Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.
@charlesetoroma on Unsplash  

Hellooo…

Semua yang kutulis di post ini berdasarkan preferensi pribadi ya, nggak ada research mendalam kecuali mengamati kehidupan sehari-hari dan apa yang orang-orang post di media sosial. Feel free to discuss more about it.

Aku lupa lagi kapan tepatnya, tapi Deya pernah tanya tentang sustainable dan penerapannya di Indonesia gimana. Kalau nggak salah saat itu aku jawab sustainable adalah gaya hidup orang Indonesia alias kearifan lokal. Sayangnya, Deya tanya di saat kita mau pulang, padahal kalau tanyanya saat makan Sate DAMRI diantara sholat maghrib dan sholat isya bisa-bisa kita begadang haha *kangen kosan Icunk 😘.

Selama ini aku cukup mengikuti tentang sustainable, awalnya karena tertarik tentang sustainable fashion dan pernah menulis post-nya disini. Kalau membicarakan sustainable tentcu cakupannya sangat luas bahkan bisa dikatakan hampir semua hal kini diupayakan menjadi sustainable. Berbeda dengan alam yang memiliki life cycle-nya sendiri, semua yang diproduksi oleh manusia membutuhkan proses untuk mencapai sustainable.

Apakah sustainable berarti daur ulang? Nggak selalu. Daur ulang adalah salah satu opsi untuk memperpanjang masa pakai. Kalau ingin tahu mengenai sustainable lebih detail bisa di-search di Google ya… Kali ini aku skip 😁. Well… lantas apakah hubungan antara sustainable dan kearifan lokal?

Yha~ sustainable adalah kearifan lokal itu sendiri.

Kearifan lokal atau yang kini biasa disebut sebagai local wisdom adalah warisan berupa konsep hidup (ide, nilai, pengetahuan) yang diturunkan secara turun temurun untuk menjaga keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Eh, tapi jangan lupa ya kita tinggal di Indonesia, jadi kearifan lokal ini erat kaitannya dengan kepercayaan nenek moyang ✨👌🏻.

Nenek moyang kita (Indonesia) berhasil hidup berdampingan dengan alam selama ratusan tahun lamanya dengan mempertahankan kearifan lokal. Dalam prosesnya ada banyak nilai yang bisa diambil, ide yang dikembangkan dan pengetahuan yang diturunkan. Salah satu yang mampu mempertahankan kearifan lokal adalah Suku Baduy.

Pada dasarnya ada pakem-pakem yang dibuat berdasarkan pengalaman panjang. Katakanlah rumah. Dari Sabang sampai Merauke bentuk rumah berbeda-beda mengikuti kontur geografis, pernah nggak sih kalyan bertanya-tanya mengapa rata-rata rumah di Indonesia atapnya berbentuk limas? Karena… *drum roll dulu… hujan di Indonesia datang dari segala arah. Serius yaini… 😁.

Rumah dengan dak atau berkonsep minimalis dengan rooftop aesthetic sebenarnya kurang cocok untuk menghadapi hujan di Indonesia, tapi balik lagi ya pada akhirnya ini adalah tentang taste dan budget. Saran dosenku dulu; kalau kalyan ingin membangun rumah di suatu daerah, carilah rumah (adat) asli atau rumah lama di daerah tersebut, pelajari bentuknya dan jadikanlah acuan karena nenek moyang membangun rumah untuk jangka panjang.

Pernah ada masanya konsep dekorasi shabby chic booming, disusul konsep dekorasi monokrom, kemudian konsep dekorasi minimalis dan sekarang konsep dekorasi natural. Coba tebak, apa persamaan dari konsep dekorasi tersebut? Yha~ banyak printilannya 😁. Rata-rata orang Indonesia itu horror vacui alias memiliki ketakutan akan ruang kosong, makanya pasti gatal kalau masih ada ruang yang nganggur, ingin diisi, ingin di didekorasi, ingin diiniin diituin 😏.

Percayalah. Apa pun konsep dekorasi rumahnya, pasti punya sudut betrak betruk 🤣 Juara banget kalau nggak punya.

Horror vacui terjadi karena kita memang terbiasa hidup dengan “penuh”, kalau kosong kan ditempati lelembut 👻. Makanya rumah nenek moyang dipenuhi ukiran, lambat laun ukiran tersebut beradaptasi melalui furniture dan elemen dekorasi. Jarang banget kan menemukan rumah yang pure lapang tanpa printilan, jangan jauh-jauh deh… itu tanaman di pot pun posisinya pasti disebar 🤣.

Menurutku, horror vacui-nya orang Indonesia itu unik. Sekeras apa pun kita berusaha untuk mengabaikan pada akhirnya pasti akan kembali lagi. Meski sudah berusaha pake basic outfit nan earth tone, kalau ada versi full graphic tetap aja dibeli juga yekan 😂 Kupikir, pasangan yang menikah dengan kostum dan dekorasi Doraemon adalah sebenar-benarnya orang Indonesia.

Saat ke Gramedia, di antara bagian lifestyle dan self development terhampar buku-buku yang menawarkan berbagai konsep (gaya) hidup masa kini. Sayangnya, nggak ada satu pun buku yang menawarkan konsep hidup dari, oleh dan untuk orang Indonesia heuheuheu 😅 Sebegininyakah krisis konsep hidup sampai mesti mengadaptasikan konsep hidup negara lain yang notabene berbeda kultur dan geografis?

Syudah bisa ditebak… aku jadi mempertanyakan ada nggak sih konsep hidup yang “sesuai” untuk orang Indonesia?.

Ternyata jawabannya ada… di ujung langit ☁️💨.

Beberapa tahun belakangan sustainable living became a things, tapi semakin kucari tahu aku semakin menyadari bahwa adalah sustainable living adalah konsep hidup yang sebenarnya lekat namun terlupakan. Yha~ kalau sustainable living adalah kehidupan yang dijalani oleh Liziqi, maka hampir bisa dipastikan sebagian dari kita pernah menjalaninya.

Saat ini wooden toys adalah opsi yang ideal untuk mainan berbahan alami yakni kayu. Nah. Ingat nggak sih kalyan dengan mobil-mobilan dari yang dibuat dari kulit Jeruk Bali dan lidi? Keduanya, yakni kayu dan kulit Jeruk Bali adalah bahan alami, namun kulit Jeruk Bali akan lebih mudah terurai ketimbang kayu karena nggak menggunakan varnish.

Aku tahu ini perbandingan yang nggak apple to apple ya, aku hanya ingin menunjukkan bahwa sebenarnya kita sudah lebih sustainable bahkan sebelum kita mengenal konsep sustainable itu sendiri.

Beberapa tahun yang lalu internet pernah heboh oleh berita; supermarket di Thailand menggunakan packaging daun pisang menggantikan plastik. Saat membaca artikel yang menyatakan bahwa daun pisang 100% eco friendly dan sustainable aku ngakak sekaligus bangga 😂. Pasalnya, hampir setiap hari aku menemukan si eco friendly packaging ini dalam bentuk Tempe, Papais, Leupeut, Lemper, Peuyeum, Pecel, Awug, Sate, Nasi Kuning and friends.

Mungkin kalyan pernah mengalami masa dimana packaging plastik belum lumrah digunakan. Setiap kali membeli Bakso atau Soto dari Mang-Mang yang beredar di sekitar rumah, kita selalu membawa rantang atau mangkuk sendiri. So… I just want to say. Bukankah ini yang kita lakukan sekarang? Membawa wadah sendiri demi mengurangi sampah.

Dalam rangka mengurangi limbah botol plastik sekali pakai, beberapa tempat menyediakan refill air minum gratis bagi yang membutuhkan (bisa ditemukan via aplikasi). Di daerah Jawa, sekitar tahun 90an masih bisa ditemukan rumah-rumah yang menyediakan kendi berisi air minum di pagar (pagar tembok) jadi setiap orang yang lewat dan kebetulan haus bisa berhenti dan minum. Biasanya anak sekolah atau petani yang baru pulang.

Aku pernah menonton home tour salah satu aktris Indonsia yang rumahnya bergaya American modern, salah satu keunggulannya adalah food storage (room) yakni ruang penyimpanan bahan makanan kering. Otakku langsung bekerja, dan… food storage (room) adalah Bahasa Inggris dari goah. Dimana hampir semua rumah (lama) orang Sunda pasti memilikinya.

Belum lengkap sustainable living tanpa memasukkan grow your own food alias bercocok tanam atau berkebun. Kupikir konsep grow your own food mirip-miriplah dengan konsep apotik hidup yang pernah kita pelajari saat SD (salim virtual kepada bapak/ibu penyusun kurikulum 🙇🏻‍♀️). Well… jangankan apotik hidup, pagar batas lahan aja kita mah pakenya tanaman Singkong, nggak kurang sustainable apa coba? 🥲.

Dosenku pernah bilang bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya karena memiliki keanekaragaman seni budaya semacam textile, kriya dan tarian. Artinya kita adalah bangsa yang bahagia karena nggak mungkin kita memiliki semua itu kalau nggak punya waktu luang untuk mempelajari dan membuatnya. Disaat bangsa lain bertahan mati-matian dari 4 musim yang berbeda, kita berada disini dengan matahari yang bersinar hampir sepanjang tahun 🌤️.

Oh, inilah yang dinamakan slow living. Biar slow alias rebahan bae tapi tetap hidup yekan haha 😂.

Menurutku, sustainable dan kearifan lokal memiliki banyak kesamaan, yang membedakan hanyalah istilahnya aja. Sustainable memang terlihat lebih cantik dan terdengar lebih baru ketimbang kearifan lokal yang terkesan tradisional. Terserah mau pake yang mana, tapi kita sama-sama tahu pada akhirnya kedua istilah tersebut mengantarkan kita untuk lebih aware.

Selama ini kita mencari mencari konsep hidup yang sesuai tanpa menyadari bahwa sebenarnya kita sudah menerapkannya sejak dulu. Semut di sebrang lautan tampak jelas, sedang Gajah di pelupuk mata tidak tampak.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hallo kawan sepermageran dan seperebahan....
Sudah nonton berapa film? 😁

Beberapa minggu lalu (atau bulan 🤔) Puty sharing tentang kesannya selama mengikuti online course di masa pandemi ini melalui post IG-nya. Well... sebagai #sobimager yang (kebetulan) sedang enroll online course tapinya nggak kelar-kelar 😅, aku pun tergerak untuk turut beropini mengenai keabsahan sertifikat online course bagi khow-khow sekalyan. 


Dari jawaban Puty ini aku mendapatkan insight yang menarik. 
Sekaligus merasa tertantang untuk enroll online course (lagi) dan menyelesaikannya tepat waktu. 

DEMMM 🙃

Yang mana mengingatkanku bahwa aku masih punya hutang post mengenai online course yang kuikuti di sini. Heu... padahal draft-nya sudah ada 😅. Tapi, better late than never ya... ku revisi dan selesaikannya post-nya biar nggak kepikiran 😁 sekaligus me-reduce file draft-ku. 

Online course yang pertama kali kuikuti adalah Skill Set dari Future Learn: How To Build A Sustainable Fashion Bussiness (nggak usah di-search ya, course-nya sudah selesai di tahun 2018). Aku tertarik untuk mengikuti online course ini karena temanya yang menarik, (at least) pada saat itu belum banyak yang membahas tentang sustainable fashion. 

Materi How To Build A Sustainable Fashion Bussiness ini disusun untuk 6 weeks dengan durasi 2 jam per minggunya. Pada kenyataannya course ini ku selesaikan hanya dalam waktu 6 bulan aja haha 😂 Nggak kuwat guise... Untukku materinya cukup berat karena mesti menonton berbagai video dan membaca berbagai artikel untuk bisa mengekstraksinya jawabannya, hal yang baru, karena sebelumnya aku terbiasa dengan practice. 

Kurang lebih beginilah silabus course-nya, FYI setiap point-nya beranak ya, bercucu malah 😁. 

credit: Future Learn

Kalau diperhatikan, materinya lebih ke pengenalan mengenai apa sustainable fashion dan bagaimana peluangnya di masa depan. Tentcunya, kita diarahkan untuk mengimplementasikan konsep sustainable fashion pada brand yang ceritanya sedang OTW, aku sih yes ya, kupikir 3-5 tahun yang akan datang sustainable fashion is a things 💡. 

Course ini membuka mataku bahwa konsep sustainable bisa diterapkan dalam fashion, nggak selalu berhubungan dengan turbin di bawah laut atau kebun organik seperti yang kutonton di National Geographic. Alasan mengapa sustainable mesti diterapkan dalam fashion karena fashion adalah salah satu penyumbang sampah terbesar yang sulit terurai. 

Cakupan sustainable memanglah luas, namun pada intinya sustainable adalah konsep keberlanjutan mengenai proses terciptanya suatu produk. Keberlanjutan disini kumaknai sebagai rantai yang menggerakkan supply chain circle, mencakup SDA dan SDM yang digunakan, proses pengerjaan dan dampak jangka panjang pada lingkungan. 

Kupikir sebenarnya kita (orang Indonesia) sudah menerapkan konsep sustainable dalam banyak hal. Ya. UMKM dan home industry sudah menerapkan konsep sustainable lebih baik ketimbang pabrik. Satu-satunya catatan hanyalah upah yang kadang nggak mencapai UMR daerah masing-masing 😅. 

Kubilang begini karena kupikir UMKM dan home industry (di tengah segala keterbatasanya) berusaha menggunakan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan yang paling penting: mampu memanfaatkan (bukan mengolah) limbah. Selain itu, kita memiliki banyak teknik pengolahan tradisonal yang kupikir masuk ke kriteria sustainable. 

Salah satu materi wajib di course ini adalah menonton The True Cost, yang sayangnya belum sempat kutonton karena mesti pake Netflix hehe Merasa bersalah belum nonton, aku pernah mencari The True Cost tapinya nggak nemu-nemu juga 🤔.

Ohya... karena saat ini aku sedang enroll online class (lagi) di Future Learn: Sustainable Fashion Develoment kupikir akan lebih baik kalau dibahasnya sekalian. Yha~ sekaligus minta doanya yakawan semoga kubisa segera menyelesaikannya *heu  😅. Sudah 2 minggu course-ku terbengkalai, so pasti nggak akan beres tepat waktu 🥺. 

credit: Future Learn

Kurang lebih beginilah silabus course-nya, ketimbang course How To Build A Sustainable Fashion Business kupikir course Sustainable Fashion Develoment ini lebih mengarah pada dampak yang ditimbulkan oleh industri fashion. Materinya tentcu lebih banyak dan menggurita macam MLM haha 😂 Ada masanya aku sampai nggak kuwat ngikutin course-nya dan memilih untuk syaree... 😁.

Menurutku dibandingkan saat aku mengikuti course How To Build A Sustainable Fashion Business, saat ini kita sudah aware dengan sustainable fashion, meski kalau search di Google mah artikel (dengan preferensi bahasa Indonesia) yang muncul ya itu-itu lagi. 

Dalam kurun waktu 5 tahun (dan semoga tahun-tahun yang akan datang) perkembangan sustainable fashion cukup signifikan yaw, peralahan merambat naik. Kalau dulu hanya ada beberapa fashion brand yang mengusung konsep sustainable fashion dan fokus terhadap pengembangan produknya kini sudah mulai bermunculan brand dengan konsep serupa. 

Bisa dilihat ya di tab search Instagram... 


Beberapa (bahkan) memasukkan ethical fashion dan sustainable guide development di bionya. Wow... Aku termasuk golongan orang yang memiliki ekspektasi tinggi untuk segala gelar dan statement, makanya ketika seseorang mengatakan... katakanlah self proclaimed sebagai expert, kupikir ia harus mampu mempertanggungjawabkannya. 

Tanpa bermaksud salty pada brand yang mengusung konsep sustainable, malah aku overwhelmed karena akhirnya ada yang aware. Menyenangkan sekali melihat mereka berusaha untuk lebih sustainable, dimulai dari hal kecil macam packaging atau movement who made my clothes?.

I just want to say... Sustainable nggak melulu tentang linen-linen atau katun-katun, nggak melulu tentang simplicity, nggak melulu tentang earth tone, nggak melulu tentang less plastic package, nggak melulu tentang cuap-cuap marketing. Yang akhirnya malah membuat kita lupa pada sustainable itu sendiri. 


Setahuku, bahkan brand besar semacam Adidas dan Nike belum bisa menyatakan secara resmi bahwa mereka mendukung atau ambil bagian dalam SGD (sustainable guide development), sebagai gantinya brand tersebut membuat campaign mandiri yang mengarah pada konsep sustainable. 

Kenapa nggak menggunakan SGD padahal brand mereka sudah besar? Karena berat... 😅 Kalau merujuk pada standar SGD sendiri, setidaknya ada 17 kriteria goals yang bisa diolah untuk mencapai standar SGD. Dan... kriteria goals pertama dari SGD adalah poverty (kemiskinan) maksud poverty disini apakah SDM yang bekerja pada brand tersebut sudah mendapatkan upah yang layak sehingga terentas dari kemiskinan? 

PR banget kan, padahal masih nomor 1 😌.


Untuk menerapkan konsep sustainable sesuai SGD tenctu dibutuhkan proses yang panjang dan komitmen. Menurutku, kita nggak mesti memaksakan mesti mencapai semua goals-nya, pelan-pelan, sedikit demi sedikit. Nggak masalah kalau kita baru bisa menerapkan sebagian, anggaplah seperti hijrah, dari (yang asalnya) baik menjadi lebih baik. 

Saat ini organisasi yang bergerak di bidang sustainable fashion dan segala tetek bengeknya adalah www.fashionrevolution.org yang didirikan pasca tragedi runtuhya Rana Plaza di India. So... kalau kalyan tertarik dengan sustainable fashion thingy bisa mampir ya, beberapa bulan yang lalu aku mampir ternyata mereka sudah punya tim di Indonesia ✨👌🏻. 

Menurutku, konsep sustainable ini masih panjang perjalanannya, masih perlu perlu penyesuaian, masih perlu diberdayakan, masih akan tumbuh. Tapi kalau melihat euphoria-nya aku yakin sustainable fashion is (still) a thing. 

Sebenarnya masih banyak sih yang bisa diceritakan dari course-ku, yang kutulis ini hanyalah sebagian kecil dari materi yang kudapatkan. Kalau kalyan ada waktu dan berminat ikut course-nya bisa dicoba yaini Future Learn (aku belum menemukan course tentang sustainable fashion di situs sejenis). 

Note:
Akhirnya aku menyelesaikan course-ku tepat waktu 😊.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah lulus kuliah tadinya aku ingin mencari beasiswa LN karena tergoda dengan keseruan living abroad nya Andrea Hirata. Tapi berhubung aku ini malay nggak ada dua dan mager kelas berat jadilah aku harus menangguhkan scholarships hunting, selain itu karena nggak sengaja diterima kerja. Dih .. apeu banget ya alesannya ... 😓

But, somehow there is a flame on me ... Jadilah aku mencari second option untuk bisa kuliah tanpa harus ke LN. Ada ... tapinya short course, gimana? Setelah dipikir-pikir dan diterawang sepertinya short course cukup menarik dan nggak terlalu ribet.

Ada banyak referensi untuk short course, namun atas saran dari Deanty yang sudah lebih dulu going abroad, aku diarahkan menuju Coursera dan Future Learn.

Setelah dicek, kebanyakan course di Coursera berbayar (meski tidak semua) dan waktunya agak panjang, sedangkan untuk Future Learn meski ada beberapa yang berbayar kebanyakan adalah free course (exclude shipping fee). Yay!!!

Di Future Learn ada banyak course dari berbagai major yang menarik untuk dipelajari, terlebih lagi bahasannya (lebih) casual dan beragam.

Aku mengambil course How To Build A Sustainable Fashion Business yang termasuk dalam kategori creative skill set, karena masih dalam bidang yang aku kuasai dan aku sukai. Oh ya ... yang dimaksud dengan creative skill set adalah course yang diadakan oleh Future Learn dan bukan course dari universitas atau institut yang tergabung di dalamnya.

Lamanya course tergantung dengan major yang diambil, ada yang bisa diselesaikan dalam 1 weeks ada juga yang sampai 6 week. Untuk How To Build A Sustainable Fashion Business lama coursenya adalah 6 weeks, namun sebenarnya lamanya course tergantung kemauan dan ... koneksi internet.
Karena Future Learn ini adalah online course, maka kita akan belajar secara online melalui video, artikel dan PDF yang berhubungan dengan major yang diambil.

Pada beberapa topik kita diharuskan untuk menonton video mengenai apa itu Sustainable Fashion Business langsung dari pakarnya yaitu orang-orang yang bekerja di industri fashion. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran mengenai industri fashion based on their POV. Jika kesulitan untuk mencerna apa isi videonya tersedia file PDFnya (FYI. tidak semua video tersedia file PDFnya).

Selanjutnya kita akan diarahkan menuju link source untuk membaca artikel yang sudah dipilihkan, setiap artikel tersebut memiliki muatan bahasan sesuai dengan topik.  Terkadang kita akan diarahkan menuju sebuah situs dan diminta untuk mengexplore isi situs tersebut. Jangan lupa untuk mendownload file PDFnya.

Setelah mendapatkan materi, kita akan diminta untuk memberikan ulasan atau pendapat mengenai topik tersebut di kolom diskusi. Tak ada salahnya memberikan komentar pada kolom diskusi, selain menambah point, kita bisa sekalian belajar dengan menganalisis pendapat mereka. Dan ya ... semuanya menggunakan Bahasa Inggris. No excuse!

Ada google translete dan sederet.com yang bisa membantu.

Di akhir weeks ada quiz yang menunggu, jika mengikuti setiap prosesnya tentu quiz ini tidaklah terlalu sulit. Karena inti dari course ini adalah membantu kita membangun bisnis dalam bidang fashion, kita akan dibimbing melalui berbagai macam tahapan dimulai dari creating idea sampai dengan releasing brand.

Untuk tugas akhir kita akan diminta untuk membuat konsep design dari brand yang akan dibuat, nantinya pihak Future Learn akan membantu mengarahkan dengan berdiskusi bersama.

Menurutku, How To Build A Sustainable Fashion Business course ini sangat membantu memetakan business mindset, terlebih lagi untuk yang ingin memasuki industri fashion. Yang paling aku sukai adalah artikel-artikelnya yang menarik dan menambah wawasan. Recommended course sist!

Next time aku akan sharing tentang apa yang sudah dipelajari di How To Build A Sustainable Fashion Business course. Wish me on good mood d(^.^)b
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates