Image analysis (bacanya: aii-mejh einelay-seizh) atau yang dalam terjemahan Bahasa
Indonesianya adalah analisa gambar merupakan materi pembuka di Basic Fashion Course.
Image analysis adalah core point dalam membuat konsep desain (design concept), yang nantinya akan menentukan dan mempengaruhi design secara keseluruhan. Image analysis bisa didapatkan dari market research atau pure berdasarkan inspirasi designer yang bersangkutan.
Sebelumnya, aku pernah mempelajari tentang image analysis saat kuliah. Meski tak jauh berbeda, image analysis yang digunakan saat kuliah (tentu) berbeda dengan image analysis yang digunakan di ranah fashion. Lain cabang ilmu, lain pula metodenya.
Pada Desain Produk, secara umum ada 4 image board yang (sering) digunakan ketika mendesain suatu produk, namun karena belum jelas apa produk yang akan dibuat maka perlu dibuat image chart yang bertujuan untuk menentukan aktivitas mana yang akan difasilitasi.
Diatas ini adalah contoh image board untuk produk organizer dengan studi kasus Komunitas Backpacker Bandung. Berdasarkan image chart, user melakukan aktivitas mencatat atau menulis pada saat menyusun itenary (private-active), mencatat bahan kuliah (active-group) dan menulis draft blog (group-passive). Produk yang dipilih adalah organizer karena memiliki intensitas penggunaan yang lebih banyak dibandingkan produk lainnya.
Life style board adalah gambar-gambar yang menunjukkan aktivitas user yang berhubungan dengan Komunitas Backpacker Bandung secara langsung (direct) adalah gathering, yang biasanya dilaksanakan di café atau tempat nongkrong oleh peserta gathering yang didominasi oleh mahasiswa/i.
Mood board adalah gambar-gambar yang menunjukkan mood, spirit atau ambience dari aktivitas yang menjadi centre point Komunitas Backpacker Bandung yaitu travelling with low budget a.k.a backpacking. Gambar yang dipilih menunjukkan hal-hal yang menjadi soul bagi backpacker.
Styling board adalah gambar-gambar yang menunjukkan produk-produk yang digunakan user dalam keseharian maupun ketika backpacking. Gambar yang dipilih merupakan gambaran user secara pesonal yang dipilih secara acak (random) di Komunitas Backpacker Bandung.
Usage board adalah gambar-gambar yang menunjukkan produk-produk kompetitor (pembanding) dari organizer yang tersedia di pasaran. Gambar yang dipilih sudah disesuaikan dengan kepribadian user berdasarkan styling board.
***
Jika elemen visual design adalah dot (titik), line (garis), shape (bentuk), color (warna), texture (tekstur) dan space (ruang), maka elemen visual fashion adalah color, texture, silhoutte (kesan garis / bayangan) dan finishing (penyelesaian). Elemen visual fashion lebih compact dibandingkan elemen visual dalam design karena sudah ‘dipadatkan’.
Silhoutte pada elemen visual fashion mencangkup dot, line, shape dan space, sedangkan finishing lebih mengarah pada hal-hal yang bersifat teknis seperti teknik pengerjaan dan proses pengerjaan.
Jika image analysis pada
Desain Produk ditujukan untuk mengetahui produk apa yang harus dibuat, maka image analysis pada fashion
adalah kelanjutannya karena produknya sendiri sudah jelas. Fashion. Mencangkup semua produk yang dikenakan dan beserta
turunannya yang bersifat visual.
Untuk membuat image analysis diperlukan gambar-gambar yang mendukung serta mengarah pada design concept. So, kita diminta untuk mencari majalah fashion bekas seperti Vogue, Bazaart, Elle atau Natgeo atau majalah apapun yang memiliki gambar-gambar artistik dengan hi-resolution. Ingat ya harus yang bekas! Karena kalau yang baru mah mahal 😂
Kalau nggak punya majalah fashion yang bekas, bisa mencari di bursa buku bekas Jl. Dewi Sartika di daerah Kalapa yang jadi tempat ngetem angkot jurusan Kalapa-Ledeng atau Kalapa-Cicaheum. Disana hanya ada sedikit pilihan majalah fashion bekas import dengan stock paling banyak 2 eksemplar per edisi.
Kenapa harus majalah fashion import? Bukan majalah fashion lokal? Karena majalah fashion import lebih banyak memuat full page advertisement ketimbang majalah fashion lokal. Ya kan? Coba deh dilihat lagi ... Kalau majalah fashion lokal biasanya balance antara gambar dan font, sehingga mengganggu gambar, jadinya agak kurang bisa ‘dinikmati’ 😏.
Setelah mendapatkan penjelasan mengenai image analysis dan diberikan pengarahan tentang bagaimana caranya membuat mood board, kita lantas diminta untuk membuat 5 mood board dari majalah yang kita beli sebelumnya. Nah. Mulai puyeng kan ...
Sreettt ... Sreettt ... Sreettt ... Suara kertas dirobek 😒
Kapan lagi coba merobek majalah kalau bukan demi tugas? Kalau bukan karena tugas aku juga tak mau, yang ada malah disampulin 😊
Sebenarnya nggak perlu merobek secara membabi buta, cukup seperlunya saja. Nah. Itu dia masalahnya ... gambar apa yang diperlukan? Kalau Cuma merobek gambar yang dinilai bagus dan terlihat artistik, ya itu mah semajalaheun atuh ...
Untuk mempermudah, coba deh lihat-lihat dulu isi majalahnya, nggak usah sambil dibaca juga nggak apa-apa yang dilihat gambarnya saja. Setelah ditelaah coba cari satu gambar yang akan menjadi highlight, pertimbangkan juga aspek-aspek pendukungnya seperti tekstur atau tone warnanya.
Lalu pandangi ... dan temukan unsur elemen visual apa saja yang ada pada gambar tersebut. Setelah itu lalu cari lagi gambar lain yang menurut istilah Ripong mah masih ‘satu nafas’ dengan gambar yang menjadi highlight. Nah ... ini nih yang menjadi momok bagi kita semua. Sulit untuk menemukan gambar yang masih ‘satu nafas’ di majalah, apalagi kalau gambar di majalahnya cuma sedikit.
Aku dan Farah sampai harus balik lagi ke Jl. Dewi Sartika demi mencari majalah lainnya. Di tengah hari yang terik benderang itu, kita memilih-milih (lagi) majalah based on their page, dibuka satu-satu per-halaman, dicocok-cocokin dengan gambar yang sudah ada sambil mikir ‘ini nyambung nggak ya?’.
Ketika sampai di rumah. Eh, mood board malah berubah total! 😠😠😠
Kalau membuat mood board hanya mengandalkan majalah ya seperti itu, dipilih yang bahannya paling banyak bukan yang paling bagus. Lain lagi kalau membuat (digital) mood board menggunakan Pinterest, pasti ketemu deh yang ‘satu nafas’.
Kenapa kita tidak
menggunakan Pinterest? Yang pastinya lebih mudah, murah dan cepat. Mmhhh ... Simple, karena gambarnya bisa
dimanipulasi, untuk mendapatkan tone
warna yang sesuai antara satu gambar dengan gambar lainnya kan bisa diedit dulu di Corel atau Photoshop #eh sorry sorry kebiasaan kuliah 😉 Selain itu keywordnya
cukup sulit karena tidak semua gambar memiliki penamaan yang spesifik.
Next 👉mood board
Next 👉mood board
Semuanya berawal ketika
Amanda Willer (Viola Davis) yang berencana untuk membentuk satuan pasukan
khusus dibawah ARGUS (atau SHIELD kalau di The Avengers mah), yang bertujuan untuk memanfaatkan
kekuatan para penjahat super untuk
memberantas kejahatan. Meski sempat diragukan
dan ditentang oleh pemerintah, namun akhirnya rencana Amanda disetujui dan
disambut dengan baik, terlebih lagi oleh para penjahat super yang memang menginginkan kebebasan.
Ditengah persiapan Amanda
untuk merekrut anggota pasukan penjahat super,
tanpa disadari, Enchantress, spirit
penyihir yang sudah menguasai Dr. June Moore
(Cara Delavinge) menggunakan kekuatannya untuk membebaskan Incubus (Alain Chanoine). Mereka yang
terbangun berabad-abad setelah ‘masanya’ kemudian membuat senjata karena kesal
dicuekin manusia yang tidak lagi memujanya 😂.
Amanda lantas menurunkan
para penjahat super untuk membereskan
Enchantress, dalam menjalankan misinya
mereka (akan) dibantu oleh beberapa unit
pasukan yang dipimpin oleh Kapten Rick Flag (Joel Kinnaman) yang juga merupakan
pacar Dr. Moore dan Tatsu Yamashiro a.k.a Katana (Karen Fukuhara) dan seorang
wanita Jepang bertopeng yang mahir menggunakan katana (pedang).
Pasukan yang menamai
dirinya Suicide Squad ini terdiri dari:
Floyd Lawton a.k.a
Deadshoot (Will Smith) seorang pembunuh bayaran dengan skill yang mematikan, Dr.
Harleen Quinzel a.k.a Harley Quinn
(Margot Robbie) seorang psikiater yang jatuh cinta pada Joker (Jared Letto),
Digger Harkness a.k.a Captain Boomerang (Jal Courtney) seorang perampok Bank kelas kakap, Chato Santana a.k.a Diablo (Jay Hernandez) seorang fire bender dengan wajah yang terrajah,
Wylen Jones a.k.a Killer Croc (Adewale Akinnuoye-Agbaje) seorang mutant yang berpenampilan seperti monster buaya.
Tentu saja misi ini tidak
berjalan mulus dikarenakan konflik yang terjadi di dalam tim, apalagi kalau
bukan godaan untuk kabur ketimbang menjalankan misi. Captain Boomerang yang
berusaha kabur pun menjadi ciut ketika mengetahui bahwa Flag memiliki kontrol
untuk meledakkan bom yang ditanamkan di tubuh mereka. Enchantress yang
jantungnya dihancurkan oleh Amanda kemudian meminta sebagian kekuatan Incubus agar
tetap hidup. Keadaan menjadi runyam ketika Amanda diculik oleh Enchantress dan
Harley Quinn melarikan diri bersama Joker 🤔.
Mereka kemudian
melanjutan misi dengan sisa pasukan yang ada, menemukan Enchantress dan
berusaha melawannya. Hal yang sulit mengingat Enchantress dan Incubus merupakan
dewa dari dimensi lain dan satu-satunya yang memiliki kekuatan yang setara dengan
Incubus adalah Diablo.Sayang, Diablo tak
berumur cukup panjang untuk menceritakan bagaimana ia bisa mendapatkan
kekuatannya. Namun, pengorbanannya tidak sia-sia karena Enchantress dan Incubus
bisa dihancurkan.
Kesimpulan dari film
Suicide Squad ini adalah from zero to
be hero, bahwa seorang penjahat pun bisa menjadi pahlawan jika
memiliki kesempatan dan berada di bawah tekanan. For some point, Suicide Squad ini memiliki kelemahan yang menjadikannya STD seperti film superhero pada umumnya. Seperti
penggenalan tokoh yang terlalu singkat dan pembagian porsi karakter yang kurang
balance,sehingga terkesan mereka ini
hanyalah sidekick, bukan partner seperti yang seharusnya.
Ceritanya pun tergolong
biasa, mungkin karena sudah banyak film superhero
lainnya yang memiliki alur cerita yang mirip jadinya ya biasa-biasa saja. Ya,
invasi makhluk luar angkasa atau portal
menuju dunia lain tidaklah semenarik dulu. Salah satu celah yang berpotensi diexplore adalah karakter dari Suicide
Squad. Seharusnya, DC mengikuti
strategi Marvel yang lebih dulu mengenalkan superhero
yang tergabung di The Avengers dalam film
terpisah (spin off) dan memberikan linking credit sebelum merilis filmnya.
Di Suicide Squad terdapat
beberapa scene yang menampilkan
Batman dan The Flash sebagai cameo seperti
Captain America di film Thor, yang menegaskan bahwa Suicide Squad merupakan part dari Batman dan The Flash yang juga
merupakan part dari superheronya DC. Meskipun Deadshot adalah
ketua gang, namun yang memiliki porsi
terbanyak (diantara semua) adalah Harley Quinn. Nggak secara langsung sih... Tapi memang ya totalitas Margot Robbie dalam memerankan karakter Harley
Quinn patut diacungi jempol. Jadi cewek
obsesif yang sinting dan berlagak watados itu sulit loh...
Di beberapa review, ada yang bilang karakter Joker
di film Suicide Squad lebih freak dan
bengis, menurutku Joker di film Suicide Squad ini lebih fresh dan neat, tidak
serampangan seperti biasanya. Mungkin karena Jokernya masih remaja ya hehe Jadinya aL4y karena masih
pake behel. Namun mengingat proyek
Suicide Squad ini sedari awal memang ditujukan untuk menandingi The Avengers,
maka... ya sudahlah... tunggu saja spin
off terbaru dari mereka. Lihat credit
akhirnya kan? Kira-kira apa yang akan dilakukan seorang milyuner Gotham City dengan
list penjahat super? The next
Tony Stark maybe 😉.
Then, last but not least, kok cast
creditnya berantakan ya?
KZL BGT kan jadinya ...
Dari teaser awal sudah bisa ditebak ini adalah film anak-anak dengan tema
dark seperti Lemony Snickets A Series
of Unfortunate Events atau Pan’s Labyrinth. Apalagi melihat ketika melihat nama
sutradaranya, Tim Burton, yang memang dikenal dengan karya-karyanya yang agak ‘nyeleneh’ seperti The Corps Bride,
Edward The Scissorhand, Charlie and The Chocolate Factory dan lainnya yang (hampir
selalu) dibintangi oleh Helena Bonham Carter.
Jake adalah seorang
remaja biasa yang tinggal bersama kakeknya Abe di Florida. Sejak kecil Jake terbiasa dengan dongeng pengantar tidur kakeknya mengenai Miss Peregrine dan
anak-anak asuhnya. Jake percaya dongeng kakeknya nyata sampai akhirnya kecewa
karena teman-temannya menuduh foto-foto Miss Peregrine dan anak-anak asuhnya
adalah hoax.
Pada suatu hari Jake
menemukan kakeknya Abe meninggal dengan mata yang menghilang. Orang tua Jake
yang khawatir dengan kondisi psikologisnya kemudian berkonsultasi dengan seorang
psikiater yang menyarankan agar Jake refreshing.
Jake pun setuju untuk pergi, namun ia hanya ingin pergi ke Cairnholms sesuai
permintaan kakeknya sebelum meninggal.
Cairnholms adalah nama
sebuah tempat di sebuah pulau kecil di Wales, cuaca di Caornholms mirip dengan
Forks di Twilight, lembab dan mendung berkepanjangan. Jake kemudian mencari
rumah Miss Peregrine, namun ia harus kecewa karena rumah tersebut telah hancur
oleh bom yang jatuh pada 3 September 1943.
Jake memberanikan diri
masuk ke puing-puing rumah Miss Peregrine dan pingsan ketika bertemu dengan
‘hantu’ anak-anak asuh Miss Peregrine. Mereka lalu membawa Jake ke Miss Peregrine yang memperkenalkannya
pada anak-anak asuhnya yang ‘istimewa’.
Ada Emma yang tubuhnya
seringan balon sehingga harus menggunakan sepatu dari besi agar tidak ‘lepas’.
Horace yang menyukai pakaian dan bisa memproyeksikan mimpinya seperti
proyektor, Olive yang selalu memakai sarung tangan karena apa pun yang
disentuhnya akan terbakar, Enoch yang sekalipun agak jealousan tapi product (psycho) designer banget,
Millard the invisible boys, Bronwyn yang
kekuatannya melebihi manusia dewasa, The Twins yang seluruh tubuhnya ditutupi kaya
bantal karena punya tatapan Medusa, Fiona yang bisa menumbuhkan tanaman, Claire
yang memiliki mulut monster di belakang kepalanya dan Hugh si bee boys.
Miss Peregrine adalah
seorang Ymbrine (time manipulator)
yang bertugas membuat loop (lingkaran
waktu yang hanya bisa dimasuki oleh Ymbrine dan peculiar) untuk menjaga para peculiar,
Ymbrine kebanyakan adalah wanita dan bisa berubah bentuk menjadi burung. Selama
ini mereka bersembunyi di dalam loop
yang dibuat oleh Miss Peregrine untuk menghindari Hollowgast.
Hollowgast tadinya adalah
peculiar, namun hidup terkutuk karena
menginginkan hidup yang abadi. Untuk bisa berubah bentuk kembali menjadi
manusia, Hollowgast memakan mata anak-anak peculiar.
Hollowgast yang belum bisa berubah ke bentuk manusia menjadi invisible, mereka bahkan tidak terlihat
oleh Hollowgast yang sudah berubah bentuk.
Jake sendiri ternyata
adalah peculiar yang memilliki bakat
untuk melihat Hollowgast seperti kakeknya Abe, sayangnya Abe memilih untuk
bergabung menjadi tentara dan memiliki kehidupan yang normal. Ketika jake kembali ke
dunia nyata terjadi pembunuhan yang menegaskan bahwa Hollowgast telah sampai di
Cairnholms. Jake mencoba kembali ke dalam loop
namun tertangkap Mr. Barron pemimpin Hollowgast yang kemudian menukar Jake
dengan Miss Peregrine.
Tinggallah Jake yang
harus menyelamatkan anak-anak peculiar
dari Hollowgast, mereka kemudian menuju menara Blackpool untuk membebaskan Miss
Peregrine dan Ymbrine lainnnya. Yang terjadi selanjutnya bisa ditebak, endingnya minta dibuat sekuel hehe
Miss Peregrine’s home for peculiar children ini sedikit
banyak mengingatkan akan film Big Fish, tentang serang anak yang membuktikan
bahwa khayalan ayahnya selama ini adalah nyata dan Pan's Labyrinth karena
Hollowgast mirip dengan monster yang ada di film itu meski tanpa tentakel.
Menurutku, film ini
kurang dark... walau sebenarnya
sangat berpotensi untuk dibuat lebih dark.
Tapi mempertimbangkan bahwa film ini ditujukan untuk anak-anak, ya.. yo wis
aja deh. Sebenarnya bakat paling sadis ada di The Twins yang mengingatkanku
(lagi) pada film animasi Nine, dan bakat yang paling keren (untuk saat ini)
adalah Enoch.
Mungkin karena efek make up, jadinya Emma kelihatan agak tua
untuk remaja seusianya, tapi nggak apa-apa sih kan mereka ini orang-orang jadul
yang sembunyi di loop. BTW, Eva Green
yang jadi Miss Peregrine cakep ya dan karakternya memorable (tadinya aku pikir Helena Bonham Carter yang akan
memerankan Miss Peregrine) anak-anak peculiar
juga lucu-lucu apalagi Claire yang rambutnya dikeriting gantung kaya Maria
Belen.
Based on my research, Miss Peregrine Home for Peculiar Children ini
adalah adaptasi dari buku dengan judul yang sama, triology kaya The Maze Runner. Bagi mereka yang sudah membaca
bukunya agak kesal karena bakat Emma dan
Olive ditukar, aku sih belum tahu karena baru nonton filmnya, mungkin kalau
sudah baca aku juga bakal ikutan kesal hehe
Ada beberapa alasan
kenapa aku suka nonton di bioskop. Ingin menikmati dan menghargai karya para sineas.
Memang senang menonton film. Janjian dengan teman. Quality time dengan inner
circle. Lagi banyak waktu luang atau udah nggak tahu mau ngapain lagi. Dan
dari semua alasan itu, aku lebih sering nonton di bioskop dengan teman, sesekali
dengan keluarga atau kadang malah sendiri.
Seingatku, terakhir kali
nonton di bioskop dengan pacar adalah waktu musim Twilight: Two Moon. Aku jelas
exciting karena emang lagi kesengsem
berat sama Edward Cullen yang super glowing
itu, teman-temanku sudah duluan nonton karena aku belum selesai UAS.
Everything is fine sampai akhirnya dia berkomentar menanggapi
komentarku tentang cerita di filmnya dengan “Mobilnya keren-keren ya ...”.
...
...
...
Sayup-sayup terdengar
suara di dalam hati minta dibawain toa.
GGRRR ... JADI ... SELAMA
INI KAMU NONTON APPAAA 😠? Apalah artinya Edward-Bella-Jacob kalau yang dilihat
cuma mobilnya DOANG 😠?
Sejak saat itu. Aku enggan
nonton di bioskop dengan pacar. KZL 😠😠😠
Throwing back to the past. Pertama kali nonton di bioskop adalah saat
berumur ± 4 tahun dengan ayah, mama dan Widy di Bioskop Chandra, tak sampai
setengahnya (film) kita terpaksa harus pulang karena Widy menangis gara-gara
takut lampunya dimatikan, meski sebenarnya aku (+ ayah) sangat penasaran dengan
kelanjutan kisah Si Kabayan dan Nyi Iteung 😶.
Seperti Bioskop Intan
Garut yang hidup enggan mati tak mau, Bioskop Chandra Subang juga pernah
berjaya, bedanya ia tak sanggup mengalami masa-masa sulit sehingga harus
ditutup. Saat aku SMA masih terpajang poster handmade dari cat acrylic
di billboardnya, namun kini Bioskop
Chandra hanyalah bangunan terbengkalai di tengah kota.
Ketika SD belum afdhol rasanya kalau belum nonton
Petulangan Sherina, aku juga ingin, tapi tidak dikabulkan orang tuaku setelah
melihat antriannya yang mengular. Sebagai gantinya mama membelikan VCD bajakannya
di depan BIP agar bisa ditonton berulang-ulang.
Aku beruntung terlahir di saat yang tepat sehingga
bisa menikmati masa remaja di era kebangkitan perfilman Indonesia, karena
sedang dalam masa kebangkitan maka (artinya) ada banyak film ‘uji coba’ yang
siap ditonton.
Bioskop Indonesia yang
sepi penonton kembali merekah ketika Ada Ada Dengan Cinta dirilis, disusul oleh
Eiffel i’m In Love dan beberapa film bergenre
drama-komedi-romantis yang laris bak seblak Bandung. Sebut saja Me vs High
Heels, 30 hari Mencari Cinta dan Jomblo.
Sebelumnya bioskop
Indonesia hanya dihiasi oleh film-film serius karya Garin Nugroho atau film
anak-anak musiman seperti Joshua Oh Joshua. Pernah ada masanya ketika film
sejenis Reinkarnasi (pernah denger nggak
sih? 😫) yang dizaman sekarang ini merupakan footage
movie dari program Dunia Lain ditayangkan demi mengisi kekosongan.
Ketika tinggal di Ma’had,
satu-satunya hiburan adalah televisi milik bersama yang terletak di ruang
makan. Saat itu, tayangan untuk remaja tidak jauh-jauh dari Planet Remaja yang peace, love and gaul, Inikah Rasanya yang dibintangi oleh Allysa Soebandono,
Gilbert Marciano dan Nadia Vega atau Disini Ada Setan yang dibintangi oleh Lia
Ananta, Thomas Nawilis dan Nagita Slavina.
Saat serial Disini Ada Setan dibuat versi filmnya, Beye, Icunk, Nurm dan gang Jupi (jurig tipi) lainnya tak luput
dari godaan nonton di bioskop Intan, yang sebenarnya termasuk restricted area bagi para santri. Aku pun akhirnya bergabung dengan mereka
karena ingin punya hiburan baru selain Mesjid Agung, Yogya dan Ceplak.
Di hari H, kita terlambat check out
sehingga pintu gerbang Ma’had sudah dikunci Pak Satpam. Memanfaatkan moment ibadah shalat Jum’at, kita
memilih untuk meloncati pagar di samping gerbang Ma’had lalu ngibrit sejadi-jadinya, takut ada
pembina atau siapapun yang melihat. Padahal mah ya disana nggak ada
siapa-siapa, satu-satunya yang melihat kelakuan kita cuma Allah SWT.
Ahh ... gejolak kawula muda memang tak terbendung ... 😏
Sejak saat itu, nonton di
bioskop masuk ke dalam list hiburan
di hari Jum’at setelah jajan di Ceplak, photobox
di Yogya, beli stationary di Toko AA
dan beli pulsa di Tri Cell. Kalau lagi ketitipan Deya, jangan lupa beli koran
Bola di depan Mesjid Agung.
Kapan lagi kita bisa
nonton di bioskop yang bisa milih sendiri seatnya?
Bisa bawa f & b masing-masing? Bisa beli tiket di
depan pintu studionya? Bahkan, (pernah) bisa masuk tapi nggak usah bayar karena
filmnya udah keburu mulai.
Dimana lagi ada bioskop
yang seatnya udah runtuh 1 row tapi tetep ada penontonnya? Dimana
lagi bioskop yang ada warung di dalamnya? Dimana lagi lagi ada bioskop (lama)
yang menayangkan film super HD, saking super
HDnya kita bahkan bisa melihat ada bayangan orang lalu lalang di screennya.
Tapi keseringan nonton di
bioskop Intan juga nggak baik loh 😉.
Salah seorang temanku
yang berpacaran dengan temanku yang lain, sebut saja Adit dan Tita, suatu hari
janjian moviedate di BIP. Entah
karena kebiasaan atau memang sedang lupa. Setelah masuk ke dalam studio Tita
langsung mencari seat mereka,
sedangkan Adit, dengan santainya memilih seat
sendiri dan duduk. Tita yang kesal menghampiri Adit sambil menggerutu “Dit,
duduknya sesuai nomor atuh. Da ini mah bukan di Intan” kemudian canggung. 😓😌
Terkadang ya ... si Adit
ini unpredictable ... 😋
Ketika nonton di bioskop menjadi
lifestyle, maka muncul istilah baru.
Aku : Dari mana Cong?
Pici : Abis nonton Nyong.
Aku : Nonton apa?
Pici : Hajpur?
Aku : Hah? Apaan Hajpur?
Pici : Hantu Jeruk Purut
Syiittt! T-O-P-B-G-T ya
istilahnya! 😚😚😚
Aku tidak terlalu suka
menonton film horror di bioskop,
selain karena bikin deg-degan, menonton film horror di bioskop cukup merugikan. Coba deh dipikirin, apanya yang ditonton kalau setengah dari filmnya
dilalui dengan merem? 😶.
Kebanyakan film yang
ditayangkan di Bioskop Intan adalah film-film lokal. Namun karena hal itu, kita
jadi sangat mengikuti perkembangan film Indonesia, mau rame atau nggak,
semuanya pasti pernah ditonton. Termasuk film-film nggak penting yang rajin
cari penonton dengan cerita yang horror-tapi-mesum
atau komedi-tapi-cabul.
Kadang suka geli sendiri
kalau ingat pernah request lagunya
Acha-Irwansyah yang jadi OST. Heart di radio, sambil kirim-kirim salam ke teman
seasrama. Isshhh ... aL4y beut ... 😤 Zamannya
Melly Goeslaw jadi Ratu Soundtrack dan Duo Ratu (Maya & Mulan) masih akur. Tapi
emang sih lagunya Melly Goeslaw enakeun,
saking produktifnya hampir tiap bulan bisa keluar lagu baru.
Memasuki masa kuliah, aku
jarang nonton di bioskop karena sibuk mengerjakan tugas (ehm). Nonton di
bioskop adalah alasan belaka untuk ketemuan dengan teman segang yang berujung jadi curhat dan ngegossip, yang saking khusyunya sampai harus nginep.
Pernah. Saat kuliah
sedang edan-edannya aku sempatkan untuk bolos (kuliah) demi nonton dengan
Icunk, yang ternyata malah berkhianat dengan nonton duluan dengan Anshor dan
Mexi. Apalah artinya pertemanan kita selama ini? Tau nggak sih gimana
rasanya nonton sendirian? Anyep ~ tau ... 😣
Udah ah, to be continued ... tapi nggak tau kapan dilanjutinnya.