Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.
www.pexels.com

Kadang suka iri kalau lihat blog teman-teman yang sering diupdate, kok mereka bisa ya sempat menulis di sela-sela kuliah? Don’t ask me. Kuliah di jurusan desain membuatku menjadi zombie yang selalu sibuk mengerjakan tugas dan mengejar deadline 😪😪😪. Ketika ada waktu luang aku lebih senang untuk menghabiskannya dengan berleha-leha di kasur sebelum akhirnya ketiduran atau movie marathon dan bermain game online di Facebook.

Mungkin sebenarnya bukan nggak ada waktu ya melainkan prioritas pilihan hiburan yang bergeser.
Setelah mendapatkan promosi gratis di kelas, beberapa temanku ada yang  mencoba membaca blogku, mungkin mereka kepo ya ingin tahu seperti apa blogku sampai harus dikasih applause. Well diantara mereka seingatku, cuma Fai yang berani berkomentar langsung padaku “eh, gue udah baca blog lu, bagus kok tulisannya, maksud gue enak dibacanya ... kenapa nggak diterusin lagi nulisnya?”.

Eym ... Akunya mabok tugas haha 😂 Mungkin karena komentarnya + jadinya inget terus yha~ (a very thank youuu Fai). Seneng juga ada yang baca blogku dan kasih feedback tanpa membahas  keaL4yanku heuheu 😋

Aku sadar blogku tidaklah selucu Raditya Dika atau se-fashionable Dian Pelangi, maka dari itu aku lebih sering blogwalking ketimbang menulis post. Bingung sih mau nulis apa ... karena teman-temanku terlanjur tahu blogku ini, aku malah sering kepikiran apa yang mereka pikirkan tentangku ketimbang apa yang ingin ku tulis. Yes dear ... “you are what you write” dan aku belum mengerti apa itu self branding 😶.

Saat blogwalking itu aku menemukan www.hijabscarf.com isinya seru dan tone color-nya soo ... 2010’s. At least, aku menemukan blog yang not so keRaditya-Raditya Dikaan yang mencoba lucu padahal mah garing hehe Kalau diingat-ingat ya, saat itu rata-rata blog isinya random, bahasa yang digunakan masih seadanya dan fotonya masih selfie dari atas. Kini ... jauh lebih baik. Practices makes perfect ...

Dari sering blogwalking aku mulai menyadari bahwa bahasa blog tidak perlu sebaku percakapan di film-film jadul, bahasa yang ringan namun lugas lebih mudah dicerna meski menggunakan kata-kata non EYD, yang penting pembaca faham apa yang dimaksud. Kalau yang faham Cuma kita doang mah kan jadinya e-diary atuh ... 😊

Oh iya ... aku juga sempat bimbang dengan bahasa yang akan digunakan. Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris? Awal-awal kembali ngeblog aku menggunakan Bahasa Inggris dengan harapan agar se-expert para blogger senior yang setiap kali posting banyak yang kasih komentar, sekalian juga belajar merangkai kalimat biar nggak apeu pas update status.

Tapi setelah dipikir-pikir lagi, tidak semua pembaca mau bersyusyah fayah membaca posting-an yang seadanya. Seperti yang tertera pada Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan maka aku kembali menggunakan Bahasa Indonesia dengan banyak penyesuaian. Lagipula ... posting-an blog yang menggunakan Bahasa Inggris akan lebih sulit ditemukan karena kalah saing urusan SEO.

Then, #problematikamasakini muncul dalam wujud ; aku atau saya? 😖

Selama ini aku terbiasa menggunakan “saya” dengan asumsi lebih polite dan down to earth, sedangkan “aku” terkesan lebih menunjukkan self statement seperti “this is Lestari speaking”. Namun mempertimbangkan blog adalah (media) self branding yang intinya adalah self statement  maka aku memilih mengunakan “aku” ketimbang “saya”, tapi tergantung mood juga sih ...

