Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

credit: Pinterest

Hello... 

Tahun 2020 adalah tahun yang cukup berat ya bagi kita semua, pandemi COVID-19 yang susah banget nget... nget... kelarnya ini adalah biang kerok dari semua wacana yang belum bisa terlaksana 🥺. Selama 10 bulan terakhir intensitas jajan gabut di e-commerce meningkat, tak terkeculi aku yang rajin banget nungguin sale rutin di tanggal cantik 😉. 

Dibandingkan tahun lalu kupikir jajan gabut selama pandemi didominasi oleh basic needs dan beberapa printilan berfaedah. So, bisa dibilang barang-barang yang kubeli kali ini sudah melalui berbagai macam pertimbangan dan asas keberfaedahan. Sengaja kubagikan, siapa tahu bisa menjadi inspirasi jajan gabut di tanggal cantik mendatang 😝. 

Owkay, inilah best buy-ku di tahun 2020 

KITCHEN TIMER MAGNET
Aku membeli kitchen timer ini bukan gegara mau masak serius yakawan melainkan untuk timer mandi haha 😂. Salah satu permasalahan hidupku adalah durasi mandi yang nggak bisa sebentar, sering banget telat pergi-pergian gegara mandinya kelamaan (ada yang gini juga nggak sih? 😅). 

Tadinya aku berencana membeli bath timer yang bentuknya macem sand timer di kasir McD, tapi setelah dipikir-pikir sand timer mah nggak ada suaranya 🤔 jadilah aku mencari opsi lain. Nggak mungkin juga kan aku selalu membawa smartphone setiap kali mandi. Cook timer ini suaranya berisik banget tapi untukku sih okcey. 

Beli di Tokopedia 21K (belum termasuk ongkir)


FACKELMANN LEMON SQUEZER
Aku membeli Fackelman lemon squezer ini sebab sadar diri malay memeras lemon untuk honey-lemon-shot, cukup membantu ya apalagi kalau nggak mau tangannya kebasahan. Aku tertarik membelinya karena materialnya adalah plastik, selama ini yang kutahu lemon squezeer rata-rata menggunakan material metal. 

Sebelumnya aku memang berencana untuk membeli lemon squezeer, nggak menyangka akan menemukan lemon squeezer plastik ini hehe Warnanya juga lucu yaw, kuning 😍. So far, Fackelmann lemon squizeer ini lebih cocok untuk lemon lokal yang berukuran besar, kalau lebih kecil nggak bisa diperas. 

Beli di Diekuche Fackelmann 28K (sale, belum termasuk ongkir) 


WATSONS
Aku membeli Watsons body wash dan hand wash ini dalam rangka nggak sengaja lihat diskon saat melewati Watsons. Niatnya sih Cuma waving check kali aja ada yang lucu dan sesuai budget, ternyata saat itu Watsons sedang ada diskon untuk body wash dan hand wash. Mayan juga kan, beruntung kita juga sedang bertiga jadi langsung dibagi rata. 

Tadinya aku ingin bulk buy untuk dibagikan tapi setelah dipikir-pikir lagi, berat cuiii... haha 😂 Nggak kebayang yang punya usaha perjastipan rempongnya gimana, aku bawa 6 botol sebentar aja sudah cangkeul. Ketimbang membeli body wash refill aku lebih suka membeli yang berukuran besar macam Watsons ini, selain hemat tentcunya lebih awet. 

Beli di Watsons body wash 100/3 dan hand wash 50K/3 (sale, belum termasuk pijat dan Salonpas 😌) .


BOTANINA
Aku membeli Botanina karena punyaku yang sebelumnya sudah habis 😊 Kebetulan beberapa waktu yang lalu Botanina sedang me-rebranding produknya, yuyur aku sempat pesimis, khawatir produk favorite-ku berhenti diproduksi macam Spirituel Toner-nya Sandara Jiwa. Untuk memastikannya, aku chat admin-nya dengan: Hai Min, untuk Cold and Flu nama barunya siapa ya? (siapa bukan apa 😅). 

Ternyata nama barunya Cold and Flu lebih indie, yakni Redam, begitu pun dengan varian produk lainnya, saranku mah chat dulu adminnya biar nggak salah beli. Ketimbang Jaga Sukma aku lebih suka aroma Redam, gimana ya... lebih mantips meresap di paru-paru, langsung berasa plong aja gitu 🤗. Tetep ya... disemprot ke rambut 😝. 

Beli di Botanina 149K (bundle, belum termasuk ongkir)


Sekian Best Buy-ku di tahun 2020, hasil jajan gabut nan berfaedah selama pandemi. Perlu diingat ya... yang penting untukku belum tentu penting untuk khow sekalyan... Tetap semangat! Beberapa hari lagi kita berganti tahun. FYI aja kalau udah pada amnesia 😌

Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hallo kawan sepermageran dan seperebahan....
Sudah nonton berapa film? 😁

Beberapa minggu lalu (atau bulan 🤔) Puty sharing tentang kesannya selama mengikuti online course di masa pandemi ini melalui post IG-nya. Well... sebagai #sobimager yang (kebetulan) sedang enroll online course tapinya nggak kelar-kelar 😅, aku pun tergerak untuk turut beropini mengenai keabsahan sertifikat online course bagi khow-khow sekalyan. 


Dari jawaban Puty ini aku mendapatkan insight yang menarik. 
Sekaligus merasa tertantang untuk enroll online course (lagi) dan menyelesaikannya tepat waktu. 

DEMMM 🙃

Yang mana mengingatkanku bahwa aku masih punya hutang post mengenai online course yang kuikuti di sini. Heu... padahal draft-nya sudah ada 😅. Tapi, better late than never ya... ku revisi dan selesaikannya post-nya biar nggak kepikiran 😁 sekaligus me-reduce file draft-ku. 

Online course yang pertama kali kuikuti adalah Skill Set dari Future Learn: How To Build A Sustainable Fashion Bussiness (nggak usah di-search ya, course-nya sudah selesai di tahun 2018). Aku tertarik untuk mengikuti online course ini karena temanya yang menarik, (at least) pada saat itu belum banyak yang membahas tentang sustainable fashion. 

Materi How To Build A Sustainable Fashion Bussiness ini disusun untuk 6 weeks dengan durasi 2 jam per minggunya. Pada kenyataannya course ini ku selesaikan hanya dalam waktu 6 bulan aja haha 😂 Nggak kuwat guise... Untukku materinya cukup berat karena mesti menonton berbagai video dan membaca berbagai artikel untuk bisa mengekstraksinya jawabannya, hal yang baru, karena sebelumnya aku terbiasa dengan practice. 

Kurang lebih beginilah silabus course-nya, FYI setiap point-nya beranak ya, bercucu malah 😁. 

credit: Future Learn

Kalau diperhatikan, materinya lebih ke pengenalan mengenai apa sustainable fashion dan bagaimana peluangnya di masa depan. Tentcunya, kita diarahkan untuk mengimplementasikan konsep sustainable fashion pada brand yang ceritanya sedang OTW, aku sih yes ya, kupikir 3-5 tahun yang akan datang sustainable fashion is a things 💡. 

Course ini membuka mataku bahwa konsep sustainable bisa diterapkan dalam fashion, nggak selalu berhubungan dengan turbin di bawah laut atau kebun organik seperti yang kutonton di National Geographic. Alasan mengapa sustainable mesti diterapkan dalam fashion karena fashion adalah salah satu penyumbang sampah terbesar yang sulit terurai. 

Cakupan sustainable memanglah luas, namun pada intinya sustainable adalah konsep keberlanjutan mengenai proses terciptanya suatu produk. Keberlanjutan disini kumaknai sebagai rantai yang menggerakkan supply chain circle, mencakup SDA dan SDM yang digunakan, proses pengerjaan dan dampak jangka panjang pada lingkungan. 

Kupikir sebenarnya kita (orang Indonesia) sudah menerapkan konsep sustainable dalam banyak hal. Ya. UMKM dan home industry sudah menerapkan konsep sustainable lebih baik ketimbang pabrik. Satu-satunya catatan hanyalah upah yang kadang nggak mencapai UMR daerah masing-masing 😅. 

Kubilang begini karena kupikir UMKM dan home industry (di tengah segala keterbatasanya) berusaha menggunakan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan yang paling penting: mampu memanfaatkan (bukan mengolah) limbah. Selain itu, kita memiliki banyak teknik pengolahan tradisonal yang kupikir masuk ke kriteria sustainable. 

Salah satu materi wajib di course ini adalah menonton The True Cost, yang sayangnya belum sempat kutonton karena mesti pake Netflix hehe Merasa bersalah belum nonton, aku pernah mencari The True Cost tapinya nggak nemu-nemu juga 🤔.

Ohya... karena saat ini aku sedang enroll online class (lagi) di Future Learn: Sustainable Fashion Develoment kupikir akan lebih baik kalau dibahasnya sekalian. Yha~ sekaligus minta doanya yakawan semoga kubisa segera menyelesaikannya *heu  😅. Sudah 2 minggu course-ku terbengkalai, so pasti nggak akan beres tepat waktu 🥺. 

credit: Future Learn

Kurang lebih beginilah silabus course-nya, ketimbang course How To Build A Sustainable Fashion Business kupikir course Sustainable Fashion Develoment ini lebih mengarah pada dampak yang ditimbulkan oleh industri fashion. Materinya tentcu lebih banyak dan menggurita macam MLM haha 😂 Ada masanya aku sampai nggak kuwat ngikutin course-nya dan memilih untuk syaree... 😁.

Menurutku dibandingkan saat aku mengikuti course How To Build A Sustainable Fashion Business, saat ini kita sudah aware dengan sustainable fashion, meski kalau search di Google mah artikel (dengan preferensi bahasa Indonesia) yang muncul ya itu-itu lagi. 

Dalam kurun waktu 5 tahun (dan semoga tahun-tahun yang akan datang) perkembangan sustainable fashion cukup signifikan yaw, peralahan merambat naik. Kalau dulu hanya ada beberapa fashion brand yang mengusung konsep sustainable fashion dan fokus terhadap pengembangan produknya kini sudah mulai bermunculan brand dengan konsep serupa. 

Bisa dilihat ya di tab search Instagram... 


Beberapa (bahkan) memasukkan ethical fashion dan sustainable guide development di bionya. Wow... Aku termasuk golongan orang yang memiliki ekspektasi tinggi untuk segala gelar dan statement, makanya ketika seseorang mengatakan... katakanlah self proclaimed sebagai expert, kupikir ia harus mampu mempertanggungjawabkannya. 

Tanpa bermaksud salty pada brand yang mengusung konsep sustainable, malah aku overwhelmed karena akhirnya ada yang aware. Menyenangkan sekali melihat mereka berusaha untuk lebih sustainable, dimulai dari hal kecil macam packaging atau movement who made my clothes?.

I just want to say... Sustainable nggak melulu tentang linen-linen atau katun-katun, nggak melulu tentang simplicity, nggak melulu tentang earth tone, nggak melulu tentang less plastic package, nggak melulu tentang cuap-cuap marketing. Yang akhirnya malah membuat kita lupa pada sustainable itu sendiri. 


Setahuku, bahkan brand besar semacam Adidas dan Nike belum bisa menyatakan secara resmi bahwa mereka mendukung atau ambil bagian dalam SGD (sustainable guide development), sebagai gantinya brand tersebut membuat campaign mandiri yang mengarah pada konsep sustainable. 

Kenapa nggak menggunakan SGD padahal brand mereka sudah besar? Karena berat... 😅 Kalau merujuk pada standar SGD sendiri, setidaknya ada 17 kriteria goals yang bisa diolah untuk mencapai standar SGD. Dan... kriteria goals pertama dari SGD adalah poverty (kemiskinan) maksud poverty disini apakah SDM yang bekerja pada brand tersebut sudah mendapatkan upah yang layak sehingga terentas dari kemiskinan? 

PR banget kan, padahal masih nomor 1 😌.


Untuk menerapkan konsep sustainable sesuai SGD tenctu dibutuhkan proses yang panjang dan komitmen. Menurutku, kita nggak mesti memaksakan mesti mencapai semua goals-nya, pelan-pelan, sedikit demi sedikit. Nggak masalah kalau kita baru bisa menerapkan sebagian, anggaplah seperti hijrah, dari (yang asalnya) baik menjadi lebih baik. 

Saat ini organisasi yang bergerak di bidang sustainable fashion dan segala tetek bengeknya adalah www.fashionrevolution.org yang didirikan pasca tragedi runtuhya Rana Plaza di India. So... kalau kalyan tertarik dengan sustainable fashion thingy bisa mampir ya, beberapa bulan yang lalu aku mampir ternyata mereka sudah punya tim di Indonesia ✨👌🏻. 

Menurutku, konsep sustainable ini masih panjang perjalanannya, masih perlu perlu penyesuaian, masih perlu diberdayakan, masih akan tumbuh. Tapi kalau melihat euphoria-nya aku yakin sustainable fashion is (still) a thing. 

Sebenarnya masih banyak sih yang bisa diceritakan dari course-ku, yang kutulis ini hanyalah sebagian kecil dari materi yang kudapatkan. Kalau kalyan ada waktu dan berminat ikut course-nya bisa dicoba yaini Future Learn (aku belum menemukan course tentang sustainable fashion di situs sejenis). 

Note:
Akhirnya aku menyelesaikan course-ku tepat waktu 😊.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hay... apa kabar?

Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin ya... 😊

Selama bulan Agustus-September-Oktober akun Instagramku berkali-kali mengingatkan momen on this day di tahun-tahun lalu. Yang mana menyadarkan kita bahwa tahun ini liburan mesti di-cancel gegara pandemi, di satu sisi aku merasa kecewa namun di sisi lain aku merasa lega, sadar diri aja belum siap lahir batin haha 😂

Yha~ seperti yang kita tahu, liburan Napak Tilas AADC di tahun menyisakan kejompoan yang HQQ. Bisa dibayangkan ya H+7 (bahkan H+10) kita masih lungse, capek pisan guise... Lebih dari seminggu kerja udah macem zombie. Boro-boro update insto atau upload foto, yang ada kita bolak balik ngebalurin kaki pake Hot Cream sambil sesekali minumin Tolak Angin.

Teu kiat eteh mah... 😌.


Tahun ini kita berencana untuk berlibur ke Ijen dan Baluran, tahun lalu nggak jadi karena Baluran sedang direnovasi. Semoga tahun depan kita bisa (benar-benar) berlibur ke Ijen dan Baluran, bukan berlibur virtual lagi via Zoom 🙇🏻‍♀️. Sebagai netyzen +62 aku khawatir (Ijen dan Baluran) keburu dikomersilin macem Komodo, merasa siya-siya aja dulu ikut vote Komodo jadi seven wonder eh sekarang malah diawur-awur 😅.

Nah, berhubung track menuju Ijen sangat menantang bagi rebahaners, apalagi kita yang magernya nggak tanggung-tanggung haha 😁 Kita pikir nggak ada salahnya untuk mulai bangun dan bergerak sejak dini, maksudnya biar badannya nggak terlalu kaget macem sebelumnya. Berbulan-bulan jadi wacana, akhirnya Deya nyuri start 😝.


Sebagai bakal calon teman seperjalanan, tentcunya aku dan Icunk langsung terbangun dari mimpi dan memutuskan untuk mulai bergerak. Alhamdulillah... kali ini kita nggak omdo 😝. Aku dan Icunk berencana untuk jalan shantay + lari (ini Icunk ya bukan aku 😌) di suatu tempat di Uber (Ujung Berung) yang katanya sepi dan cocok untuk bagi yang ingin berolahraga tanpa mesti terdistraksi ini itu.

Begitu sampai di tempat yang dimaksud, kita spechless karena ternyata udah banyak orang yang berkumpul bahkan menciptakan pasar dadakan. Termasuk di dalamnya ibuk-ibuk senam dresscode warna kuning, remaja tanggung yang lari-larian dan selfie-selfie-an, stand Bobba (demi apa padahal masih pagi 😒), stand sosis Bratwurst tapinya no-brand, Mang Cupang, burung Elang Indosiar dan kawan seper-circle-annya.


Karena masih parno berada di kerumunan kita hanya sempat mengitari track sebanyak 2 putaran, itu pun mesti berhati-hati karena banyak yang nggak menggunakan masker. Belum lengkap rasanya hari minggu pagi berjalan-jalan di keramaian tanpa membawa tentengan 😁 jadilah kita membeli kerupuk bantat bertabur daun bawang 😋.

Setelah itu kita caw melalui jalan Soekarno-Hatta, rencananya kita akan berbelok ke jalan yang akhirnya tembus ke Borma Ujung Berung. Well... Karena cuacanya yang nyaman untuk berjalan-jalan sambil berjemur, kita lupa mau berbelok di jalan yang mana alih-alih memutuskan untuk berbelok di jalanan yang memiliki pepohonan yang rimbun.


Bermodalkan insting kita menyusuri jalanan tersebut, awalnya mah enak ya adem, lama-lama jadi pesimis; ini kita lagi dimana sih? Haha Bukannya berhenti dan berbaik arah yang ada kita terus berjalan karena yakin banget bisa keluar di jalan kecil sebelah Borma Ujung Berung.

Untungnya, karena sedari awal niatnya adalah jalan shantay maka kita nggak merasa terbebani dan menikmati meski agak khawatir memilih jalan yang salah. Tapi memang salah beneran sih haha Akhirnya aku menyerah dan membuka GPS, memastikan kita berada di jalur yang benar menuju tujuan kita.


Ada banyak hal menarik yang kita temukan saat jalan-jalan nyasar ini, salah satunya kita baru tahu bahwa ada kawasan industri yang tersembunyi di balik jalan Soekarno-Hatta. Sebelumnya kita hanya tahu pabrik-pabrik yang terlihat aja, nggak berusaha mencari tahu karena memang nggak ada momen yang mengharuskan kita mencari tahu.

Disini aku baru faham bahwa inilah pabrik-pabrik yang dimaksud oleh berita-berita demo Omnibus Law (yang kacawnya nggak banget 😌) hehe Makanya suka heran dengan berita yang menyatakan bahwa salah satu kantung buruh berasal dari daerah Ujung Berung, lha... Ujung Berung darimana, Cileunyi meureun... Tahunya memang ada, hanya letaknya tersembunyi 😅.


Kupikir selama ada motor (apalagi ojol) yang lewat kita berada di jalur yang benar, tahu sendiri kan ya ojol senengnya pake jalan pintas 😅. Tapi beneran sih ini jalanannya sepi banget, mungkin pengaruh hari minggu juga kali ya, dan pandemi. Nggak kebayang gimana ramenya jam bubaran pabrik secara jalannya nggak begitu luas.

Ohya, akhirnya kita berhasil keluar dari kawasan industri ini menemukan jalan besar yang dilalui banyak orang, sumpah lega banget rasanya lihat mobil haha 😁 Karena udah terlanjur lapar maka kita memutuskan untuk makan Gado-Gado (karena Tahu Tek-nya nggak ada) di sebuah ruko di daerah Panghegar.


Saat kita sedang makan, mas-mas dan mb-mb yang sedang bertugas mengobrol dengan cukup keras, kalau udah begini mau nggak mau kita pasti mendengarkan. Jadi saat itu masnya sedang merasa bad mood berjualan gegara ada sedikit cekcok dengan tetangga jualannya perihal kepulangan salah satu tokoh agama beberapa hari yang lalu.

Tetangga jualannya itu mengemukakan pendapatnya (yang kemungkinan besar) berasas dari WAG, nah, masnya ini menuntutnya untuk memberikan video yang membuktikan pendapatnya. Karena nggak mampu memberikan videonya, masnya ini marah-marah, apalagi saat tahu bahwa tetangga jualannya itu pendukung salah satu tokoh politik yang masnya nggak suka. Gils...


Yang membuat kita amaze dengan masnya adalah pernyataannya bahwa ia sedang meminta nomor kantor pusat ormas yang bersangkutan guna mengklarifikasi pernyataan tetangga jualannya itu. Seriously? Mesti banget menelepon kantor pusat untuk hal gini? Nggak habis thinking dengan kelakuan masnya... 🤯.

Sejujurnya kita merasa nggak nyaman dengan apa yang kita dengarkan, merasa nano-nano aja gitu (haha yang seumuran pasti tahu niya 😁) antara heran, malay, terenyuh dan mencelos. Kok bisa ya ada orang macem gini? Kupikir bolehlah kita menyukai sesuatu, tapi nggak usahlah terlalu berlebihan apalagi fanatisme buta, hadehhh...


Saat membayar aku was-was banget ditanyain; waktu pemilu kemarin milih cebong apa kampret?!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Font-nya nggak berubah 😝

Hellawww...

Beberapa hari terakhir cuaca cukup cerah ceria meski seringnya mah ceudeum, lupakanlah koronces *heu... 😌 melihat orang-orang beraktivitas seperti byasa tanpa memenuhi standar protokol kesehatan membuatku yakin koronces suda dianggap macem Malaria. Penyakit musiman yang nggak bisa dihindari.

2-3 minggu terakhir aku merasa sumuk dan jenuh berkepanjangan, hal itu berimbas pada pekerjaanku. Banyak hal yang kulewatkan dan banyak hal yang terhambat gegara perasaan nggak menentu setiap harinya. Bingung suda pasti 😒. Kupikir kejenuhanku ini gegara suda kelamaan di rumah😅 intinya sih, aku butuh piqniq ya qaqa 😁.

No mask

Mestakung itu benar yakawan. Icunk dan Lisna mengajakku jalan (jalan-jalan jalan kaki) + jajan di café, aku sih yes ya... terserah mau kemana yang penting ikutan 😌 Rencananya jalan + jajan kita kali ini kurang lebih sama seperti byasanya... sekitaran alun-alun, kalau nggak ke Braga paling ke Yogya haha template banget kan rutenya 😊.

Sebagai sobi peryucuban, yang sering nontonin Jurnalrisa dan Kisah Tanah Jawa siang-siang, kita berencana untuk ke Jurnalrisa Coffee. Sayangnya, saat kita sampai Jurnalrisa Coffee sedang penuh, kalau mau waiting list paling cepat jam 1an heuheu 😅 Karena nggak mau menunggu (yakeles 1 jam, mau ngaps aja coba?) kita memilih untuk mencari café lainnya.

Kurang banyak opsinya 😝

Ternyata nggak mudah mencari penggantinya, gegara pandemi banyak café yang tutup, beberapa malah suda resmi gelar spanduk, disewakan 😢. Wiki Koffie jelas tutup, Bamboo Dimsum suda tamat, Lima Rasa belum buka, Sawo Coffee nggak tertarik, yang rame mah ya Kopi Toko Djawa dan Sweet Cantina. Eh tunggu sebentar... The Sugarush kayanya masih buka.

FYI. Saatku kuliah The Sugarush ini adalah salah satu café yang hype gegara menyediakan dessert kekinian macem Rainbow Cake, Red Velvet Cake dan Macaroons. Pokoknya hype deh 👍🏻. Apalagi toilet-nya yang (kalau menurut istilah IG-ers) instagramable, jadi selfie spot ter-favorite. Aku pernah beberapa kali kesana (semuanya) dengan Beibpacker Bandung. Hai... 🙋🏻‍♀️.


Terakhir aku ke The Sugarush kira-kira hampir sepuluh tahun yang lalu, nggak menyangka mereka masih bisa survive sampai saat ini. Karenanya banyak hal berubah. Menu suda pasti, interior dan layout mengikuti. Ada satu hal yang menarik, The Sugarush dan Kopi Toko Djawa terkoneksi satu sama lain. Mungkin biar lebih ikrib... 😉.

Meski suda terkoneksi ramenya Toko Kopi Djawa nggak menular ke The Sugarush, entah karena sepi atau memang nggak ada sosialisasi dini. Jomplang aja gitu... 😑 The Sugarush mah adem ayem sepi sendiri sementara Kopi Toko Djawa riuh dipenuhi orang-orang.


Kita memilih The Sugarush karena suasananya yang memang sepi, masih parno juga yang dengan koronces, apalagi Icunk yang kalau kata Teh Chandra mah duta antiseptik 😝. Nggak tahu juga gimana The Sugarush saat peak hour atau situasi non pandemi, saat kita kesana hanya satu meja yang terisi, sisanya kosyonggg... Kabar baiknya, kita bisa memilih meja dan nggak mesti khawatir bersinggungan dengan orang-orang.

Kita memilih meja di bagian tengah agak ke belakang atas dasar pertimbangan sirkulasi udara dan kenyamanan. Penerangan di The Sugarush ini konsepnya remang-remang, terasa syahdu bagi yang bermalam minggu namun bikin siwer untukku, mana mendung... yang ada semakin redup 😌.


Nggak butuh waktu lama bagi kita untuk segera menghabiskan makanan dan minuman yang kita order haha So far rasa makanannya enak ya meski nungguinnya agak lama. Karena cuaca yang semakin lama semakin labil, alias sebentar cerah, sebentar mendung, sebentar cerah sebentar mendung, kita akhirnya memutuskan untuk cabs ke... mana lagi... selain ke Kings haha 🤣.

Ya begitulah... minggu mendung di The Sugarush. Nggak seasyik dulu.

Sebelum esnya mencair

Terhalang, bukan berkalang *naon

Sedikit lebih dekat

Menu yang ada di gambar:

Carbonara Spageti 50K
Teriyaki Beef Salad 37
Beef Baked Rice 38
Mango Yakult 28K

The Sugarush @thesugarush
🏠 Jl. Braga No.83, Braga, Kota Bandung
⏰ Senin-Jum'at 11.00-20.00
      Sabtu-Minggu 08.00-21.00



Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hay... Sobat mager, sobat ambyar, sobat receh, sobat kanjeng icikiwir ? 🙋🏻‍♀️.

Liburan kemarin aku pulang ke rumah Mbah dan menemukan bahwa kebon mini Marigold sudah dibabad habis gegara hanya berbunga sekali. Sebagai gantinya mama, uwak dan Amah menanam bunga Herbras (yang jenis spesifiknya masih menjadi misteri karena nggak nemu di Google 😝). 

Kebetulan saatku pulang banyak bunganya yang sedang bermekaran. Herbras ini adalah bunga yang selalu ada di pekarangan rumah Mbah sejak ku kecil, ofkors... Bukan favorite-ku karena bunganya nggak wangi macem Mawar (yang nggak pake Eva *halah 😌) atau Sedap Malam. 

Nggak ngerti juga kenapa Herbras ini bisa tumbuh sporadis membabi buta alias nggak teratur dan tertata macem taman. Tapi nggak apa-apa siya... Yang jelas kalau dilihat dari kejauhan kebon mini Herbras ini cangtip dilihat.






Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates