Memang, ada istilah yang berbunyi “don’t judge the book by it’s cover” Ah,
tapi bagi saya hal itu sudah terlanjur basi. Orang yang pertama kali
mencetuskan istilah itu belum pernah menikmati cover buku yang menarik atau full
illustration, sudah jelas, karena disaat
itu belum ada profesi sebagai graphic
designer dan illustrator yang serius menggarap cover buku.
Hal yang pertama kali menarik perhatian saya ketika
akan membeli buku adalah covernya
bukan isinya, cover design berada di
depan sedangkan resensi berada di belakang menandakan bahwa “you can judge the book by it’s cover”
karena seharusnya cover design
merepresentasikan keseluruhan isi buku.
Makanya, saya seringkali merasa kesal kalau kecele membeli buku, cover designnya bagus tapi isinya ngehe, apalagi kalau sampai gak
nyambung. Eh, tapi itu belum seberapa dengan rasa kesal ketika menemukan buku
dengan cover design yang (bagi saya) ngasal, copy paste dari
gambar-gambar yang sudah familiar di Google . Pada kemana graphic designernya?
Seringkali penerbit mencetak ulang buku dengan
cover yang baru, bagi saya itu tidak menjadi masalah selama masih bisa
merepresentasikan keseluruhan isi buku, jangan sampai cover design yang baru jadi boomerang
bagi penerbit, syukur-syukur bisa menaikkan oplah.
Ketika sebuah buku diangkat ke layar lebar
atau difilmkan. Apakah cover design
buku tersebut perlu dirubah seperti movie
posternya? Mmm ... kayaknya gak
perlu deh, buku ya buku, film ya film,
cover design merepresentasikan keseluruhan isi buku sedangkan movie poster merepresentasikan keseluruhan isi film. Buku merupakan hasil
karya pemikiran penulis sedangkan filmnya adalah hasil representasi pembuat
film mengenai buku tersebut, 2 hal dengan ekspetasi yang berbeda tidak bisa
dipaksakan untuk sama. Jadinya rumpang.
Menurut saya buku dengan cover design yang (masih) orisinil jauh lebih menarik ketimbang
dengan cover design edisi movie poster. Saya tidak menyatakan bahwa cover design yang edisi movie poster itu jelek, hanya saja (agak) mengganggu karena mengurangi
esensi dari buku tersebut. Jangan lupa, seringkali film yang diadaptasi dari
buku memiliki cerita yang sedikit (atau banyak) berbeda dengan versi bukunya.
Saya sendiri pun pernah mengunjungi beberapa toko
buku (large and medium) untuk mencari
buku dengan cover design yang
orisinil dan ternyata tidak ketemu. Sebenarnya sih buku itu ada, tapi cover
designnya yang baru membuat saya kesal. So, i have nothing.
Well ... Saya tidak ingin memaksakan diri untuk memiliki apa yang tidak ingin
saya miliki.
Dilihat dari segi marketing tentu saja perubahan cover
dengan edisi movie posters merupakan salah satu strategi
promosi film. Tapi ya ... coba difikirkan lagi deh, jika ingin membeli buku yang sudah diadaptasi menjadi film,
calon pembaca pun sudah tahu pasti judulnya tanpa harus dibantu dengan movie posters. Selain itu, kadangkala saya juga merasa terus menerus dibayangi
visualisasi di film ketimbang membaca buku itu dan meresapi isinya.
Anyway,serepresentatif apapun cover
design tetap saja tidak akan mampu merubah
nasib sebuah buku, karena pada akhirnya isinyalah yang akan dinilai oleh
pembaca.