Hellawww...
Beberapa hari terakhir cuaca cukup cerah ceria meski seringnya mah ceudeum, lupakanlah koronces *heu... 😌 melihat orang-orang beraktivitas seperti byasa tanpa memenuhi standar protokol kesehatan membuatku yakin koronces suda dianggap macem Malaria. Penyakit musiman yang nggak bisa dihindari.
2-3 minggu terakhir aku merasa sumuk dan jenuh berkepanjangan, hal itu berimbas pada pekerjaanku. Banyak hal yang kulewatkan dan banyak hal yang terhambat gegara perasaan nggak menentu setiap harinya. Bingung suda pasti 😒. Kupikir kejenuhanku ini gegara suda kelamaan di rumah😅 intinya sih, aku butuh piqniq ya qaqa 😁.
Mestakung itu benar yakawan. Icunk dan Lisna mengajakku jalan (jalan-jalan jalan kaki) + jajan di café, aku sih yes ya... terserah mau kemana yang penting ikutan 😌 Rencananya jalan + jajan kita kali ini kurang lebih sama seperti byasanya... sekitaran alun-alun, kalau nggak ke Braga paling ke Yogya haha template banget kan rutenya 😊.
Sebagai sobi peryucuban, yang sering nontonin Jurnalrisa dan Kisah Tanah Jawa siang-siang, kita berencana untuk ke Jurnalrisa Coffee. Sayangnya, saat kita sampai Jurnalrisa Coffee sedang penuh, kalau mau waiting list paling cepat jam 1an heuheu 😅 Karena nggak mau menunggu (yakeles 1 jam, mau ngaps aja coba?) kita memilih untuk mencari café lainnya.
Ternyata nggak mudah mencari penggantinya, gegara pandemi banyak café yang tutup, beberapa malah suda resmi gelar spanduk, disewakan 😢. Wiki Koffie jelas tutup, Bamboo Dimsum suda tamat, Lima Rasa belum buka, Sawo Coffee nggak tertarik, yang rame mah ya Kopi Toko Djawa dan Sweet Cantina. Eh tunggu sebentar... The Sugarush kayanya masih buka.
FYI. Saatku kuliah The Sugarush ini adalah salah satu café yang hype gegara menyediakan dessert kekinian macem Rainbow Cake, Red Velvet Cake dan Macaroons. Pokoknya hype deh 👍🏻. Apalagi toilet-nya yang (kalau menurut istilah IG-ers) instagramable, jadi selfie spot ter-favorite. Aku pernah beberapa kali kesana (semuanya) dengan Beibpacker Bandung. Hai... 🙋🏻♀️.
Terakhir aku ke The Sugarush kira-kira hampir sepuluh tahun yang lalu, nggak menyangka mereka masih bisa survive sampai saat ini. Karenanya banyak hal berubah. Menu suda pasti, interior dan layout mengikuti. Ada satu hal yang menarik, The Sugarush dan Kopi Toko Djawa terkoneksi satu sama lain. Mungkin biar lebih ikrib... 😉.
Meski suda terkoneksi ramenya Toko Kopi Djawa nggak menular ke The Sugarush, entah karena sepi atau memang nggak ada sosialisasi dini. Jomplang aja gitu... 😑 The Sugarush mah adem ayem sepi sendiri sementara Kopi Toko Djawa riuh dipenuhi orang-orang.
Kita memilih The Sugarush karena suasananya yang memang sepi, masih parno juga yang dengan koronces, apalagi Icunk yang kalau kata Teh Chandra mah duta antiseptik 😝. Nggak tahu juga gimana The Sugarush saat peak hour atau situasi non pandemi, saat kita kesana hanya satu meja yang terisi, sisanya kosyonggg... Kabar baiknya, kita bisa memilih meja dan nggak mesti khawatir bersinggungan dengan orang-orang.
Kita memilih meja di bagian tengah agak ke belakang atas dasar pertimbangan sirkulasi udara dan kenyamanan. Penerangan di The Sugarush ini konsepnya remang-remang, terasa syahdu bagi yang bermalam minggu namun bikin siwer untukku, mana mendung... yang ada semakin redup 😌.
Nggak butuh waktu lama bagi kita untuk segera menghabiskan makanan dan minuman yang kita order haha So far rasa makanannya enak ya meski nungguinnya agak lama. Karena cuaca yang semakin lama semakin labil, alias sebentar cerah, sebentar mendung, sebentar cerah sebentar mendung, kita akhirnya memutuskan untuk cabs ke... mana lagi... selain ke Kings haha 🤣.
Ya begitulah... minggu mendung di The Sugarush. Nggak seasyik dulu.
Menu yang ada di gambar:
Carbonara Spageti 50K
Teriyaki Beef Salad 37
Beef Baked Rice 38
Mango Yakult 28K
The Sugarush @thesugarush
⏰ Senin-Jum'at 11.00-20.00
Sabtu-Minggu 08.00-21.00