To be honest, setiap kali membaca tentang blogging 101 selalu ditekankan agar blog memiliki niche (tema) seperti beauty, lifestyle, movie, fashion, parenting etc agar pembaca tahu dimana keahlian atau minat kita. Disini aku mendadak galau berat ... karena blogku ini niche-nya netral haha 😁

Seperti yang tertulis di deskripsi blog yaitu “what is interesting and curious about, also every(little)thing in between” aku menulis apa yang ingin aku tulis, apa yang menarik untukku, apa yang aku suka atau apa yang lagi kepikiran. Please ... maksudnya sekalipun blog adalah (media) self branding tidak semua hal mesti ditulis mengikuti common standards. I just wanna have fun with my blog, so let me ... 😎😎😎

Okey deh kalau memang maksa banget harus ada niche-nya, blogku ini niche-nya lifestyle.
Mau tahu gayaku menjalani hidup? Baca demilestari! *semacam itulah 😬😄😄

Semakin hari semakin banyak blogger-blogger keren ya ... selain karena kontennya memang keren, blognya menarik secara visual, lebih tertata dan aesthetic bingits. Tapi lama kelamaan bosen juga ya karena kebanyakan konten blog zaman now adalah review skin care *heu ... 😔

Saat ini blog jungjunganku adalah Living Loving karena mencakup hal-hal yang aku sukai seperti craft, home decor dan life hacks, bahasa yang digunakan casual dan secara visual blognya enak dilihat (karena rapi *penting). Sedangkan blog yang cukup menyuarakan isi hati dan pikiran ini adalah blognya Gita Savitri haha Meski rentang usia kita ‘lumayan’ berbeda we’re on the same boat. I feel you Gita!

Sayang ya ... Laugh On The Floor sudah tidak pernah di-update lagi, blog yang ber-niche design ini membahas tentang dunia per-design-an dan designer’s behind the label. Padahal secara keseluruhan Laugh On The Floor memenuhi kriteria sebagai designers bowl.

Dari hati yang terdalam, aku ingin punya blog yang keren ... 🙏
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Di salah satu tweet-nya Deya pernah merekomendasikan film-film baper versinya, beberapa diantara sudah pernah aku tonton sedangkan sisanya malah baru tahu hehe Katanya; film Before Me Before You ini very recommended. Saat itu aku pikir film Me before You hanyalah film romance STD yang bakalan dihapus setelah selesai nonton *ehe 😃 Tapi karena sering lihat orang-orang ngomongin film Me Before You di timeline Twitter aku jadinya penasaran.

Alhasil, mata ini petet geura gara-gara si Will 😢... Deya nih ah ...

Me Before You adalah film adaptasi dari buku berjudul sama karya Jojo Moyes yang telah memenangkan penghargaan New York Time Best Seller. Genre filmnya sendiri adalah drama romance yang agak serius mengenai (lagi-lagi) a gentleman dignity. Serius ini mah... Tentang harga diri seorang pria yang lebih rela mati ketimbang hidup “seadanya”.

Will Treynor adalah the most eligible bachelor guy masa kini, ia terlahir kaya raya, cerdas, gemar melakukan olahraga ekstrim dan yang paling penting nih ya Will adalah anak tunggal 💸. Hidup Will runtuh saat ia terlibat suatu kecelakaan yang menyebabkannya harus duduk di kursi roda, meski kedua orangtuanya sudah mengusahakan pengobatan yang terbaik untuknya namun kelumpuhan Will tidak bisa disembuhkan.

Karena Will tidak bisa melakukan kegiatan sehari-hari layaknya orang normal, orang tuanya mempekerjakan asisten yang bertugas membantu Will. Namun Will yang stress berat dengan kondisinya sekarang sering sensi dan pesimis, ujung-ujungnya asisten yang dipekerjakan orang tuanya resign. Bukan Cuma sekali dua kali ya tapi berkali-kali.


Sedangkan Louisa ‘Lou’ Clark (Emilia Clarke) adalah seorang ordinary girl yang hidupnya ‘lempeng’ dan nrimo atau dengan kata lain tidak memiliki ambisi. Lou memiliki seorang adik bernama Katrina ‘Treena’ Clark dan pacar yang sport junkie Patrick (Matthew Lewis). Lou harus mengubur mimpinya berkuliah demi membantu perekonomian keluarga, ia menghabiskan hari-harinya dengan bekerja di café lokal bernama The Buttered Bun hingga suatu hari Lou diberhentikan oleh atasannya.

Beruntung Lou langsung mendapatkan pekerjaan baru sebagai asisten Will meski sebenarnya Lou tidak memiliki kualifikasi yang layak sebagai asisten untuk difabel. Awalnya Will bersifat antipati terhadap Lou karena baginya Lou memiliki sense of fashion yang buruk, namun lama-kelamaan Will bisa menerima keberadaan Lou, mereka kemudian menjadi akrab dan sering menghabiskan waktu bersama-sama.

Selain Lou, Will juga memiliki asisten lain yaitu Nathan yang bertugas untuk menangani medis, seperti obat-obatan atau alat bantu Will. Will berusaha untuk membuka mata Lou dan menunjukkan bahwa ada banyak hal menarik di dunia ini, meski hanya sekedar menonton film berbahasa asing atau menghadiri konser musik klasik.

Suatu hari tanpa sengaja Lou mendengar percakapan kedua orang tua Will mengenai Dignitas, sebuah organisasi yang ‘mengabulkan’ keinginan kliennya untuk mati. Akhirnya orang tua Will memberitahu bahwa sebenarnya Will sudah keukeuh ingin segera bunuh diri karena merasa tidak memiliki masa depan, ibunya meminta tenggat waktu selama ± 6 bulan dengan harapan agar Will mengurungkan niatnya.


Tak disangka-sangka, Alicia Dewer yaitu mantan kekasih Will mengunjunginya ... untuk memberitahu rencana pernikahannya dengan Rupert Freshwell sahabat Will sendiri. Kali ini Will berbesar hati menerima undangannya, dikirain mau mayah-mayah haha...😁

Untuk menghibur Will, Lou dan Nathan mengatur rencana liburan ke Mauritius. Namun sepulangnya dari sana Lou malah pundung karena Will keukeuh tidak akan mengubah keputusannya mengenai Dignitas. Ironis ya si Will ini, di satu sisi ia memberikan semangat hidup untuk seseorang sementara di sisi lainnya ia sendiri malah bersikap pesimis.

Kumaha Will weh lah... 😪💤

Menurut sebuah artikel yang beredar di internet Film Me Before You termasuk salah satu film yang memberikan pengaruh buruk, sehingga tidak disarankan untuk ditonton. Apa pasal? Karena melegalkan Dignitas yang mana dianggap mencabut hak hidup manusia. *Untuk point ini aku setuju 👌. Tapi ya kembali lagi ke diri masing-masing, karena terkadang memang ada hal-hal yang bersifat prinsipil yang tidak bisa digoyahkan begitu saja. 

Kalau di Indonesia mah ya, orang macem si Will ini pasti sudah bola balik di-ruqyah geura ke ustadz, kemudian jadi viral di social media, dibuatin meme-meme lucu sama netizen.

Ahh Will... you are soo... chicken! 🐤🐤🐤


Will Traynor diperankan oleh Sam Claflin, si Finnick Odair di Hunger Games saga yang juga meninggal karena diserang mutt dan pendeta sholeh yang naksir putri duyung di film Pirates of The Carribean on The Stranger Tides. Well ... kalau kamu cukup ‘ngeh’, hampir semua karakter yang diperankan oleh Sam Claflin ini kalau nggak sekarat ya meninggal 😢. Meski perannya sebagai Will Traynor cukup membuatku mengharu biru sampai petet aku lebih suka perannya sebagai Finnick Odair, ia adalah tribute favoritku setelah Johanna Mason, KZL sih karena dengan matinya Finnick Odair ini aku nggak punya kecengan lagi di Capitol haha 😂😂😂

Emilia Clarke ini adalah Daenerys Targaryen di serial Games of Thrones, awalnya sempet pangling karena di film Me Before You rambutnya Emilia Clark nggak berwarna putih, mikir-mikir agak lama “ini siapa ya ... kayanya pernah liat deh, tapi di film apa...” baru deh setelah lihat daftar cast-nya langsung ngeh kalau Emilia Clarke ini adalah si Mother of Dragon. Bedanya dengan serial Games of Thrones, di film Me Before You Emilia Clarke mendapatkan peran yang agak kekanak-kanakan dan cupu, yang jauh dari kesan bossy macem si Khalessi.

Meski filmnya nggak banyak adegan romance (kecuali yang di pantai) chemistry antara Sam Claflin dan Emilia Clarke okeh punya. Oh iya, surprisingly... setelah sepi job bertahun-tahun akhirnya Matthew Lewis main film lagi, kalau masih ingat film Harry Potter saga Matthew Lewis ini berperan sebagai Neville Longbottom, roommate-nya Harry Potter dan Ron Weasley yang selalu kikuk dan penakut.

Kalau dibilang very recommended aku sih yes, tapi awas ya jangan baper. 😶

*all picture was taken randomly from Google
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments

Sedari awal sudah disebutkan bahwa film ini “inspired by true event”, dari statement-nya saja sudah bisa dipastikan bahwa film Florence Foster Jenkins ini adalah biopic. Mengenai true event yang dimaksud adalah kejadian yang pernah menggemparkan New York pada tahun 1944, yaitu ketika seorang wanita nekat menyanyi meski tidak memiliki bakat (menyanyi).

Narcissa Florence Foster Jenkins (Meryl Streep) adalah seorang sosialita kaya raya yang juga dikenal sebagai pemain opera amatir, karena kecintaannya terhadap seni Florence mendirikan sebuah klub elit bernama Verdi Club yang berisikan para penikmat seni atau para seniman.

Di usianya yang tak lagi muda, Florence masih aktif tampil di berbagai pertunjukan opera meski hanya mendapatkan peran kecil. Suatu hari ia menghadiri undangan sahabatnya Arturo Toscanini (John Kavanagh) seorang musisi terkenal yang ingin mempromosikan anak didiknya.

Entah kesambet apa si Florence ini, di perjalanan pulang ia merasa terinspirasi oleh anak didik Toscanini yang tadi menyanyi. Tanpa ba-bi-bu Florence lantas meminta suaminya yaitu St. Clair Bairclays (Hugh Grant) untuk mencari pelatih vokal, permintaan yang berat sebab St. Clair sadar betul bahwa Florence memang benar-benar tidak memiliki bakat dalam hal menyanyi 😫.


Namun demi menyenangkan hati Florence, St. Clair kemudian meng-hire Carlo Edwards (David Haig) sebagai pelatih vokal dan Cosme McMoon (Simon Helberg) sebagai pianist pengiring. Scene latihan vokal inilah yang menjadi point of interest, penonton akan disuguhi scene yang mengaduk-aduk emosi sehingga (ujung-ujungnya) penonton akan berfikir bahwa Florence ini rada sableng 😂😂😂


Miris memang, di satu sisi Florence ini memiliki keinginan yang kuat dan bersemangat dalam mencapai cita-citanya namun di sisi lain ia harus ‘mentok’ karena faktor bakat dan usia. Tapi tenang... ada St. Clair 😊. Meski berstatus sebagai suami Florence, St. Clair ini menjalin hubungan dengan Kathleen (Rebecca Ferguson).

Setelah merasa cukup percaya diri untuk menyayi di depan publik Florence membuat sebuah pesta kecil dan mengundang teman-temannya di Verdi Club. Karena apresiasi yang diadapatkan ‘cukup’ positif maka kepercayaan diri Florence terus tumbuh beriringan dengan St. Clair yang berusaha mati-matian mewujudkan keinginannya.

Tak tanggung-tanggung, Florence ingin mengadakan konser dengan dirinya sebagai bintang utama. St. Clair yang memang sudah terbiasa membereskan urusan Florence harus memutar otak mencari cara agar konser istrinya ‘berhasil’. Dan tring! (St. Clair voice: mission accomplised!) 😇

Seakan belum cukup ‘menyiksa’ St. Clair 😎,  Florence lantas membuat rekaman nyanyiannya sendiri dan mengirimkannya ke radio dan teman-temannya. Ketika mendengarkan nyayiannya sendiri di radio, Florence kesambet lagi #eh 😵

Then... Florence nekat menyewa Carniege Hall di New York. Untuk apa? Untuk konsernya! Yawla bude... dan parahnya lagi, Florence membagikan tiketnya secara gratis untuk para tentara.

Udah lah ya ...😫


Sudah bisa ditebak bagaimana reaksi penonton saat Florence tampil menyanyi... Tak tahan dengan cemoohan penonton, Agnes Stark (Nina Arianda) lantas memarahi sikap kurang ajar mereka dan memintanya menghargai usaha Florence. Dunia ini berputar ya.... Padahal di konser sebelumnya Agnes adalah satu-satunya yang menertawai Florence secara terang-terangan.

Keesokan paginya St. Clair meminta bantuan Cosme untuk membeli semua koran di lingungan mereka karena tidak ingin Florence bersedih, sayangnya Florence menemukan salah satu koran yang dibuang Cosme ke tempat sampah dan membaca artikel yang ditulis oleh  John Totten (Allan Corduner) dari jurnalis The Post yang menjulukinya sebagai ‘penyanyi terburuk’.

Meski nantinya Florence dikenal sebagai penyanyi opera terburuk sepanjang sejarah Carniege Hall, rekaman konsernya adalah salah satu yang paling dicari. Menarik ya... terlepas dari tujuan orang-orang mencarinya, Florence membuktikan bahwa ia (dan nyanyiannya) dapat diterima di masyarakat.

Di awal film kita akan penasaran melihat tingkah polah Florence yang ‘nyeleneh’ di zamannya, apa sih maunya si Florence ini? Sudah tua. Kaya raya. Punya suami berondong. Apa lagi yang kurang? 😕

Namun di pertengahan film kita akan menyadari bahwa Florence tidaklah sekonyol seperti saat latihan vokal, ia adalah pribadi yang murah hati namun selalu dikelilingi oleh orang-orang yang ingin mengeruk keuntungan darinya. Sebenarnya bukan tanpa alasan ya Florence nekat berlatih vokal dan menggelar konser, ia hanya ingin melakukan sesuatu yang berarti di dalam hidupnya. Sekalipun itu syulit ...

Hubungan Florence dan St. Clair memang agak complicated, meski hampir selalu pulang ke rumah Kathleen, St. Clair tidak pernah melupakan tanggungjawabnya sebagai suami kepada Florence. A different shape of love... 😍 St. Clair selalu berada di samping Florence sampai akhir hayatnya.

Di film Florence Foster Jenkins ini karakter yang cukup menarik perhatian adalah Cosme. Meski di awal Cosme ogah-ogahan mengiringi Florence, namun seiring waktu berlalu ia akhirnya menemukan keyakinan pada Florence. Gesture dan mimiknya Cosme ini khas banget ya 😅... centil-centil tapi sok peduli reputasi.

Florence Foster Jenkins adalah biopic yang cukup menghibur, cocok sebagai tontonan di waktu geje... Eh tapi kalau mau nonton jangan kaget kalau acting Meryl Streep saat menyanyi juara banget bikin bingungnya, antara percaya dan nggak percaya “Ada ya orang yang kaya gini...”.

*all picture taken randomly from Google
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments
Kalau kamu punya kesempatan untuk pergi keluar negeri, negara mana yang akan kamu kunjungi? Apa alasannya? Ingat ya... No budget worries. Travelling-lah seakan-akan kamu memiliki uang yang tak terbatas.

Ngademin banget ya kata-katanya, no budget worries... Aku mendapatkan pertanyan ini di salah satu interview yang pernah kujalani. 

If I have no budget worries, I will fly to...

England

Aku ingin pergi ke Inggris karena hanya di stasiun King Cross aku bisa menemukan peron 9 ¾ dan Diagon Alley, bagi Potterhead Inggris adalah magical place. King Arthur dan Ksatria Meja Bundarnya telah mencuri hati sejak pertama kali kubaca kisahnya, sama seperti Edensor yang membuatku penasaran ½ mati akibat membaca buku Andrea Hirata.😊

Inggris merupakan negara yang menganut sistem monarki yang modern, Lady Di tidak harus berambut panjang untuk bisa jadi seorang princess dan Ratu Elizabeth bisa menggunakan rok midi ketika menyapa rakyatnya. Bahasa Inggris adalah bahasa persatuan internasional, karenanya Inggris lebih adidaya daripada Amerika.

Saat kecil aku pernah mengira kepala Buckingham Palace guard adalah lonjong seperti pepaya haha Setiap kali melihat gambarnya di kaleng kue Monde ada perasaan geli membayangkan kepala botak dengan sejumput rambut yang tumbuh di atasnya 😂😂😂, persis seperti sarang burung condor di atas bebatuan.

London Eye yang berada di pinggir sungai Themes dan gedung parlemen Inggris juga masuk dalam place to visit list. And ... I want goin’ on there by dressing up as Sherlock Holmes (tapi nggak pake pipa cangklong juga ya ...).

New Zealand

Aku ingin pergi ke Selandia baru karena disanalah tempat syuting film-film favoriteku, The Lords of The Rings, The Hobbits, The Pirates of The Carribean, The Games of Thrones etc. Pemandangan alam Selandia Baru menakjubkan dan lengkap, dari mulai pegunungan, bebukitan, lautan sampai pulau ada.

List teratas place to visit adalah Hobitton ... Desa hobbit peninggalan shooting film The Lords of The Rings yang kini dibuka untuk umum. Aku ingin bersantai di rumah Bilbo Baggins yang nyaman, say Hi dengan tetangga yang lagi ngebon dan minum pake gelas kayu. FYI, Sissy Priscilia dan Rifat Sungkar pernah menemukan ujung pelangi di Selandia Baru saat honeymoon, tapi nggak nemu leprechaum-nya.

WETA, perusahaan yang sering mengerjakan visual effect film-film keren seperti yang disebutkan diatas juga berpusat di Selandia Baru.

Apa lagi ya? 

Lihat burung Kiwi bisa kali ya hehe Masih ingat shoe polish Kiwi? Itu loh ... semir sepatu yang suka dipakai bapak-bapak sekalian sebelum pergi ke kantor, dulu the must have items banget, sekarang mah udah jarang. Nah, logonya shoe polish Kiwi itu adalah burung Kiwi yang habitat asalnya hanya ada di Selandia Baru. Eerrr ...  suka pada merhatiin nggak sih? 😞

Germany

Aku ingin pergi ke Jerman karena menurutku Jerman adalah negara adidaya di daratan Eropa, meski sebenarnya Jerman lebih dikenal karena Nazi dan andilnya dalam perang dunia ke 2 (WW2). Bavaria meninggalkan kesan indah saat kueja untuk pertama kalinya.

Jerman juga terkenal karena craftmanshipnya yang keren, sebut saja Rotring, brand yang dikenal dengan produk penggarisnya ini diklaim sebagai standar alat ukur yang terpresisi (hampir di seluruh dunia). Jerman juga terkenal dengan orang-orangnya yang cerdas dan matematis, sehingga segala sesuatunya memiliki ukuran, buku tulis standar di Jerman adalah buku berpetak yang guru matematika suruh beli ketika materi bangun ruang.

OMG. Oh My Germany ...

Apalagi saat kuliah, banyak buku design yang menggunakan Bahasa Jerman karena cabang ilmu design berasal dan berkembang dari sana. Aku bahkan sempat ngebet ingin melanjutkan kuliah S2 ke Jerman, sampai rela mengambil mata kuliah tambahan Bahasa Jerman selama 2 semester, tapi biasa aja sih nilainya, da susah ... T.T
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Well ... Sebagai generasi kekinian kita tidak bisa menampik bahwa gadget memang menawarkan hal-hal menarik dalam genggaman tangan. Entah itu social media, berita ter-update, streaming video atau game online, semua terangkum dalam handy stuff bernama gadget. Sepertinya kini hidup berpusat pada gadget ya ... sebentar-sebentar dicek, sebentar-sebentar dicek, padahal nggak ada apa-apa.

Nerve adalah nama sebuah aplikasi game online sejenis Truth or Dare yang tengah digandrungi anak muda, siapa pun bisa ikut berpartisipasi baik itu sebagai player (pemain) atau sebagai watcher (penonton). 

Player adalah orang yang menerima challenge (bisa dari player lain atau watcher) yang berhadiah sejumlah uang dalam waktu yang sudah ditentukan. Player juga diharuskan untuk merekam (live streaming) challenge yang dilakukannya, jika tidak bisa menyelesaikan challenge yang sudah diterimanya player tersebut bisa mundur dan dianggap gagal, yang mana sangat mempengaruhi rating watcher-nya. 

Sedangkan watcher adalah orang yang menonton player menyelesaikan challenge di Nerve, mereka adalah sumber dana hadiah challenge karena untuk bisa menonton Nerve watcher dikenakan charge. Ya... semacam taruhan live streaming gitu.

Venus ‘Vee Delmonico (Emma Robert) adalah seorang remaja biasa yang menjalani kehidupannya di Staten Island, ia memiliki seorang sahabat bernama Sydney (Emily Meade)yang menggandrungi Nerve. Kepribadian Vee dan Sydney bertolak belakang, Vee adalah artsy girl yang menyukai fotografi sedangkan Sydney adalah it girl yang populer.

Di sekolah Vee menyukai JP namun tidak berani mendekatinya karena perbedaan kasta sosial eeaaa... maklum ya JP adalah Sydney versi cowok. Vee juga memiliki teman dekat bernama Tommy yang menjadi partner-nya dalam project buku tahunan.

Suatu hari Sydney tanpa sengaja menyinggung perasaan Vee yang kemudian berakhir dengan pertengkaran, Vee yang lelah dianggap sebagai the duff* kemudian mempertanyakan persahabatannya dengan Sydney. Kadung kesal Vee lantas sign up di Nerve sebagai player untuk membuktikan bahwa dirinya tidaklah se-basic yang Sydney anggap.

Vee meminta bantuan Tommy untuk menyelesaikan challenge pertamanya yaitu “kiss the stranger”. Setelah challenge pertama selesai, Vee mulai merasakan adrenaline rush ala Nerve. Vee dan Ian (Dave Franco) seorang player (sekaligus objek challenge pertamanya) yang ditemuinya secara kebetulan kemudian menjajal challenge bersama-sama. Kesuksesan Vee dalam menyelesaikan challenge berhasil membuatnya meraih popularitas dalam semalam dan menggeser rating Sydney.

Ketika tahu bahwa Ian membuatnya bertengkar dengan Sydney hanya demi menyelesaikan challenge, Vee yang lugu kemudian melaporkan Nerve kepada polisi. Tentu saja watcher tidak tinggal diam, mereka mengadukannya kepada Nerve sehingga Vee di-banned dan dicap sebagai pengadu. Tak hanya sampai disitu, Nerve juga menguras rekening orang tua Vee.

Ian memberitahu bahwa ia pernah bermain Nerve namun di-banned karena mengadukannya ke polisi lantaran temannya meninggal saat menyelesaikan challenge. Satu-satunya kesempatan untuk mendapatkan kembali hidupnya adalah dengan menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir.

Your life was a game when you think it was...

Seperti Ian, Vee dipaksa untuk menyelesaikan challenge di Nerve sampai akhir. Challenge tersebut bukan hanya sekedar requirement untuk bisa mendapatkan hidupnya kembali namun juga penentu hidup Vee. Ternyata mudah ya... mempermainkan hidup seseorang #eh

You can controling people’s life easily by gadget only.

Meski sama-sama mengangkat issue “who’s watching who?” jika dibandingkan dengan film The Den, film Nerve ini memang lebih fresh... karena meraih anak muda dan fenomena live streaming yang memang sedang hype. 

Tapi kalau memang ada game seperti Nerve ngeri juga ya... kayaknya netizen bakal semakin gila. Karena film Nerve ini bercerita tentang game online yang mengharuskan player-nya live streaming, maka point of view-nya terkadang diambil dari kamera gadget, seolah-olah kita (penonton) adalah watcher-nya Nerve. Graphic design di credit awal dan akhir film juga bagus kok, so... AirMac hehe

Selain teaser-nya yang menggugah selera... Cast-nya juga menarik minat (calon) penonton, Emma Roberts yang sebelumnya membintangi serial Scream Queens sebagai Chanel Oberlin memang cocok untuk genre seperti ini. Namun Dave Franco yang sebelumnya membintangi film Now You See Me sebagai Jack Wilder juga tak kalah OK, di film Nerve ini karakternya lebih manly. Ahh... tapi ini Cuma perasaan yang subjektif ya ... 

* Okay... The Duff ini adalah istilah pembanding dalam friend cycle sekaligus judul film yang asheek untuk ditonton.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates