This post contains music, if you open this post via browser the music will play automatically, but if you open this post via smartphone you have to scroll down to click the play button. And it's okay if you want to read in silence since the music is only the supporting part 😁.
Hello…
Apa kabar netizen? Sudah prepare apa aja menyambut pandemi vol. 2? Kayanya hampir semua yang dibeli tahun lalu sudah beranak pinak ya… 😅 Yakin banget altar WFH makin sempit gegara printilan nggak-penting-tapi-ingin-punya, home dress juga sudah pada punya kloningan, tanaman mah nggak usah ditanya, rumahku aja sekarang sudah macem kebon 😂.
Ternyata, prakiraan pandemi yang direncanakan pemerintah hanya setahun mesti molor lagi sampai entah kapan 😢. Meleset. Sudahlah… emosinya sudah sampai langit keenam kalau mengingat gimana pemerintah menangani pandemi sejak awal tahun lalu. Seakan-akan COVID-19 adalah nasi, diremehkan… 😌.
Karena pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya ini banyak rencana kembali berubah… kalau kerjaan mah ya revisi lagi. Kurasa pandemi extension ini nggak jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, semakin menjadi-jadi 😢 dan new normal yang digadang-gadang sebagai gaya hidup to the next level malah terasa seperti post apocalypse 🥲.
Pandemi tahun lalu seenggaknya kita masih bisa merayakan hidup, sedikit haha hihi dan mencoba beradaptasi. Kurasa tahun ini lebih berat ya… karena kita berusaha keras untuk menjalani dan merekonstruksi kehidupan yang dimiliki sambil menerka-nerka nasib apa yang akan menghampiri. Clueless banget 😶.
Mungkin ini hanya perasaanku, atau mungkin ini perasaan sebagian netizen lainnya, tapi kurasa pandemi vol. 2 auranya lebih suram ketimbang pandemi vol. 1. Well… belum pernah rasanya aku stuck sampai nggak ngerti mau ngapain, galaunya sudah nggak selow lagi ya terutama di February akhir – Maret awal.
Setelah sekian lama aku kembali insomnia dan baru bisa tertidur menjelang subuh. Tahu sendiri yekan, semakin larut pikiran semakin liar, entah itu masa depan, kerjaan atau sekedar menyesali hal-hal yang nggak pernah berani kulakukan 🥺. Bangun pagi pun sudah nggak se-excited biasanya, rasanya lelah aja gitu… karena setahun berlalu dan keadaan nggak menjadi lebih baik 🙃.
Aku bahkan kehilangan minat, bisa dilihat ya sejak awal tahun aku jarang menulis post. Aku punya beberapa draft tipis tapi terlalu mager untuk mengetik. Aku membeli beberapa buku baru tapi nggak ada satu pun yang diselesaikan. Aku punya stok drakor tapi saat menonton drakor pikiranku malah kemana-mana.
Yang kuinginkan hanyalah rebahan dan menerawang masa depan… 🧐.
Tadi aku sudah bersiap tidur, rebahan di kasur sambil berdoa macam-macam request ini itu 🤲🏻 meski kutahu belakangan Allah sedang sibuk. Setelah meng-aamiin-kan doaku sendiri, aku malah mendadak sesak nafas dan gelisah nggak jelas, entah kenapa tetiba aku ingin menangis… hal yang membingungkan, karena sejujurnya aku pun nggak tahu akan menangisi apa 🥺.
Kemudian… aku berada disini. Di depan laptop. Berusaha melanjutkan draft post yang sudah tertunda selama beberapa minggu sambil menunggu hari berganti. Hari ini masih tanggal 5 juli, beberapa menit lagi berganti menjadi tanggal 6 juli. Waktu berlalu secepat kilatan cahaya… 💫.
Beberapa hari belakangan aku berusaha mengurangi intensitas screen time, selain karena nggak baik untuk mata aku nggak kuwat guise baca dan nontonin status teman-teman sekalyan. Gimana nggak overthinking ya, setiap kali aku membuka social media rata-rata statusnya;
1. Berita duka
2. Cerita isoman
3. Pencarian donor konvalesen
4. Pencarian rumah sakit
5. Pencarian oxygen
Ada satu hari dimana aku bolak balik copy paste ungkapan duka cita 😭, meski aku nggak mengenalnya secara personal (karena orang tua temanku) aku merasa ini hal berat ya… Aku sampai puyeng dan mual 🥺 setiap kali membaca update-an status mereka, sebelas dua belaslah dengan puyeng gegara Money Manager minggu lalu.
Kalau di Avengers: End Game mah kita lagi ada di masa suram setelah Thanos finger snap, masih belum tahu bahwa 5 tahun yang akan datang seekor tikus nggak sengaja membuka Quantum Realm 🐀. Cuaca yang nggak coy ini turut mempengaruhi mood ya, mana ada hujan di bulan Juni kecuali di puisinya Sapardi Djoko Damono.
Kolom favourite-ku di koran cetak adalah obituari, rasanya menarik melihat deretan nama-nama keluarga bermarga sama dan hubungan yang menyertainya. Kadang aku menemukan obituari dari keluarga besar yang saking besarnya memenuhi hampir setengah halaman koran, tapi tak jarang aku menemukan obituari dari kerabat atau kenalan karena yang berpulang hidup sendiri.
Saat ini aku nggak perlu koran cetak untuk menemukan kolom favourite-ku, cukup update-an status teman-temanku berubah menjadi obituari. Rasanya aneh melihat orang-orang berduka pada saat yang bersamaan sambil mengumpat COVID-19 yang bermutasi tiada henti. Ohya, aku menemukan tulisan bagus dari Evi Mariani (ini link-nya). Dibaca ya… 😉.
Sejak pandemi aku berusaha meluangkan waktu untuk telepon dan video call orang rumah, keluarga dan teman-teman meski sebenarnya canggung 😅. Karena kita nggak pernah benar-benar tahu… Sebelumnya aku lebih terbiasa berkomunikasi via chat karena khawatir mengganggu, tapi kali ini aku nggak peduli 😁 Dalam sehari aku bisa menelepon 5 orang berbeda hanya untuk memastikan mereka baik-baik aja.
Aku manusia ya… aku juga takut kehilangan… 🥺.
Saat mamaku terkena stroke hampir setiap malam aku mengecek ke kamarnya dan memastikannya bernafas dan hidup, aku tahu ini agak creepy, tapi kuyakin kau pun pernah melakukannya.
Pandemi membuat segalanya berjarak. Kalau biasanya setelah salaman kita (aku dan orang tua) berpelukan, kini cuma bisa salaman aja kek salam ke guru ngaji 🥲. Aku juga kangen berpelukan ala telletubbies dengan teman-temanku, virtual hug mah feel-nya nggak nyampe 😂.
Aku masih ingin menulis siya tapi (akhirnya) aku ngantuk… 💤
Semoga kita semua diberikan ketabahan dan kelapangan hati menjalani hari-hari pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya. Semangat ya… Jangan putus berdoa 🤲🏻.