Seminggu ke belakang Clubhouse lagi anget-angetnya dibahas, apa pun social media-nya yang dibahas Clubhouse. Sebenarnya yang begini bukanlah hal yang baru, toh kalau liat tab explore-nya Instagram banyak screenshoot dari Twitter dan Quora yang juga ikut seliweran, kalau WAG mah, macem forum di dalam forum.
Tentcunya, sebagai warga android I can’t relate haha 😂 Aku berada diantara netizen yang Cuma bisa nontonin insto-nya orang-orang yang baru aja mendengarkan percakapannya influencer dan teman sejawatnya, lengkap dengan efek typing yang bikin gemes nungguinnya haha.
Lalu aku jadi teringat lagi dengan jargon salah satu iklan rokok (tapi lupa brand-nya apa *heu 😅) saatku SMA yakni: yang tetap adalah perubahan, pernah juga jadi quote kesukaannya si Pici, diomong-omogin mulu makanya hapal yaini 😁.
Iya sih... kalau melihat beberapa tahun terakhir rasa-rasanya agak ngos-ngosan ngikutin perkembangan zaman, hampir setiap hari ada aja yang baru. Kupikir hidup kini sudah macem Twitter... ditinggal bentar eh sudah ketinggalan tetesan teh, mana cepet banget trending-nya 🥲.
Sebagai generasi 90an, kupikir kita adalah generasi yang tumbuh seiring perkembangan teknologi.
Inget banget dulu saat SMP, flashdisk masih jadi barang hi-tech yang wow keren karena kita masih pake disket 🥲. Ada berita di TV bahwa sebuah perusahaan elektronik (lupa lagi apa brand-nya 😅) yang menghadiahi PM Jepang sebuah flaskdisk 1000 gb alias alias 1 tb yang berisikan data penting negara.
Saat itu kupikir 1 tb itu banyak banget, nggak kebayang berapa banyak data yang bisa ditampung. Maklum ye... flashdisk pertamaku Kingston 285 kb harganya bikin monagesss 200 ribeng aja gaesss... 😭 Sekarang mah 64 gb harganya nggak nyampe segitu. Isinya cuma bisa nampung surat-surat organisasi, beberapa mp3 pilihan dan foto-foto yang sudah dikompress.
Yha~ everything has a price, apalagi teknologi baru yang masih anget.
Aku pun turut merasakan transformasi chatting, dari MIRc yang cuma bisa diakses pake kompi labkom, kemudian YM yang bisa diakses pake laptop, kemudian E-Buddy yang bisa diakses pake handphone (belum
musim istilah smartphone) dan akhirnya kini malah puyeng sendiri dengan berbagai aplikasi chatting lintas platform 🤭.
Salah satu hal kuperhatikan adalah bahwa akan selalu ada rising star dalam setiap platform. Tahu sendirilah... siapa ya itu orangnya (haha ternyata sudah lupa) yang katanya bercita-cita ingin meng-upload 1000 foto HD ke Facebook sebelum meninggal. Padahal mah ya... tanpa perlu meng-upload sendiri pun lama-lama fotonya bisa nyampe 1000 karena spam. Who knows yekan? 🙃.
Kupikir android turut punya andil dalam keriuhan ini, belum pernah rasanya seasyik ini jadi orang 😂 Kalau sebelumnya aku cukup puas dengan Samsung Corby yang casing-nya bisa ganti-ganti, saat berpindah haluan ke android hidupku sekejap langsung berwarna haha Banyak banget aplikasi yang bisa dioprek... terutama, Camera 360 😌.
Saat itu aplikasi yang hype adalah Instagram, Path dan Twitter. Hmm... apa itu Facebook? *heu Facebook di-kiceup-in android begini langsung jadi social media platform kebanggaan orang tua. Happy banget rasanya jadi warga android, nge-tweet sudah nggak pake embel-embel Uber Tweet lagi 😜.
FYI. Aku belum pernah pake BB (BlackBerry) jadi nggak tahu rasanya ngomong; minta pin-nya dong 😅.
Beruntungnya sebagian orang mampu menjadikan social media platform menuju arah yang lebih baik, entah itu untuk self(ish) branding, jualan atau mencari penghidupan. Dan menurutku social media platform yang mampu merubah hajat hidup orang banyak adalah Instagram, sudah nggak terhitung lagi kan berapa banyak influencer lulusan Instagram University.
Kupikir content creator sudah menjadi istilah yang bias ya, karena pada dasarnya apa pun yang dibuat dan di-share di social media adalah content. Yha~ kita adalah content creator, Cuma memang nggak self proclaim dan rajin bikin content 😉.
Saat COVID-19 outbreak, beberapa social media platform laris manis macem gorengan di bulan Ramadhan. Hampir semua akun yang lewat di timeline-ku mengunggah konten partisipasi TikTok-nya, terutama influencer dan selebtwit. Well... ini belum termasuk dengan YouTube channel dan podcast ya... Eh, iya Instagram live.
Yha~ Gini-gini juga aku faham gimana rasanya Instagram live tapi pada leave...
*bukan aku yang live 😌
Sumpeh (yang nggak sampai tumpeh-tumpeh 😉)... kadang aku pusing sendiri mau nonton Instagram live yang mana, karena waktu live-nya barengan. Kadang aku juga bingung mau mendengarkan podcast yang mana karena hampir semua kecenganku tetiba bikin podcast.
Damn... alamat balik lagi mendengarkan mb TayTay ini mah 🙃.
Di satu sisi aku merasa overwhelm karena kita memiliki waktu yang cukup untuk mengenal diri sendiri, tapi di sisi lain aku merasa khawatir jati diri tergerus. Yha~... balik lagi, ngos-ngosan ngikutin perkembangan zaman. Apa yang kita pikir keren saat ini akan basi pada waktunya.
Aku lupa siapa yang bilang, kurang lebih begini kata-katanya; Jangan pernah menyerah menekuni suatu platform dan mendalami suatu niche, karena akan ada saatnya audience menemukan kita. Percayalah, apa pun market-nya, pada akhirnya akan selalu ada yang nyangkut 😉✨
Setiap kali gamang dengan fakta bahwa aku masih betah nge-blog dan nge-tweet ketimbang bikin channel YouTube atau podcast, aku selalu inget dengan kata-kata tersebut. Bukankah kita semua memiliki porsi masing-masing? Apa yang cocok untukku belum tentcu cocok untuk orang lain dan apa yang cocok untuk orang lain belum tentcu cocok untukku.
Aku masih belum tahu sampai kapan hype-nya Clubhouse akan berakhir, tahu sendiri laya... netizen +62 kadang suka hangat-hangat tahi ayam 🐓💩.