Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Status sosial seseorang bisa dilihat berdasarkan akun sosial medianya, semakin keren akun sosial medianya maka akan semakin keren pula hidupnya, setidaknya itulah yang memotivasiku untuk jadi social media junker. Berbagai macam social media pernah aku sambangi, dari yang sedang hype sampai yang ecek-ecek.

Katakanlah Friendster, Facebook, Fupei, Plurk, Temanster (serius ... ini pernah ada), Zello, Twitter, E-Buddy, Path dan lain-lainnya yang aku lupa namanya pernah  oprek. Mau penting atau nggak harus punya akunnya, I want peoples know I was there.

Tapi itu dulu ya ... Sebelum akhirnya aku sendiri gerah.

Salah seorang temanku, yang aku follow akun Twiternya dengan tulus ternyata tidak pernah follback. 

Well ... mungkin ia sibuk atau nggak ‘ngeh’ dengan user name yang aku pakai. Itu hal yang biasa kan? Yang tidak biasa adalah dia juga tidak follback teman-temanku sekalian, satu-satunya teman seangkatan yang difollback olehnya adalah mantan kecengannya.

Kecengan yang sebenarnya nggak ngecengin dia *sigh

Kelihatannya receh banget ya bete gara-gara nggak difollback. But give me a reason why you should to choose for not follback me. Mungkin dia gengsi. Mungkin dia khawatir. Mungkin dia takut. Kalau  suatu saat nanti kita keceletot dan mengumbar aib masa lalunya. #eh ...

OK, I’ll considering about that  hehehe

Salah seorang lainnya berusaha menutupi masa lalunya dengan tidak mencantumkan nama sekolah yang telah memberinya gelar,  entah itu sengaja atau tidak, terselip harapan netizen (yakali artis) won’t notice. Bagi yang tidak tahu mungkin tidak akan menjadi masalah, tapi bagi yang tahu ... pasti mengangkat alis, dilanjut dengan ekspresi *smirk kalau nanti bertemu.

BTW, the more you hiding, the more we seeking.

Ketika masih kecil aku suka menonton beauty pageant di televisi, demi melihat wanita dengan standar 
3 B (brain, beauty, behaviour) melenggang di atas catwalk itu aku bahkan rela begadang. Dan diantara semua pemenang beauty pageant tersebut, ada salah satu jawaban finalis yang membuatku terkesan sampai saat ini.

Pada tahap grand final semua finalis mendapatkan pertanyaan yang sama “if your life was a movie, which part of the movie would you rewatch or remove? Please answer and give a reason?”

Finalis pertama menjawab “I want to rewatch the happiest part of my life, the family part because I love them so much and I want to make it stay forever”.

Finalis kedua menjawab “I want to watch the happiest part and remove the saddest part because everybody deserved to be happy, no one want to have the sad part of their life”

Finalis ketiga menjawab “I want to watch from beginning, I don’t want to rewatch or remove any part because no matter how happy I am or how sad I am, it is my life”.

Tentu saja semua juri setuju untuk memberikan gelar beauty pageant kepada finalis ketiga yang berasal dari Russia, selain memiliki 3 B ia juga memiliki pandangan yang realistis.  

Setiap orang berhak menentukan jalan hidupnya msing-masing, terserah mau menjalani hidup yang seperti apa atau dengan cara yang bagaimana. Terserah ... Namun, menghilangkan salah satu part (dalam hidup) tidak akan lantas membuat hidup seseorang menjadi sempurna. Perfect is imperfection.

Kadang aku bingung ‘ada apa sih dengan orang-orang ini?’

Kalau dulu kita menggunakan social media untuk bersosialisasi, yang pure untuk mencari teman dan menemukan teman lama, kini social media bergeser ke arah sebaliknya, menunggu untuk ditemukan. In viral lyfe you could be anything you want to be, termasuk pencitraan atau bahasa kekiniannya self(ish) branding.

Di pelajaran Sejarah SD, ada istilah kasta yang digunakan dalam masyarakat Hindu, kasta sendiri adalah tingkatan atau golongan orang-orang dengan spesifikasi tertentu dalam tatanan masyarakat. Kasta ditentukan berdasarkan family root (nenek moyang) dan bersifat permanen, yang artinya adalah takdir.

Seperti fashion cycle yang berulang, kasta kini muncul dalam bentuk yang lebih borderless. Orang sudah bisa memilih di kasta mana ia akan berada, mau low class, middle class atau high class sekalipun bisa ... tergantung check in dan photography sensenya.

Masih temanku, ia mewanti-wanti agar aku tidak mengetag fotonya yang (menurutnya) nggak cantik dengan alasan khawatir distalking gebetan atau rivalnya, ia juga memintaku menghapus tag pada semua fotonya dengan alasan yang sama. Hell ohh ...

Satu-satunya alasan yang reasonable kenapa ia melakukan hal seperti itu versiku, adalah karena ia juga melakukan hal yang sama pada gebetan atau rivalnya. Membanding-bandingkan dan mencari celah ‘nggak siap jepret’ yang diyakininya sebagai cela sosial.

Ia juga menggunakan fitur fake GPS untuk check in palsu, nonton film bajakan di kosan berasa lagi nonton premiere di bioskop, makan di warteg depan gang berasa lagi makan di cafe terhits seBandung raya. Yaelahh Mbak ... beban gengsinya berat bener ...  


So, never judge someone based on their social media account, mungkin itu hanya pencitraan ...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Ketika curhat penghujung tahun lalu adalah urusan “beli mobil dulu apa rumah dulu?”, maka curhat awal tahun ini dibuka dengan keresahan ala living on denial-nya Francis Lim. Belum lagi urusan birthday trip sekaligus bachelorette trip-nya Pici yang terancam gak jadi karena bridesmaid-nya absen ngurusin nikahannya sendiri.

Mungkin bagi sebagian orang tua yang anaknya masih single (and enjoying their life happily) adalah beban jika harus mengatakan: ya... nanti kalau sudah waktunya pasti menikah kepada pemirsa sekalian yang senang menonton kehidupan orang lain. Mereka yang bangga dan mengomentari sana sini karena anaknya menikah tepat waktu sesuai standar sosial. 

Eh, tapi gimana kalau anaknya nggak menikah tepat waktu? Apakah jawabannya: ya... nanti kalau sudah waktunya pasti menikah juga?

Just a question. Orang lain bahagia karena kita bahagia? Atau kita bahagia karena orang lain bahagia?

Pernah gak sih kepikiran, kalau ternyata kita nggak akan pernah hidup bahagia kalau bukan (menjalaninya) dengan orang yang diinginkan? Pernah gak? How if I’m not happy as I should be... why should I forced to be happy because it’s what peoples expect from me? I’m happy because I want to not because to.

Tapi balik lagi sih, it’s a life decision. Memilih untuk tidak bahagia juga adalah pilihan. There is a doubt on everything. Termasuk dalam memilih pasangan hidup. Kaya travelling, bukan kemana tujuannya tapi dengan siapa. Nah, untuk yang udah nikah, tahu dari mana pasangan yang sekarang itu jodoh? Yakin beneren jodoh? 😁.

***

“Cis, what made you fell in love with Inez? Apa karena elo itu udah punya karier? Udah punya green card? Dan lo butuh Inez sebagai pelengkap hidup lo, Cis?” Berondong Sisi.

“Hhhhmmm...”

“I think you are on denial, Cis... Elo ngerasa kalo elo tuh mesti move on dari seseorang... Dari what’s her name? Retno?” Lanjut Sisi.

“Si... Hhhhmmm...”

“Semua orang tahu betapa elo hancur... Berkali-kali pula... Oleh Retno. Dan kita semua happy melihat elo jatuh cinta lagi dengan orang lain. Menikah dengannya. Moving on. But if you’re having doubts... Well”

“...“

“Apakah lo sudah bener-bener move on dari masa lalu lo?”

Good question.

“You’re not in love, Cis... You just like the idea of falling in love with Inez”

“...”

“Membuat lo mengira bahwa elo sudah move on dari masa lalu lo”

Good point.

“Apa sih diem aja ?!? Respon kek!”

Semua yang dia katakan, menohok. Aku melayangkan pandanganku ke orang-orang di New York yang lalu lalang. Bertanya dalam hati apakah hidup mereka sebegini complicated. Angin meniup daun-daun yang mulai gugur, apakah angin itu bisa memberikan jawaban pada Sisi? No.

“Hhhhmmm... Gue gak ngerti mesti ngomong apa, Si. Kayaknya apa yang elo omongin itu bener semua... I just like the idea of falling in love... Hhhhmmm... With someone else.”

Untuk perasaanku terhadap Inez, aku memang bebal. Ini bukan kali pertama Sisi mengingatkanku. Sambil menerawang aku memperhatikan interior tempat ini. Sudah pukul sepuluh pagi tapi orang-orang masih saja mengantre dari tadi untuk menikmati berbagai sandwich atau cold cuts seperti salami, turkey atau roast beef dari delicatessen yang sudah terkenal sejak tahun 1888 ini.

“Can we please change the subject?”
“Can you please control your destiny?”

***

We always question life, but can life question us?

Can life question you?

***

Mengapa peluk diketatkan, sedang hati tak sampai
(Sapardi Djoko Damono)
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Dari semua film tentang zombie yang pernah ditonton, kelima film ini bisa dibilang adalah yang paling menghibur. Menghibur, karena tidak seseram The Walking Dead yang memang digarap secara serius dengan make up yang super duper realistic, atau World War Z yang membuat merinding gara-gara tsunami zombie.

Berbeda dari film tentang zombie lainnya yang mengedepankan tentang wabah zombie dan how to survive, ke 5 film tentang zombie ini menghadirkan cerita yang lebih fresh meski ada beberapa part yang sedikit agak konyol. Setidaknya, kesan seram zombie bisa tercover oleh alur ceritanya yang menyorot sisi lain dari zombie.

And here they are ...

Warm Bodies (2013)

Pernah gak sih kepikiran kalau zombie itu penyakit dan bisa nantinya bisa sembuh?

Ketika suatu hari Julie (Teresa Palmer) dan kawan-kawannya ditugaskan untuk mencari obat-obatan di zona berbahaya yang dihuni zombie, ia tanpa sengaja bertemu dengan R (Nicholas Hoult) ketika diserang oleh sekawanan zombie.

Berbeda dari zombie lainnya, R ini agak manusiawi, maksudnya ia masih memiliki sifat-sifat dasar manusia yang tersisa. R membawa Julie ke tempat tinggalnya, memberinya makan dan menunjukkan musik kesukaannya. Sayangnya, R nggak bisa ngomong, bisa sih tapi kaya yang gagap, ia juga berusaha untuk terus berdekatan dengan Julie. Intinya, R jatuh cinta kepada Julie, Julie pun sama.

Ada 2 tipe zombie di film ini, yang pertama adalah zombie yang memakan manusia (seperti R) dan yang kedua adalah zombie yang memakan keduanya yaitu manusia dan zombie. Nah, zombie tipe kedua inilah yang berbahaya, mereka berdua sempat dikejar-kejar dan berhasil menyelamatkan diri ke zona aman.

Ayah Julie yang ternyata adalah pemimpin di zona tersebut tentu tidak menyukai R, namun Julie berusaha meyakinkan ayahnya bahwa zombie bisa berubah kembali menjadi manusia, hanya saja mereka butuh waktu.


Life After Beth (2014)

Menceritakan tentang Zach (Dane DeHaan) yang sedih berkepanjangan setelah kematian pacarnya Beth (Aubrey Plaza) dalam sebuah kecelakaan hiking. Ia merasa bersalah karena tidak menemani Beth hiking sehingga ia pergi sendirian.

Suatu hari Zach melihat Beth datang ke tempat kerjanya, awalnya ia mengira sedang berhalusinasi karena masih keingetan Beth. Ternyata bukan hanya ia saja yang bisa melihat Beth, orang tua Beth pun membenarkan perihal ‘kebangkitan’ anaknya dari dalam kubur.

Sebagai zombie, Beth tentu saja memiliki kekurangan yaitu sikapnya yang agak kurang smooth dan sering melakukan gerakan yang terpatah-patah.

Beth yang posesif sering menuntut Zach untuk menyatakan cintanya, hal yang sering diabaikan oleh Zach karena ia menganggap Beth yang sekarang adalah zombie bukan pacarnya yang dulu. Meskipun sebenarnya ia senang Beth kembali lagi di sisinya, Zach menyadari bahwa Beth sudah tiada.

Kemudian, seiring waktu berlalu satu persatu zombie mulai bangkit dari kubur, kembali kepada keluarga mereka dan menimbulkan banyak kekacauan. Zach menyadari bahwa awal kekacauan berasal dari Beth, ia kemudian mencari cara untuk mengembalikan keadaan seperti semula.



Cooties (2015)

Jika biasanya yang menjadi zombie adalah orang dewasa, kali ini kebalikannya, yang menjadi zombie adalah anak-anak. Penyebabnya adalah cooties (kuman) yang terdapat pada chicken nugget yang disajikan dalam menu makan siang siswa/siswi di salah satu sekolah dasar di kota Fort Chicken.

Mr. X (Elijah Wood) adalah seorang guru pengganti, ia sebenarnya bercita-cita menjadi penulis novel namun karena kekurangan dana ia magang di sekolah tersebut. Disana ia bertemu dengan teman masa kecilnya yaitu Mrs. Lucy dan beberapa guru lainnya.

Di halaman sekolah, anak-anak yang sedang bermain dikejutkan oleh salah satu siswi yang mencakar temannya. Temannya yang dicakar kemudian berubah menjadi zombie dan mencakar teman-temannya yang lain.

Anak-anak yang berubah menjadi zombie kemudian menyerang guru-guru dan orangtua yang datang menjemput. Jika biasanya orang yang digigit zombie akan menjadi zombie, dalam film Cooties ini hanya anak-anak saja yang menjadi zombie sedangkan orang dewasa tidak (mati). Karena ternyata cooties hanya menjangkiti orang-orang yang belum mengalami pubertas.

Guru-guru dan siswa/siswi yang berhasil selamat kemudian menggunakan berbagai macam benda untuk bisa kabur dari sekolah melewati kepungan anak-anak zombie.


Zombieland (2009)

Ohio Colombus (Jesse Eiseberg) berhasil melarikan diri dari kota yang sudah terinfeksi zombie, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Tallahase (Woody Harrelson) yang juga seorang survivor.

Mereka melanjutkan perjalannya dan berhenti di salah satu swalayan karena Tallahase ingin Twinkie. Mereka bertemu dengan Wichita (Emma Stone) dan Little Rock (Abigail Breslin) kakak beradik penipu yang membawa pergi mobil Ohio dan Tallahase. Namun karena suatu kejadian mereka semua bersepakat untuk melanjutkan perjalanan bersama-sama.

Karena hari sudah gelap mereka memutuskan untuk tinggal di properti milik Bill Murray, yang tanpa sengaja tertembak oleh Ohio. Ohio dan Tallahase kemudian menyusul Wichita dan Little Rock yang kabur ke taman bermain yang pernah dikunjungi saat masih bersama orang tuanya dulu.

Seperti zombie pada umumnya yang tertarik pada cahaya dan bebunyian, kedatangan Wichita dan Little Rock ke taman bermain menjadi boomerang. Mereka terjebak di salah satu wahana permainan dengan zombie yang menunggu dibawahnya.


Walking Deceased (2015)

Jika Scary Movie adalah film yang memparodikan beberapa film horror populer seperti The Ring, World War Z dan Paranormal Activity, maka The Walking Deceased adalah versi zombienya. Film The Walking Deceased memparodikan beberapa film zombie populer seperti The Walking Dead, Warm Bodies dan Zombieland.

Seorang sheriff (Dave Sherridan) terbangun dari koma dan menemukan bahwa dunia telah berubah, wabah zombie hanya menyisakan sekelompok umat manusia yang masih bertahan hidup.
Selain karakter sheriff yang mirip dengan Rick dari serial TV The Walking Dead, beberapa karakter lainnya adalah Romeo yang mirip dengan R dari film Warm Bodies dan Brooklyn yang mirip dengan Wichita dari fim Zombieland.

Mereka yang selamat kemudian mencari Safe Haven, sebuah peternakan yang kabarnya belum terkontaminasi oleh zombie. Bahkan ketika akhirnya sampai disana pun mereka harus berhadapan dengan zombie-zombie dari tetangga peternakan. Hingga pada suatu hari pemerintah menemukan vaksin untuk zombie dan menyebarkannya melalui air.








Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Beberapa bulan yang lalu aku mengunjungi toko buku, dari deretan majalah yang dipajang ada satu majalah yang judulnya menarik perhatianku, Celebrate Your Weirdness dari KaWanku yang mengangkat issue bullying di kalangan remaja. I’m not a teenager anymore, tapi nggak ada salahnya juga kan baca?

“Am I ever being bullied or being a bullier?”

Absolutely

“Both”

Aku cukup beruntung menghabiskan masa sekolah tanpa gangguan social media semacam Ask.Fm atau Instagram, wajar saja, pada saat itu social media paling keren yaitu My Space dan Friendster baru saja muncul.

Jadi, bully hanya dilakukan secara verbal dan (sedikit) fisik. Sindir menyindir adalah hal yang biasa, namun membalas sindiran adalah keharusan. Ada harga diri yang mesti dibela.

Tinggal di asrama itu intensitas bullynya lebih tinggi karena hampir semua kegiatan dilakukan dalam satu lingkungan. Mau pergi ke kelas di bully, mau pergi ke ruang makan di bully, mau baca buku di perpustakaan di bully, mau pergi jajan di bully, mau pergi sholat ke musholla di bully sampai mau mandi pun di bully.

Berada dalam rantai terendah ekosistem, tentu saja membuatku dan teman-teman seangkatan jadi sasaran empuk senior. Awalnya kita diam karena tidak ingin berurusan dengan senior, tapi lama-kelamaan kita kesal dan balik membalas mereka.

Karena hal itu juga kita mesti berurusan dengan pembina dan wali kelas, dimusuhi senior karena dianggap nggak sopan dan beringas. Tapi akhirnya dengan self defense yang konsisten dan cukup extreme, kita akhirnya malah menjadi angkatan yang ditakuti.

We only bullying if bullied. Yang nggak mah biasa aja ...

Tapi ya, selama masih junior pasti ada saja yang dipermasalahkan senior, meski sebenarnya nggak penting-penting amat. The way we dressed, the way we talk, the way we walk, the way we live is so matter with them. Kadang kesannya sampai mencari-cari kesalahan.

Biar apa? Biar kita tahu mereka itu senior. Ya kan?

Ada 2 alasan kenapa senior sering membully kita:

1. Karena kita emang songong
2.  Karena kita enggak temenan

Karena sesongong-songongnya teman tetaplah teman.


Salah satu hal yang membuat kesal adalah ketika harus jalan sendirian melewati sekawanan senior, duh ...  berasa lagi diincer sama Piranha, siap dimangsa. Setiap langkahnya pasti diikuti tatapan sinis yang menunggu perbuatan salah, meski nggak ada apa-apa tetap saja merasa risih.

Padahal secara personal mereka sebenarnya baik kok, apalagi kalau lagi ujian semester. Untuk  menghindari kerjasama atau kecurangan saat ujian, pihak sekolah mengatur tempat duduk untuk 3 kelas, yang artinya mengharuskan junior dan senior duduk berdampingan.

Disitulah simbiosis mutualisme terjadi, junior dan senior yang biasanya saling serang menjadi partner karena butuh bantuan. Saat masih menjadi junior aku sering diberi bantuan oleh senior, begitu juga sebaliknya kelak. Sayangnya, ketika ujian semester berakhir maka berakhir pula masa tenang bullying.
Satu-satunya alasan kenapa kalau bullying harus banyakan adalah karena nggak berani kalau sendirian.

Percayalah ... Guru BK baru dihire ada saat aku kelas 2 SMA, mungkin pembina dan wali kelas sudah cukup kawalahan menghadapi tingkah laku siswa/siswinya yang mengikuti perkembangan zaman.

Memanfaatkan acara sekolah, seniorku membuat nominasi “The Weirdeist Person of The Year”, aku dan salah seorang temanku dinominasikan bersanding dengan juniorku yang juga dianggap weird. Demi apalah ini ... aku menemukan kartu nominasinya terselip di tumpukan properti acara dan menyobeknya.

Ya ... ada banyak alasan kenapa aku dianggap weird dan bullyable (selain 2 alasan diatas). Aku memiliki kehidupan yang berbeda dari mereka, aku memiliki fashion taste yang berbeda dari mereka, aku memiliki kesukaan yang berbeda dari mereka, aku memiliki lingkungan yang berbeda dari mereka, aku memiliki penampilan yang berbeda dari mereka. Intinya aku berbeda dari mereka.

So?

What?

JUST BECAUSE MY SINS ARE DIFFERENTLY THAN YOURS, DOESN’T MEAN I'M WRONG !!!


Aku bisa menghandle semua bullyan karena sadar aku juga terlibat didalamnya, namun yang paling membuatku kesal adalah di bully untuk kesalahan yang tidak pernah ku perbuat.

Gimana rasanya diomongin hampir satu sekolahan dan dibully karenanya? Seems the world against me. Kaya dikudeta. Ketika semua orang tahu sedangkan aku tidak tahu apa-apa adalah moment terngenes, seakan-akan aku adalah manusia tersabar yang perlu diperingatkan dengan cara dibully.

We all knew, selalu ada frienemies dalam setiap pertemanan. Bahkan antar teman pun bisa saling membully. Tergantung orangnya juga sih.

Aku dan salah seorang temanku pernah ditolak masuk eskul (atau klub) karena dianggap tidak memiliki skill. Nyali kita kandas karena ditanya “Emang kamu bisa apa?”.

Meski awalnya kesal ½ mati karena pertanyaan tersebut, lama-lama kita menyadari bahwa mengutuki orang yang mengatakannya tidak akan menghasilkan apa-apa, malah membuat semakin terpuruk. Kemudian, karena rasa sakit hati yang mendalam kita bertekad dan termotivasi untuk memiliki skill yang bisa dibanggakan agar tidak dianggap remeh.


Kalau dibandingkan dengan teman yang lain kita termasuk kategori yang biasa-biasa saja, nggak pintar, nggak cantik, nggak alim, nggak populer dan nggak gimana-gimana. Nggak ada yang menonjol. Tapi disitulah keuntungannya, orang tidak akan terlalu notice sehingga kita bisa leluasa mengeksplore minat dan bakat.

Berbagai macam kegiatan kita jajal demi mencari skill, dari yang penting sampai nggak penting sama sekali. Dalam perjalanannya kita akhirnya menemukan skill yang dirasa cocok untuk diri kita masing-masing, mengembangkannya dan jadi eksis karenanya.

Melampaui pertanyaan “Emang kamu bisa apa?”. What doesn’t kill me, makes me stronger.
Temanku Maya pernah bilang “ada 3 macam orang di dunia ini, yang pertama adalah menang-kalah yaitu orang menang tapi sebenarnya dia kalah dan yang kedua adalah kalah-menang yaitu orang yang kalah tapi sebenarnya dia menang, Mbak harus jadi yang ketiga menang-menang yaitu orang yang menang karena dia layak untuk menang”.

I’d fought for it.

Tak peduli sekesal atau senasteung apa, selama masih ada teman yang peduli dan mau membantu, bullier hanyalah angin lalu. Selalu ada penghiburan. Tapi kalau emang nggak ada yang mau menghibur, cukuplah dengan menghibur diri sendiri. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (21)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (2)
    • ▼  Aug (2)
      • Pirates of the Carribean Movies
      • Diam Itu (C)Emas

SERIES

Book Annual Post Quaranthings Screen Shopping Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates