Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Beberapa bulan belakangan ini mood-ku nggak karuan, ketimbang produktif mengerjakan ini itu aku lebih banyak mager dan rebahan. Yha~ something isn’t going so well... Imbasnya jadi malay ngapa-ngapain termasuk ngeblog, heu... 😌

Aku menonton film Bebas ini bulan lalu yaw dengan geng nonton Ubertos kebanggaannya warga Bandung Timur 🥳. Di bulan Oktober lalu ada beberapa film bagus yang masuk list nonton, tapi yang memenuhi syarat dan menang voting adalah film Bebas. 

Film Joker dicoret dari list sebab rumornya film ini mengakibatkan efek depresif, ditambah lagi Memed udah nonton. Film Perempuan Tanah Jahanam dicoret dari list sebab sepi peminat 🤣 Masih kapok cuy dengan Sebelum Iblis Menjemput. Dan film Susi Susantuy mesti di-pending sebab rilis di bulan November.

Film Bebas ini adalah adaptasi dari film Korea berjudul Sunny yang hype saat aku masih kuliah, bercerita tentang manis getirnya sebuah geng remaja di SMA yang setelah berpisah belasan tahun dipertemukan kembali. 

Aku suka film Sunny ceritanya segar dan menghangatkan, acting para cast-nya pun tampak natural. Saking hype-nya film Sunny sudah beberapa kali diadaptasikan, yap, Indonesia adalah negara kesekian yang mengadaptasi. 

Kupikir keputusan Miles Film membeli 
hak cipta ini adalah keputusan yang baik ya, seenggaknya nggak mesti nyontek macem yang udah-udah 🙃.

Menurutku film Sunny adalah salah satu film Asia yang memorable, sebab temanya asyik nggak hanya berfokus pada kisah kasih tak sampai macem film Sunny Indonesia (a.k.a Cinta Pertama), pokoknya menyenangkan aja mengikuti setiap scene-nya.

Kali ini Mira Lesmana turun langsung menulis skenario filmnya bersama Gina S. Noer yang juga menulis skenario film Keluarga Cemara dan Dua Garis Biru. 

Karena kultur Indonesia agak berbeda dengan kultur Korea maka ada beberapa penyesuaian yang dilakukan, macem judulnya yang nggak Sunny, tokoh antagonis yang cowok dan yang paling penting; adanya member cowok.

Kupikir kehadiran member cowok di geng Bebas ini turut memberi warna, lagian kalau member-nya semua cewek ya pasti identik dengan film cewek yang mana berimbas pada market target. Lagipula kita (orang Indonesia) pada umumnya nggak familiar dengan sekolah khusus perempuan, kalau pun familiar pasti mikirnya pesantren 😅... 

Nah, karena setting sekolahnya SMA Indonesia maka karakter antagonisnya adalah cowok ngeselin yang demen ngajak ribut. Surprisingly, banyak cast nggak terduga yang muncul sebagai cameo di film Bebas ini, asyik sih ya... 🤩 Sebagai anak generasi 90an yang udah cukup umur tapi belum merasa tuwa aku merasa bernostalgia dini 😋.

Memang sulit rasanya untuk nggak membandingkan film Sunny saat menonton film Bebas, in deepth spoiler ever. Kupikir sedari awal Miles Film memang ingin membuat film Bebas ini nggak se-Sunny film adaptasi Sunny lainnya. Bahkan judul filmnya diganti menjadi Bebas, yap, realistis aja sih ya, di Indonesia lagu Bebas lebih familiar ketimbang lagu Sunny.

Film Bebas mengambil setting tahun 90an, kalau dibandingkan dengan film Sunny memang agak lebih kekinian laya. Tapi aku suka sih... merasa relate aja gitu dengan dengan music score-nya. Serius deh ini, hampir semua playlist-nya aku kenal haha 🤣🤣🤣

Film Bebas dibuka dengan scene dimana Vina Panduwinata (Marsha Timothy) merasa hidupnya gitu-gitu aja.

Hmm... yawla Mb... kehidupan udah stabil, interior rumah udah kece, punya anak cakep, eh punya suami Darius Sinathrya pula. Cuy... niqmad mana yang kau dustakan? 🤔

Vina pada kita:
Yha~ namanya juga manusia... 😌

Seperti yang kita tahu Vina mengunjungi ibunya (Sarah Sechan) di rumah sakit dan bertemu dengan Krisdayanti a.k.a Kris (Susan Bachtiar) teman SMAnya dulu, sebab menurut dokter umurnya nggak ‘kan panjang, Kris meminta Vina untuk mengumpulkan kembali gengnya semasa SMA, geng Bebas.

Pencarian geng Bebas ini membuat hidup Vina kembali ber’rasa’. Mula-mula Vina mengunjungi mantan sekolahnya demi mencari alamat geng Bebas, agak mempertanyakan juga sih ya, apakah Vina ini gaptek atau terlalu realistis.

Emang nggak kepikiran ya nyari via socmed? 😋

Di mantan sekolahnya Vina bertemu dengan gurunya (Tika Panggabean) yang memberikan informasi tentang Jessica (Indy Barends) yang kini berprofesi sebagai agen asuransi. Kemudian mereka mencari keberadaan member geng Bebas lainnya via detektif swasta merangkap teman SMAnya yakni Dedi.

Pertemuan mereka dengan Jojo di awal agak awkward ya, padahal Jojo (Baim Wong) dulu paling coy dengan Jessica. Pecah gongnya malah saat Baby (Dea Panendra) datang dengan gayanya yang lenjeh, bangsyat memang Dea Panendra ini jadi scene stealer dimana-mana 😍 Tapi  kuyakin sih, suatu saat nanti Dea Panendra bakal shining, shimmering, splendid.

Then, mereka menemukan Gina (Widy Mulia) yang hidupnya nggak berjalan mulus, setelah ditinggal suaminya ia mesti menghidupi kedua anak dan ibunya (Cut Mini) yang stroke. Disini aku malah merasa salut sama mboknya a.k.a ARTnya Gina yang setia mengabdi meski keadaan udah nggak semakmur dulu. Langka banget kan... Apalagi di zaman sekarang.

Mungkin gegara udah lama nggak ketemu, kupikir chemistry geng Bebas dewasa nggak sekuat chemistry geng Bebas remaja, kurang coy aja gitu. Ada beberapa scene yang feel kebersamaannya kurang dapet, macem scene pembacaan wasiatnya Kris yang malah terasa jalan sendiri-sendiri.

Marki-flashback ke masa remaja geng Bebas.

Vina Panduwinata (Maizura) adalah anak baru made in Sumedang yang baru pindah ke Jakarta, karena ke-innocent-annya ia direkrut geng Bebas yang saat itu belum punya nama. Mereka adalah Krisdayanti (Sheryl Sheinafia), Suci (Lutesha), Gina (Zulfa Maharani), Jessica (Agatha Pricilla) dan Jojo (Baskara Mahendra). Sejak punya geng Vina jadi anak gaul.

Karakter dan visualisasi geng Bebas ini nggak berbeda jauh dengan versi aslinya, selain beberapa penyesuaian ada beberapa issue yang diangkat, macem single parents dan sex orientation. So far nggak genggeus kok malah terasa relate dengan keseharian kita sebagai warga +62 yang demen mantengin twitwor haha

Sejak awal Suci kurang setuju Vina ikut bergabung di geng Bebas, pasalnya logat Sundanya Vina mengingatkannya akan ibu tirinya (Happy Salma). ZBL beralasan sih hehe 😅 Tapi... gara-gara kesundaannya inilah Vina menangkan duel dan mulai di-notice geng Baby Girls yang ciut gegara ada Liputan 6 😂.

Kupikir, scene duel di rooftop adalah scene ter-favorite sejuta umat 😘 Adu bacot antar geng ini memang juwara terutama saat bagiannya Jojo vs member Baby Girls yang nyolot ngeselin. Tektokannya pas dan yha~
asyik aja nontoninnya 😂. Meski scene salatri-nya Vina kurang diekspose, tapi kusuka sih style kesurupannya 😂 sayang nggak ada ‘aing maung’ 🐯.

Disini aku suka Amanda Rawles, karakternya pas dan (akhirnya) cocok untuknya, perkara acara MTv yang maut tayang mah lewat haha Ketimbang scene duel ditengah-tengah tawuran, aku malah lebih suka saat mereka kejar-kejaran di tengah kios-kios di dalam gedung. feel-nya lebih terasa...

Karena sekolahnya di Indonesia, maka tokoh antagonisnya adalah cowok bernama Andra (Giorgino Abraham). ZBL... Tapinya pantes haha 😅 Yang malah agak kurang sreg adalah tokoh kecengannya Vina yakni Jaka  (Kevin Ardilova) gimana ya... kurang gimana gitu, yha~ intinya sih bukan seleraku aja haha 😅

Sedari awal film Bebas ini dinarasikan dengan kocak, tektokan antara Sarah Sechan dan Marsha Timothy adalah opening yang menarik, seenggaknya kita akan dibuat tertawa mengenai opininya tentang ke-sok-urban-an urang Sunda. Dan sepokat a.k.a spokat a.k.a sepatu adalah benda penting yang nggak boleh terlewatkan.

Setelah pertengahan film barulah tensi kekocakkan mereda digantikan dengan konflik real manusia dewasa yang lebih serius. Memorable scene lainnya adalah saat geng Bebas menghajar gengnya Jefri Nichols gegara gangguin Mia (Syifa Hadju) mulu. Meski Baskara nggak ikutan dan Cuma jadi seksi dokumentasi, kusuka style-nya yang good looking.

Bisa dibilang film Bebas adalah film adaptasi yang cukup berhasil, filmnya menyenangkan dan relate dengan masa 90an yang pernah kurasakan. Film Bebas ini bukan hanya membawa memori kita ke masa paling menyenangkan di seluruh dekade, namun juga memberikan tontonan yang asyik, bukan tipikal film yang akan mudah dilupakan.

Ketimbang film Ada Apa Dengan Cinta yang meski sama-sama menyasar persahabatan remaja, kupikir aku lebih suka film Bebas ini. Lebih nyata. Yha~ sadar diri aja sih sebenarnya... cowok indie pecinta puisi yang sok misterius macem Rangga hanyalah fatamorgana belaka 😌. Rangga adalah mimpi-mimpi indah tak terperi sebelum Revaldo menginvasi serial Ada Apa Dengan Cinta 😅.

FYI. Semua serial yang diadaptasi dari film layar lebar di tahun 2000an ‘meh’.

Oh iya... Ada Reza Rahardian disini dan aku malah merasa film Bebas dan film My Stupid Boss berada di universe yang sama.

Jadi, sist Mirles dan bro Riri Riza adakah rencana mengadaptasikan You Are The Apple of My Eyes? 😋
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Berbulan-bulan yang lalu – di saat hari masih sering hujan dan matahari masih sesekali menyapa –. Setelah hampir setengah hari menunaikkan wear test sepatu kesana kemari, aku berakhir di Gramedia. Sambil menanti hujan yang tak jua reda, aku iseng membaca buku-buku sample (yang plastiknya sudah terbuka), beberapa buku nggak menarik, beberapa lainnya nggak asyik. Yha~ 😁

Namun sebagai bagian dari jama’ah KonMari yang masih kepikiran beli buku Sparks of Joy apa nggak, aku menghampiri tumpukan buku self development  dan declutter ala Jepang. Lihat-lihat doang sih... kali aja ada diskon 😋. Salah satu buku yang menarik perhatianku adalah Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life karya Hector Garcia dan Francesc Miralles, sebab ada sample-nya boleh dong aku membaca sambil menunggu hujan reda 😉.

Kalem.
Kali ini aku nggak akan me-review buku 😋.

Dalam bahasa Jepang iki berarti kehidupan dan gai adalah nilai, terjemahan bebasnya; nilai kehidupan alias value of life. Meski demikian, ikigai juga diartikan sebagai alasan kenapa kita bangun pagi. Namun menurutku sendiri ikigai adalah konsep mengenai esensi hidup, semacam life purpose khususnya dalam ranah pekerjaan. 

Aku hanya sempat membaca buku Ikigai: The Japanese Secret to a Long and Happy Life setengahnya saja, hujan sudah reda dan aku sudah ingin pulang, ngantuk ziz... 😒 Di perjalanan pulang aku malah jadi agak kepikiran; “apakah aku sudah menemukan ikigai-ku?”.

Kalau untuk alasan kenapa aku bangun pagi... Kupikir sudah ya 👌🏻.

Di post pernah begini aku pernah bilang kalau aku sering over thinking akan segala hal sekitar 30-60 menit setelah bangun pagi. Saat itu, aku sering berpikir... Kalau saja aku memiliki kuasa untuk mengubah keadaan yang nggak menyenangkan ini pasti akan ku lakukan, aku bahkan sok-sokan rela menukar apa yang yang kumiliki (except mind, body and soul also love 😏) demi hari yang yang kuinginkan. Macem; here take my money... 😅

Hari dimana aku bisa bangun pagi dan bertanya pada diri sendiri; “hari ini ngapain ya?”.
Asyik banget nggak tuh? Haha🤣.

Memang ada hari-hari buruk dan mengesalkan yang mesti ku lalui demi mencapai hari yang ku inginkan, but all paid off. Ada kepuasan yang meledak-ledak saat aku berhasil mencapai hari-ku, rasanya seperti menonton di bioskop sendirian di seat paling tengah untuk film terbaik. Segalanya tampak luas dan terbuka 🤩. Ada langit sungguhan dan panji-panji yang berkibar mengiringi makan malamku di aula Hogwarts.

Percayalah, bisa bangun pagi dan bertanya pada diri sendiri; “hari ini ngapain ya?” rasanya lebih berharga ketimbang semua hasil qerja qeras bagai quda yang pernah ku miliki.

Sampai hari ini, aku sangat mensyukuri hari-hari dimana aku bisa bangun pagi dan bertanya pada diri sendiri; “hari ini ngapain ya?”. Nggak setiap hari sih... sebab kadang kesiangan atau memang sedang jadwalnya hari malas 😆 Meski sebenarnya sudah tahu hari ini mau ngapain, kupikir “hari ini ngapain ya?” adalah sugesti terbaik untuk mengawali hari.

Namun, setelah kupikirkan lagi, alasan kenapa aku bangun pagi dan ikigai itu adalah hal berbeda, maksudnya, sebab  (sampai saat ini) aku belum menemukan korelasinya. Alasan bangun pagi ya alasan bangun pagi, ikigai ya ikigai. Yha~ mungkin memang sudah seharusnya aku beli bukunya, biar ilmunya nggak nanggung hehe 😋

Kalau melihat diagram-nya, ikigai adalah titik sumbu yang menghubungkan 4 elemen penting dalam hidup ini, yakni; passion, profession, vocation dan mission.


Passion
Sebenarnya aku masih bingung kalau ditanya tentang passion  😅 Sebab kupikir ada banyak hal yang ku sukai dan ku kuasai (ehm... a little self proclaimed wouldn’t hurt, isn’t?).

Aku suka menulis dan kupikir sejauh ini cukup capable. Aku menikmati seni visual sebab ku pikir hal tersebut sangatlah eye pleased. Aku suka menjadikan hal-hal lebih terorganisir. Aku menikmati momen dimana aku berada di rumah, rebahan sambil Twitter-an, so called homebody. Aku suka bepergian dan mengunjungi tempat-tempat baru. Aku menikmati hari-hari menyenangkan dimana aku bisa berjalan kaki sepuasnya. Aku suka hal-hal absurd. Aku suka berpikir. Aku suka berimajinasi.

Ada banyak hal yang ku sukai, namun lebih dari segalanya, aku suka menjadi diri sendiri.
Lebih challenging. IFYWIM 😏.

Sebab passion dalam konsep ikigai adalah perpaduan dari hal yang di sukai dan di kuasai, maka bolehlah kalau ku bilang passion-ku untuk saat ini adalah menulis, menulis apa? Menulis tentang diriku sendiri haha 😊 Kupikir, itu adalah alasan terbaik kenapa aku lebih suka menjadi blogger ketimbang menjadi writer.

Profession
FYI,  Saat ini aku adalah seorang footwear designer alias desainer alas kaki alias tukang gambar sepatu~ Memang profesiku ini nggak se-‘wah’ atau se-prestige profesi lainnya yang terdengar keren saat diucapkan dan ditulis dengan bangga di bio. Nggak sedikit juga yang mencoba mengasosiasikan footwear designer sebagai bagian dari fashion designer, nggak salah sih... 😅 tapi kita (footwear dan fashion) beda lho... 🤔

Kalau ditanya kenapa memilih menjadi footwear designer (ketimbang designer di ranah lainnya)? Well... aku hanya bisa bilang; aku suka sepatu 🥰. Mungkin nggak semua orang akan setuju denganku, namun kupikir sepatu adalah statement items yang paling lugas (ketimbang tas atau aksesoris). Sebab se-absurd apa pun padu padan fashion-mu, selama sepatunya keren semuanya akan auto termaafkan 😋.

Sebab profession dalam ikigai adalah perpaduan antara hal yang di kuasai dan hal yang membuat kita dibayar karenanya, maka sudah dipastikan ya... profesiku adalah footwear designer. Meski kadang ingin mencoba profesi selain di ranah desain, aku suka profesiku 😉.

Vocation
Nah, ini agak berat ya bahasannya haha Yang aku tangkap, vocation adalah seberapa penting impact profesiku bagi orang lain. Memang untuk saat ini nggak banyak yang membutuhkan skill-ku sebagai footwear designer kecuali manufaktur atau UKM yang bergerak di bidang persepatuan, tapi karena nggak banyak itulah footwear designer menjadi profesi yang cukup limited.

But, hey! I made your shoes... I made your day 🙃 Kalau nggak ada sepatumu akan sama membosankannya dengan film Mulholland Drive. Akulah yang memikirkan kombinasi material dan warna untuk sepatumua. Akulah yang mengurusi segala hal yang terjadi di balik sepatu yang kau pakai saat ini. Akulah yang membuat sepatumu begitu manis, begitu keren, begitu asyik... It was me 😊.

Sebab vocation dalam ikigai adalah perpaduan antara hal yang membuat (kita) dibayar dan hal yang dibutuhkan oleh banyak orang, maka itu artinya vocation-ku adalah footwear designer. Kuharap akan ada saatnya dimana aku akan bekerja untuk diriku sendiri 👊🏻.

Mission
Ternyata, ada yang lebih berat ketimbang vocation 😌 Kupikir mission ini lebih ke tugas jangka panjang  ya, berat juga memikirkan jawabannya. Di satu sisi aku suka diriku dan disisi lain aku adalah footwear designer, keduanya bukan hal yang seirama.

Sebentar, kupikirkan dulu... 🤔

Kemungkinan terdekatnya sih aku memiliki signature untuk setiap desain yang pernah kubuat, eh gini nggak sih cara mainnya? Haha 😅 Kupikir karya yang terlahir dariku mestilah merupakan sebagian dari diriku, sedikit personal touch mungkin akan membuatnya lebih manits... Mungkin ya... 🤭 Bagaimana dengan menulis? Meski untuk saat ini konten blog-ku nggak selalu berfaedah dan melulu tentangku, kupikir menjadi blogger adalah salah satu hal terbaik yang ku lakukan.

Sebab mission dalam ikigai adalah perpaduan antara hal yang di sukai dan (ternyata) menjawab kebutuhan banyak orang, maka aku memutuskan mission-ku untuk saat ini adalah memiliki signature untuk setiap desain yang pernah kubuat, gitu kali ya haha 🤣🤣🤣

Ikigai
Jadi, apa ikigai-ku? 😅

Tadi ku bilang kalau ikigai adalah titik sumbu yang menghubungkan 4 elemen penting dalam hidup ini, yakni; passion, profession, vocation dan mission. Maka bisa dibilang ikigai-ku untuk saat ini malah masih meraba-raba 😌 antara footwear designer dan menulis tentang diri sendiri. Masih belum ngerti juga apakah bisa bangun pagi dan bertanya pada diri sendiri; “hari ini ngapain ya?” bisa dikatakan sebagai ikigai.

Eym... Mungkin sudah seharusnya kubeli bukunya 😅

Mesti ku akui, mencari ikigai nggak semudah ekspektasiku, ada banyak pertimbangan dan fokus yang terbelah saat aku mencoba menganalisa diri. Aku punya banyak spesifikasi untuk semua istilah, ikigai, value of life dan life purpose memiliki makna yang berbeda untukku, makanya jadi bingung sendiri 🙁.

Tapi kalau ikigai hanya berarti alasan kenapa kita bangun pagi, kupikir aku sudah menemukan jawabannya tanpa mesti menyambungkan 4 elemen penting dalam hidup ini, yakni; passion, profession, vocation dan mission. Bertanya pada diri sendiri; “hari ini ngapain ya?” saat bangun pagi membuatku yakin bahwa aku siap menjalani dan menaklukkan hari. Baik buruknya 🥺, susah senangnya 🥺, baper julidnya 🥺.

Kupikir urusan per-ikigai-an ini belum kelar ya haha 😅 Masih rancu dan aku mesti memikirkan ulang apakah ikigai hanya berarti alasan kenapa kita bangun pagi ataukah lebih dari itu. Ku harap bisa secepatnya memutuskan apa ikigai-ku, semakin lama semakin liur, malay jadinya.

Well... Semoga harimu menyenangkan 😘.

Peace, love and gawl.
Lestari
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah dari Bakmi Jowo Mbah Gito rencananya kita menuju ke Gumuk Pasir, mau sandboarding  😛 Nggaklah... penasaran aja sih lagipula searah dengan tujuan kita selanjutnya yakni Puncak Paralayang Watugupit. Sebenarnya Ana mengajak kita mengunjungi Jogja Air Show, tapi berhubung kita udah pada nggak connect alias kembali tidur, opsi Jogja Air Show dilewatkan begitu saja.

HUTAN GIRICAHYO


Untuk menuju ke Gumuk Pasir kita mesti melewati seperangkat hutan yang berbatasan langsung dengan laut, bukan tipikal hutan hujan ya yang lebat dan lembab saking nggak terjamahnya, melainkan hutan... apa ya? Casual gitu? Haha 😂 Maksudnya pepohonannya nggak begitu rapat dan cukup diterangi sinar matahari. Bukan hutan serius.

Kita terbangun saat mobil menepi ke pinggir jalan, meski terkantuk-kantuk aku jelas girang sebab udah lama nggak melihat laut. Terakhir kali aku melihat laut yakni sekitar 4-5 tahun yang lalulah... saat marathon wedding-nya Fahria dan Mazia. Udah lama kan hehe So, bisa dipastikan inii adalah kali pertamaku melihat laut (lagi) pasca hiatus.

Nice to sea you... 🥰



Aku dan Ana mendahului sebab girang ingin segera melihat laut, menyenangkan sekali merasai pasir di kakiku, menjejak dengan nyaman. Sayangnya sebelum sampai di bibir pantai, kita mengalami kejadian yang agak creepy 😅 Entah darimana datangnya tapi ada seseorang dengan penampilan yang cukup ajaib mengawasi kita yang sedang asyik mengambil foto 🤨.

Secara visual kita yakin doi adalah manusia tulen, tapi secara feeling kita semua yakin doi bukan berasal dari bumi, nah loh... 🥴 hari yang panas ini kentara doi saltum, pake jaket tebal, sarung tangan, kupluk, sunglasses, tas ransel dan slayer yang menutupi separuh mukanya macem mau hiking. Yang membuat kita salah fokus adalah legging-nya yang metalik futuristik dan mukanya yang putih macem topeng Phantom. Yap. Mengingatkanku akan serial killer di serial Criminal Minds.

***

GUMUK PASIR
🎫 Rp. 5000 (parkir mobil)


Setelah ngibrit rusuh ke mobil kita langsung menuju ke Gumuk Pasir, nggak sampai 5 menit dari Hutan Giricahyo. Tadinya kupikir Gumuk Pasir berbatasan langsung dengan laut jadi kita bisa sekalian main di pantai, nyatanya Gumuk Pasir dan pantai terpisah oleh jalan raya. Meski kecewa nggak sempat menelusupkan kakiku di pasir yang basah macem scene The Gift aku cukup puas bisa melihat pantai. Yha~ mungkin lain kali 😅.

Karena Gumuk Pasir ini berlokasi di pinggir jalan, jadi kita tinggal menepi dan parkir di area yang tersedia. Saat kesana kebetulan cuaca sedang cerah (menjelang golden hour), maka suasananya cukup ramai. Bisa dibilang Gumuk Pasir hanyalah gundukan pasir macem Pasir Berbisik di Gunung Bromo, yang membedakan adalah jenis pasirnya yang konon hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu.

Nggak mau rugi nggak sempat mencicipi pantai, aku melepas sandal dan berjalan-jalan bertelanjang kaki. Nyeker 😋. Pasirnya halus banget yaini ditambah lagi belakangan cuaca sedang panas-panasnya, jadi rasanya anget-anget ngenakin 😘Kita nggak lama di Gumuk Pasir sebab ingin mengejar sunset di Puncak Paralayang Watugupit.



***

PUNCAK PARALAYANG WATUGUPIT
🎫 Rp 5000/orang
🎫 Rp 5000/mobil


Kalau lihat di IG, sunset di Puncak Paralayang Watugupit ini indah ya, terlepas itu hasil edit atau bukan 😆. Kita bisa melihat sunset sekaligus melihat laut dari ketinggian, bukan pemandangan yang bisa dilihat setiap hari tentunya. Sebab seharian ini cuaca cerah kita optimis bahwa sunset-an di Puncak Paralayang Watugupit adalah pilihan terbaik sebagai penutup hari.

Perjalanan dari Gumuk Pasir ke Puncak Paralayang Watugupit sebenarnya akan menyenangkan kalau nggak memburu waktu. Oh iya... sebab jalannya cukup nanjak dan berliku-liku, berhati-lah saat mengemudi. Di Puncak Paralayang Watugupit tersedia area parkir yang nggak begitu luas, jadi mesti gercep, kalau nggak muat parkirnya di pinggir jalan. Tapi yang paling penting, ada banyak pedagang makanan dan minuman macem Dawet, Es-es-an, Sempol, Bakso Bakar, Cilor, Udang etc. 

Kuy... Markijan! 🥳


Berhubung spot pandangnya terletak di puncak bukit maka mau nggak mau kita mesti naik tangga (lagi), cukup bikin ngos-ngos sih ini... 😆 Sebenarnya ada spot pandang terdekat yang mesti naik tangga, tapi khusus untuk pengunjung cafe dan udah penuh 😅. Yang bikin ngeri, tangganya nggak pake pegangan dongs, kan jadi khawatir ngagulutuk haha 😝

Begitu sampai di atas... Yawla ini orang-orang nggak pada takut apa 🤔. Karena ini adalah spot paralayang maka nggak ada pinggirannya a.k.a (tebingnya) berbatasan langsung dengan laut, kalau jatuh (amit-amit)... pastinya langsung kecebur. Memang cocok untuk paralayang, kalau sekedar menikmati sunset kupikir nggak begitu aman.

Terus ya, udah mah sepanjang nungguin sunset deg-degan mulu takut jatuh, eh mataharinya ketutupan awan... 😅. pengunjung langsung caw begitu tahu sunset-nya nggak jadi, tapi kita masih tetap bertahan... ngarepnya 😌. Ujung-ujungnya ngabisin jajanan sambil nontonin orang-orang yang asyik berfoto sambil cekikikan, jirr... nggak kepikiran gitu ya kita ini lagi ada di tebing 🙄.




Ada banyak jajanan rata-rata harga per-porsinya Rp. 5000

***

WAROENG KLANGENAN


Setelah menonton sunset yang redup di Puncak Paralayang Watugupit kita memutuskan untuk makan malam sekalian pisahan dengan Ana 😢 besoknya Ana ada kerjaan di Semarang. Yha~ Padahal udah ngebayangin asyiknya ke Artjog barengan 😅. Sebenarnya ada 2 opsi angkringan untuk dituju, namun kita berakhir di Warung Klangenan. Lupa lagi kenapa...

FYI. Warung Klangenan ini makin hype sejak lebaran lalu, pasal pernah dikunjungi Jokowi dan Jan Ethes 👍🏻. Saat kita kesana suasananya ramai sebab malam minggu, saat yang tepat untuk nonkrong dengan teman atau keluarga. Nggak usah ditanya ya gimana antriannya, mengular sampai keluar...


Pada dasarnya Warung Klangenan menyediakan makanan dan minuman khas angkringan, macem Ampera lagi. Bedanya kalau di angkringan makanannya disajikan dengan cara ditusuk, well... kecuali sayur dan sup. Saat mengantri alas makan pun stok makanan udah menipis, memang sih nggak semuanya, tapi kalau nggak gercep nanti malah nggak kebagian kan?

Oh iya, setelah kita berhasil ‘mengamankan’ makanan ke meja kita bisa meminta tungku ke mas atau mbak yang sedang bertugas. Tungku ini berguna untuk menghangatkan lauk yang kita ambil tadi, kalau nggak keburu-buru kita bisa membuat nasi bakar yaini 👌🏻. Konsep makan seperti ini memang menyenangkan kalau kita sedang santai, kalau udah lapar mah yang ada gelisah mikirin ‘udah mateng belum sih?’ 😅.





Kalau untuk rasa kupikir enak-enak aja haha 😌 Ku yakin kau pun tahu kubilang begini sebab terlanjur lapar 😋. Nungguin bara membara aja lumayan lama, apalagi menghangatkan lauknya, ini kerupuk udah liat gengs 😂.

Terlepas dari antriannya yang mengular dan nggak sabarnya kita nungguin lauknya dihangatkan, kupikir kita cukup menikmati Warung Klangenan ini. Karena bukan dengan apa, melainkan dengan siapa 😊.


Waroeng Klangenan @waroengklangenan
🏠 Jl. Patangpuluhan no 28, Patangpuluhan, Wirobrajan, Kota Yogyakarta
⏰10.00-22.00

***

Selamat rebahan wahai kawan. Ku harap masih ada sisa energi untuk packing besok. Hari ini memang melelahkan namun menyenangkan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah napak tilas AADC 2 dan karyawisata singkat yang bikin jompo kemarin kita agak melonggarkan schedule, berharap bisa sedikit bernafas haha 😁Alhamdulillah pegalnya agak berkurang meski sisanya masih berasa, terima kasih Salonpas, terima kasih Hot Cream, terima kasih Tolak Angin. Apalah artinya kita tanpa kalian... we love you 😘.

Oh iya, kita menginap di EDU Hostel (lagi) sebab dekat dengan rumah Ana dan sesuai budget (*penting 😉). Karena berempat maka kita pakenya family room, biar lebih private dan lega, kebayang aja gimana nggak nyamannya orang lain kalau kita pakenya dormitory 😂. Meski wifi-nya nggak nyampe kamar, kita sih okey-okey aja sebab lebih butuh rebahan. Ketimbang update-an 😂.

Ana dan Huda menjemput sekitar jam 8an, masih pagi sih itungannya haha Karena ada urusan Huda digantikan oleh driver lain, berhubung driver-nya masih orang Sunda jadi lumayan cairlah suasana. Seenggaknya kita nggak mesti menebak-nebak macem kemarin mwehehe 😅 Tujuan kita hari ini adalah ke Tebing Breksi, Hutan Pinus Imogiri, Gumuk Pasir dan Bukit Paralayang Watugupit.


***

TEBING BREKSI

setelah menunggu 1001 purnama

Kita hanya bisa bertahan di ½ jam pertama perjalanan, selanjutnya mah tepar bokk... 😂. Seingatku, kita baru terbangun nyata saat melewati jalanan yang agak berkelok dengan sawah di kedua sisinya. Saat sampai yang pertama kita lakukan adalah jajan... cilok! 1 porsi ciloknya dihargai Rp. 5000 dan isinya 5 butir sazah. Entah gegara lapar atau kangen tapi rasa ciloknya memang enak, sesuailah dengan lidah orang Sunda macem kita.

Yawla, ternyata hidup memang benar-benar terasa hampa ya kalau belum kena cimin (aci + micin) 🤣🤣🤣.

Tebing Breksi ini tadinya adalah pertambangan batu, baru pada tahun 2014 semua aktivitas pertambangan dihentikan sebab merusak lingkungan, lately penduduk sekitar menjadikan sisa pertambangan ini sebagai tujuan wisata. Selain sisa pertambangan, Tebing Breksi memiliki candi juga lho... ada Candi Ijo dan Candi Banyuibo. Kalau Candi Ijo terletak di tengah sawah, Candi Banyuibo terletak di daerah yang lebih tinggi, keduanya masih ‘nyambung’ dengan Candi Prambanan.

masih on

Diantara kita (minus driver) yang pernah ke Tebing Breksi adalah Deya, bulan lalu malah. Deya merekomendasikan untuk langsung naik Jeep ketimbang berfoto-foto, untuk menyewa Jeep kita tinggal menghampiri loket yang terletak di depan kolam. Harga sewa Jeep-nya Rp. 300.000, kalau nggak dengan rombongan jatuhnya Rp. 60.000 / orang.

Yang kusuka dari naik Jeep di Tebing Breksi ini adalah rutenya yang lumayan panjang dan setiap kali melewati spot yang instagramable, driver akan memberhentikan Jeep dan menyuruh kita untuk berpose. Kita juga akan melewati jalanan berbatu khas rute off road, jadi siap-siap aja nih ya ber-uwwuuu-uwwuuu ria 😙 dari atas kap Jeep 😆. Meski sebenarnya pantat makin tepos kegajlug-gajlug, naik Jeep di Tebing Breksi menyenangkan sekali ya 👌🏻.

setting foto udah outdoor, tapi jiwa masih indoor

Saat turun dari Jeep driver-nya langsung merekomendasikan spot terbaik untuk berfoto, yakni di ujung Watu Payung. Disana ada menara bambu amatir berisikan penduduk sekitar yang membuka jasa foto yang lagi-lagi amatir, kalau ingin menggunakan jasa mereka kita tinggal memasukkan smartphone / kamera ke dalam ember, nantinya ember tersebut dikerek ke atas dan taa-daa... kita difoto dari spot mereka 😉. Nggak ada patokan harga untuk jasa foto amatir ini, kita tinggal memasukkan uang ke dalam kotak yang telah disediakan. Se-ikhlas-nya 😊.

Setelah menyelesaikan rute kita kembali ke parkiran Jeep, kemudian lanjut mencari spot untuk setting tripod, agak tricky memang sebab orang berlalu lalang kesana kemari. Tapi dasar warga +62, adaa aja... yang cuek bebek jadi photobomb 😭. KZL deh ini... padahal Ana udah ngode keras biar pada minggir tapinya nggak ada yang peka dan lanjut foto dengan kita sebagai background 😏. Well... terlepas dari gersangnya yang bikin kulit burik 🤫, kita puas dengan Tebing Breksi apalagi bagian naik Jeep-nya. Patut dicoba yaini.






Tiket masuk: Rp. 3000/orang
Tiket parkir: Rp. 5000/mobil
Tiket Jeep: Rp. 60.000/orang

***

Menjelang tengah hari kita memutuskan untuk caw sekaligus mencari tempat makan siang yang asyik, maunya per-mie-an atau apalah yang pedas tapi nyegerin selain rujak. Di Tebing Breksi tadi ada kok kios-kios makanan dan minuman, musholla dan toilet juga ada kok. Tapi karena panasnya udah nggak nahan, kita malah jajan es krim yang ngelapak di pinggir jalan, lumayan menyegarkan meski sebenarnya bikin brain freeze 🥶.

BAKMI JOWO MBAH GITO


Udahlah, pokoknya pilihan tempat makan diserahkan kepada Ana dan konco-konconya aku mah bagian bayar 😋. Setelah dari Tebing Breksi kita menuju ke Bakmi Jowo Mbah Gito, sekitar 30-45 menitan laya... Lokasinya terletak di pemukiman, dari jalan utama masuk lagi ke dalam sampai ketemu lapangan yang dijadikan lahan parkir. Tadinya kupikir konsep bangunannya memang ekletik tradisional 🤔, tapi kata Ana bukan, bekas kandang sapi 🙄.

Bagian dalamnya, ya... seperti kandang sapi haha 😅 Mungkin karena udah tuwa juga, dindingnya miring-miring yaini dan agak pengap. Saat kita kesana lantai 2nya belum dibuka, mungkin karena belum terlalu penuh maka nggak ada urgensi. Tentcunya kita order Mie Goreng dan Mie Rebus, dan untuk menu bersama kita order Ayam Rica, tahu sendirilah... lapar tyada duwa 😂.

Mie Goreng dan Me Rebusnya enak yaini, porsinya juga banyak dan bikin keringetan haha Panas cuy! Tadinya kita kira Ayam Ricanya bakal pedas tapi ternyata byasa aja... 😌 malah kaya ayam di mie ayam dan bukan bagian primer. Minumannya dingin nyegerin, apalagi di tengah cuaca yang panas begini. Untuk harganya memang cukup standar dan  udah termasuk pajak, eh iya untuk parkir udah otomatis masuk di bill.




Jl. Nyi Ageng Nis no 9 Rejowinangun Kotagede Yogyakarta

Mi goreng: Rp. 30.000
Mie rebus: Rp. 30.000
Ayam Rica: Rp. 40.000
Es Jeruk: Rp. 8000
Es Uwuh: Rp. 10.000
Saparela: Rp. 13.000

***

Setelah makan yang mengenyangkan ini kita ... tepar (lagi) haha Karena khawatir nggak sampai tepat waktu ke Bukit Paralayang Watugupit, tujuan Hutan Pinus Imogiri kita coret dari list. Lagi pula kita pikir pohon pinus mah ada di Bandung juga haha 😅 So kita langsung menuju ke Gumuk Pasir.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah napak tilas AADC 2 yang bikin jompo kita lalu menuju Candi Borobudur, yang dari Rumah Doa Bukit Rhema hanya berjarak sekitar 10-15 menitan. Sebenarnya kita udah nggak terlalu excited ke Candi  Borobudur sebab udah terlanjur gempor 😂 Tapi gimana ya, mumpung masih di Magelang berasa sayang kalau melewatkan Candi Borobudur. Meski sebenarnya candi mah gitu-gitu aja sih... dari batu hehe 😅

FYI, sekolahku dulu nggak ada karyawisata adanya study tour, itu juga Cuma ke BIB (Balai Inseminasi Buatan) Lembang dan Museum Geologi Bandung, nggak rame banget ya haha 😂 Nggak ngerti juga ya kenapa sekolahku nggak mengadakan karyawisata kemana gitu kek, makanya kita nggak punya cerita karyawista macem orang-orang. So, bisa dibilang ini adalah kali pertama kita (berempat 👧👧👧👧) berkaryawisata ke Candi Borobudur.

***

CANDI BOROBUDUR


Saat memasuki area parkir kita akan disambut oleh bapak dan ibu yang menawarkan dagangannya, mostly topi dan payung. Eh tapi kalau payung kita bisa menyewa kok Rp. 5000 per payungnya. Tiket masuk Candi Borobudur dihargai Rp. 40.000 (2019) bisa dibeli di loket yang terletak di bagian depan, oh iya loket tiket domestik dan internasional dibedakan ya, beda harga soalnya 😁.

Untuk menggapai Candi Borobudur ((menggapai 😂)) ada 2 option, bisa dengan jalan kaki bisa pake transportasi (berbayar) yang disediakan. Ada kereta wisata, Tayo (beneran dinamai Tayo 🚌), mobil golf dan kereta kuda alias delman alias andong alias sado. Kita memilih naik Tayo sebab yang parkir paling dekat dengan loket ya si Tayo itu haha *jiwamalasmemanggil 😈. Perjalanan menuju Candi Borobudur naik Tayo adalah perjalanan yang melenakan, angin sepoi-sepoinya bikin ngantuk yaini 👌.

Anak-anak Tayo setelah kena tanning gratis

Kita diturunkan di depan gerbang Candi Borobudur dan aku langsung cuci muka di basin yang ada di tamannya. Disini kita baru sadar, ternyata ada tangga yang mesti di daki haha 😁 Bisa-bisanya ya kita mendaki tangga di tengah hari, nggak pake payung, sunscreen masih sisaan tadi pagi, kaki masih gempor, setrong amat yha~ 💪 Nggak usah ditanya gimana bentukan muka, sama leceknya kek baju 😳.

To be honest, aku agak kecewa sih dengan Candi Borobudur, entah apanya yang salah namun di memoriku ‘Candi Borobudur nggak gini deh’ 😅. Seriusan, Candi Borobudurnya menciut, bukan Cuma menciut tapi juga gundul. Banyak patung-patung yang kepalanya nggak ada dan stupa-stupa yang nggak lengkap. Relief di dinding candi semakin kopong dan halus sebab tergerus alam, bahkan ada beberapa relief yang ditambal sulam. Mungkin udah waktunya restorasi 😌.

Kaya waktu zaman SD, kalau salah nulis langsung diitemin 😅

Kita nggak naik sampai ke puncak stupa ya, Cuma sampai di undakan kedua dan jalan-jalan mengelilingi relief-nya, udah nggak sanggup ziz 😂 Kita malah lebih fokus mencari space yang sepi dan memiliki bayang-bayang cukup besar, selonjoran sambil menikmati angin sepoi-sepoi... 🍃dan ujung-ujungnya malah ketiduran haha 😂 Sumpah, seumur-umur ke Candi Borobudur baru kali ini aku ketiduran di candi, nikmeh memang... saking nikmehnya udah nggak peduli lagi dengan orang-orang yang berlalu lalang 😅.

Tadinya kita berniat naik Tayo lagi, tapi petugas loketnya nggak datang-datang jadilah kita nontonin gajah main air di sampingnya. Kasihan gajahnya... udah kurus, dekil, dirantai lagi... 🐘 Karena kita nggak bisa menunggu (asique 😏) akhirnya kita jalan menuju pintu keluar, ZBL sih ini... kita diarahkan ke kios-kios yang menjual cenderamata, berhubung sedari awal nggak berniat untuk jajan yang ada kita KZL. Gimana nggak KZL ya... jalan di kios-kios ini lebih lama ketimbang jalan di Candi Borobudur 😵.

Mandatory picture

🌞

Cahaya illahi ini menyilaukan sekali 😉

Before after 😁

Wefie dulu sebelum bobo 😅

Tiket masuk domestik: RP. 40.000/orang
Tiket parkir: Rp. 20.000/mobil

Tiket kereta wisata: Rp. 10.000/orang
Tiket Tayo: Rp. 15.000/orang
Tiket mobil golf: Rp. 50.000/orang
Tiket kereta kuda: Rp. 100.000/orang

***

Ana dan Huda nggak ikut ke Candi Borobudur ya, ngungguin mobil 😛 nggak deng mungkin bosan saban hari nganterinnya kesini mulu. Setelah berhasil keluar dari labirin kios-kios itu kita kembali ke mobil dengan lunglai 😩 butuh energi  😁 Udahlah, pokoknya urusan perkulineran kita serahkan pada Ana dan Huda, terserah mau dibawa kemana sing penting dahar 😂.

RM. AYAM GORENG NINIT


RM. Ayam Goreng Ninit ini memang bukan tempat makan yang fancy atau kekinian, tentcunya bukan masalah bagi kita sebab yang penting kan makanannya 😋 Kita order menu andalan RM. Ayam Goreng Ninit yakni ayam goreng serta beberapa menu pendukung lainnya macem urap, perkedel dan tahu. Untuk sambal kita nggak order sebab udah disediakan di atas meja, ada sambal hijau dan sambal merah. Apa coba yang kurang? Yap. Kerupuk.

Sebagai orang Sunda yang tiap makan mesti dikerupukin Deya sempat nyariin (kerupuk) tapinya nggak nemu, untungnya Huda peka dan melipir ke warung sebelah, beliin kerupuk 😁 Ingin ciiee tapinya udah taken.

Ayam gorengnya okcoy yaini 👌, empuk dan berasa, tapi yang paling penting sih crispy ... wajar jadi menu andalan. Urapnya apalagi, rasanya otentik dan kuat jadinya enak... yang agak kurang malah sambalnya, kurang pedas. Harganya pun cukup pocket friendly, kita makan ber-6 habisnya Rp. 95.000. Udahlah ya, kalau kalyan kebetulan lagi berada di Magelang dan nggak tahu mau makan apa, bisa dicoba nih RM. Ayam Goreng Ninit.

🪧 Jl.  Ikhlas no 68 Magelang Jawa Tengah

***

Menurut itinerary tujuan kita selanjutnya adalah Museum OHD (yang mana sebenarnya hanya berjarak ± 5 menit dari RM. Ninit) tapi karena khawatir nggak sampai di Waduk Sermo tepat waktu, maka Museum OHD dicoret dari list. Udah nggak ngerti lagi kemana hilangnya kesadaran ini... 😅 sepanjang perjalanan dari RM. Ninit ke Waduk Sermo kita tepar, paling bangun tipis-tipis kemudian tidur lagi, gitu teroosss 😌 sampai di Waduk Sermo.

WADUK SERMO
   
Berasa di New Zealand 😅

Agak gambling juga sih sebenarnya masukin Waduk Sermo ke itinerary, sebab kita memilihnya berdasarkan foto di IG, tahu sendirilah... rerata foto di IG adalah hasil edit. Tapi Ana ngajakin, sebab ternyata doi belum pernah ke Waduk Sermo juga😁. Seingatku, Waduk Sermo berada di jalur yang sama dengan Kalibiru hanya saja Waduk Sermo sedikit lebih jauh.

Sebenarnya spot Waduk Sermo-nya sendiri ada di samping jembatan, dimana ada letter sign Waduk Sermo terpampang di pinggir lapangan. Tapi... karena angle-nya nggak sesuai dengan gambar yang kita temukan di IG, maka kita jalan terus sampai di ujung Waduk Sermo. Seriusan ini, foto Waduk Sermo yang kalyan temukan di IG adalah Waduk Sermo di bagian paling ujung.

Bisa untuk camping dan mancing

Seperti waduk pada umumnya, Waduk Sermo ini adalah waduk yang berfungsi sebagai penghasil tenaga listrik. Berhubung saat ini masih kemarau air di waduknya surut sampai terlihat dasarnya, kemungkinan kalau musim hujan mah airnya tumpeh-tumpeh. Jalan menuju ujung Waduk Sermo relatif sepi ya hanya beberapa kendaraan yang sempat berpapasan dengan kita dan jalannya pun nggak begitu lebar.

Akhirnya, setelah mengelilingi hampir separuh waduk, kita sampai di Waduk Sermo versi angle yang kita lihat fotonya di IG. Fyuhh... jauh juga ya 😅 Kita sampai di sana sekitar jam 5 sore, diwaktunya golden hour. Sebenarnya di sepanjang jalan banyak spot henti, cukuplah kalau untuk sekedar selfie atau killing time, beberapa diantaranya memberlakukan tiket masuk dan parkir.

Haee... 🙌

Begitu sampai langsung selonjoran santuy haha 😁 Well... setelah seharian jalan, duduk di rumput sambil nontonin sunset tentcunya adalah hal yang menyenangkan. Meski sesekali terhalang awan, cuacanya cukup enak untuk ukuran sore, nggak panas nggak juga dingin.

Kalau dilihat disini ada beberapa mobil camper dan Jeep, itu semua bisa disewa ya guise barangkali ada yang berminat untuk camping. Disini kita juga bisa mancing atau naik perahu ke tengah waduk, kita mah nggak ya... lebih prefer untuk berleha-leha sambil nontonin sunset, jarang-jarang kan bisa begini.

DeyaMotret lagi beraksi 📷

Sobat karyawisataku 💗

Berusaha berasyik masyuk padahal kaki udah gempor 😂

Behind the scene foto insto

Sesekali berkontempelasi *yakeles 😂

Tiket masuk: Rp. 3000/orang
Tiket parkir: Rp. 5000/mobil

***

So far, Waduk Sermo adalah penutup hari yang okcey dari karyawisata singkat ini. Yang agak PR malah udahnya, curiga di hotel bakal pada mager sambil koyoan 😂.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates