Demi Iedul Fitri yang #instagramable, aku dan adikku
Widy bersepakat untuk membuat flower
paper backdrop ala www.pinterest.com .
Disini aku berperan sebagai crafter, designer sekaligus tukangnya T.T
Flower
paper backdrop yang dimaksud berbahan dasar kertas krep (berasal
dari kata crafty, yang intinya untuk
berbagai macam kerajinan) dan kawat hias yang biasa digunakan untuk membungkus
tangkai bunga aklirik (crafter dan
ibu-ibu binangkit PKK pasti tahu kawat yang dimaksud hehe)
Dibandingkan dengan flower paper berbahan dasar kertas karton, flower paper berbahan dasar kertas krep lebih simple dan clean karena menggunakan kawat hias sebagai pengikat.
Sedangkan jika membuat flower paper menggunakan kertas karton, pasti akanlebih
belepotan karena menggunakan lem dan leukleuk haha
Untuk tutorialnya
bisa searching via Simbah Gugel
dengan keyword cara membuat bunga
dari kertas atau tutorial flower paper.
Atau kalau mau lebih detail, bisa search di Pinterest.
Mungkin crafty
interest disini agak rendah ya ...
makanya ketika nyari kertas Krep
lumayan susyahh, sekalinya ada mahal boo ... naiknya lebih dari 100% harga
eceran di Bandung, malahan ada juga yang sampai 200%. Itu belum termasuk
pilihan warna yang minim T.T
Karena esensi Iedul Fitri adalah kembali ke fitrah yang identik dengan warna putih
yang berimage suci, bersih dan tanpa
noda. Maka color tonenya dibuat balance dengan penggunaan warna pastel
yang merepresentasikan kelembutan dan cocok dengan moment Iedul Fitri ini.
Sayangnya, stock demand yang labil telah menggeser color tone ke arah sebaliknya. Vibrant. Atau yang biasa disebut dengan warna stabillo (merujuk kepada salah satu brand awal highlighter pen). Menjadikannya seperti flower
headband ala Frida Kahlo de Rivera, pelukis kebanggan Meksiko yang alisnya
tersambung dan berkumis tipis kaya Iis Dahlia.
Bagi yang awam
membuat flower paper tampak sepele, tinggal gunting-gunting,
lipat-lipat, ikat-ikat, jadi dehhh ... Yakali gak ada kerjaan T.T
Oh, itu
belum seberapa dengan adikku mendadak hengkang dari proyek ambisius Iedul Fitri
yang #instagramable ini, dia terlalu lelah untuk melakukan hal remeh-temeh nan detail sepertiku. Ia lebih memilih untuk
pindah ke dunia virtual yang maya ...
Anggap saja,
ujian di bulan Ramadhan hehe
Aku
terpaksa memboikot usulan adikku untuk menempelkan flower paper di tembok
menggunakan double tape, karena akan merusak tembok
berserta flower paper yang susah
payah kubuat. Sebagai solusinya aku menggunakan kawat ram ukuran 1 cm dari toko
material sebagai penyangga, flower paper yang sudah dibuat diikatkan ke kawat
ram. Tak perlu basa basi atau usulan tak berkesudahan. All is up to me ...
Voila!!!
Untuk menempelkan kawat ram yang sudah ditempeli flower paper di tembok aku dibantu
Sarmidut a.k.a Pongky yang eksis se-BTN Ciheuleut.
Sarmidut :
“Mbak ngapain bikin dapros banyak-banyak?”
Aku : “Pliss dwehh ... ini bunga tau”
Sarmidut :
“Bunga dapros”
Aku :
zzz ... zzz ... zzz
*makanan tradisonal berbahan beras ketan berwarna
warni yang dibentuk seperti bunga ros / rose
(mawar)
Demi Iedul Fitri yang #instagramable ini, aku sampai
begadang kaya zaman kuliah dulu, tidur setelah sholat shubuh tapi mesti bangun pagi karena ikutan kursus, siangnya
baru hibernasi sampai mama pulang dari kantor. Terus-terusan hingga H-1 sebelum
Lebaran.
But, no matter how hard those days I’m so exciting
with this project.
Kalau Ramadan tahun lalu kita bukber (buka bersama) di... di... dimana yah??? Eh, tahun kemarin kita ngadain bukber gak sih?
Oh iya, Ramadan tahun kemarin aku memang tidak menghadiri bukber karena mama sakit. Tapi emang pada ngadain bukber gak sih? Kayaknya gak ngadain bukber deh... eh tapi gak tahu juga, lupa. Seingatku, terakhir kali ikutan bukber waktu di rumah Acong yang di Antapani. Bubar sekaligus nginep bareng dengan keluarganya Acong. Seriusan. Dengan keluarganya Acong. Dengan Ibu, Bapak dan Azka adiknya Acong.
Tujuan bukber yang sesungguhnya adalah bersilaturahmi, ya meski ujung-ujungnya berlanjut dengan curhat sekaligus saling menukarkan kabar teman-teman yang lain a.k.a gossip haha Karena, terlalu banyak kata-kata yang malas diketikkan di chat.
Pada setiap Ramadan, minimal kita akan mendapatkan 3 undangan bubar, dari teman kerja, dari teman kuliah, dari teman SMA dan dari teman SMP. Lalu ada dari teman komunitas (kalau ikutan itu juga), dari teman semasa SD dan dari teman semasa TK (seriusan... mungkin gak tahu mau bubar apalagi kali ya...).
Tapi karena kita adalah teman sedari SMP hingga SMA, dengan jumlah yang limited edition yang cuma segitu-gitunya. Maka bisa dipastikan yang ikutan bukber ya cuma segitu haha, yang lain berhalangan hadir karena kesibukannya masing-masing, bubar dengan keluarga kecilnya atau bubar dengan mertua.
Berhubung belum sukses dan punya harta berlimpah, bukber tidak diadakan sebagaimana mestinya kaum urban poverty yang eksis di social media. Kita memilih untuk bukberdi rumah Medus yang kosong di Margahayu, yang udah dipilih duluan bahkan sebelum Medus baca chat.
Parahnya, di sepanjang jalan yang berjubel dengan orang-orang yang kalap mau belanjain uang THR, banyak diantaranya yang makan dan minum seenaknya... kalau perempuan kan wajar, anak-anak mungkin masih belum kuat puasa, tapi laki-laki? OMG... Plis euy!
How could Ramadan sell a man's faith? By lust.
Icunk yang stand by semenjak jam 9 pagi di Kepatihan sudah bosan ikut-ikutan orang lain memilah-milah baju, ia juga pusing lihat mega consumer behavior orang Indonesia di kala menjelang Idul Fitri. Akhirnya ia duduk di samping nenek-nenek yang kecapekan diajak belanja. Chatting dengan kita yang belum sampai meeting point.
Karena jalan dialihkan aku harus jalan kaki dari Pasar Baru, panasnya Bandung hari itu membuat keadaan semakin semrawut. Jalan macet. Klakson bersahutan. Orang-orang sewot.
Aku menemukan Icunk sedang asyik menonton orang-orang yang berjuang demi penampilan maksimal di hari Idul Fitri. Kita lalu duduk-duduk sambil menunggu Pici yang katanya salah naik mobil dan terdampar di entah dimana, tertawa-tawa membayangkannya marah-marah karena rempong membawa baso aci fresh dari Garut.
Ohh... tapi itu belum seberapa. Medus, yang jadi host bubar Ramadhan ternyata terjebak macet sebelum mencapai bandung. Istilah “anggap saja rumah sendiri” ternyata sangat berlaku bagi Deya yang datang duluan, dengan semangatnya ia lantas menyapu, mengepel dan membereskan rumahnya #eh rumah Medus haha
As our predictions. Pici marah-marah karena baso aci, ya, baso aci. Karena menunggu baso aci ia terlambat pergi, terjebak macet dan nyasar gak tahu dimana. Demi Deya yang tangginas, kita langsung pergi ke rumah Medus via Gojek.
Berbukalah dengan yang gurih dan enyoi !!!
Mari kita sambut... baso aci !!! jennggg... jennggg... jennggg...
Curhat session dimulai sejak beres sholat Isya, dilanjutkan dengan saling menukarkan kabar teman hingga dini hari. Capek? Nggak. Haus? Biasa aja. Lapar? Iya!!! OK. Kalau gorengan dan es kelapa muda adalah appetizer, dan nasi beserta segala lauk pauknya adalah main dish, maka seharusnya baso aci adalah dessert. Seharusnya...
Kenyataannya, after that that's all...
Setiap kali ada pedagang yang lewat kita stalking-in hehe Alhamdulillah stalking kali ini membuahkan hasil yang real, ronde dan mie tektek. FYI, itu belum termasuk cemilan ringan lainnya, semacam keripik dan endog lewo yang kalau dimakan kebanyakan bisa bikin keselek. RWG U.U
Rasa-rasanya semalam belum cukup untuk menceritakan ‘what’s happened to me’ selama ini, kalau kata Jupe mah tumpehh tumpehh... semuamuanya diceritain, dari yang konyol sampai yang serius, dari yang galau sampai yang selow. Fits in it.
Entah dosa apa temanku yang satu ini, dia digerebek polisi ketika sedang ditraktir karaoke oleh teman-temannya. Agak konyol tapi lucu ya... sedang meriah-meriahnya tiba-tiba... nyesss... langsung deh spechless... and it’s became the coolest birthday she ever had hehe
Tapi yang paling menarik adalah tentang urusan cinta, yaelahh cinta... eceng gitu! Haha Ada yang galau karena menikahnya masih lama, ada juga yang masih santai tapi orang tuanya enggak, ada juga malah yang bingung gak tahu maunya gimana.
Let it flow aja seus... ^.^
The 13th year of friendship, and still counting.
Dengan berkembangnya fashion design di Indonesia saat ini, turut berkembang pula sense of design di masyarakat. Tingginya
market demand membuat industri fashion berlomba-lomba memenangkan market competition yang berimbas langsung kepada designer selaku trend research dan trend maker. Oleh karena
itu designer dituntut harus lebih inovatif dan kreatif dalam menciptakan suatu design, jika masih ingin bertahan di
industri fashion yang tumbuh dengan
pesat.
Bukan
hal yang mudah untuk memunculkan orisinalitas design, apalagi jika berkecimpung di industri fashion yang notabene memiliki cycle
of trend. Salah satu trend
yang berkembang adalah dengan memasukkan unsur kearifan budaya lokal ke dalam design, dalam hal ini tentu saja berupa
kain seperti batik, songket, jumputan, sasirangan dan lain sebagainya.
Batik
masih menjadi primadona dalam industri fashion,
khususnya dalam lini ready to wear.
Sebagai salah satu warisan budaya yang ditahbiskan oleh UNESCO, batik memiliki
keunggulan dalam hal keberagaman motif dan teknik yang digunakan.
Pada
umumnya batik dikombinasikan dengan material berwarna polos untuk mendapatkan
kesan balance, karakter batik yang fully printed membuatnya agak sulit dikombinasikan dengan material yang
serupa. Jika tidak ditangani oleh ahlinya, maka yang akan terjadi adalah messy design. Namun tampaknya hal tersebut tidak berlaku bagi Batik
Amarillis, sebuah local brand asal Tangerang yang memproduksi
produk ready to wear batik.
‘Kenapa ya
sekarang barudak (teman-teman)
membosankan?’#eeeaaaaa
Vici yang sudah merasa gak asyik lagi di grup Line angkatan tiba-tiba mengangkat issue yang nyata di chatting sebelum tidur,
tentang betapa gak asyiknya
kita kini dan betapa hal tersebut membuatnya bosan. Ralat. Bukan hanya Vici,
aku juga #eh, aku dan barudak yang lain #eh #eh, aku dan barudak
yang lain yang masih single #eh #eh #eh.
Mungkin barudak
jadi membosankan karena segmen chatting
juga turut berubah mengikuti usia dan status
terbaru. Kalau dulu topik pembicaraan kita hanya seputar orang tua, kuliah dan
pacar, kini mulai berkembang ke arah yang lebih private dan emak-emak banget,
seperti urusan suami, anak dan life style
yang dijalani. Peoples changed ...
hanya saja mereka yang lebih duluan berubah. Kita mah menyusul ...
I’m
believed in phrase ‘Age is just a number ‘. Usiaku
saat ini adalah 26 tahun, namun anehnya aku tidak merasa sedang berusia 26
tahun, aku malah merasa sedang berusia 23 tahun. 3 tahun lebih muda dari yang
seharusnya. No ... No ... No ... Bukannya aku sok muda atau sok kecakepan karena masih sering dikira
masih duduk di bangku kuliah, atau dikira fresh
graduate yang lagi on fire
mencari kerja setelah diwisuda 2 minggu yang lalu. Aku hanya penasaran kemana 3
tahun yang hilang itu. 3 tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk bisa dicuri
atau dihilangkan begitu saja.
Dengan berkembangnya segmen chatting, maka bisa dipastikan kini hanya sedikit barudak yang berpartisipasi di grup Line
angkatan. Kalau bukan karena ada moment
penting seperti pengumuman pernikahan dan sharing
foto setelah ketemuan, grup Line
angkatan sepi penggemar. Kalau pun ada, hanyalah saling mengucapkan selamat
ulang tahun yang riuh dengan taburan doa-doa penyemangat mencari jodoh.
Untuk memecah kesunyian
grup Line angkatan yang mati suri, biasanya salah seorang barudak akan basa basi dengan say
hi atau apalah, seperti halnya ‘hi
tweeps’ di Twitter. Lalu, bermunculanlah anggota grup lainnya yang magang
jadi silent leader, saling
berkomentar, saling mencela, saling mengingatkan. Notification alarm seakan
tak henti-hentinya menyala ketika kita sudah menjadi ikan Piranha yang suka rebutan
membalas chatting.
As a Cinderella
story, kesenangan chatting
berjama’ah hanya bertahan sampai tengah malam saja, keesokan harinya grup
Line angkatan kembali sunyi. Dan, aku yang juga ikut meratapi grup Line
angkatan memutuskan untuk kudeta mandiri, membuat grup Line baru dengan segmen single yang butuh penghiburan teman.
Single.
Singel.
Singgel.
Singlet.
Kenapa mesti Singlet? Karena lebih mudah diingat dan lebih
down to earth daripada lingerie. #meanwhileinindonesia
Dengan Singlet, aku merasa kembali ke masa lalu, masa
dimana barudak ngobrol ngalor ngidul
dengan casualnya, diselingi dengan heureuy ala barudak yang setiap katanya mengundang tawa. Dan yang terpenting, chatting sebelum tidur tidaklah
membosankan seperti sebelumnya ...
FYI, we’re still
available lohh ... haha