Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hellooo…

Hari ini adalah hari kesekian dari PPKM yang digagas pemerintah Wakanda, sampai saat aku menulis post ini aku nggak terlalu ingin menyimak kepanjangan dari PPKM karena selalu berubah-ubah sejak pertama kali diberlakukan tahun lalu 🥲. Menyesuaikan dengan sikon non lockdown sebab pemerintah ternyata lebih misqueen 🥺 ketimbang sobat misqueen Twitter yang mengartikan PPKM sebagai Pelan Pelan Kita Miskin.

Awal tahun ini aku mengikuti reading challenge-nya BBB, rencananya tahun ini aku akan membaca 1 buah buku setiap bulannya, hal yang menantang sekali bukan? Keseringan membaca caption membuatku malay setengah mati membaca buku 😁. Kukira aku akan lebih excited kalau membaca buku yang masih baru, ternyata nggak ngaruh sama sekali yaw… yang ada aku malah menimbun buku 😅.

Salah satu buku yang kubeli tahun ini adalah What I Talk About When I Talk About Running-nya Haruki Murakami. FYI, ini adalah buku yang masuk wishlist-ku sejak lama sekaligus yang membuatku bolak balik ke Gramedia, berharap buku ini keselip diantara tumpukan buku lainnya 😀. Di e-commerce ada sih yang jual tapinya print sendiri hahahanjirrr… yukata print on demand 🥲. Setelah mencari sana sini dan membaca review tokonya berulang kali akhirnya aku menemukan toko yang menjual versi legalnya.

Ohya… meski kebanyakan buku-buku Haruki Murakami diterbitkan oleh Gramedia, khusus untuk buku What I Talk About When I Talk About Running diterbitkan oleh Bentang Pustaka. Yeee… pantesan nggak nemu-nemu *heu 😅. What I Talk About When I Talk About Running adalah memoir Haruki Murakami mengenai hobby larinya.

Sebelumnya, aku mengenal Haruki Murakami dari buku Norwergian Wood yang kubeli saat SMP karena tertarik oleh cover-nya yang keren dan Jepang banget. Seriously? Yap. Aku membaca Norwergian Wood saat SMP, begitu pun dengan teman-temanku haha Meski belum pada cukup umur tapi kita fine fine aja membaca Norwergian Wood 😉.

Saat itu Norwergian Wood termasuk buku mahal ya kalau nggak salah sekitar 80-90rban gitu, kupikir nggak mungkin dong harganya mahal kalau bukunya B aja. Makanya kubeli 😎. Norwegian Wood meninggalkan kesan yang cukup dalam karena itu pertama kalinya aku membaca buku dari penulis Jepang, ceritanya nggak neko-neko tapi Haruki Murakami tahu bagaimana menuturkannya dengan baik.

Kesan itulah yang membuatku penasaran dengan Haruki Murakami, I mean in personal. Makanya ketika kutahu What I Talk About When I Talk About Running diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia aku mencarinya namun mengabaikan fakta penerbit yang mempublikasikannya. Sejauh pencarianku masa jualnya singkat, kemungkinan karena ini adalah memoir dan agak kurang menarik.

Yap. Kuakui cover design-nya nggak menarik karena pemilihan font judulnya terkesan kurang effort, aku malah lebih suka cover design versi print sendiri 😁.

Sesuai dengan judulnya What I Talk About When I Talk About Running menceritakan tentang hal-hal yang Haruki Murakami pikirkan saat berlari. Sejujurnya aku heran kok bisa ya orang-orang masih berpikir padahal ia sedang berlari? 🤔 Kukira orang-orang yang berlari hanya memikirkan tujuannya. Heu… pertanyaan konyol yaini 😌.

FYI. Aku lebih suka jalan shantay ketimbang lari yhahaha ☺️ Satu-satunya alasanku membeli buku What I Talk About When I Talk About Running adalah karena penulisnya Haruki Murakami 😘. Serius deh ini… I really don’t have any idea about running meski aku pernah memiliki resolusi tahunan; work smart play hard running faster

Tapi aku setuju sih, lari adalah olahraga yang simple ✨. Why? Karena lari nggak perlu gear macem sepeda atau berenang (kecuali sepatu lari fancy dan printilan duniawi lainnya). Eh, bukannya jalan shantay juga gitu? 😁.

Impresiku kepada Haruki Murakami pasca membaca What I Talk About When I Talk About Running adalah:

Doi orangnya Nike banget ya…
JUST DO IT!
Ingin punya kelab jazz. Buka kelab jazz.
Ingin menjadi penulis. Menulis.
Ingin menjadi pelari. Lari.

Haruki Murakami menghabiskan masa mudanya dengan membuka kelab jazz bersama istrinya sejak masih kuliah, saat berusia 30 tahunan ia memutuskan untuk menulis novel, menerbitkannya dan voila! Ia menjadi seorang menjadi penulis. Lagi. Ditengah kesibukannya sebagai penulis, ia memutuskan untuk berlari karena merasa perlu memperbaiki pola hidupnya yang berantakan.

Believe it or not, Haruki Murakami mulai menulis dan berlari saat usianya 30 tahunan, yang artinya… nggak ada yang nggak mungkin kalau kau punya bakat bawaan dan keberuntungan yang banyak 🙃

Menurut Haruki Murakami, menulis dan berlari memiliki kesamaan yakni target, kerja keras dan fokus. Selain hal tersebut tentcunya dibutuhkan latihan yang nggak sebentar, tapi kalau kita udah membiasakan diri lambat laun tubuh pun akan beradaptasi dan bersama-sama mencapai tujuan.

Haruki Murakami menuliskan bahwa alasan mengapa orang-orang berlari sebenarnya bukan karena ingin panjang umur melainkan karena ingin (merasai) hidup, hidup yang benar-benar hidup ✨. Kupikir ini make sense ya… karena di komik / kartun orang-orang yang berlari biasanya memercikkan api di punggungnya 🤣 Alasan yang sama mengapa film menggunakan transisi berlari untuk memperlihatkan pengembangan karakternya, macem di Forest Gump. 

Aku suka bagaimana Haruki Murakami menuturkan ceritanya, mengalir aja gitu, seakan-akan kita ikutan nyemplung 🤣 Haruki Murakami faham bahwa nggak semua pembaca buku What I Talk About When I Talk About Running suka berlari, ia menjelaskan istilah-istilah dengan mudah, so nggak perlu khawatir ya sobat rebahaners 😁.

Setelah membaca buku What I Talk About When I Talk About Running aku jadi kepikiran juga ya… kayanya asyik aja kalau punya memoir untuk hal yang disukai. Macem reminder untuk mengingatkan pada diri sendiri bahwa kita pernah mencoba dan berproses, urusan hasil mah belakangan. Just trying to memorialized.

Kalau kau suka berlari (dan menulis) dan Haruki Murakami buku What I Talk About When I Talk About Running ini bisa menjadi opsi yang menarik untuk dieksekusi di masa PPKM 😉✨ Aku membaca buku What I Talk About When I Talk About Running ketika berjemur setiap paginya, nggak menyangka bisa menyelesaikan hanya dalam waktu dua minggu *terharu 🥺.

PAIN IS INEVITABLE 
BUT SUFFERING IS OPTIONAL
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Helloo…

Memasuki bulan Juni seharusnya Indonesia memasuki musim kemarau ya… tapi beberapa waktu yang lalu sempat hujan dan cuaca semakin nggak menentu, pandemi apalagi. Aku nggak punya kosakata lain yang bisa mendeskripsikan cuaca Indonesia saat ini kecuali pancaroba (angger 😁). Ada malam-malam dimana suhu menjadi lebih dingin dan siang hari panasnya bikin sunscreen meleleh hehe 😂

Salah satu film yang kunantikan di musim panas alias summer alias kemarau ini adalah Luca-nya Pixar, pasalnya aku cukup berekspektasi tinggi setelah puas menonton Soul beberapa bulan yang lalu. Well… itu nggak termasuk Onward ya, karena bagiku Onward mah B aja, nggak ada gregetnya, apalagi untuk penonton dewasa macemku ini.

Luca adalah film animasi terbarunya Pixar untuk tahun ini, FYI Pixar hanya membuat 1 film setiap tahunnya demi menjaga kualitas. Aku udah menonton trailer-nya sejak beberapa bulan yang lalu dan tersepona melihat tone color yang digunakan. How cute… Beruntung bulan ini aku nggak mesti subscribe Disney + Hotstar karena udah termasuk paket kuota di Telkomsel. Menyenangkan sekali kan ya… 😉.

Jadi, Luca bercerita tentang sea monster bernama Luca Paguro (Jacob Tremblay) yang tinggal di dasar laut bersama orang tua dan neneknya, kegiatan Luca sehari-harinya adalah ngangon anak-anak ikan sambil sesekali berandari-andai pergi ke atas (daratan). Kurang lebih mirip-miriplah dengan ngarepnya Ariel di film animasi 2D Disney yang saban hari mulungin benda-benda yang jatuh ke laut.

Suatu hari saat Luca sedang asyik ngangon anak-anak ikan, ia menemukan beberapa benda yang jatuh dari perahu diatasnya dan bertemu sosok misterius yang menggunakan baju selam jadul macem punyanya Sandy di Bikini Bottom. Luca mengikutinya sampai ke daratan dan menemukan bahwa sosok misterius tersebut adalah Alberto Scorfano (Jack Dylan Grazer), yang ternyata merupakan sea monster sepertinya.


Sejak saat itu Luca punya kegiatan lain selain ngangon anak-anak ikan yakni bermain dengan Alberto dan Luca baru aja mengetahui bahwa ia bisa berubah rupa saat berada di daratan. Kocak banget yaini scene belajar jalannya Luca, namanya juga makhluk laut yekan meski vertebrata tetap lunak, gelosor sana gelosor sini ujung-ujungnya nubruk 🤣.

Karena wishlist terbesarnya Alberto adalah Vespa maka mereka berdua mulai mengerjakan project ambisius yakni membuat Vespa sendiri. Eksperimen-eksperimennya nggak kalah kocak ya… momen dimana mereka berulang kali mencoba terbang menuju lautan adalah favorite-ku, yang mana mengingatkanku pada scene burung-burung Camar di film Finding Nemo yang cuma bisa ngomong “mine”.

Kenapa mesti Vespa?

Simple aja guise… Pertama, Vespa made in Italy. Kedua, setting film Luca adalah di kota Portorosso pesisir pantai Riviera Italia. Ketiga, visi misi Alberto sejalan dengan iklan di brosur Vespa yakni Vespa is liberty. Soft selling yang berhasil ya… karena setelah nonton film Luca aku jadi ingin punya Vespa juga 😎.


Kedua anak ikan yang minim pengalaman ini kemudian memutuskan untuk mengunjungi Portorosso, sebuah kota di pesisir pantai Riviera. Karakter Luca yang lugu dan Alberto yang sotoy membuatku tergugah, karena kombinasi pertemanan sotoy + lugu seringkali menghasilkan pertemanan yang awet 🥰.

Di Portorosso Luca dan Alberto mencoba berbaur dengan warlok dan tanpa sengaja bertemu dengan Giulia Marcovaldo (Emma Breman). Seperti byasanya, belum lengkap film anak-anak kalau nggak punya musuh bebuyutan, nah, musuh bebuyutan di film Luca ini adalah Ercoli Visconti (Saverio Raimondo).

Anak-anak di Portorosso sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Portorosso Cup Triathlon, tak terkecuali dengan Giulia dan Ercoli. Tergiur dengan hadiahnya, Luca dan Alberto kemudian menawarkan diri untuk bekerjasama dengan Giulia. Triathlon-nya nggak sesulit orang dewasa yang serius ya, hanya berenang, makan dan bersepeda menuruni bukit.

Giulia membawa Luca dan Alberto ke rumahnya, disana ada ayahnya Massimo Marcovaldo (Marco Barricelli) yang bekerja sebagai nelayan. Hampir setiap hari mereka berlatih untuk triathlon dan semakin menyadari bahwa ada banyak hal menarik yang belum mereka ketahui, salah satunya adalah konsep sekolah.

Alberto lambat laun merasa tersisih dengan kedekatan Luca dan Giulia yang mengakibatkan tim mereka ambyar… yha~ namanya juga anak-anak ya bund… pasti ada berantemnya 😁. Disaat yang bersamaan, orang tua Luca memutuskan untuk mencarinya ke Portorosso. Dengan waktu yang terus berjalan dapatkan mereka memenangkan Portorosso Cup Thriathlon?


Kalau boleh jujur, aku agak kecewa dengan film Luca… karena alur ceritanya yang cetek meski secara visual memanjakan mata. Tapi kemudian aku menyadari bahwa terlepas dari segala kekurangannya kupikir Pixar sedang menata langkah melalui Luca untuk kembali ke khittah-nya sebagai film animasi anak-anak yang ringan dan fun 😉✨.

Seharusnya… nothing to lose, karena sejak awal target market Pixar adalah anak-anak, yang mungkin nggak diantisipasi Pixar adalah fakta bahwa anak-anak tersebut telah tumbuh dan menuntut Pixar terus membersamai. Yes… it was me. Aku tumbuh bersama Pixar sejak A Bugs Life pertama kali dirilis dan sejak saat itu aku tetap menonton film-filmya Pixar meski Disney menginvasi.

Penggambaran karakter Luca ini simple macem komik-komik jadul (Peanuts, Monika atau Tintin) yang hidungnya bulet-bulet. Setting-nya juga lucu ya meski nggak semegah Finding Nemo atau Soul. Aku jarang menonton film Italy tapi kalau ber-setting Italy sih sering 😉. Nah, saat menonton film Luca aku merasakan percikan Call Me by Your Name…

Aku suka setting-nya Luca, kehangatan summer-nya terasa meski disini pancaroba mulu. Serius deh ini… tone color-nya berperan penting dalam menentukan mood keseluruhan film. Satu-satunya yang membuatku tersepona adalah visualisasinya bukan ceritanya 🤣.

Aku tentcu merekomendasikan film Luca untuk ditonton disaat PPKM, bisa sambil makan, rebahan atau kerja karena ceritanya yang ringan dan menghangatkan. Meski bukan favorite-ku kusuka tone color-nya. Kalau ada waktu jangan lupa ditonton yaw…

all credits belongs to Disney Pixar

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

This post contains music, if you open this post via browser the music will play automatically, but if you open this post via smartphone you have to scroll down to click the play button. And it's okay if you want to read in silence since the music is only the supporting part 😁.

Hello…

Apa kabar netizen? Sudah prepare apa aja menyambut pandemi vol. 2? Kayanya hampir semua yang dibeli tahun lalu sudah beranak pinak ya… 😅  Yakin banget altar WFH makin sempit gegara printilan nggak-penting-tapi-ingin-punya, home dress juga sudah pada punya kloningan, tanaman mah nggak usah ditanya, rumahku aja sekarang sudah macem kebon 😂.

Ternyata, prakiraan pandemi yang direncanakan pemerintah hanya setahun mesti molor lagi sampai entah kapan 😢. Meleset. Sudahlah… emosinya sudah sampai langit keenam kalau mengingat gimana pemerintah menangani pandemi sejak awal tahun lalu. Seakan-akan COVID-19 adalah nasi, diremehkan… 😌.

Karena pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya ini banyak rencana kembali berubah… kalau kerjaan mah ya revisi lagi. Kurasa  pandemi extension ini nggak jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, semakin menjadi-jadi 😢 dan new normal yang digadang-gadang sebagai gaya hidup to the next level malah terasa seperti post apocalypse 🥲.

Pandemi tahun lalu seenggaknya kita masih bisa merayakan hidup, sedikit haha hihi dan mencoba beradaptasi. Kurasa tahun ini lebih berat ya… karena kita berusaha keras untuk menjalani dan merekonstruksi kehidupan yang dimiliki sambil menerka-nerka nasib apa yang akan menghampiri. Clueless banget 😶.

Mungkin ini hanya perasaanku, atau mungkin ini perasaan sebagian netizen lainnya, tapi kurasa pandemi vol. 2 auranya lebih suram ketimbang pandemi vol. 1. Well… belum pernah rasanya aku stuck sampai nggak ngerti mau ngapain, galaunya sudah nggak selow lagi ya terutama di February akhir – Maret awal.

Setelah sekian lama aku kembali insomnia dan baru bisa tertidur menjelang subuh. Tahu sendiri yekan, semakin larut pikiran semakin liar, entah itu masa depan, kerjaan atau sekedar menyesali hal-hal yang nggak pernah berani kulakukan 🥺. Bangun pagi pun sudah nggak se-excited biasanya, rasanya lelah aja gitu… karena setahun berlalu dan keadaan nggak menjadi lebih baik 🙃.

