Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hay... apa kabar?

Semoga hari ini lebih baik dari hari kemarin ya... 😊

Selama bulan Agustus-September-Oktober akun Instagramku berkali-kali mengingatkan momen on this day di tahun-tahun lalu. Yang mana menyadarkan kita bahwa tahun ini liburan mesti di-cancel gegara pandemi, di satu sisi aku merasa kecewa namun di sisi lain aku merasa lega, sadar diri aja belum siap lahir batin haha 😂

Yha~ seperti yang kita tahu, liburan Napak Tilas AADC di tahun menyisakan kejompoan yang HQQ. Bisa dibayangkan ya H+7 (bahkan H+10) kita masih lungse, capek pisan guise... Lebih dari seminggu kerja udah macem zombie. Boro-boro update insto atau upload foto, yang ada kita bolak balik ngebalurin kaki pake Hot Cream sambil sesekali minumin Tolak Angin.

Teu kiat eteh mah... 😌.


Tahun ini kita berencana untuk berlibur ke Ijen dan Baluran, tahun lalu nggak jadi karena Baluran sedang direnovasi. Semoga tahun depan kita bisa (benar-benar) berlibur ke Ijen dan Baluran, bukan berlibur virtual lagi via Zoom 🙇🏻‍♀️. Sebagai netyzen +62 aku khawatir (Ijen dan Baluran) keburu dikomersilin macem Komodo, merasa siya-siya aja dulu ikut vote Komodo jadi seven wonder eh sekarang malah diawur-awur 😅.

Nah, berhubung track menuju Ijen sangat menantang bagi rebahaners, apalagi kita yang magernya nggak tanggung-tanggung haha 😁 Kita pikir nggak ada salahnya untuk mulai bangun dan bergerak sejak dini, maksudnya biar badannya nggak terlalu kaget macem sebelumnya. Berbulan-bulan jadi wacana, akhirnya Deya nyuri start 😝.


Sebagai bakal calon teman seperjalanan, tentcunya aku dan Icunk langsung terbangun dari mimpi dan memutuskan untuk mulai bergerak. Alhamdulillah... kali ini kita nggak omdo 😝. Aku dan Icunk berencana untuk jalan shantay + lari (ini Icunk ya bukan aku 😌) di suatu tempat di Uber (Ujung Berung) yang katanya sepi dan cocok untuk bagi yang ingin berolahraga tanpa mesti terdistraksi ini itu.

Begitu sampai di tempat yang dimaksud, kita spechless karena ternyata udah banyak orang yang berkumpul bahkan menciptakan pasar dadakan. Termasuk di dalamnya ibuk-ibuk senam dresscode warna kuning, remaja tanggung yang lari-larian dan selfie-selfie-an, stand Bobba (demi apa padahal masih pagi 😒), stand sosis Bratwurst tapinya no-brand, Mang Cupang, burung Elang Indosiar dan kawan seper-circle-annya.


Karena masih parno berada di kerumunan kita hanya sempat mengitari track sebanyak 2 putaran, itu pun mesti berhati-hati karena banyak yang nggak menggunakan masker. Belum lengkap rasanya hari minggu pagi berjalan-jalan di keramaian tanpa membawa tentengan 😁 jadilah kita membeli kerupuk bantat bertabur daun bawang 😋.

Setelah itu kita caw melalui jalan Soekarno-Hatta, rencananya kita akan berbelok ke jalan yang akhirnya tembus ke Borma Ujung Berung. Well... Karena cuacanya yang nyaman untuk berjalan-jalan sambil berjemur, kita lupa mau berbelok di jalan yang mana alih-alih memutuskan untuk berbelok di jalanan yang memiliki pepohonan yang rimbun.


Bermodalkan insting kita menyusuri jalanan tersebut, awalnya mah enak ya adem, lama-lama jadi pesimis; ini kita lagi dimana sih? Haha Bukannya berhenti dan berbaik arah yang ada kita terus berjalan karena yakin banget bisa keluar di jalan kecil sebelah Borma Ujung Berung.

Untungnya, karena sedari awal niatnya adalah jalan shantay maka kita nggak merasa terbebani dan menikmati meski agak khawatir memilih jalan yang salah. Tapi memang salah beneran sih haha Akhirnya aku menyerah dan membuka GPS, memastikan kita berada di jalur yang benar menuju tujuan kita.


Ada banyak hal menarik yang kita temukan saat jalan-jalan nyasar ini, salah satunya kita baru tahu bahwa ada kawasan industri yang tersembunyi di balik jalan Soekarno-Hatta. Sebelumnya kita hanya tahu pabrik-pabrik yang terlihat aja, nggak berusaha mencari tahu karena memang nggak ada momen yang mengharuskan kita mencari tahu.

Disini aku baru faham bahwa inilah pabrik-pabrik yang dimaksud oleh berita-berita demo Omnibus Law (yang kacawnya nggak banget 😌) hehe Makanya suka heran dengan berita yang menyatakan bahwa salah satu kantung buruh berasal dari daerah Ujung Berung, lha... Ujung Berung darimana, Cileunyi meureun... Tahunya memang ada, hanya letaknya tersembunyi 😅.


Kupikir selama ada motor (apalagi ojol) yang lewat kita berada di jalur yang benar, tahu sendiri kan ya ojol senengnya pake jalan pintas 😅. Tapi beneran sih ini jalanannya sepi banget, mungkin pengaruh hari minggu juga kali ya, dan pandemi. Nggak kebayang gimana ramenya jam bubaran pabrik secara jalannya nggak begitu luas.

Ohya, akhirnya kita berhasil keluar dari kawasan industri ini menemukan jalan besar yang dilalui banyak orang, sumpah lega banget rasanya lihat mobil haha 😁 Karena udah terlanjur lapar maka kita memutuskan untuk makan Gado-Gado (karena Tahu Tek-nya nggak ada) di sebuah ruko di daerah Panghegar.


Saat kita sedang makan, mas-mas dan mb-mb yang sedang bertugas mengobrol dengan cukup keras, kalau udah begini mau nggak mau kita pasti mendengarkan. Jadi saat itu masnya sedang merasa bad mood berjualan gegara ada sedikit cekcok dengan tetangga jualannya perihal kepulangan salah satu tokoh agama beberapa hari yang lalu.

Tetangga jualannya itu mengemukakan pendapatnya (yang kemungkinan besar) berasas dari WAG, nah, masnya ini menuntutnya untuk memberikan video yang membuktikan pendapatnya. Karena nggak mampu memberikan videonya, masnya ini marah-marah, apalagi saat tahu bahwa tetangga jualannya itu pendukung salah satu tokoh politik yang masnya nggak suka. Gils...


Yang membuat kita amaze dengan masnya adalah pernyataannya bahwa ia sedang meminta nomor kantor pusat ormas yang bersangkutan guna mengklarifikasi pernyataan tetangga jualannya itu. Seriously? Mesti banget menelepon kantor pusat untuk hal gini? Nggak habis thinking dengan kelakuan masnya... 🤯.

Sejujurnya kita merasa nggak nyaman dengan apa yang kita dengarkan, merasa nano-nano aja gitu (haha yang seumuran pasti tahu niya 😁) antara heran, malay, terenyuh dan mencelos. Kok bisa ya ada orang macem gini? Kupikir bolehlah kita menyukai sesuatu, tapi nggak usahlah terlalu berlebihan apalagi fanatisme buta, hadehhh...


Saat membayar aku was-was banget ditanyain; waktu pemilu kemarin milih cebong apa kampret?!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Font-nya nggak berubah 😝

Hellawww...

Beberapa hari terakhir cuaca cukup cerah ceria meski seringnya mah ceudeum, lupakanlah koronces *heu... 😌 melihat orang-orang beraktivitas seperti byasa tanpa memenuhi standar protokol kesehatan membuatku yakin koronces suda dianggap macem Malaria. Penyakit musiman yang nggak bisa dihindari.

2-3 minggu terakhir aku merasa sumuk dan jenuh berkepanjangan, hal itu berimbas pada pekerjaanku. Banyak hal yang kulewatkan dan banyak hal yang terhambat gegara perasaan nggak menentu setiap harinya. Bingung suda pasti 😒. Kupikir kejenuhanku ini gegara suda kelamaan di rumah😅 intinya sih, aku butuh piqniq ya qaqa 😁.

No mask

Mestakung itu benar yakawan. Icunk dan Lisna mengajakku jalan (jalan-jalan jalan kaki) + jajan di café, aku sih yes ya... terserah mau kemana yang penting ikutan 😌 Rencananya jalan + jajan kita kali ini kurang lebih sama seperti byasanya... sekitaran alun-alun, kalau nggak ke Braga paling ke Yogya haha template banget kan rutenya 😊.

Sebagai sobi peryucuban, yang sering nontonin Jurnalrisa dan Kisah Tanah Jawa siang-siang, kita berencana untuk ke Jurnalrisa Coffee. Sayangnya, saat kita sampai Jurnalrisa Coffee sedang penuh, kalau mau waiting list paling cepat jam 1an heuheu 😅 Karena nggak mau menunggu (yakeles 1 jam, mau ngaps aja coba?) kita memilih untuk mencari café lainnya.

Kurang banyak opsinya 😝

Ternyata nggak mudah mencari penggantinya, gegara pandemi banyak café yang tutup, beberapa malah suda resmi gelar spanduk, disewakan 😢. Wiki Koffie jelas tutup, Bamboo Dimsum suda tamat, Lima Rasa belum buka, Sawo Coffee nggak tertarik, yang rame mah ya Kopi Toko Djawa dan Sweet Cantina. Eh tunggu sebentar... The Sugarush kayanya masih buka.

FYI. Saatku kuliah The Sugarush ini adalah salah satu café yang hype gegara menyediakan dessert kekinian macem Rainbow Cake, Red Velvet Cake dan Macaroons. Pokoknya hype deh 👍🏻. Apalagi toilet-nya yang (kalau menurut istilah IG-ers) instagramable, jadi selfie spot ter-favorite. Aku pernah beberapa kali kesana (semuanya) dengan Beibpacker Bandung. Hai... 🙋🏻‍♀️.


Terakhir aku ke The Sugarush kira-kira hampir sepuluh tahun yang lalu, nggak menyangka mereka masih bisa survive sampai saat ini. Karenanya banyak hal berubah. Menu suda pasti, interior dan layout mengikuti. Ada satu hal yang menarik, The Sugarush dan Kopi Toko Djawa terkoneksi satu sama lain. Mungkin biar lebih ikrib... 😉.

Meski suda terkoneksi ramenya Toko Kopi Djawa nggak menular ke The Sugarush, entah karena sepi atau memang nggak ada sosialisasi dini. Jomplang aja gitu... 😑 The Sugarush mah adem ayem sepi sendiri sementara Kopi Toko Djawa riuh dipenuhi orang-orang.


Kita memilih The Sugarush karena suasananya yang memang sepi, masih parno juga yang dengan koronces, apalagi Icunk yang kalau kata Teh Chandra mah duta antiseptik 😝. Nggak tahu juga gimana The Sugarush saat peak hour atau situasi non pandemi, saat kita kesana hanya satu meja yang terisi, sisanya kosyonggg... Kabar baiknya, kita bisa memilih meja dan nggak mesti khawatir bersinggungan dengan orang-orang.

Kita memilih meja di bagian tengah agak ke belakang atas dasar pertimbangan sirkulasi udara dan kenyamanan. Penerangan di The Sugarush ini konsepnya remang-remang, terasa syahdu bagi yang bermalam minggu namun bikin siwer untukku, mana mendung... yang ada semakin redup 😌.


Nggak butuh waktu lama bagi kita untuk segera menghabiskan makanan dan minuman yang kita order haha So far rasa makanannya enak ya meski nungguinnya agak lama. Karena cuaca yang semakin lama semakin labil, alias sebentar cerah, sebentar mendung, sebentar cerah sebentar mendung, kita akhirnya memutuskan untuk cabs ke... mana lagi... selain ke Kings haha 🤣.

Ya begitulah... minggu mendung di The Sugarush. Nggak seasyik dulu.

Sebelum esnya mencair

Terhalang, bukan berkalang *naon

Sedikit lebih dekat

Menu yang ada di gambar:

Carbonara Spageti 50K
Teriyaki Beef Salad 37
Beef Baked Rice 38
Mango Yakult 28K

The Sugarush @thesugarush
🏠 Jl. Braga No.83, Braga, Kota Bandung
⏰ Senin-Jum'at 11.00-20.00
      Sabtu-Minggu 08.00-21.00



Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hay... Sobat mager, sobat ambyar, sobat receh, sobat kanjeng icikiwir ? 🙋🏻‍♀️.

Liburan kemarin aku pulang ke rumah Mbah dan menemukan bahwa kebon mini Marigold sudah dibabad habis gegara hanya berbunga sekali. Sebagai gantinya mama, uwak dan Amah menanam bunga Herbras (yang jenis spesifiknya masih menjadi misteri karena nggak nemu di Google 😝). 

Kebetulan saatku pulang banyak bunganya yang sedang bermekaran. Herbras ini adalah bunga yang selalu ada di pekarangan rumah Mbah sejak ku kecil, ofkors... Bukan favorite-ku karena bunganya nggak wangi macem Mawar (yang nggak pake Eva *halah 😌) atau Sedap Malam. 

Nggak ngerti juga kenapa Herbras ini bisa tumbuh sporadis membabi buta alias nggak teratur dan tertata macem taman. Tapi nggak apa-apa siya... Yang jelas kalau dilihat dari kejauhan kebon mini Herbras ini cangtip dilihat.






Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kalau kau mencari tahu apa itu faktor X di google, kau akan menemukan banyak sekali definisi mandiri yang mencoba mejelaskan apa sebenarnya faktor X itu. Mostly, faktor X dijabarkan sebagai faktor penentu yang menyebabkan terjadinya sesuatu, sulit diungkapkan dan invisible. Bahkan beberapa menjabarkan faktor X ini sebagai faktor yang terkait dengan (kuasa) Tuhan.

Sedang kupikir, faktor X adalah kombinasi random dari cakupan berbagai variabel kemungkinan. Karena belum ada kepastian akan komposisi baku dari faktor X, maka kusimpulkan bahwa faktor X sebagai; hal (yang) tak terdefinisikan. Kalau kata orang Sunda mah “tah eta (pokona mah)”.

Yha~ (kupikir) karena ini juga orang menggunakan istilah Mr. X untuk menyebut seseorang yang identitasnya misterius 🕵️. Tak terdefinisi. Begitu pun dengan serial The X-Files (haha... ketahuan kan angkatan mana), setelah menonton berbulan-bulan akhirnya kutahu bahwa The X-files disini adalah tentang unidentified (flying) object. (masih) tak terdefinisi juga yekan 😊.

Kalau ajang pencarian bakat The X Factor mah sudah jelas laya...

Mari kita flashback ke 2 bulan yang lalu...

Saat itu aku, Icunk dan Deya memutuskan untuk makan Ngikan dulu (yang kayanya akan menjadi favorite baru menggantikan ABB) sebelum pulang ke rumah masing-masing. Lupa lagi ngobrolin apa, tapi Icunk bilang; rasa kol goreng tukang pecel dan rasa kol goreng buatan sendiri itu beda karena minyaknya hitam alias sudah pernah menyerap sari-sari makanan sebelumnya.

Sepanjang perjalanan pulang di motor Deya, aku jadi lebih kepikiran; apa yang sebenarnya membedakan rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri? 🤣.

Kuyakin kau pun pernah merasakan nikmatnya kol goreng... Lembaran kol yang setengah gosong nan berminyak adalah coy yang cocok untuk nasi uduk hangat dan pecel lele yang disirami sambal tomat yang nggak pedas-pedas amat. Meski mengandung minyak berlebih, nikmat sekali bukan? Well... Membayangkannya aja sudah membuatku kepikiran 🤤.

Menurut analisa sotoyku;

Karena hal teknis, macem jenis kol yang digunakan; apakah berasal dari daerah tertentu, waktu tanam yang lebih panjang atau ada treatment khusus, level api yang digunakan untuk menggoreng, waktu yang tepat untuk memasukkan kol di penggorengan, peralatan yang digunakan atau kombinasi dari semuanya.

Karena hal non teknis, macem benda apa yang sebelumnya dipegang tukang pecel; siapakah yang disalami oleh tukang pecel sebelum ia meraup potongan kol, untuk siapakah ia membuat kol gorengnya (adakah perasaan khusus untuknya 🤔), uang pecahan berapakah yang sebelumnya disentuhnya, doa siapakah yang membuat kol gorengnya nikmat atau kombinasi dari semuanya.

Tentcunya, aku (bahkan kita) nggak bisa menebak kombinasi manakah yang menghasilkan kenikmatan kol goreng, satu yang pasti, tukang pecel itu memiliki faktor X. Ada hal yang tak terdefinisikan yang membuat rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri berbeda. Dan kita nggak pernah benar-benar tahu.

Faktor X ini berlaku untuk semua hal ya, bukan hanya kol goreng...

Salah satu makanan favorite-ku adalah Sapo Tahu dan aku punya satu tempat sering kudatangi kalau sedang ingin makan Sapo Tahu. Karena Sapo Tahunya made by order jelas rasanya nggak pernah konsisten, ada aja yang berbeda setiap kali kesana. Kadang agak asin, kadang agak pedas, kadang kuahnya kental, kadang tahunya hancur, kadang seafood-nya banyak, kadang nunggunya lama.

Aku selalu mendapatkan ‘rasa’ yang berbeda setiap kali makan Sapo Tahu, tapi kalau ditanya apakah nikmat? Ya tentcu nikmat. Aku nggak bisa mendefinisikan standar Sapo Tahu apa yang kugunakan untuk membuat Sapo Tahu ini sebagai favorite-ku, selama kumerasa semuanya berjalan baik-baik aja dan nggak ada complain, kupikir nggak ada masalah haha 😊.

Eym... Mungkin ini adalah kerjaannya si faktor X 😝.

Bukankah ini lucu? Bahwa sebenarnya kita nggak perlu mencari alasan mengapa kita menyukai sesuatu...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hay... Selamat long weekend yakawan... hehe 

Beberapa minggu yang lalu (apa bulan lalu ya? 🤔) aku sempat melewati daerah Braga, saat itu bunga-bunga kuning di sepanjang jalannya sedang mekar. Pikirku. Eh, kayanya pernah deh aku jalan-jalan di Braga sambil fotoin bunga-bunga kuning ini... 🤔 Setelah kuingat-ingat lagi, nyatanya aku memang pernah jalan-jalan sore di Braga sambil fotoin bunga-bunga kuningnya, tapi tahun lalu 😝.

Yha~ saat itu aku, Icunk dan Lisna sedang menikmati sore hari di musim gugur (ceritanya mau autumn, tapi kepentok skenario cuaca peralihan alias pancaroba 😌) di Braga. Tujuan kita hari itu adalah ke Wiki Koffie, sudah berkali-kali kita ke Braga tapinya lupa mulu mau nyobain ke Wiki Koffie, lebih duluan ketemu Toko Kopi Djawa 😁.

Aing maung 🐅🐅🐅🐅

Wiki Koffie ini terletak jl. Braga no 90, di foto atas Wiki Koffie terletak di bangunan yang kanan. Meski termasuk jalan hidup, Wiki Koffie kayanya nggak pernah sepi pengunjung, setiap kali lewat kelihatannya ramai terus. Bagi yang membawa kendaraan (terutama motor) bisa niya diparkir di sekitaran jam macan 🐅, kalau untuk mobil mesti mencari tempat parkir yang agak jauhan.

Kita nggak bisa langsung masuk ya karena ternyata Wiki Koffie-nya sedang penuh jadi mesti waiting list dulu 😔. Melihat vibes pengunjung yang semakin lama malah semakin asyik, kita sempat kepikiran untuk menyerah dan cabs ke Toko Kopi Djawa 😅, tapi untungnya nggak lama kemudian kita mendapatkan meja. Ohya, nggak usah khawatir mati gaya, karena Wiki Koffie menyediakan bangku baso di depan, mayan guise... 🤭.

Mahasiswa masakini ✨👌🏻

Saat kita masuk suasananya cukup ramai, sebagaian pengunjung merupakan keluarga kecil dan persepupuan, sedang sisanya adalah muda mudi nongkrong atau mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas. Semuanya sibuk dan fokus dalam bubble-nya masing-masing, meski riuh kita semua tetap berjarak. Yang sibuk seliweran kesana kemari mah waitres-nya Wiki Koffie 😁.

Wiki Koffie menggunakan bangunan lama dan nggak banyak melakukan perubahan pada interiornya, paling furniture-nya yang dibuat lebih kekinian. So far, Wiki Koffie terkesan hangat dan nyaman, cokpislah untuk warga +62 yang senang kumpul ngobrol ngalor ngidul ✨👌🏻.

Desserts-nya menggoda iman 🥺

Wiki Koffie menyediakan berbagai menu dari yang ringan, sedang sampai berat. Ada Waffle, Kue Telur, Pancake, Sweets, Pizza, Quiche, Rice Bowl, Main Course sampai (yang kupikir paling menarik) Thai Favorite 😊. Hmm... gimana bisa nyasar sampai ke Thailand coba?! 🤔. Oh well... Karena namanya adalah Wiki Koffie sudah pasti ada menu kopi disini, nggak banyak sih yang ditawarkan tapi mending gini sih, nggak pusing milihnya 😁.

Menurutku, service-nya Wiki Koffie cukup cepat ya nggak sampai 15 menit order-an pertama kita datang, dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk melengkapi semua order-an kita. Selama menunggu kita ngobrol dan  sesekali mendengarkan kehebohan di area dapur, rame pisan.

Menimbang kita datang di jam tanggung, yakni sekitar jam 4 sore yang mana kalau makan ringan nanti bakal makan lagi dan kalau makan berat nanti bakal lapar lagi 🤣. Kita sempat bingung mau order makanan apa 😌. Setelah menimbang dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, inilah list menu yang kita order.


Chicken Green Curry (25K)
Pertama kali mencoba aku merasa bahwa Chicken Green Curry ini adalah perpaduan serius antara Opor Ayam dan bumbu hijau yang (untungnya) nggak terlalu pedas, agak sedikit hambar tapi so far cocok di lidahku 😉. Selain ayam karinya ada Potato Chips yang kupikir lebih cocok dimakan secara terpisah dari karinya alias digado 😆.

Chicken Red Curry (25)
Ketimbang Chicken Green Curry kupikir Chicken Red Curry memiliki rasa yang lebih pedas dan berat, Icunk bilang rasanya macem bumbu balado RM. Padang yang (lagi-lagi) cocok di lidah.

Chicken Black Pepper (25)
Coba tanya Lisna, gimana rasanya? 😁.

Kue Telur Cheese (20K)
Ini adalah dessert bersama, karena rasanya anyep aja gitu kalau setelah makan nggak ngemil haha 😂 Menurutku rasanya nggak jauh berbeda dengan waffle (yang pernah kucoba) hanya bentuknya yang berbeda, jendul-jendul macem bubble wrap tapinya gede. Lucu. Untuk topping cheese-nya enak ya, dan porsinya pas untuk dimakan ramean. Ohya, dip chocolate-nya ❤️.

Frozen Monkey (20)
Ini adalah minuman fusion dari kopi dan pisaaannnggg! Aku sih suka ya... 😍 enak karena ada pisangnya. Tapi karena minumannya ngenyangin juga aku nggak sanggup menghabiskannya saat masih di Wiki Koffie. Jadilah Frozen Monkey ini kuhabiskan selama berjalan kaki dari Wiki Koffie ke BIP 😅 Mayan guise... aku nggak anyep-anyep banget haha

Tasty food

Nggak heran ya Wiki Koffie selalu ramai meski nggak sedang weekend, tempatnya strategis, suasananya nyaman dan (yang paling penting) harga menunya masih on budget terutama bagi kita para #sobataverage haha Tapi yaitu tadi, karena sering waiting list ada baiknya kalau datang di waktu yang sekiranya sepi.

Wiki Koffie @wikikoffie 
🏠 Jl. Braga No.90, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung
⏰ Selama pandemi Wiki Koffie tutup ya, belum ada info lebih lanjut kapan buka lagi.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates