Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Entah dapet hidayah darimana ya Widy punya bacaan semacam ini, tadinya kupikir ia Cuma sekedar insto buku di Gramedia eh ternyata beneran punya. Syukur ya karena berarti level bacaannya meningkat haha😂

Sebelumnya aku hanya mengenal Eka Kurniawan dari notification e-mail Goodreads dan juga karena beberapa follower-ku di Goodreads me-review bukunya. Katanya Eka Kurniawan ini adalah penulis berbakat dengan karya-karya yang rupawan, semacam Jostein Gardner X Andrea Hirata beserta turunannya lah ... 🤔

Bukannya nggak mau baca ya, tapi cover buku-bukunya Eka Kurniawan di awal-awal naik cetak bagiku kurang representatif dan ... sorry to say ... nggak enak diliat. Buku Cantik Itu Luka milik Widy ini merupakan cetakan ketigabelas, yang terbaru. Sayangnya meski hardcover sekalinya kena gencet langsung penyet, tapi kusuka sih cover illustration-nya 😋

Cantik Itu Luka merupakan karya kesekiannya Eka Kurniawan sekaligus karya Eka Kurniawan yang pertama kali kubaca karena kuyaqin pasti akan membaca karyanya yang lain. Pencapaian Cantik Itu Luka terbilang cukup prestisius karena telah memenangkan beberapa penghargaan sastra dan telah diterjemahkan lebih dari 30 bahasa.

Kalau sebelumnya istilah beauty is pain atau beauty is wound sering dikaitkan dengan fashion yang merujuk pada pengorbanan wanita untuk tampil menjadi cantik, maka kali Eka Kurniawan menunjukkan beauty is pain versinya sendiri, bagaimana kecantikan mengakibatkan luka bahkan kutukan yang diwariskan secara turun temurun.

Karena yang diangkat adalah issue yang agak sensitif mengenai kecantikan, wanita dan patriarki maka mau tak mau bahasa yang digunakan Eka Kurniawan cukup vulgar, berada di sekitaran berahi, tai dan lelaki. Maka sudi kiranya pembaca yang budiman bersikap bijak saat membaca Cantik Itu Luka, tidak disarankan bagi pembaca di bawah umur dan orang tua 😏

Secara garis besar Cantik Itu Luka menceritakan tentang Dewi Ayu dan circle-nya, seorang pelacur yang hidup kembali setelah kematiannya 21 tahun yang lalu. Dewi Ayu adalah anak haram jadah dari hubungan incest orangtuanya Henry dan Anneu Stamler, ia dibesarkan oleh kakek dan neneknya yaitu Ted dan Marietje Stamler.

Dewi Ayu memiliki 3 orang anak yaitu Alamanda, Adinda dan Maya Dewi. Semua anaknya mewarisi paras cantiknya Dewi Ayu, eh, kecuali Cantik anaknya yang terakhir yang belum pernah dilihatnya sama sekali. Satu-satunya kesamaannya dari semua anak-anaknya adalah kenyataan bahwa tiada seorangpun yang tahu siapa ayahnya.

Awal mula kutukan yang diwarisi oleh mereka berakar dari dosa Ted Stamler kepada Ma Gedik dan Ma Iyang, amarah yang tak berkesudahan itu mengakibatkan dendam yang dibawa sampai mati dan luruh menjadi kutukan. Bahkan sekali pun Dewi Ayu telah bangkit dari kubur setelah 21 tahun lamanya.

Kepiawaian Eka Kurniawan dalam memilin dan menjalin kisah Ayu Dewi tidak perlu diragukan, sebab setiap babnya menyajikan kisah yang mengalir. Cara menuturkannya pun cukup sederhana tanpa perlu metafora berlebihan atau penjabaran panjang lebar nan tiada guna namun   membuat kita (pembaca) seakan-akan telah mengenal lama tokoh-tokoh di Cantik Itu Luka layaknya tetangga satu kampong.

Oh iya, riset Eka Kurniawan untuk Cantik Itu Luka juga patut diapresiasi, meski agak samar setting Cantik Itu Luka adalah masa kejayaan perkebunan Hollander di  Hindia Belanda dan berakhir pada sekitar tahun 1997. Halimunda sendiri agak kurang jelas letak geografisnya, apakah di daerah Jawa bagian Barat (merujuk pada Gunung Halimun) ataukah di daerah Jawa bagian Timur.

Eka Kurniawan memasukkan banyak unsur budaya pada Cantik Itu Luka, banyak banget pokoknya, saking banyaknya ku malah jadi giung. Seriously. Maklum ya setting ceritanya di masa peralihan kekuasaan … jadi mau nggak mau mesti dibahas juga 😫

Tidak berlebihan rasanya kalau ada salah satu pembaca yang me-review  Cantik Itu Luka dan mensejajarkannya dengan The Games of Thrones , tidak berlebihan … namun agak kurang tepat  😂 Mungkin karena keduanya kemaruk mencampurkan berbagai isian dalam satu wadah hehe

Diantara semua tokoh Cantik Itu Luka yang paling genggeus menurutku adalah hantu para komunis, apa pasal mereka masih menggerayangi dunia orang hidup? Berkeliaran dan memata-matai anak Dewi Ayu. Apakah Eka Kurniawan sengaja menyisipkan metafora faham komunis di lingkungan sekitar dalam wujud hantu para komunis? Well … Untuk point ini belum ada kejelasan.

Mengabaikan bahasan bukunya yang berada sekitaran berahi, tai dan lelaki, aku merekomendasikan buku Cantik Itu Luka karya Eka Kurniawan sebagai bacaan di kala senggang atau di kala insomnia. Insya Allah setelah membaca buku Cantik Itu Luka level bacaan kita akan naik tingkat haha 😂😂😂

Untuk informasi karya-karya lainnya bisa lihat di website-nya Eka Kurniawan
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Sebagai seseorang yang terlalu enjoy dengan diri sendiri dan kurang peduli dengan kehidupan orang lain, ada kalanya aku merasa terusik dengan sikap-sikap mempertanyakan dari khalayak sekalian.

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari ngeblog? Apakah menghasilkan cuan selayaknya iklan adsense? Apakah menghasilkan buku selayaknya Raditya Dika? Apakah menghasilkan film selayaknya Keluarga Tak Kasat Mata? Apakah menghasilkan trend fashion selayaknya Diana Pelangi?

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari kuliah di jurusan Desain Produk? Apakah menghasilkan cuan berlimpah selayaknya IKEA? Apakah menghasilkan design keren selayaknya designer yang di-review Hypebeast? Apakah menghasilkan produk inovatif selayaknya handphone Nokia? Apakah menghasilkan online shop yang berujung pada cuan?

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari mengikuti online course? Apakah menghasilkan cuan selayaknya beasiswa tapi ini mah online? Apakah menghasilkan tawaran pekerjaan selayaknya seleksi calon pegawai  tapi ini mah online? Apakah menghasilkan tawaran magang selayaknya seleksi calon pegawai magang tapi ini mah online? Apakah menghasilkan apapun yang berujung pada cuan?

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari ... let say ... menggambar? Apakah menghasilkan cuan selayaknya lukisan di gallery? Apakah menghasilkan gambar yang bisa dijual selayaknya artwork? Apakah menghasilkan film animasi selayaknya animator? Apakah bisa menghasilkan apapun yang (lagi-lagi) berujung pada cuan?

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari membaca? Apakah bisa menghasilkan cuan selayaknya editor? Apakah bisa menghasilkan buku selayaknya para penulis? Apakah bisa menghasilkan tawaran pekerjaan selayaknya pikiran orang-orang? Apakah menghasilkan apapun yang (lagi-lagi lagi-lagi) berujung pada cuan?

Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari menonton film?
Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari mengikuti workshop?
Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari menata barang-barang?
Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari memotret?
Sering ada yang mempertanyakan apa yang ku hasilkan dari semua-hal-yang-ku-sukai-tapi-mereka-tidak?

Aku lantas mempertanyakan,
Apakah hasil berarti cuan?



Yha~~~

Truthfully ... Tiada pertanyaan yang paling mengusik di hidupku ini selain pertanyaan “menghasilkan nggak?”, mengesankan bahwa yang bertanya seolah-olah sungguh sangat expert di bidang per-cuan-an sedangkan aku baru saja sampai dari dimensi lain.