Aku bahkan kehilangan minat, bisa dilihat ya sejak awal tahun aku jarang menulis post. Aku punya beberapa draft tipis tapi terlalu mager untuk mengetik. Aku membeli beberapa buku baru tapi nggak ada satu pun yang diselesaikan. Aku punya stok drakor tapi saat menonton drakor pikiranku malah kemana-mana.

Yang kuinginkan hanyalah rebahan dan menerawang masa depan… 🧐.

Tadi aku sudah bersiap tidur, rebahan di kasur sambil berdoa macam-macam request ini itu 🤲🏻 meski kutahu belakangan Allah sedang sibuk. Setelah meng-aamiin-kan doaku sendiri, aku malah mendadak sesak nafas dan gelisah nggak jelas, entah kenapa tetiba aku ingin menangis… hal yang membingungkan, karena sejujurnya aku pun nggak tahu akan menangisi apa 🥺.

Kemudian… aku berada disini. Di depan laptop. Berusaha melanjutkan draft post yang sudah tertunda selama beberapa minggu sambil menunggu hari berganti. Hari ini masih tanggal 5 juli, beberapa menit lagi berganti menjadi tanggal 6 juli. Waktu berlalu secepat kilatan cahaya… 💫.

Beberapa hari belakangan aku berusaha mengurangi intensitas screen time, selain karena nggak baik untuk mata aku nggak kuwat guise baca dan nontonin status teman-teman sekalyan. Gimana nggak overthinking ya, setiap kali aku membuka social media rata-rata statusnya;

1. Berita duka
2. Cerita isoman
3. Pencarian donor konvalesen
4. Pencarian rumah sakit
5. Pencarian oxygen

Ada satu hari dimana aku bolak balik copy paste ungkapan duka cita 😭, meski aku nggak mengenalnya secara personal (karena orang tua temanku) aku merasa ini hal berat ya… Aku sampai puyeng dan mual 🥺 setiap kali membaca update-an status mereka, sebelas dua belaslah dengan puyeng gegara Money Manager minggu lalu.

Kalau di Avengers: End Game mah kita lagi ada di masa suram setelah Thanos finger snap, masih belum tahu bahwa 5 tahun yang akan datang seekor tikus nggak sengaja membuka Quantum Realm 🐀. Cuaca yang nggak coy ini turut mempengaruhi mood ya, mana ada hujan di bulan Juni kecuali di puisinya Sapardi Djoko Damono.

Kolom favourite-ku di koran cetak adalah obituari, rasanya menarik melihat deretan nama-nama keluarga bermarga sama dan hubungan yang menyertainya. Kadang aku menemukan obituari dari keluarga besar yang saking besarnya memenuhi hampir setengah halaman koran, tapi tak jarang aku menemukan obituari dari kerabat atau kenalan karena yang berpulang hidup sendiri.

Saat ini aku nggak perlu koran cetak untuk menemukan kolom favourite-ku, cukup update-an status teman-temanku berubah menjadi obituari. Rasanya aneh melihat orang-orang berduka pada saat yang bersamaan sambil mengumpat COVID-19 yang bermutasi tiada henti. Ohya, aku menemukan tulisan bagus dari Evi Mariani (ini link-nya). Dibaca ya… 😉.

Sejak pandemi aku berusaha meluangkan waktu untuk telepon dan video call orang rumah, keluarga dan teman-teman meski sebenarnya canggung 😅. Karena kita nggak pernah benar-benar tahu… Sebelumnya aku lebih terbiasa berkomunikasi via chat karena khawatir mengganggu, tapi kali ini aku nggak peduli 😁 Dalam sehari aku bisa menelepon 5 orang berbeda hanya untuk memastikan mereka baik-baik aja.

Aku manusia ya… aku juga takut kehilangan… 🥺.

Saat mamaku terkena stroke hampir setiap malam aku mengecek ke kamarnya dan memastikannya bernafas dan hidup, aku tahu ini agak creepy, tapi kuyakin kau pun pernah melakukannya.

Pandemi membuat segalanya berjarak. Kalau biasanya setelah salaman kita (aku dan orang tua) berpelukan, kini cuma bisa salaman aja kek salam ke guru ngaji 🥲. Aku juga kangen berpelukan ala telletubbies dengan teman-temanku, virtual hug mah feel-nya nggak nyampe 😂.

Aku masih ingin menulis siya tapi (akhirnya) aku ngantuk… 💤

Semoga kita semua diberikan ketabahan dan kelapangan hati menjalani hari-hari pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya. Semangat ya… Jangan putus berdoa 🤲🏻.

cloudpie · Yura Yunita - Tenang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

I saw peoples answer this on the their IG story and I decided to took it here because I want to answer all of them even no one asking me 😂

1. Relationship status
Unidentified (I bet this is the top questioning 😁)

2. Last song you heard
Isyana Sarasvati - Untuk Hati yang Terluka #np

3. Miss anyone
Really miss my friend right now 🤗, I am tired of knowing their life only just by saw their last update status, most of all not in good situation 😢

4. Love or be loved
Love, I believe I could be loved more when I love more and more 🥰

5. Greatest struggle in life
To be honest, everyday is a struggling day especially the last 1,5 years 😅.
My greatest struggle in life is the years after college graduation until I finally have a job (again). When I'm broke, jobless and clueless. 

6. Dreams and ambitions
I dream every day but I should admit that I don't have as many ambitions as people do. Just because i have less ambition but doesn't mean I don't have ambition at all. I just have different slice of cake 🍰

7. Nicknames
Nonon, Nonins, Nyon, Nyong, Nong. All started by N as on point as the New Balance logo 😉✨

8. Future career choice
Designer and entrepreneur.

9. Ideal date
Duta Sheila on 7 😘

10. Favorite emoji
🥲🙃😉

11. Favorite style of clothing
I called it cozy style with a fun sprinkle ✨👌🏻 I don't mind to wear cheap dress or unbranded things as long as it fits on me.

12. Weird food combo you enjoy
Nasi 🍚 X Indomie 🍜 
Nasi 🍚 X Pasta 🍝 
Nasi 🍚 X Mashed Potato 🥔 
It's not weird... Just enjoy my combo carbo 😂

13. Things you're worry about
Future 😌 also, after death life 🙃

14. Last photo you took

15. Favorite youtube channel
- Kimbab Family ❤️
- Cine Crib 🎬
- Vindes 🫂

16. Favorite cafe
During the pandemic I didn't visit the cafe anymore, but before the pandemic I liked 150 Coffee and Garden because it had good coffee milk and a hidden backyard.

17. Your moment of achievement
Now.
Because I survived ✨👌🏻

18. Best school / college memory
Every moments in Darul Arqam 😘

19. Love or career
❤️❤️❤️❤️❤️

20. Childhood life or adult life
I have great childhood life 😉✨

21. Carbonara or Bolognese
I love both🍝

22. Most useless talent you have
I screening people 🎭

23. Share a message using emojis
🏞️🏖️🌇

24. Your whatsapp status
Idle.

25. Things you are grateful for in life
I was born as me.

26. Languages you can speak
Indonesian ⭐⭐⭐
Sundanese ⭐⭐
Arabic ⭐⭐
English ⭐⭐
Yes, you see my LinkedIn language rate 😁

27. Work from home or office culture
WFH.

28. Favorite hobbies
- Designing my life
- Declutter
- Blogging

29. Have you found the purpose of life
Still on the way, like… 65% to go maybe ☺️

30. Favorite birthday present
I don't care about the season, just give me a present 😉

31. Do first impression matter
Yes, because from my first impression I can decide what the next step I should take.

32. Which game do you play the most
Blossom Blast Saga.

33. Which country do you wish to travel to?
🇩🇪 🇳🇿 🇬🇧

34. What lockdown lifestyle teaches you
Slow living is quite fun ☺️

35. What motivates you in life
Future (afterlife) 

36. Most ridiculous things you've bought
Too many 😂

37. Your worst date
I couldn't spill the whole story here, but I already told my friends about it 😂😂😂😂😂

38. Who knows you the best
Allah and myself 😇

39. Are you a coffee drinker
Im tea drinker

40. Oldest thing you own
My tie dye jeans that i used from 6th grade of school 👖

41. What was your first job
Development department staff in an offshore company.

42. One thing you will never do again
I have trust issue, so… you know what happens before 😌

43. Outdated slang you still use
You would find it in my writings here, just read 🤭

44. Favorite thing to watch on TikTok
Declutter hacks.

45. Favorite scent
- Under renovation house
- Clothes after drying under the sun
- Foods

46. Interesting skills you want to learn
- Swimming
- Cooking
- Crochet

47. Grossest food you ever had
Not the grossest, but the not so interesting food I ever had is Jengkol & Pete.

48. Silliest memory with your best friend
Too much memories 😂😂😂

49. Most memorable birthday
All of my birthday is memorable ☺️

50. What really makes you angry
When you know it is wrong but still do it.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
https://unsplash.com/@wiaone72

Hello…

Sebagaimana netizen pada umumnya yang kalau gabut larinya ke YouTube, belakangan (lebih dari 6 bulan) timeline YouTube-ku kini didominasi oleh Korean thingy. Kalau sebelumnya algoritma YouTube mengantarkanku pada kanal per-homebody-an maka kali ini algoritma YouTube mengantarkanku pada kanal masak-memasak ✨👌🏻.

Gils… canggih banget ya eomma-eomma dan eonni-eonni Korea, masak aja aesthetic banget 🥺.

Kebanyakan kanal masak-memasak ini menggunakan resep yang simple jadi durasinya nggak begitu lama, rata-rata dibawah 10 menit. Kalau dibandingkan dengan kanal masak-memasak Indonesia ya jelas beda, durasi tentcu lebih lama karena host ikutan tampil dan ngomong macem di TikTok 😁.

Seperti olahraga, I’m not into cooking… karena bagiku rasanya kurang fair menghabiskan waktu berjam-jam untuk memasak sedang hanya butuh waktu beberapa menit untuk menikmatinya. Nggak balance aja gitu… 😂 Makanya kadang aku kurang setuju kalau jalan & jajan opsi makannya barbeque atau suki, lama tcoy… keburu lapar ya aku 😁, mana residunya sering nyangkut di pakaian.

Kembali ke kanal masak memasak korea… Salah satu alasan mengapa aku betah mentenginnya adalah karena resepnya simple dan bahannya bisa disesuaikan, you know-lah… sebagai duta laper tapi mager kupikir resep kanal masak memasak Korea ini sungguh sangat kosan friendly.

Karena blog nggak bisa swipe up macem Instagram, untuk shortcut bisa diklik nama kanal YouTube-nya ya...

COOKING HARU

Sejauh ini Cooking Haru adalah favorite-ku, aku suka video-nya karena editing-nya fun dan lucu. Resepnya pun simple dan kalau memang niat bisa direalisasikan 😂.


W TABLE

Sejauh yang kuingat W Table ini adalah kanal masak memasak Korea yang pertama ku subscribe, kalau nggak salah dulu nama kanalnya Wife Cuisine. Yang kusuka dari kanal W Table adalah videonya yang terasa segar dan hidup.


DELICIOUS DAY

Sesuai nama kanalnya, hampir semua resepnya terlihat lezat dan compact, well… mungkin ini gegara komposisi layout (makanannya) yang on point. Simple sekaligus eye pleasure.


ONE MEAL A DAY

Salah satu kanal masak memasak yang sering dijadikan referensi adalah One Meal A Day, resepnya cukup simple dan mudah dibuat kalau ada niat 😂.


CHO’S DAILY COOK

Salah satu kanal masak memasak yang nggak terlewat ya guise… Cho’s daily Cook. Selain karena videonya yang eye pleasure, resepnya cukup simple (lagi-lagi) kalau ada niat 😂.


IVY KITCHEN

Meski menggunakan kata kitchen tapi Ivy Kitchen nggak melulu tentang masak memasak, agak random juga sih kontennya hehe Tapi so far aku suka karena videonya yang clean dan menyegarkan, sungguh sangat eye pleasure.


Selain list diatas masih banyak ya kanal masak memasak Korea yang sering kutonton, nggak kalah eye pleasure dan membuatku betah berlama-lama mantengin YouTube. 

Well… kalyan punya kanal masak memasak Korea favorite juga nggak?
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (16)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (1)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Jun (3)
    • ▼  Jul (2)
      • The 13th Years Of (modern) Slavery
      • Sore: Istri Dari Masa Depan

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates