Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hello…

Apakah kalyan mengikuti beritanya Hong ban-jang? Aku sih yes 🥲.

Di post Jalan Jajan ke Katsunyaka, Kings dan Dunkin Donuts aku menulis kalau TikTok kini menjadi sumber referensi yang diperhitungkan, meski untuk keabsahanannya masih perlu dibuktikan sendiri. Kalau untuk hidden gems atau review tempat okceylah, tapi kalau untuk taste makanan atau minuman aku tetap 50:50 ya karena personal taste setiap orang kan berbeda-beda.

Bagimu taste-mu, bagiku taste-ku.

Salah satu yang menarik perhatian kita (aku dan Icunk, siapa lagi 😁) adalah The Hallway Space-nya Pasar Kosambi, nah… yang angkatan lama pasti ngeh nih kalau Pasar Kosambi itu tempatnya baju seragam sekolah haha Icunk juga sama niya, baju seragam sekolahnya beli di Pasar Kosambi, padahal kalau dipikir-pikir di Subang pun ada toko yang menjual seragam sekolah.

Mungkin vibes-nya yang berbeda… 😅.

Selain seragam sekolah Pasar Kosambi juga identic dengan snacks-nya, meski kurang suka dengan suasananya yang jadul aku pernah kok mengantar mama blusukan ke Pasar Kosambi demi mengisi toples lebaran. Punten... anaknya memang sogok-able, dibeliin batagor kering langsung semangats (◠‿◕). Ohya, ini batagor keringnya bukan yang suka dipake Mang Cuanki ya, agak besaran dikit dan keringnya nggak bikin gigi goyang.

Kalau ada yang tanya: apa bedanya batagor kering di Pasar Kosambi dan Pasar Baru? Nggak ada 😁. Palingan area parkirnya aja yang terbatas. Meski letaknya strategis, area parkir Pasar Kosambi nggak bisa muat banyak bahkan kadang menggunakan badan jalan. Sedang di Pasar Baru kalau nggak kebagian slot mesti rela naik sampai rooftop. FYI, disini anginnya nggak nyantai ya 🥲.

Pada dasarnya aku memang jarang ke Pasar Kosambi, seringnya lewat aja, apalagi kalau pake DAMRI. Lupa lagi sebelumnya ada urusan (kuliah) apa, pulangnya aku diajak Putri mampir beli Roti Bumbu Bakar Cari Rasa. Ini roti bakarnya enak yaw… ✨👌🏻 Tips dari Icunk: kalau ingin take away kita bisa kok request biar nggak usah dibakar (panggang) saat itu, biar nanti sekalian di rumah aja. 

Pasar Kosambi juga pernah kebakaran lama (sekitar 24 jam) heboh bangetlah beritanya 🥲, imbasnya Pasar Kosambi jadi agak sepi. Nah, The Hallway Space ini adalah usaha untuk mengembalikan kemeriahan Pasar Kosambi, letaknya ada di lantai atas namun untuk mencapainya kita mesti masuk dulu ke dalam pasarnya. Gampang kok carinya… 😉.


The Hallway Space isinya adalah kios yang kebanyakan disewa oleh anak muda yang ingin berwirausaha tapi nggak mau terbebani biaya sewa yang mahal. Ini space-nya meski nggak terlalu lega tapi cukuplah ✨👌🏻, yang kusuka tenctu adalah interiornya yang cakep-cakep. Saat kita kesana baru sebagian yang udah beroperasi.

Karena The Hallway Space ditujukan sebagai tempat nongkrong, maka jam operasionalnya pun agak beda niya, mostly dari jam 12 kesana. Jadi konsepnya semakin sore semakin rame. Nah, karena kita awam 😁 Dengan cueknya kita datang dari jam 12 dongs 😆, hanya dalam waktu kurang dari 15 menit udah mati gaya karena berhasil muterin The Hallway Space ini 😂.

Niat kita ke The Hallway Space ini memang untuk jajan dan ngobrol panjaaaaang, jadi nggak masalah kalau belum banyak kios yang buka.

Yang kita cobain saat ke The Hallway Space:

HALODO


Dalam Bahasa Sunda halodo berarti musim panas, syudah bisa ditebak ya Halodo ini pada dasarnya menyediakan mocktail yakni minuman yang berasa, berwarna dan berembun 🙂. Alasan kita (aku sih 😅) memilih Halodo sebagai teman ngobrol adalah hanyalah karena lucu 😁 Motivasi hidupku memang cetek yakawan… jangan herman ✨. 

Aku nggak menyarankan pembayaran via e-wallet ya karena loading banget, lebih baik cash aja. Aku pakenya Telkomsel, selama di The Hallway Space kecepatan internet-ku melambat tapi begitu keluar dari gedung langsung lantcar djaya, nggak tahu niya kalau pake provider lain 🤔. Adakah yang punya pengalaman sama? 

Summer Vibes 23K Pandan Wangi 25K

DOPAMIE


Kalau ngecek di IG-nya Dopamie ini mulai beroperasi pada jam 13.00, tapi saat kita kesana (sekitar jam 13.30) masih dalam tahap dadasar (persiapan). Ambigu juga nih, jam operasional itu bermakna mulai beberes dan persiapannya atau mulai bisa order. Karena udah mager, jadilah kita menunggu sampai kaldunya beres yakni sekitar jam 14.00.

Porsinya cukup dan rasanya bisalah… approved tapinya B aja 🙃, mungkin gegara kaldunya masih baru dan kita keburu malay jadinya kurang berkesan. Yang aku kurang mudeng adalah konsep condiments-nya kenapa dijadikan 1 padahal kita order untuk 2 porsi. Apaqa haro kukumbah wadah? Apaqa berdua lebih nikmeh? IDK aku Cuma penasaran aja 😂.

Kalau kau bimbang memilih antara Bakmie Jamur atau Bakmie Ayam + Pangsit karena ingin mencoba dua-duanya tapi nggak mau order 2 porsi. Saranku, pilihlah special menu: Dopamie Signature, niscaya kau akan mendapatkan keduanya, jamur dan ayam + pangsit dalam satu porsi. Okay. Thanks me later 😉.

Tips non sponsor: kalau ingin order side dishes-nya (untuk di-share) pastikan dulu ganjil genapnya biar adil.

Dopamie Signature 30K
Sulkiau isi 4 20K

Untuk mengetahui kios apa aja yang mengisi The Hallway Space bisa dicek niya di IG-nya. Ada banyak sih, dari F&B (food & beverages), clothing, sneakers, jewelry, aksesoris sampai photo box juga ada. Tadinya kita mau photo box tapinya ngantriii sampai ada waiting list-nya segala, pricelist-nya: 5 menit 15K/orang dan 10 menit 20K/orang. Jelas lebih cocok untuk banyakan ya, kalau berdua mah tanggung 😅.

Melihat banyaknya kios yang belum buka padahal udah sore dan sedang weekend, aku jadi kepikiran apaqa membuka kios di The Hallway Space adalah side job belaka? Yang pada weekdays (Senin-Jum’at) bekerja regular kemudian pada weekend (Sabtu-Minggu) giliran stay, yakali pada gabut 😂… Sekali lagi ini hanya asumsiku belaka ya, karena bisa jadi tenants-nya pada stay setiap harinya.


Seperti byasa, in the end of the day kita kembali gabut 😁 Maka kita memutuskan untuk sedikit berjalan-jalan ke arah belakang Pasar Kosambi, tempat Odading Mang Oleh yang pernah viral mangkal. Ternyata banyak ya tempat makan dan jajanan yang membuat goyah, mungkin lain kali kita mesti nyobain juga… Eh iya, Deya nggak ikut karena lungse pasca mengemban tugas negara 🙏🏻.

Aku baru tahu kalau jalan di pinggir Pasar Kosambi itu tembusnya ke Jalan Sunda lho… FYI aja hehe Kita memutuskan untuk mampir ke Yogya Sunda karena mau sholat dan lanjut ngobrol, niat belanja kita tertahan malay buka aplikasi PeduliLindungi. Selanjutnya kita mencari opsi jajanan yang bukan makanan berat karena yakin nanti malam lapar (lagi) 😁. Icunk membeli Bolu Bakar Tunggal (yang wanginya enak pake banget 🤤) sedang aku membeli roti di Kopi Kenangan.

Kemudian kita kembali lagi ke Pasar Kosambi karena DAMRI-nya lewat situ. Menurutku, The Hallway Space ini bisa dijadikan opsi bagi naq nongqrong yang senang menghabiskan waktu dengan mengobrol, opsi F&B nya cukup banyak namun yang paling penting siya masuk budget. Lokasinya juga strategis (karena dilewati DAMRI *penting) dan angkot.

Sebelum ke The Hallway Space, bisa niya membeli snacks dulu kali aja si mamah baeud nongkrongnya kelamaan. 😂






Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Apa kabar yorobun? 🙋🏻‍♀️ Semoga minggu ini dan minggu-minggu seterusnya pemerintah nggak mengumumkan PPKM mepet-mepet ya, udah nggak ngaruh kan ya heuheueu 😅. Di bulan ber-beran ini tentcu intensitas hujan mulai naik yang diimbangi dengan hawa panas yang seakan-akan muncul dari dalam bumi, bikin melting sekaligus pening 😔.

Rencananya aku akan menghabiskan weekend ini dengan tenang sambil (digital) declutter tipis-tipis, eh Widy tiba-tiba mengajak ketemuan di Braga. Saat berangkat aku nggak berpikir macam-macam ya, hanya saat melewati daerah Karapitan mulai heran kok macet sih 🤔. Asli ini macetnya udah macem ngabuburit yaw, rame banget… 😁.

Begitu sampai di daerah Braga hahanjirrr… adalah perpaduan yang apik antara mobil yang stuck, ojol yang gragas nyelap nyelip dan wisatawan domestik yang berfoto haha hihi. Sungguh suatu kombinasi yang kompleks 🥲. Ohya, kita ketemuan di Braga karena Widy ingin makan di Katsunyaka, pokoknya, lelah pisund bund 😌.

Pertama-tama… Anyeong yorobun…


Ini aku ya, the one behind of what you are reading now 😘. Yang sebelumnya nggak berencana keluar karena sedang berada dalam mode: saving energy 😁, yang pake baju double karena khawatir masup angin, yang pagi tadi udah minum honey-lemon-shot dan vitamin 👍🏻, yang membawa pancaroba kit di tasnya.


Kali ini kita order Chicken Don dan Chicken Katsu Omelette Curry karena sejak pagi belum ketemu nasi 😂. Sebagaimana orang Asia pada umumnya, belum sah rasanya melewati hari tanpa makan nasi yekan, nasi is lyfe 🍚🍚. Karena porsinya yang mengenyangkan, niat kita untuk jajan setelahnya mesti di-skip, (kenyangnya) awet.


Saat kita keluar dari Katsunyaka ternyata jalanannya masih macet, terutama di perempatannya, yang mana nggak memungkinkan kita untuk segera pulang. Tadinya kita berniat untuk menunggu sampai (sekurang-kurangnya) macetnya agak terurai, tapi ditunggu-tunggu kok malah makin macet? Heuheuheu 😅. 


Sambil menunggu kita menghibur diri dengan berfoto-foto laiknya saat masih mahasiswa dulu, dimana seakan-akan setiap gerak geriknya mesti diabadikan, yuk ngaku… siapa yang gini juga? 😋 FYI. Post ini adalah dokumentasi perjalanan saat aku dan Widy akhirnya memutuskan untuk berjalan dari Braga ke alun-alun sebelah sana sedikit demi bisa di-pick ojol ✨👌🏻.


Perjalanan dari Braga ke alun-alun malam ini nggaklah mudah yakawan… 🥺 Selain karena udah terlanjur lelah, kita mesti melewati lautan manusia yang tumpah ruah macem nggak ada hari esok. Melihat situesyen yang sebegininya wajar yekan kalau @pandemictalks rajin mengingatkan potensi 3rd wave, ini orang-orang udah pada nggak pake masker lho… 😌.


Termasuk di dalamnya pengamen-pengamen yang ngintil memaksa minta uang, yang kalau ditolak malah balik menyumpahi 🤬. Setiap kali kita duduk selalu ada pengamen yang menghampiri dan itu cukup mengganggu ya. Kita sering duduk itu gegara Widy bawaannya banyak dan berusaha menghindari kerumunan meski sebenarnya mustahil 😏.


Memasuki area Museum Konperensi Asia Afrika situesyen semakin ramai ya, kalau tadi di Braga ramainya oleh kendaraan, di Asia Afrika ramainya oleh orang-orang 🙃. Entah apa motivasinya, yang jelas udah nggak bisa dibedakan lagi mana orang asli, mana setan jadi-jadian, mana balon disko. Saking ramainya, sampai masuk Twitter dongs 😂.


FYI. Yang ngalehleh siga ager ini Widy ya. Seharian dia berpartisipasi dalam resepsi perrnikahannya Kiky, mengurusi ini itu, jaga tamu dan nggak ketinggalan pake high heels. Maka dari itu, harap maklum kalau bentukannya jadi begini… 😁 When you udah ingin rebahan tapi perjalanan masih panjang dan nggak ada yang mau nge-pick padahal bawaan banyak 😂.


Mungkin karena polusi cahaya, setiap kali aku mengambil foto di area sini hasilnya selalu lebih terang padahal aslinya lebih gelap. Kalau sebelumnya setan jadi-jadian mangkal di area Gedung Konperensi Asia Afrika, sekarang di pindahkan ke bagian kanan yang ada tiangnya, kayanya sih biar nggak mengganggu flow kendaraan yang lewat.


Apakah nggak ada Satpol PP yang memecah kerumunan? Ada ✨👌🏻. Di pertigaan sebelah kanan sebenarnya ada Satpol PP yang sedang berjaga-jaga dan ehm… berkerumun 😅. Meski mereka udah stay disana, tetap nggak bisa membendung hasrat warga +62 yang udah ngebet ingin main keluar rumah. Nggak kebayang gimana chaos-nya kalau alun-alun kembali dibuka untuk umum 🥲.


Terakhir kali aku keluar malam begini yakni dengan Icunk dan Lisna 1,5 tahun yang lalu 😂 Saat itu kita menonton Ratu Ilmu Hitam di Kings dan pulangnya mampir ke daerah Cibadak jajan Ronde hangat. Sama sekali nggak ada firasat (yakeles Marcell 😁) bahwa itu adalah malam minggu terakhir sekaligus kali terakhir menonton di bioskop. Kangen yaw… 😘.


Selama tinggal di Bandng, aku baru tahu kalau saat malam halte alun-alun Bandung menjadi area parkir dadakan bagi motor dan area tunggunya menjadi tempat nongkrong. Duhhh… mainnya kurang detail 😅. Yang mengagetkan, ada (sepertinya) keluarga yang sengaja cucurak dongs 🤣, mereka dengan cueknya menggelar tikar di trotoar di pinggiran halte dan makan bersama sambil menonton kemacetan ini 🤯.

Assalamualaikum… sobat low budget 🙋🏻‍♀️.

Saat kilang gas di Indramayu meledak beberapa bulan yang lalu aku sempat terheran-heran melihat berita; tentang sebuah keluarga yang menonton ledakan kilang gas sambil cucurak. Sumvah, aku benar-benar gagal faham dengan kelakuan warga +62, eh sekarang aku malah mengalaminya sendiri 💆🏻‍♀️. 

Pandemi memang melelahkan yakawan…

Alhamdulillah… kita bisa sampai dengan selamat melewati kemacetan dan lautan manusia sejak dari Braga, lega sekali rasanya saat order-annya ada yang mau nge-pick 🤣. Nggak usah ditanya gimana jomponya kita malam itu, yang pasti kita tidur cepat. Yawn~

Semoga pandemi berakhir di 2021 🙏🏻.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hello…

Masih betah #dirumahaja? Aku sih udah nggak -___-

Setelah berhasil membaca What I Talk About When I Talk About Running-nya Haruki Murakami aku berusaha meneruskan membaca The Great Design-nya Stephen Hawking. Syudah bisa ditebak ya, baru baca beberapa halaman aja udah pening dan ujung-ujungnya ngantuks 😂.

Karena ternyata nggak berhasil, maka aku mengganti bukunya menjadi Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas-nya Eka Kurniawan. Buku ini sudah masuk wishlist-ku sejak menyelesaikan Cantik Itu Luka, opsi lainnya adalah Lelaki Harimau. Kupilih Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah karena sebentar lagi filmnya dirilis 🙂.

Kupikir aku mesti membaca bukunya terlebih dulu ketimbang langsung menonton filmnya, agar supaya punya referensi saat menulis review kelak. Biar nggak bingung kutulis review bukunya dulu.

Ehya, disclaimer. Eka Kurniawan senang membahas hal-hal vulgar tanpa sensor (18+) ✨👌🏻.

Kalau di buku Cantik Itu Luka bahasannya sekitaran berahi, tai dan lelaki, maka buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas bahasannya sekitaran burung, burung, burung dan burung 🐦. Di buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini Eka Kurniawan menyentil maskulinitas yang katanya palsu itu secara ‘laki’ *pake intonasinya Avan.

Menceritakan tentang Ajo Kawir yang stuck sebab burungnya tidur sejak melihat Rona Merah diperkosa 2 polisi di rumahnya sendiri. Si Tokek sahabatnya yang merasa bersalah kemudian berusaha membangunkannya dengan berbagai cara, dari meminjamkan novel stensilan, meminta bantuan Iwan Angsa sampai membalurkan tumbukan cengek *sumvah ini part paling mind blowing sih 🤣.

Kekesalannya pada si burung yang tertidur panjang layaknya hibernasi mengantarkannya pada kehidupan keras penuh perkelahian. Menurutku karakternya Ajo Kawir di fase ini senggol tabok ya, dikit-dikit berkelahi, ada kerumunan disamperin, nggak ada apa-apa yuk mari… membuat masalah. Anak STM. Sana minggir dulu! 😎.

Seperti yang kita tahu linimasa yang digunakan Eka Kurniawan selalu samar-samar, nggak jelas tahun atau eranya. Sejauh yang kutangkap era yang digunakan di buku Seperti Dendam Rindu harus Dibayar Tuntas adalah era film-filmnya Barry Prima atau tahun 80an karena banyak adegan laga dan ada perguruan silat, lengkap dengan bahasanya yang baku dan julukan-julukan macem Iwan Angsa, Agus Klobot, Budi Baik dll.

Hingga suatu hari Ajo Kawir dipertemukan dengan Iteung dalam sebuah perkelahian (yang kalau di buku mah) tampak sengit, bukannya jadi musuh bebuyutan yang ada mereka malah saling jatuh cinta. Nah, disini drama dimulai… Ajo Kawir yang merasa ‘nggak sempurna’ berusaha menepis perasaannya kepada Iteung yang kepalang bucin heuheuheuheu 😅.

Mereka berdua kemudian menikah atas dasar cinta, yha~ semua akan tampak manits di awal karena yang terjadi selanjutnya malah membuatku ikutan puyeng. Tanpa diduga, Iteung tiba-tiba mengaku hamil, lha… piye. Jangankan Ajo Kawir yang tokoh fiktif, aku aja yang di dunia nyata bingung kenapa Iteung bisa hamil. Ujung-ujungnya Budi Baik yang dijadikan kambing hitam 🐏.

Kecewaannya kepada Iteung membuatnya kacau dan menerima tawarannya Paman Gendut untuk menghabisi Si Macan. Dalam pelariannya, Ajo Kawir kemudian memutuskan untuk menjadi supir truk antar provinsi, turut menemaninya adalah Mono Ompong. Ohya, seperti laiknya truk-truk Pantura, truknya Ajo Kawir pun dilukis quote: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ✨👌🏻.

Entah darimana naiknya, truknya disusupi seorang perempuan bernama Jelita yang akhirnya menemani Ajo Kawir sepeninggal Mono Ompong yang ikut tumbang pasca duel maut.

Lalu ‘ia’ terbangun dari hibernasi.

Buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ditutup dengan ending yang cukup membagongkan 🐗, Eka Kurniawan mengeksekusi plot-nya dengan jenaka. Kukira kelak Ajo Kawir hidupnya akan setenang burungnya saat hibernasi, nyatanya… nggak 😅. Aku nggak tahu apakah aku mesti menyebutnya dengan happy/sad ending yang jelas aku puas dengan ending bukunya.

Aku mesti bilang niya kepada kalyan wahai netizen sekalyan, kalau kamu ingin membaca buku fiksi (selain self development) kamu mesti mempertimbangkan untuk membaca bukunya Eka Kurniwan, sebagaimana bukunya Haruki Murakami. Kalau kamu adalah jellies yang sering memantau ketubiran di Twitter, mungkin sering melihat @EkaKurniawan wara wiri.

Dibandingkan dengan buku Cantik Itu Luka, ketebalan buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas mungkin hanya setengah aja, tapi isinya so pasti seru yaw…

Aku menulis draft post ini udah sejak bulan lalu, tadinya mau tandem menulis review buku + filmnya, tapi sampai aku selesai menulis tanggal rilisnya belum ada 😔. Padahal udah nunggu-nunggu… Semoga segera dirilis ya, penasaran filmnya kaya apa. FYI, filmnya di-direct oleh Edwin yang juga men-direct film Aruna dan Lidahnya, bahkan memenangkan festival Locarno International Film Festival di Swiss.

Makin nggak sabar aja yekan… 🙂

Ayo cepatz! Cepatz! Cepatz!
Ada Sal Priadi 😉.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello...

Sudah sampai episode berapa nonton Hometown Cha Cha Cha-nya? 😁 Karena masih on going aku pun menunggu-nunggu setiap minggunya, kuy kawal terus... 👍🏻.

Di episode awal kita kan diperlihatkan bahwa Hong Ban-jang ini adalah seorang pengacara yakni pengangguran loba acara 🤣 Bisa dicek niya di lisensinya yang bak buku telepon magnet itu. Dari pertukangan, makelar kontrakan, jaga warung sampai host pelelangan ikan juga okcey ✨👌🏻 dan yang paling penting dibayarnya per-jam sesuai UMR Koriya.

Saat menonton Hometown Cha Cha Cha aku jadi teringat lagi dengan istilah jack of all trades yakni si master of none, alasan yang sama mengapa kuganti username-ku di Twitter menjadi Jack(ie) of All Trades 😂. Jack of all trades adalah istilah yang ditujukan untuk orang-orang yang memiliki banyak keahlian namun nggak satu pun yang menjadi keahlian yang spesifik (master of none).

Kalau ditanya apakah aku adalah seorang jack of all trades? Tentcu kujawab ya, well… bukan hanya aku, Sebagian besar dari kita adalah jack of all trades. Percaya nggak? 🙃.

Saat di sekolah kita mempelajari banyak hal dari matematika, kimia, fisika, bahasa, agama, seni bahkan pencak silat. Dari semua mata pelajaran mungkin ada beberapa yang kita nggak ahli (sudah tentcu ini eksak 😂) tapi kalau disuruh mengerjakan soal atau quiz dadakan kita pasti bisa kan mengerjakannya. Meski hasilnya mah pas-pasan atau B aja 😉.

Saat di asrama kita mempelajari banyak life skill dari mencuci piring, mencuci baju, bersih-bersih, membereskan tempat tidur sampai menata isi lemari. Mungkin nggak semua dari kita suka mengerjakannya tapi kalau diminta mengerjakannya kita pasti bisa kan. Meski hasil setiap orang berbeda-beda disesuaikan dengan minat.

Saat sekolah aku pun BM ya, tertarik pada banyak hal terutama yang berhubungan dengan seni dan beres-beres 😁 Meski begitu aku nggak lantas mengabaikan hal-hal yang nggak berkaitan dengan minatku, maap maap aja niya kurikulum di Indonesia didesain dengan sistem penilaian akumulatif, mau ahli di mata pelajaran tertentu pun yang dilihat adalah nilai rata-rata 😂.

Kalau melihat ke arah sini sih bisa dipastikan pemerintah punya andil 😑.

Aku tertarik akan banyak hal, diantaranya; buku, blog, sketches, ilustrasi, journaling, craft, DIY, photography, design, fashion, jalan-jalan, beres-beres (*harus masuk list 😉) etc. Dan berusaha mengembangkan minatku dengan mempelajari hal baru; ikutan organisasi, ikutan Hizbul Wathan (pramuka-nya Muhammadiyah), ikutan klub Bahasa, ikutan teater, ikutan pelatihan etc.

Secara skill dan pengetahuan aku memang berkembang, tapi kalau ditanya aku menjadi ahli apa nggak, hmmm… masih B aja ya bund, temanku ada yang jauh lebih ahli 😅.

Menjadi jack of all trades bukanlah hal buruk, tapi akan jauh lebih baik kalau adaptif dan terarah.

Di masa kini yang rerata kecepatannya diukur dari seberapa cepat sebuah produk sold out saat dirilis, menjadi jack of all trades adalah hal yang B aja. Kita lebih dituntut untuk memilih dan menjadi ahli pada suatu hal demi kebutuhan self branding, ngaku deh… pasti pernah kan puyeng mau menulis apa di bio IG 😁.

Di satu sisi terasa menyenangkan bisa memiliki banyak skill, bisa mengerjakan banyak hal dan merasa semua hal menarik. Namun sisi lain terasa bagai minyak.

Katakanlah, ada sebuah wajan berisi minyak yang di tetesi air sehingga membentuk pulau-pulau kecil. Kalau minyak adalah para jack of all trades, maka pulau-pulau air adalah para ahli. Meski para jack of all trades yang paling mengisi ruang di wajan, selalu ada gap kasat mata yang menjadikan pulau-pulau air para ahli stay di atas dan mencrang sendiri.

Di akun @bapak2id aku pernah menemukan penjelasan tentang T shape skill yakni orang-orang (yang sebelumnya jack of all trades) menyatukan 2 corong skill yang berbeda menjadi suatu skill yang bisa dijadikan sebagai kojo. Dari master of none menjadi master of one. Sumvah, aku nggak kepikiran bisa gini 🥲…

Dari situ aku mulai menyadari alasan mengapa ikigai-ku susah kuncup alias mabur mulu, bisa dibaca niya di post Mengartikan Ikigai aku menemukan kesulitan saat mesti memetakan passion. Ternyata, aku masihlah jack of all trades yang BM dan tertarik akan banyak hal… *pukpukpuk 🙂🙂🙂.

Tapi ya… isokey, aku pun nggak ingin memaksakan diri untuk sok-sok-an ahli meski aslinya memble huhu 😅 Ohya, meski terlihat sibuk mencari kesibukan sesungguhnya aku bukanlah multitasker, sadar diri mudah terdistraksi, makanya aku lebih nyaman monotasking karena bisa lebih fokus. Nah, mungkin dibandingkan dengan orang-orang prosesku lebih lambat, tapi gpp aku pun nggak masalah 🥲.

Dewasa ini (cieee… 😋) aku merasakan banyak manfaat dari menjadi jack of all trades, you know-lah orang dewasa banyak banget printilan hidupnya 😂 Terutama untuk hal-hal essentials macem life skills dan basic knowledge of everything, kadang sampai kepikiran kalau dulu aku nggak pernah mempelajarinya mungkin hidupku akan ribet. Kalau gitar akustik aku stuck 😉.

Kupikir, nggak masalah apakah nantinya kita adalah master of none atau master of one, karena pada dasarnya kita adalah lifelong learner yang akan belajar seumur hidup. Untuk survive kita mesti beradaptasi yekan 😏. Skill yang dipelajari hari ini mungkin nggak akan langsung berguna besok, bisa jadi perlu ‘menunggu’ berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun yang penting jangan sampai kita berhenti belajar.

Sebagai penutup, ada pesan non sponsor yang menurutku sayang untuk dilewatkan dari @asihmanis, dibaca ya… kalau ada waktu dicek juga highlight-nya, asique.



Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ▼  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ▼  Oct (4)
      • Jack of All Trades
      • Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas - Eka Ku...
      • Dari Bandung yang Tumpah Semalam
      • The Hallway Space Kosambi
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ►  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ►  Apr (1)

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates