampir ‘sebentar’. Hmmm… angger nya… 😕. Tadinya aku ingin nonton sebelum long weekend, tapi karena terburu-buru aku malah booking tiket sehari sebelum long weekend. Mon maap, ini booking tiket bukan booking mobil travel, kagak bisa di-reschedule😅. Untungnya aku bilang ke manteman mau nonton sebelum long weekend, karena akhirnya merekalah yang menyadarkanku bahwa besok masih mesti ngantor 😂.
hal yang menggangguku hanyalah ukuran kepala karakternya kurang proporsional |
mungkin karena ingin mengejar detail, jadinya rada gede hulu kek Upin Ipin |
Audience Totto-chan didominasi oleh mb-mb yang kuyakin udah pernah baca bukunya karena kebanyakan pada nonton sendiri *termasuk aku 😅. Yang nonton berdua dan bertiga juga ada, namun yang bikinku happy adalah keluarga-keluarga kecil yang membawa anak-anaknya. That’s right peeps! Aku udah lama nggak nonton anime makanya agak bingung saat ingin mengidentifikasi style anime-nya Totto-chan. Kalau di Ghibli mah style anime-nya agak mirip dengan Only Yesterday dan The Tale of Princess Kaguya yang sapuan kuasnya smooth.
Saat membaca bukunya aku nggak ngeh setting era-nya adalah era perang Jepang X Amerika sampai Tomoe Gakuen dibom, sedang di filmnya atmosfir perang udah terasa sejak awal. Totto-chan lahir di keluarga yang menyukai musik bahkan (kemudian) mengambil studi di bidang musik. Pun dengan Mr. Kobayashi, sebelum menjadi kepala sekolah Tomoe Gakuen doi mengambil studi di bidang musik, maknya euritmik masuk ke dalam kurikulum.
yang kecil itu, anak bawang 🧅 |
Salah satu hal yang bikinku ingin bersekolah di Tomoe Gakuen adalah; siswanya mengawali hari dengan melakukan hal diminati. Kurasa ini adalah hal yang baik ya karena bisa membantu membangun mood yang berpengaruh selama sehari penuh. Pun dengan makan siang dari laut dan darat, yang bikin siswanya mempelajari proses pengolahan dari dasar. Kalau kelasnya selesai lebih cepat mereka akan berjalan-jalan di sekitar sekolah dan menyapa para petani.
sans duls |
Saat musim panas Mr. Kobayashi mengisi kolam dan membiarkan murid-muridnya berenang telanjang dengan tujuan untuk mempelajari anatomi. Kaget sih, tapi kupikir anak-anak mah masih suci tanpa dosa jadi ya sans aja 😁, ternyata mata pelajaran ini menuai pro dan kontra karena tubuh adalah aurat 😅. Di filmnya, aurat anak-anak nggak terlalu diperlihatkan secara eksplisit paling titik-titik atau dibikin kabur macem boneka. Oh ya, aku suka visualisasi imajinasi Totto-chan yang dibuat gebyar-gebyar nan berwarna, absurd sekaligus lucu.
bukan nudist pool |
Di Tomoe Gakuen, Totto-chan memiliki teman dekat bernama Yasuaki-chan yang mobilitasnya terbatas karena terkena polio. Mereka selalu bermain bersama bahkan berbagi pohon, Yasuaki-chan suka membaca buku makanya ia senang saat gerbong baru di sekolah dijadikan perpustakaan. Sayangnya, kebersaamaan mereka nggak bertahan lama karena Yasuaki-chan meningggal, sedih banget yaini, apalagi sebelumnya Totto-chan dan Yasuaki-chan sempat menghabiskan waktu bersama.
Menurutku scene tersedih bukanlah scene saat Yazuaki meninggal dan Totto-chan berlari-lari tanpa arah dan tujuan karena emosinya belum bisa stabil, melainkan scene saat keluarga Totto-chan mesti pindah ke desa meninggalkan rumah mereka yang rata dengan tanah. Di scene ini perlahan suara naratornya berubah dari suara anak-anak menjadi suara orang tua, suara Tetsuko Kobayashi. Bohong banget kalau pada bilang nggak nangis 😁.
Meski harga tiketnya lebih malah dari byasanya, kurasa Totto-chan: The Little Girl at the Window ini sangat worth to watch terutama bagi kalyan yang pernah membaca bukunya. Well... karena masa tayang di bioskop udah berakhir, nantikan Totto-chan: The Little Girl at the Window di streaming platform kesayangan kalyan ya 😉.
All pictures were taken by the @watchmen.id thread