Hello…
Sudah lama ya sejak terakhir aku dan teman sekalyan main jauh keluar kota. Terakhir kali main jauh yakni tahun lalu ke Tasikmalaya + Garut ke nikahannya Memed. Selebihnya belum kemana-mana, apalagi kalau bukan karena pandemi dan PPKM yang dicicil setiap minggu macem arisan Tupperware 😌.
Selama hampir setahun lebih tujuan terjauhku adalah bolak balik Bandung-Subang itu pun mesti pake travel. Parno guise… 🥺 Koronces merajalela. Dengan situesyen yang nggak kondusif ini, bahkan pergi belanja ke supermarket mesti terencana, kalau kata Icunk mah macem Uang Kaget. Itu loh… acara TV yang pesertanya ditantang untuk membeli barang sesuai list dengan waktu yang sudah ditentukan 😁😂.
Karena rencana kita untuk liburan ke Yogyakarta sudah berubah statusnya menjadi wacana, maka kita mencari opsi liburan tipis-tipis sekitaran Bandung. Asli. Otak udah ngebul macem knalpot racing, digeber mulu mikirin negara Wakanda yang semakin hari semakin ngadi-ngadi kelakuannya. Hahahasyuuu… 🥲.
Tadinya kita berencana untuk #dimobilaja, maksudnya jajan dimana gitu tapi makannya di mobil aja karena meski dine in sudah bisa 30 menit nggak yakin santai, bisi kilikiben 😅. Kemudian rencana sempat berubah menjadi wisata IKEA, tapinya nggak jadi karena jalan menuju kesana sedang diperbaiki dan kita terlanjur mager untuk daftar online.
Bimbangnya udah macem nentuin mau order apa di Go Food yaini 😅, opsinya banyak tapi yang nggak bener-bener tahu apa yang dimau. Beruntung, H-1 akhirnya Deya ngasih opsi ke Cihaniwung Kertasari, sebagai netizen yang di pick aku sih yes 🤣 Mungkin karena sudah kelamaan #dirumahaja jadinya sok sibuk gimana gitu mikirin mau bawa apa, makan apa, ngapain aja.
Diantara kita bertiga hanya Deya yang pernah ke situ Cihaniwung, karena mengantar anak didiknya (cieee… 😘) yang sedang PKL. Aku dan Icunk sama sekali belum pernah kesana, tapi kuyakin okcey sih karena pernah membaca tentang Kertasari di Quora. Sayangnya, sedari pagi cuacanya gloomy ala-ala Forks, ceudeum tapinya nggak hujan, well… mungkin karena blue moon juga kali ya *eh ngaruh nggak sih? 🧐.
Ladang kentang |
Karena tahu akan melakukan perjalanan panjang, aku sengaja sarapan sejak 06.30 kek anak sekolahan haha Harap mengertilah wahai warga +62 aku nggak mau salatri dan ujung-ujungnya masuk angin macem dulu-dulu. Di chat kita berencana cabs sekitar jam 07.30, di kehidupan nyata kita cabs sekitar jam 08.30 gabut hamba nunggguin di depan Vitasari 😂.
Kita sengaja nggak membawa bekal makanan berat macem nasi atau apalah karena rencana awalnya memang mau makan di luar, nyari yang searah ke Kertasari. Sok iye banget kan nih 3 dara 🤣 Deya merekomendasikan RM. Rencong untuk membeli makan siang, kemudian Icunk search di Google katanya RM. Rencong buka sekitar 10.10. Saat sampai di depannya. Lahh… kok tutup? Ternyata yang Icunk lihat RM. Rencong cabang Banjaran 🤣🤣🤣.
Karena masih PPKM kebanyakan tempat makan masih tutup kalau pun buka lauknya belum banyak. Diantara sekian banyak opsi makanan, tahu nggak yang kita pilih apa? Nasi Padang dong 😂, untung kuahnya dipisah, jadi nasinya nggak beukah. Sebelumnya, kita sudah pasrah aja bakal makan siang pake Pop Mie dan kuah bakso di pinggir situ 😌.
Sejauh mata memandang; bawang daun, bawang daun, bawang daun dan bawang daun ✨ |
Menurutku vibe-nya OTW ke Kertasari ini macem Cikajang Garut, daerah pertanian yang di kanan kiri jalannya diapit perkebunan. Kalau pernah melewati daerah Lembang mungkin pernah melihat sepetak dua petak lahan yang ditanami daun bawang, di Kertasari lahannya bukan hanya sepetak dua petak ya, banyaakkk… hampir sejauh mata memandang lahannya ditanami daun bawang 👀.
Pasti pernah kan membeli Martabak Telur terus Mang-nya mencacah langsung daun bawangnya untuk dimasukkan ke adonan, nah wanginya perkebunan daun bawang tuh ya gitu. Jadi weh kepikiran makan bubur 😅 Selain daun bawang, ada kentang, kembang kol dan brokoli, sisanya nggak kelihatan ya 😁.
Di Indonesia byasanya perbatasan daerah ditandai dengan gapura atau tugu yang bentuknya disesuaikan dengan komoditi daerah tersebut. Di Kertasari bentuk gapuranya bukan kotak loh ya… tapi tinggi tipis macem stick ice cream berwarna kekuningan, awalnya kukira itu bambu tapi setelah berkali-kali melewatinya aku sadar itu daun bawang. Daebak! Kalau gabut bisa niya dicek di Google 😉.
Setelah melewati perkebunan daun bawang kita memasuki perkebunan teh, kalau yang ini aku familiar karena hampir setiap pulang ke rumah pasti melewati perkebunan teh. Bedanya paling ada di ruas jalannya yang nggak terlalu lebar dan sedikit rusak, semi off road laya.
Saat di jalan entah gimana obrolan kita sampai ke; niat banget ya orang-orang Belanda jauh-jauh datang ke Indonesia membuka lahan sampai ke pelosok 🤔, eh tapi orang-orang Jepang juga niat banget ngejugjug orang-orang Belanda yang sembunyi di pelosok 🤔. Kita aja yang zaman sekarang lama nyampe kesini (Kertasari), apalagi mereka (orang-orang Belanda dan Jepang) zaman dulu.
Mesti diakui ya guise… suka atau nggak suka orang-orang Belanda memang berkontribusi besar dalam menentukan komoditi pertanian secara masif. Di daerah Jawa Barat kita bisa dengan mudah menemukan perkebunan teh karena kontur dan cuacanya cocok untuk ditanami teh. Nanti deh ya kapan-kapan kutulis post-nya terpisah.
Situ Cihaniwung dari kejauhan. |
Kita juga melewati Cisanti yakni 0 km-nya Sungai Citarum, dari jalan sih terihat ramai tapi nggak tahu di dalamnya gimana karena kata Deya di dalamnya nggak ada apa-apa hanya wisata pemandangan. Saat akhirnya kita sampai ke situ Cihaniwung… hahanjirrr… apalah itu cicilan PPKM setiap minggu 😱, himbauan taat prokes dan koronces yang begitu dekat begitu nyata. Ramainya normal macem Indonesia sebelum tahun 2020.
Melihat situesyen yang ramai kita langsung ciut dan mengurungkan niat untuk masuk ke area situ-nya. Well… tanpa mesti masuk pun situ Cihaniwung sudah bisa dinikmati dari kejauhan, lebih indah malah. Banyak kok warga +62 yang lebih memilih untuk duduk-duduk di atas motor yang diparkir di pinggir jalan, selfie-an sambil jajan.
Kupikir mestinya tempat wisata lokal nggak mesti menjual spot selfie atau bangunan warna warni untuk menjaring pengunjung, cukup benahi tempatnya dan sediakan fasilitas yang layak. Kubilang begini karena daya tarik sebenarnya dari wisata yang ada di Indonesia adalah pemandangan alam bukan pemandangan buatan yang bikin jengah. Polusi visual 😵.
Karena sudah jamnya makan siang akhirnya kita memutuskan mencari spot landai di perkebunan teh untuk menggelar piknik ala-ala. Yha~ idealnya memang Nasi Timbel dan cemilan receh tapi tadi kita lebih kepikiran Nasi Padang 😂 Setelahnya kita shantay dulu, tapi nggak sampai rebahan karena banyak yang lewat 😅.
Aku lebih nyaman dan menikmati berjalan-jalan seperti ini karena merasa familiar dengan lingkunganku tumbuh. Rumahku di Subang yang secara geografis dikelilingi perkebunan, teh, karet dan tebu. Mbah Buyutku bahkan bekerja di perkebunan karet. Saat di ma’had mainku pun nggak jauh-jauh dari perkebunan, jadi ya betah-betah aja sih 😁.
Ohya, kita juga melewati Pabrik Pengolahan Teh Kertasari yang sering di-post oleh komunitas heritage Bandung, ternyata di sini ya tempatnya… jauh dari kota 😅, menurutku sama aja sih dengan perkebunan teh pada umumnya dan entah kenapa aku malah teringat FTV jadul yang judulnya nggak seenak jidat, yang setting-nya di perkebunan teh.
Karena masih siang kita memutuskan untuk mengunjungi tempat kerja Deya di Bale Endah, sumvah seumur-umur tinggal di Bandung baru kali ini aku main ke daerah sana. Sebelumnya kita makan Bakso dan Mie Ayam atas nama; ingin yang lada-lada ✨.
Sebagai ibukota kabupaten kupikir Bale Endah udah termasuk canggih ya, rumah sakitnya bagus dan ada rumah susun yang ruang terbukanya lega. Suasananya macem Indonesia di tahun 90an, saat sawah-sawah belum bermutasi menjadi perumahan. Kebetulan saat kita kesana golden hour jadi sorenya cantik.
Well… weekend well spent ya guise… thank you Icunk dan Deya, semoga pandemi segera berakhir dan kita bisa main lebih jauh 😊.