Sepercik Sastra Kali Ini

by - July 19, 2020

Photo by Wallace Chuck from Pexels

Seperti yang lalu, post ini adalah sebagian post yang mandeg di folder draft (nama folder-nya draft 😊). Tadinya aku ingin mem-publish-nya di Hari Puisi Nasional pada 28 April (bertepatan dengan wafatnya Chairil Anwar) atau Hari Sastra Indonesia pada 3 Juli (bertepatan dengan lahirnya Abdoel Moeis). Namun atas dasar distraksi duniawi hal itu nggak pernah terjadi 😌.

Hari ini 19 Juli 2020, aku (kita semua) dikejutkan dengan berita bahwa Sapardi Djoko Damono yang berpulang 🥺, membuatku bertanya-tanya kejutan apalagi yang dipersiapkan Tuhan pada bulan berikutnya. Minumanku terasa hambar saat melihat obituari Sapardi Djoko Damono bermunculan di timeline media sosialku, kaget dan ciut saat tahu ini nyata 😭.

Saat sekolah dari SD sampai SMA saat mata pelajaran Bahasa Indonesia pasti pernah kan mengalami yang namanya menulis puisi, materinya beriringan dengan prosa, pantun dan syair. Kalau bukan untuk sahabat, puisinya pasti ditujukan untuk subjek terkasih seperti orang tua, guru, keluarga, tetangga, hewan peliharaan  atau seseorang yang hanya bisa dikagumi dari jauh, dengan kata lain, the one you fallin’ also you can’t have 😅.

Yang kutahu, puisi adalah salah satu bentuk kemewahan bahasa, kubilang begini sebab (ternyata) nggak semua orang bisa menulis puisi (termasuk aku 🙄). Kupikir diperlukan kepekaan rasa dan pendalaman kosakata untuk bisa membuat sebait (atau dua bait) puisi, makanya girang sekali kan rasanya kalau dibuatkan puisi apalagi kalau ditambah embel-embel: kau jadi inspirasiku ~ semangat hidup ~ dikala aku sedih ~ dikala aku senang ~ di saat sendiri dan kesepian ~ kau bintang di hatiku ~.

Mungkin kita terlahir di zaman yang berbeda, namun di zamanku adalah suatu keharusan untuk memahami seluk beluk perpuisian, maklum ya... masih pada nulis surat soalnya 😋. Korelasi antara puisi dan surat terjalin ketika seseorang ingin mengungkapkan perasaannya dengan (let’s say...) berkelas ✨👌🏻. Meski kadang suka cringe, aku menghargai usaha mereka yang memilih menulis puisi ketimbang copy paste lirik lagu 😊.

Selain mata pelajaran Kesenian aku menyukai mata pelajaran Bahasa Indonesia, kupikir asik aja mempelajarinya. Nggak sesusah mata pelajaran Matematika, Fisika dan Kimia 😭. Seingatku Bu Rani-lah yang cukup intens memperkenalkan kita pada kesusastraan (selain fakta bahwa kurikulumnya memang seperti itu). Karena Bu Rani-lah aku mengenal karya-karya sastra era pujangga baru dan pujangga lama.

Tsaahhh... 😎.

Pernah ada masanya ketika aku datang ke perpustakaan sekolah hanya untuk 'mencoba membaca' majalah Horison, yakni majalah kesusasteraan dan literasi Indonesia yang terbit sebulan skeali. Mencoba membaca? Iya. Mencoba membaca. Karena susah banget ngertiinnya 😅 Kadang aku perlu beberapa kali membaca untuk benar-benar mengerti apa maksud artikelnya, antara bahasannya yang ketinggian atau memang sense of literature-ku yang rendah haha 🤣.

FYI. Majalah Horison ini pertama kali diterbitkan pada tahun 1966 namun sempat berhenti cetak sekitar tahun 2016 (CMIIW) dan berusaha untuk lebih mengikuti zaman dengan merilis website. Mungkin karena ruang lingkup yang kecil, website Horison sepi nggak tahu juga sekarang gimana kabarnya 😶.

Tentunya, belum lengkap membahas kesusasteraan Indonesia tanpa menyinggung Chairil Anwar, beliau adalah pelopor (pujangga) angkatan 45 yang tumbuh di era revolusi kemerdekaan. Hadir bersamanya Armin Pane, Sanusi Pane, Asrul Sani, Rivai Apin, Achdiat K. Mihardja, Mochtar Lubis, Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, Pramudya Ananta Toer, Sutan Takdir Alisjahbana, W. S. Rendra dan masih banyak lagi. Eh, masih pada inget nggak nih? 😁.

Terima kasih tak terperi kepada Riri Riza dan Mira Lesmana yang memperkenalkan buku AKU karya Chairil Anwar di film Ada Apa Dengan Cinta, membuatku penasaran setengah mati kok bisa ya ada cowok yang keren dari sananya 😅, suka membaca buku, buku sastra lagi, AKU lagi, kan... subhanallah sekali haha 🤣. Sejak saat itu, ku tahu Indonesia memiliki pujangga sastra bernama Chairil Anwar, yang sebenarnya lebih ingin dikenal sebagai Aku bin Atang.

Euphoria film Ada Apa Dengan Cinta turut mengisi masa remajaku. Pada saat itu, buku AKU adalah hadiahgemay  yang ingin PDKT ala Rangga sebagaimana Dilan yang menghadiahi Milea buku TTS. Aku tahu, ada harapan terselubung bersembunyi di setiap lembar halaman yang disunting oleh Sjuman Djaya itu, menanti dengan cemas sampai lembar halaman terakhir ditutup. Aku mengerti benar. Sebab aku pun mendapatkannya 😅.

Terjebak euphoria Ada Apa Dengan Cinta Aku larut dalam kesenangan puitis melankolis, hampir setiap hari kerjaanku menulis puisi 🤣 Peduli amat pemilihan katanya bagus apa nggak, yang penting usaha 😁. 

Selain Chairil Anwar, yang puisinya menarik bagiku adalah Sutadji Calzoum Bachri dan Sapardi Djoko Damono.

Dalam menulis puisinya Chairil Anwar cendrung lugas dan menabrak-nabrak. Setelah membaca buku AKU, kupikir Chairil Anwar adalah tipikal orang bebal yang masa bodoh dengan kehidupan, kadang konyol selebihnya sakarep dewek. Beberapa karyanya yang terkenal adalah Aku, Karawang-Bekasi, Derai Derai Cemara, Doa dan Yang Terampas dan Terputus.

TAK SEPADAN
Oleh: Chairil Anwar

aku kira:
beginilah nanti jadinya
kau kawin, beranak dan berbahagia
sedang aku mengembara serupa Ahasveros

dikutuk-sumpahi Eros
aku merangkaki dinding buta
tak satu juga pintu terbuka

lebih baik juga kita padami
unggunan api ini
karena kau tidak ‘kan apa-apa
aku terpanggang tinggal rangka

***

Sedang Sutardji Calzoum Bachri lebih banyak bermain dengan kata-kata dan kiasan dengan rima yang harmonis, berani keluar dari pakem kesusateraan dan menolak untuk rata. Beberapa puisi Sutardji Calzoum Bachri yang terkenal: Tapi, Daging, Mantra, Luka dan O.

BATU
Oleh: Sutardji Calzoum Bachri

batu mawar
batu langit
batu duka
batu rindu
batu janun
batu bisu
kaukah itu
          teka
                 teki
yang tak menepati janji?

dengan seribu gunung langit tak runtuh
dengan seribu perawan hati tak jatuh
dengan seribu sibuk sepi tak mati
dengan seribu beringin ingin tak teduh
dengan siapa aku mengeluh?

mengapa jam harus berdenyut sedang hati tak sampai
mengapa gunung harus meletus sedang langit tak sampai
mengapa peluk diketatkan sedang hati tak sampai
mengapa tangan melambai sedang lambai tak sampai
kau tahu?

batu risau
batu pukau
batu kau-ku
batu sepi
batu ngilu
batu bisu

***

Sedang Sapardi Djoko Damono lebih banyak menggunakan kiasan dan unsur alam dalam puisinya. Pemilihan katanya sederhana namun mudah dimengerti. Beberapa puisi Sapardi Djoko Damono yang terkenal: Hujan Bulan Juni, Sajak-sajak Kecil Tentang Cinta, Aku Ingin, Yang Fana Adalah Waktu dan Pada Suatu Hari Nanti.

METAMORFOSIS
Oleh: Sapardi Djoko Damono

ada yang sedang menanggalkan
kata-kata yang satu demi satu
mendudukkanmu di depan cermin
dan membuatmu bertanya
tubuh siapakah gerangan yang kukenakan ini?

ada yang sedang diam-diam
menulis riwayat hidupmu
menimbang-nimbang hari lahirmu
mereka-reka sebab-sebab kematianmu

ada yang sedang diam-diam
berubah menjadi dirimu

***

Setelah kuliah aku nggak mengikuti kesusasteraan seperti saat sekolah dulu, paling  follow yang rajin nge-tweet 😁.  Salah satunya adalah Sujiwo Tedjo yang sering membagikan kutipan dari bukunya, beberapa kutipan beliau yang ku ❤️ dan pernah ku retweet 🤭.

"Jangan pergi agar dicari, jangan sengaja lari agar dikejar. Berjuang tak sebercanda itu".

"Bahwa menikah itu nasib, mencintai itu takdir. Kau bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa... Bahwa yang membekas dari lilin bukan lelehnya, melainkan wajahmu sebelum gelap".

"Jalan menuju Tuhan sama dengan jalan menuju Roma, Rahwana. Pada akhirnya semua jalan menuju Roma. Demikian pula jalan menuju Tuhan. Ada yang melalui jalur filosofis, ada yang melalui jalur cinta. Ada yang reflektif ada yang afektif. Ada yang religius ada yang altruis".

Kupikir yang menjadikan puisi sebegitu memorable-nya adalah bahwa puisi mampu menyentuh relung hati, menggugah perasaan dan menyentil kehidupan. Menakjubkan. Banyak hal bisa terwakilkan dari serangkaian kata-kata multi tafsir.

Draft yang ditulis lebih dari 2 tahun ini bangkit di hari Sapardi Djoko Damono berpulang.

Terima kasih.

Hujan bulan Juni
Duka luruh bulan Juli
Patah hati Minggu pagi

🥀🥀🥀

You May Also Like

0 comments

Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~