Well ... Nggak tahu ya dengan kalian, tapi bagiku tidak semua hal harus ada hasilnya, harus jelas perhitungan untung ruginya, harus kelihatan masa depannya karena hasil bersifat relatif dan tidak mampu menjamin nilai (value). 

Aku melakukan semua hal yang aku sukai (blogging, menggambar, membaca dll) pure karena merasa suka, tanpa ada sedikitpun pemikiran harus ada hasilnya. I enjoying the process without distracted by the results, just let it flow .... passionately, urusan menghasilkan cuan apa nggak mah itu belakangan.

Karena yang terpenting bukan hasilnya tapi prosesnya. Ya kan?

Saat masa TPB ada mata kuliah Menggambar Bentuk, kita diharuskan untuk menggambar apa yang kita ‘lihat’ bukan apa yang kita ingin lihat, salah satu proses terpenting dalam melatih sense. Bagiku ini sulit ya karena aku adalah tipikal orang rusuh dan sangat senseless.

Setelah seharian menggambar, mengabaikan jam makan siang dan kalut memikirkan kenapa gambarnya nggak kelar-kelar. Tibalah saatnya untuk menyetor gambar dan mempertanyakan kelayakannya kepada dosen, kupikir gambarku bakal langsung di approve karena sudah memenuhi kriteria gambar, tapi tenyata tidak begitu ...

Gambarku dikembalikan lagi agar diperbaiki, saat kutanya “Kenapa dikembaliin? Kan udah selesai” jawabnya “Karena ngegambarnya nggak pake hati” Halaahhh ... Belum sempat aku tanya “Tau dari mana pake hati apa nggak gambarnya?” ia menjelaskan ...

“Kenapa gambarnya saya kembalikan? Alasannya adalah  ... Karena kamu masih ‘berfikir’ ketika menggambar, pewarnannya terlalu rapi dan tarikan garisnya terlalu perfect untuk sebuah benda hidup (still life). Perfect is imperfection. Coba deh sekarang kamu lihat lagi objeknya pake hati pasti rasanya beda”.

Mungkin karena dasarnya aku ini rusuh dan sangat senseless jadi prosesnya agak lama, disaat teman-temanku beres-beres tools mau lanjut nongkrong, aku dan beberapa teman masih berkutat di meja gambar yang berantakan mencoba menangkap objek menggunakan hati. Beruntungnya, dosen yang bertugas mau berbaik hati menunggui kita menggambar sampai malam.

Butuh hampir 2 semester untuk membuatku sadar bahwa segala sesuatu yang didasari oleh hati akan menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai lebih ketimbang sesuatu yang hanya didasari oleh pikiran. It’s very worthy. IYKWIM.

So with this, karena merasa melakukan hal-hal yang disukai berdasarkan hati, maka aku tidak merasa memiliki kewajiban untuk menghasilkan cuan darinya. I enjoying the process as I enjoying myself as I should be. 

Kadang kupikir kenapa orang-orang mau bersusah payah memikirkan apa yang dihasilkan sementara aku sendiri malah adem ayem tentrem bebas merdeka. Tapi kemudian ku sadar bahwa mereka tidaklah sepertiku, yha~ bagiku mereka yang mempertanyakan hasil belum menemukan esensi dari hidup itu sendiri. Berat khann ... bahasannya.


Salah satu dosenku pernah kasih statement; Tahu nggak kenapa menjadi designer adalah hal yang paling menyenangkan? Karena disaat orang-orang sibuk mengurusi angka-angka, data-data, rencana-rencana atau target-target, kita ... designer ... (wait for it) berproses dan berkarya ...
Share
Tweet
Pin
Share
4 comments


Hi! Welcome (again) to my This or That post, the unnecessary fact of my me 😂 This month (yes, it's gonna be a monthly post) This or That theme is a 90's show that fulfilled my childhood amazingly. I'm very sure you feel the same 😂 Let's check them out!

1. Doraemon or Mojacko
Absolutely Doraemon, they bring me new stuff every Sunday! 

2. Pokemon or Digimon
Pokemon! Because I missed Digimon a lot.

3. Chibi Maruko Chan or Kobo Chan
I love both... but yeah, I'm choosing Maruko because it reminds me of my relationship with my sister.

4. Sailor Moon or Wedding Peach
Sailor Moon! And I want to be Sailor Venus, then Sailor Uranus, then Sailor Saturn, and also Sailor Pluto.

5. Minky Momo or Cardcaptor Sakura
Eym... Minky Momo.

6. Detective Conan or Shinichi Kudo
No one can beat him 💋

7. Crayon Shinchan or Kariage Kun
Both are gross, haha but I choose Kariage Kun.

8. One Piece or Avatar
Avatar because I love Prince Zuko.

9. Hagemaru or Dr. Slump (Arale)
Wajah besar... Wajah besar... Wajah besar... TIDAAKKK!!! 

10. Slam Dunk or Death Note
I still can't believe I watched all episodes of Slam Dunk but was too lazy to read the comics. BTW, why do people love Hanamichi more than Sendoh as I did? 💗 The idea of writing your enemy's name on a death note is great and that makes me wanna have one!

11. Ninja Rantaro or Ninja Hattori
Ninja Hattori and the theme songs are epic.

12. Candy-Candy or Miracle Girls
I want to be Mikage *lops

13. Remi or Hatchi The Bee
Remi. I even bought the noddles hehe

14. Saint Seiya or Shulato
Actually, I already forgot how the story was, but as I remember I watched Shulato more often than Saint Seiya.

15. Ikyu San or Ranma 1/2
Ikyu San first, then Ranma 1/2, I love both!

16. P-Man or Astroboy
P-Man! P-Man! P-Man!

17. Rocky Rocket or Hamtaro
Yha~ It's a tough decision... Hamtaro!

18. Makibao or Nono Chan
None is my favorite, but at least for me Makibao is funnier than Nono Chan.

19. Inuyasha or Samurai X
Samurai X maybe...

20. Atashincan or Dragon Balz
Dragon Balz.

21. Sylvester and Tweety or Tom and Jerry
Tom and Jerry! 

22. Flinstone or Scooby Doo
Flinstone, the idea of rock city is blown my mind.

23. Johny Quest or Ghostbuster
Johnny Quest and Bandit are the best.

24. Conan the Barbarian or Gundam
Conan The Barbarian.

25. Telletubies or Pingu
Pingu! 💇🐧🐧

26. The Simpsons or South Park
IDK why but for me South Park is harder to understand than The Simpsons

27. Pinky and The Brain or Dexter Laboratory
The sarcasm of Pinky and The Brain stole my mind.

28. Powerpuff Girls or Odd Parents
Absolutely Powerpuff Girls and I choose to be Bubbles.

29. Hey Arnold or Dennis The Menace
Hey Arnold!

30. Sonic The Hedgedog or Marsupilami
Marsupilami.

31. Dodo or Woody Woodpecker
Come on... Woody Woodpecker is great haha

32. Popeye or Casper
Popeye The Sailor Man... even Olive Oil is too skinny as a pencil.

33. UFO Baby or Baby Huey
Baby Huey makes me crazy hehe so I choose UFO Baby

34. Felix The Cat or Garfield
Felix The Cat.

35. Tazmanian Devil or Bugs Bunny
Bugs Bunny!

36. Dora The Explorer or Blues Clues
Blues Clues

37. Kim Possible or Ben10
Kim Possible

38. Super Mario Bros or Don King Kong
Don King Kong

39.Ultraman or Kamen Rider
Nope.

40. Might Morphin Power Rangers or Jiban
Both!

41. Keluarga Cemara or Rindu Rindu Aizawa
Even if there is a rival no one can beat them hehe Keluarga Cemara is an epic family movie that represents the Indonesian at that time. Selamat pagi emak... Selamat pagi Abah... Mentari pagi ini berseri indah... ☼ 🌥 But I should admit that Rindu Rindu Aizawa is my favorite too, that poor girl got my attention every noon, I still remember her yellow front pocket and the dog named Ryu 🐕.

42. Vampire movies or Boboho movies
I love both, I even ran from my school on Saturday just for watching the vampire movie, Sammo Hung and The Priest is the most capable duo for the vampire genre. Also, the Boboho movie is the funniest movie at that time, especially the fat one... and his girlfriend wanna be that reminds me of Junko (Giants sister on Doraemon).

43. The Legend of White Snakes or The Legend of The Condor Heroes
Yoko is a legend and I didn't mind becoming Bibi Lung 😇 When I was a little Yoko things is very hype, my friend at school (mostly boys) is very liked to act as Yoko, they like to bond their arms and pretend to against... who is she? Okay, let says... the enemy lady that chasing them everywhere. BTW, Andy Lau never looked so glowing as his character on The Legend of The Condor Heroes. I watched The Legend of White Snake too and love the White Snake because she is beautiful but too scary to see the snakes.

44. Sun Go Kong or Wiro Sableng or Si Buta Dari Goa Hantu
The journey to the west of priest Tom Sam Cong is give me a lot of incredible visualization about sophisticated digital techniques, the story itself is very interesting because the journey is full of drama. Wiro Sableng is nice but I think sometimes the content is for adults hehe 

45. Hercules or Xena The Warrior Princess or Sinbad
I love them all! Thank you Kevin Sorbo for being a good-looking Hercules without extra muscles haha I watched them all consistently. But I love Gabrielle more than Xena because Gabrielle is beautiful haha At that time I was thinking about crossover serials, how if Hercules, Xena, and Sinbad united as a serial like Avengers nowadays hehe

45. Amigos X Siempre or Maria Belen or Dulce Maria
I finished them all hehe but I should admit that Amigos X Siempre is the most entertaining series at that time, I love Lourdes more than Belinda hihihi and I choose Rafael over Martin.

46. Tralala Trilili or ABC (Arena Bocah Cuiliikkk ...)
Tralala Trilili... 

47. Saras 008 or Pandji Manusia Millenium
Seriously? I dislike both.

48. Anak Ajaib or Tuyul dan Mbak Yul
R u kidding me?

49. Bidadari or Lorong Waktu
Hmm... Bidadari because ChaCha is Cinderella alike.

50. Jin dan Jun or Jinny Oh Jinny
It seems the genie is Doraemon in real dimensions.

While creating this list I was thinking about how happy and amazing my childhood was, how many adorable things that were given to us (as children), and thanks to God we're so grateful to be a part of the '90s. 💓💓💓

But on the other side, I was feeling so ashamed... Why did no one create the show as they did in the 90s? I mean there is so much good content and messages that are delivered so well to us by using the show. Yeah... world changed so with the people *eh

See you when I see you on the next This or That post next month! 😊
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Flat design by PowerPoint

Kalau kalian bekerja sebagai designer atau pekerjaan apa pun yang berhubungan dengan design, pasti familiar dengan beberapa software grafis seperti CorelDraw atau Adobe Creative Suite. At least, CorelDraw adalah software ter-basic yang mesti dikuasai oleh para designer, tidak mesti fasih namun familiar.

Saat kuliah CorelDraw atau Adobe Creative Suite adalah software yang wajib dimiliki, meski kenyataannya tidak semuanya (software) wajib dipelajari, itu mah tergantung minat dan niat sih hehe 😊

Salah satu kendala terbesar selain kapasitas RAM yang kurang memadai adalah kenyataan bahwa software tersebut tidaklah gratis. Bahkan software bawaan di laptop yang baru sekalipun bukan software yang original  jadi mesti di-install ulang.

Sebagai mahasiswa/i design yang selain fakir kuota juga fakir software terkadang harus berpuas diri dengan software trial  berjangka 30 hari yang cepet banget expired-nya haha Kalau mau lebih lama bisa cari crack-nya, tapi itu pun mesti di-update terus menerus. PR banget kan ...

Apalagi menjelang UTS atau UAS di kelas pasti pada sibuk nyari software, kadang suka bete nunggu giliran nginstall software eh ketika di-install ternyata laptopnya nggak support. Yawla KZL ... 😞😞😞

Dari situ aku mulai mencari (software) alternatif lainnya, yang tidak harus selalu di-update setiap kali akan digunakan. Saat kuliah requirement wajib untuk UTS atau UAS adalah laman presentasi mengenai project yang sedang digarap, di print pada kertas berukuran A3 kemudian di tempel pada panel dan dipresentasikan kepada dosen.

Saat itu salah seorang temanku membuat laman presentasi menggunakan CorelDraw dengan alasan malas mengganti software dan agar memudahkannya menyimpan dalam 1 file meski bukan peruntukannya. Well ... kalau CorelDraw bisa digunakan untuk membuat laman presentasi, apakah PowerPoint bisa digunakan untuk membuat graphic design?

Ternyata bisa ... 😃

Meski fitur PowerPoint tidak selengkap fitur CorelDraw, secara fungsi PowerPoint memenuhi kualifikasi sebagai grdphic design software. Bagiku PowerPoint adalah versi sederhana dari CorelDraw karena toh design yang dibuat tidaklah sekompleks design-nya anak DKV atau secanggih anak Interior.

Tantangannya sendiri ada pada kreativitas dan daya ngulik haha Karena intinya kan ngakal-ngakalin gambar. Bagaimana caranya membuat gambar seolah-olah terlihat reasonable dan bisa dimengerti oleh khow-khow sekalian 😇

Kalau kalian memang sudah merasa familiar dengan CorelDraw seharusnya merasa familiar juga dengan PowerPoint. PowerPoint memang tidak diperuntukkan untuk graphic design namun jika fiturnya sendiri memungkinkan untuk graphic design ya why not? 😤

Sejak menyadari bahwa PowerPoint mampu menggantikan posisi CorelDraw sebagai graphic design software, aku tidak terlampau peduli dengan keberadaan CoreDraw di laptop, meski sebenarnya masih butuh untuk kirim file ke klien atau order barang.  Ujung-ujungnya CorelDraw terkesan seperti  formalitas kehadiran di absensi.

Kadang orang-orang terkejoed ketika tahu design-ku dibuat menggunakan PowerPoint bukan CorelDraw sebagaimana harusnya, mungkin pikirnya aku ini antara “keren” atau “memang kurang kerjaan” 😆😆😆😆haha Karena kemudian mereka herman ... “Emang bisa ya pake PowerPoint?” yang dilanjutkan dengan ekspresi “kalau ada CorelDraw kenapa pake PowerPoint?”.

Untuk pekerjaan sehari-hari aku lebih memilih menggunakan PowerPoint daripada CorelDraw, berdasar pada pertimbangan komputer yang suka ngadat kalau buka CorelDraw dan output yang diminta hanya berbentuk file PNG atau JPEG dan sesekali PDF. 

Mungkin baru @pinotski dan followers-nya yang mengerti bagaimana asyiknya mengulik software bukan pada peruntukannya. Selama ini aku bersikap sok asyik dengan kebiasaan menggunakan PowerPoint tanpa merasa harus ambil pusing dengan orang-orang, ketika menemukan Papin aku merasa menemukan pembenaran 😙


Cobalah kalian sesekali baca tweet-nya Papin kalau perlu sampai ke dasar timeline, ia bisa di-hire agency di NY karena menggunakan software bukan pada peruntukkannya (juga). Keren kan ...😜😘😘 Insight-nya tentang inner artist yang terdapat pada diri setiap manusia juga memberikan positive influence untuk followers-nya 😽😽😽

Setiap orang memiliki pertimbangannya sendiri mau men-design menggunakan software jenis apa atau yang bagaimana, tergantung dengan kebiasaan dan kesukaan masing-masing. Tapi ya itu tadi ... just in case CorelDraw-nya expired, second option terdaruratnya adalah dengan menggunakan PowerPoint.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Awal tahun ini dibuka dengan  one day trip ke rumahnya Nurm di Ciwidey, yang mana selalu menjadi  wacana sejak bertahun-tahun yang lalu, dari masa sekolah, kuliah, menikah sampai kini punya baby Raefal.  So ... Mission accomplished!

Perjalanan dari Bandung (bagian Timur) ke Ciwidey bisa dikatakan lancar jaya, mungkin karena orang-orang juga lagi pada istirahat ya setelah jor-joran di long yearend yang sukses bikin bokek minggu lalu hehe 💫


Disaat kita masih OTW, Deya dan Fira udah nyampe karena dianterin Bunda Etty yang mau hangout di minggu pagi. Seperti biasa ... aku dan Icunk langsung ambil posisi nyaman di seat belakang karena lelah semaleman ngobrolin diet sambil ngemilin martabak + susu. Well ... eat today, diet tomorrow ladies ... 😂.

So happy to see you girls ... meski setiap kali ketemu langsung buka forum dan ngobrol dengan tone gordes 😁. Adaaa aja yang dibahas, dikit-dikit eh Deya kena bully, maklum ya sebagai member termuda 90’s girls Deya adalah yang paling shabr dan qona’ah. Iya kan sist?

terkejoed :p

Setelah puas ngerecokin Nurm 😉 kita berencana menghabiskan sisa hari dengan main, tapi mempertimbangkan cuaca yang ke‘nca-‘ncaan dan jarak tempuh yang lumayan jauh, tempat yang dituju adalah yang searah dengan jalan pulang.

Meski semalem udah searching tetep bingung waktu ditanya “sekarang mau kemana?” Yha~ maaf ya manteman ku nggak fokeus searching gegara video call-an dengan Pici 😁 Kalau mau yang pasti ke Kawah Putih apa Ranca Upas apa Rancabali, yang searah dengan jalan pulang mah Barusen Hills.


Untuk menuju Barusen Hills kita harus melalui jalan yang berliku-liku dan sempit kaya di Punclut tapi emang dasarnya supir di Indonesia pada sakti ya, jangankan mobil Tahu Bulat Digoreng Dadakan yang banyak printilannya bis yang segede gaban dan menuh-menuhin gang pun sanggup nyampe Barusen Hills. Salute!

Duhai netizen yang seneng banget bikin review berantai dengan keyword tempat wisata di ciwidey atau tempat wisata hits kekinian di bandung demi nampang di page one, please dweehhh ... kalau bikin review yang bener napa ... 😴.


Bagi kita Barusen Hills ini zonk, mau pulang lagi sayang tapi mau masuk juga sebenernya ogah. KZL kan ya haha ... expectation vs reality-nya terlalu jauh, pelajaran bahwa nggak semua yang terlihat aesthetic dan viral sebegitu adanya di kehidupan nyata.

Dengan tiket seharga Rp 35.000 di weekend yang ‘dijual’ oleh Barusen Hills adalah kolam renang dan spot foto-foto. 


Spot foto-fotonya sedikit dan bagiku kurang menarik, terkesan seadanya dan minim safety. Bahkan untuk ayunan gantung yang nyantol di pohon pinggir tebing nggak ada safety belt atau guide, kalau pun ada guide hanya berjaga di spot foto menara bambu (yang didesain mirip dengan yang ada The Lodge Maribaya) lagi-lagi tanpa safety belt.

Jadi ... tugas guide adalah memberikan pengarahan bagaimana caranya bisa menaiki tangga tanpa harus khawatir akan jatuh. Maklum ya ... safety seharga Rp 5000 mah dapetnya baru pengarahan doang 🥲 Tapi ada aja kok yang naik.


Karena spot foto yang tidak terlalu luas pengunjung mesti ngantri dan bergantian, lebih bagus kalau punya tongsis jadi nggak usah nunggu orang yang sekiranya single untuk minta foto. Bukannya kenapa-napa ya, kita juga sempet salah cari target *elahh ...

Fira nggak sengaja minta tolong foto sama cowok yang kebetulan lewat dengan pacarnya, semacam couple usia sekolahan gitulah, selama kita difoto mbaknya menatap posesip mulu, kan asem jadinya ...  Ngana pikir kita naksyiirrr? 🤣.


Salah satu spot foto yang menjadi favorite (karena memang Cuma itu-itu aja) adalah love garden (iya gitu ya namanya?), taman yang di desain dengan bentuk love atau hati lengkap dengan segala properti hiburan yang juga berbentuk love. Bukannya julid ya tapi ini agak berlebihan sekaligus memaksakan.

Tapi kalau dipikir-pikir lagi yaudahlah ... selama pengunjung senang mah ya seharusnya nggak masalah hehe Toh kini kesan tidaklah sepenting menjadi viral. Eh tapi spot foto terbaik ada di parkiran, karena kita bisa berfoto dengan latar belakang bebukitan.


Secara pribadi aku kurang sreg dengan Barusen Hills karena nggak asyik dan lebih cocok untuk wisata keluarga yang punya anak ingin berenang, mungkin kalau dengan temen segengs lebih cocok ke tempat yang lebih pasti biar puas, maklum ya kita kan mesti menafkahi feed 😂.

Tapi kalau masih penasaran sih mangga ...

Es Campur Cincin rekomendasinya Dedeyanti 

Barusen Hills
🪧 Gambung Ciwidey, Cisondari, Kabupaten Bandung
⏰ 08.00-17.00
🤑 30K weekdays, 35K weekend
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates