Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.
Outdoor area Warung Kopi Klotok Pakem. 

The next day, aku pergi berjalan-jalan ke Malioboro sambil menunggu Ana yang masih ngeprint tugas. Meskipun masih pagi, sudah banyak kok wisatawan (khususnya domestik) yang berburu oleh-oleh. You can hear them used their native language...

Sekitar tengah hari Ana menjemput dan mengajakku ke kampusnya. Ternyata lumayan jauh ... (U.U) kampusnya terletak di Ring Road Utara Yogyakarta, melewati Taman Pelangi dengan arah menuju Gunung Merapi.

Setelah membereskan urusannya, kita berencana untuk makan siang.

“Mau makan yang kejawen apa yang biasa?”
“Kejawen yuks ...”
“Berarti sekarang kita ke Kopi Klotok yah ...”

Jarak Warung Kopi Klotok Pakem atau yang biasa disingkat Kopi Klotok tidak terlalu jauh dari kampus Ana, dekat malahan. Tadinya aku pikir kita nyasar ketika memasuki jalan kecil di pinggir sekolah, karena melewati kebun-kebun tembakau dan palawija. Meski demikian terdapat spanduk penunjuk arah di sepanjang jalannya.

Warung Kopi Klotok Pakem ini letaknya berada di areal pesawahan, menghadap ke arah Gunung Merapi. Ketika sampai pengunjung akan menemukan 2 buah bangunan, yang pertama adalah bangunan yang dijadikan sebagai Warung Kopi Klotok Pakem dan yang satunya lagi adalah bangunan rumah huni pemiliknya.

Kesan pertama ketika memasuki Warung Kopi Klotok Pakem adalah seperti sedang berada di rumah Mbah (Kakek/Nenek) di desa, beneran loh, seperti rumah Mbah. Bagi yang mudik Lebarannya ke daerah pedesaan di Jawa tentu familiar dengan suasana yang ku maksud (^.^).

Suasana ‘rumah Mbah’ begitu terasa ketika memasuki bangunan tersebut. Rumah tradisonal yang terbuat dari batu bata dan kayu dengan lantai tegel (tehel) dan pondasi batu. Furniture usang yang pernah hits pada masanya, serta dapur besar tempat tungku dan hasil bumi disimpan memang menjadi ‘jualan utama’ Warung Kopi Klotok Pakem (selain makanan tentunya).

Menariknya pengunjung bisa memilih tempat duduk yang diinginkan, bisa di dalam warung, di teras warung, di dapurnya, di halamannya atau di teras rumah pemiliknya. Serius ... di teras rumah pemiliknya. Jadi pengunjung bisa intip-intip dikit ke rumah nya #eh  6(@.@)9

Beneran homey ini mah hehe

Warung Kopi Klotok Pakem menggunakan sistem buffet (prasmanan), jadi pengunjung bisa mengambil dan menentukan porsi sendiri. Karena letak tempat penyajiannya di area dapur, pengunjung bisa menonton langsung proses pengolahan makanannya, bahkan tak sedikit pengunjung yang ngintil di belakang karyawannya, mau minta yang anget.

Sego Megono-nya Warung Kopi Klotok Pakem. 

Menu yang disajikan adalah makanan khas Jawa pada umumnya seperti gudeg, tehu bacem, sayur tempe, telur dadar, sambal dll. Tapi yang menjadi andalan adalah Sego Megono (Nasi Megono) yaitu nasi yang dicampur dengan sayuran, kelapa parut dan bumbu-bumbu lainnya, sepintas mengingatkan akan nasi urap.

Oh iya, pasti pada penasaran kan dengan Kopi Klotok. Kenapa dinamai Kopi Klotok? Apa bedanya dengan kopi biasa?

Based on my research, yang membedakan Kopi Klotok dengan kopi lainnya adalah proses penyajiannya. Kopi dimasukkan ke dalam panci tanpa air yang kemudian dipanaskan di atas tungku. Nah, ketika sudah agak gosong barulah dimasukkan air sampai mendidih, ketika mendidih itulah akan tersengar suara ‘klotok klotok’, dari situlah muncul sebutan Kopi Klotok.

Kopi Klotok- nya Warung Kopi Klotok Pakem. 

Untuk sekali makan rata-rata pengunjung mengeluarkan sekitar Rp. 25.000, karena... pengunjung bebas nambah d(^.^)b dan katanya lagi, yang sedang hamil bisa makan gratis (@.@) <-- gak tahu deh kalau yang ini.

Saking homeynya Warung Kopi Klotok Pakem ini, kita sampai betah berlama-lama ngobrol ini itu. Coba deh bayangin dari jam 12 siang sampai dengan menjelang Isya kita mager disana, tapi Ana juga bilang dia sering jadi tamu abadi, so no problemo ... pemiliknya baik kok.

Jika sedang berada di Yogyakarta atau kebetulan sedang melewati  daerah Pakem, tak ada salahnya mengujungi Warung Kopi Klotok Pakem. Suasana ‘rumah Mbah’ yang familiar sangat menyejukkan, terlebih lagi jika sepi hehe

Warung Kopi Klotok Pakem kalau sudah sepi. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Taman Pelangi Monjali.

Setelah mandi dan membereskan barang-barang di locker, aku kemudian pergi jalan-jalan sore dengan Ana, ia mengajakku makan ke Raminten.

Sudah bisa ditebak... apalagi sih yang dilakukan 2 orang teman setelah sekian tahun tak berjumpa? Pasti rumpi. No secret... haha Berjam-jam lamanya kita ngobrol ini itu, membicarakan gossip sedang yang beredar, bertukar kabar tentang teman-teman dan kecewa karena gak ada yang kasih tahu.

Karena masih belum terlalu malam kita berencana untuk jalan-jalan lagi, tujuannya adalah Taman Pelangi atau Taman Lampion. Bertahun-tahun yang lalu aku pernah lihat Ana dan Mamih posting foto-foto mereka disana, kelihatannya sih seru.

Taman Pelangi atau Taman Lampion adalah tempat wisata malam hari di Yogyakarta yang beroperasi sejak pukul 17.00 sampai dengan pukul 23.00 setiap harinya. Terletak di jalan Lingkar Utara (Ring Road) Yogyakarta dan berada di kompleks Monjali (Monumen Jogja Kembali).

Harga tiket masuk untuk saat ini (September 2016) adalah Rp. 15.000 untuk weekday (Senin-Kamis) dan Rp. 20.000 untuk weekend (Jum’at-Minggu).

Taman Pelangi dibuat untuk menghidupkan kawasan Monjali yang sepi, sebagai alternatif wisata pada malam hari selain Malioboro dan Alun-alun Kidul. Taman Pelangi ini pada dasarnya terdiri dari lampion-lampion beraneka rupa bentuk dan warna, lampion tersebut terbuat dari rangka besi yang dibentuk kemudian ditutupi oleh kain dengan lampu di dalamnya.

Taman Pelangi didesain mengelilingi Monjali mengikuti jalur pedestrian yang sebelumnya sudah ada. Sebenarnya tidak butuh waktu yang lama untuk mengelilingi Monjali, yang menjadikannya lama adalah berfoto-fotonya.

Salah satu yang menarik perhatian adalah lampion berbentuk komodo dan wajah politikus, selain itu ada juga lampion dengan tema Korea dan Laut. Kebanyakan berbentuk tapas, namun banyak juga yang dibentuk menjadi karakter hewan dan bebungaan. Semuanya #instagenic haha

Pihak pengelola juga menyediakan tempat bermain anak dan wahana air yang patut dicoba jika sedang 
santai, tersedia juga tempat makan di bagian depan Monjali. Jika lelah bisa beristirahat di gazeebo yang disebar di sepanjang jalur Taman Lampion.

Just a tips, jika ingin berfoto baik itu menggunakan kamera handphone maupun DSLR, matikan dulu fitur autoflash karena akan membuat objek ngeblur dan bercahaya. Lebih baik menggunakan fitur autofocus agar objek terlihat kontras dengan gelapnya malam.

Aku sendiri menggunakan kamera handphone sebesar 8 MP, tidak terlalu detail seperti DSLR namun cukup jelas. Perlu beberapa kali shoot untuk mendapatkan hasil yang baik karena bergantung pada fitur autofocus yang pencahayaannya sangat sensitif. BTW, jika berkunjung ke Taman Pelangi jangan lupa membawa partner (^.^) karena kalau Cuma berfoto pake tongsis gak kan puas.

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 
\
Taman Pelangi Monjali.

Taman Pelangi Monjali. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Edu Hostel Jogja

Setelah vakum more than a years dari kegiatan travelling dan sejenisnya, berkutat di rumah dan membenahi segala tetek bengek sejak mama sakit sampai dikira switch cereer menjadi PRT 😅. Finally... I’m going to Yogyakarta. 

It’s been 2 years since I visit Yogyakarta for marathon weddingnya Mazia dan Fahria. Betapa time flies so fast... kini Abdurrahman (Mazia’s) sudah berusia 1 tahun lebih.dan Meimei (Fahria’s) sudah asyik berenang di kolam pompa.

Bagaikan oasis di tengah Gurun Sahara, seketika aku bersemangat dan langsung riweuh memilih baju, padahal sehari sebelumnya aku memble ½ mati karena gak beres-beres ngedit vlog.

Jika berkunjung ke Yogyakarta, biasanya kita (aku dan teman-teman) akan menginap di rumahnya Ana di daerah Kauman, posisi rumahnya yang strategis dan dekat pusat kota membuatnya jadi check point andalan.

Tapi kali ini aku datang sendiri, gak sendiri banget sih, tapi ya tanpa teman hehe dan dengan mempertimbangkan sikon Ana yang kini sedang menyusun thesis, aku kemudian memilih untuk menginap di hotel.

Setelah searching di Google dan membaca-baca review tentang hotel di sekitaran Malioboro, aku menemukan sebuah tempat menginap yang sesuai dengan requirement-ku, seperlunya dan sesuai budget. Jarak bukanlah masalah selama aku mempunyai peta dari Mirota :)

Yogyakarta sunrise.

Dan pilihanku adalah EDU Hostel Jogja, selain karena sesuai requirement dan dekat dengan rumah Ana, aku memilih EDU Hostel Jogja karena... aku belum pernah menginap di hostel hehe *norak I wanna try a new things after my hiatus.

Untuk mencapai EDU Hostel Jogja dari Stasiun Yogyakarta atau yang lebih dikenal dengan Stasiun Tugu bisa menggunakan becak, gojek atau jalan kaki karena jaraknya tidak terlalu jauh yaitu di Jl. Letjen Soeprapto no 17 Ngampilan, Wirobrajan, Yogyakarta.

EDU Hostel menyediakan 2 tipe kamar, yaitu tipe dormitory dan tipe private dormitory. Untuk tipe dormitory, satu kamar terdiri dari 3 bunk bed (ranjang susun) untuk 6 orang dan locker dengan steker (colokan listrik) di dalamnya, selain itu terdapat 1 toilet dan shared bathroom yang bisa digunakan untuk 2 orang.

Kamar tipe dormitory EDU Hostel Jogja

Kamar tipe dormitory EDU Hostel Jogja 

Mural quote di salah satu kamar EDU Hostel Jogja, setiap kamar berbeda-beda.

Sedangkan untuk private dormitory, satu kamar terdiri dari 2 bunk bed untuk 6 orang dengan fasilitas yang kurang lebih sama dengan tipe dormitory. Tipe private dormitory ini lebih cocok untuk keluarga atau genggeus yang gak mau dipisahin dan butuh privasi tinggi.

Oh iya, kamar cowok dan cewek dipisah, lantai 2 untuk dormitory cewek, lantai 3 untuk dormitory cowok dan lantai 4 untuk private dormitory. Setiap kamarnya dinamai dengan nama Jawa seperti Ningrum (mine room), Lastri, Pratiwi dkk

Lantai 1 adalah lobby merangkap receptionist area dan meeting room. Satu tingkat diatasnya adalah livingroom atau ruang rekreasi kalau di buku Harry Potter mah, tempat bersantai untuk menonton TV atau membaca majalah dan buku impor. Selain itu ada juga meja karambol, fussball, gitar etc bagi mereka yang bosan leyeh-leyeh internetan pake wifi gratis.

Living room di EDU Hostel Jogja. 

Lantai 5 adalah rooftop area merangkap ruang makan, jadi mau gak mau pasti kita digiring ke rooftop setiap paginya. Tersedia plunge pool (kolam celup) berbentuk huruf L yang gak bisa dipake berenang heboh, jangan khawatir, ada petugas khusus yang membersihkan kolam setiap harinya.

Rooftop EDU Hostel Jogja sangat #instagenic, pasalnya setiap dinding kosong (plain wall) dihiasi mural sederhana yang cantik kalau diupload ke IG. Dan yang terpenting, kita bisa melihat sunrise dan sunset dalam wide screen mode, juga bonus pesawat yang lepas landas dari Bandara Adisucipto Yogyakarta. Serius deh, rooftopnya #instagenic hehe


#instagenic rooftop ala EDU Hostel Jogja. 

Ketika check in, petugas EDU Hostel Jogja akan meminta deposito sebesar Rp. 50.000 (2016) yang akan dikembalikan ketka check out, mereka juga akan memberikan electric key, selimut, handuk dan voucher sarapan yang bisa digunakan dari jam 06.30 sampai dengan jam 08.30 pagi.

Menu sarapan setiap harinya berbeda-beda sesuai dengan yang terpajang di lift, namun jika ingin menu yang lain bisa order ke petugas hostel sebelumnya, dan dikenakan charge. Sarapan yang disediakan EDU Hostel Jogja menggunakan sistem buffet namun tetap diambil (dialas) oleh petugasnya, setelah selesai piring dan gelas kotor harap disimpan sendiri ke tempat yang telah disediakan.

Breakfast menu on EDU Hostel Jogja. 

Quote paling horror ada di lift hehe

Ketika sampai di Yogyakarta pada dini hari, aku cukup kebingungan karena bawaanku yang agak banyak (ehmm...), sedangkan waktu check in adalah jam 14.00 siang. Masalah sebenarnya sih aku belum mandi hahaha Stasiun Tugu hanya menyediakan toilet kering saja, tanpa kamar mandi. Jadinya Cuma bisa gosok gigi di wastafel T.T

Dari Stasiun Tugu aku jalan-jalan ke Malioboro yang masih belum buka, ngeliatin pedagang yang mau buka lapak dan tukang becak yang menawarkan jasa keliling kota dengan harga Rp. 5000. Aku bertahan sampai jam 9 pagi di Malioboro, lalu masuk ke Mirota yang kini berganti nama menjadi Hamzah Batik meski masih menggunakan logo yang sama.

Tentu saja aku betah haha dan sibuk melihat-lihat sampai tengah hari, karena sudah bosan aku kemudian menelepon EDU Hostel Jogja untuk kemungkinan early check in yang ternyata tetap ditolak dengan alasan kamar belum siap. Dan untuk mengisi waktu luang aku memutuskan untuk berjalan kaki menuju EDU Hostel Jogja.


Sebenarnya jarak antara Malioboro dan EDU Hostel Jogja tidak terlalu jauh, tapi karena belum mandi dan tasnya berat kebayang kan perjuangannya kaya apa... Fakkk !!! aku baru tahu ada gojek ketika sampai di main entrance. Tau gitu ihh...

Kesan pertama ketika sampai ke kamar adalah suasana dormitory yang familiar, yes, aku pernah tinggal di dormitory selama 6 tahun dengan bunk bed dan locker. No worries. Kerasan malah hehe

So far I enjoyed stay at EDU Hostel Jogja, rooftoofnya #instagenic (keukeuh) dan fasilitasny OK. Recommended banget sist... cocok deh untuk yang ingin nginep ala-ala backpacker namun tetap ingin nyaman.

For further information, please check their website http://www.eduhostels.com/

Mini Tugu di rooftopnya EDU Hostel Jogja. 

Roommate. 

Weefie with a roommate.
Tips :
·         Jangan lupa untuk membawa gembok sendiri untuk locker
·         Jangan lupa untuk membawa sajadah untuk sholat

EDU Hostel Yogyakarta
@eduhosteljogja
🏨 Jl. Letjen Suprapto No.17, Ngampilan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55261
📞 (0274) 543295

Share
Tweet
Pin
Share
2 comments

Hi... I want to share my crush 😁

Saat kuliah temanku pernah kasih folder yang isinya Enchanted Dolls karena memurutnya detail bonekanya keren. Aku pun setuju ya, apalagi setting dan propertinya juga nggak kalah keren. Niat banget ✨.

Enchanted Dolls ini adalah karyanya  Marina Bychkova seorang seniman boneka yang berasal dari Kanada, ia menjual Enchanted Dolls melalui E-Bay.  Ia lahir di Russia pada tahun 1982 dan bermukim di Kanada, ia memulai karirnya sebagai jewelery designer sebelum akhirnya memutuskan untuk mengejar passionnya, membuat boneka.

Marina Bychkova menyadari bahwa setiap anak perempuan menyukai boneka sehingga mereka memiliki memory dengannya. Nah, dari situlah Marina Bychkova kemudian mencoba untuk membuat boneka versinya sendiri, yang real namun agak misterius 😉.

Enchanted Dolls terbuat dari porselen dan polyurethane, dengan tangan ajaibnya Marina Bychkova membuat detail dan memberikan ekspresi pada wajah boneka-boneka tersebut. Ia juga mendesain aksesoris dan perhiasan yang dikenakan Enchanted Dolls yang dipengaruhi oleh budaya Russia yang menjadi tempat kelahirannya.

Marina Bychkova mendesain 3 jenis Enchanted Dolls berdasarkan jenis kelamin (sex), yaitu male (lelaki), female (perempuan) dan shemale (banci). Karena hal tersebut, kebanyakan pembeli Enchanted Dolls adalah orang dewasa atau kolektor boneka, meski ada juga yang merupakan anak-anak.

Marina Bychkova juga mendesain Enchanted Dolls berdasarkan karakter dalam dongeng anak-anak seperti Princess and Princess and The Pea (Putri dan Kacang), Snow White (Putri Salju), Cinderella, The Red Riding Hood (Si Jubah Merah) dan lainnya.





Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Some people say a dream is a sleeping flower, a hidden lust that haunts your mind. So don’t try so hard to figure out your dream, it will disappear 5 minutes after you wake up.

Really?
 
So, how is it about me?

I wake up in my dream while my body is sleeping, it feels like switching the TV channel by remote control, just press the button and wink. A dimension-hopping just by closing your eyes and you didn’t know why it kept happening.
 
I’d traveled in that dimension uncountable times. Met strangers who never noticed me, explored a dead city, walked among the plantations, felt the air, breathed, and so many things. I can feel how was it, seems it happened before and I was the main cast.

Peoples called it déja vu.

Other people called it visions.

But Google called it reincarnation

I forgot when it began, I had a continuous dream like a serial movie, a past period with a vintage filter, seriously it was a vintage filter on my eyes. It’s always the same, same area, same building, same sensations, and same feelings. Soon after woke up I remembered all those things, more than 5 minutes, and got tired.

***

I’d dreamt saw old Bandung city lights from one of Lembang hills, it was a beautiful view from the top, sparkling in the dark. I wasn’t alone, I was there with a blurry dashing man and I can’t remember how his face was.

In the twilight, we walk on a path among the big grass of fertile land, pass the small wood bridge, and enter a small building like a medical cube. He said it was a lab, I don't know what kind of lab, maybe it is an architect's lab because I found a curve ruler on his desk and craftmanship tools on the walls. 

Who knows?

I remember seeing the sparkling light appear from the windows. After dark, we went closer to the hill, breaking through the big grass that blocked our way. He held my hand and pointed to an under-constructed building near the lab, telling me that building was Boscha.

When we reached the peak, he was standing beside me and pointing to the sparkling light that I saw from the windows, telling me that it was a Bandung city lights view in the night. I can’t describe how beautiful it is, I can see the whole Bandung like a bowl of lamps and touch the lights as my own.

The sky full of stars is Bandung City's light reflection.

Then. He asked me to wait in the lab and promised would send someone to pick me up, I saw him leaving on the lab door into the woods. I can hear the chaos of battle but never know when it begins or how it ends. I had been waiting for a long time, until one day an old man in Javanese clothes with his rusty wood cart came to me.

I looked around and realized the lab was broken, seems it had been left for a long time, full of mess and dust. The grass grew higher and wilder, the bush changed the path and the weather became dry. That man never saw me.

Sometimes I saw him peeking up at me from the woods, I could hear his white horse step when he stayed around. He always disappeared every time I tried to get closer.

***

I was standing at the intersection, trying to decide which path I should choose. Should I go to the right? Should I go to the left? I can see a life across the cliff in front of me...

This morning I rode a bicycle with my friend among the tea plantations, and we met other groups at the meeting point. They are older than us, and some of those men used hats to cover their heads and wore semi-formal suits, even wearing vests and pocket watches like they went to church before.

It’s a serious journey, we don’t talk or joke as usual. The air blew my skirt and waved my lace bow, my friends smiled and tried to go ahead, and raced in silently. We ride from one hill to another hill, going up and going down, passing the river, and climbing a little.

We arrived at the hidden site, isolated in the middle of plantations and woods. They told me it’s a place for ill people. I can see many people around here, most of them are old people, walking wobbly and coughing every time, but the rest of them are laughing or prattling like crazy.

On the other side, I found an glasses old man painting on his canvas, whistling a song that I don’t know. The old couples are visited by their relatives and decide to sit on the mat in a garden center, they are happy and satisfied. The loneliest man is the quietest, he just stares across the fences.

Some women took responsibility for their daily needs, they were not maids or nurses, they were volunteers. There was a woman asked me to sit at the dining table, she served a cup of tea and a few biscuits. This site feels like home, there is a porch for spending afternoon tea and a rocking chair if you want, an open kitchen so you can see the landscape while eating meals, and a nice room in a wooden cottage.

I do not see a child here, maybe this place is just for adults. Actually, it is a perfect place to retire or calm down. Despite the fact, this place is isolated in the middle of plantations and woods.
I still can remember how happy they were there...

***

The door opened when I came, warming me nicely. Finally... I’m going to this ball.

I met my friends that I had been looking for a few minutes before, they were wearing pretty dresses and beautiful as me. After tasting a cookie and drinking a little, we went upstairs to get a wider view of this ball.

I can see the whole picture of this ball. Men and women danced following the rhythm in the dance hall, they looked gorgeous. A manner man in a suit and neat hair, and a beautiful woman in a charming dress and stylish hairdo are laughing at their dance. The older couple beside them is more attractive, they are dancing energetically and making a space. The rest are dancing happily, seems this is their happiest moment.

The band is playing music that cheers up the ball. On the other side, there a people who talking seriously, some of them are nervous, maybe they are talking about business nowadays. The women's group gossiped and shared about the newest hat design, or showed off the jewelry on her body and told everyone it was a gift from her husband's business trip.

The older boys kept an eye on and stared at a girl who was smiling behind the feathers fan, they knew each other but to shy to talk in front of people. The waiters walk around the hall offering a drink or cookies.

Suddenly, there is a huge chaos in the main entrance. The guards tried to hold back, but I think it was not working, the men were screaming and the women cried anxiously. We are under attack. I open the glass door and see tiny soldiers coming to our buildings, they are coming from everywhere.

This is my first time seeing them, I thought they were a kid but their behaviors weren’t. We were so panicked, people ran and got caught everywhere, the glass was broken and the cookies fell on the floors. We were lucky to meet a man who brought us into a room and locked us inside, he told us to wait for our soldiers to come and bear down the enemy.

I hear our soldier's command voice and peek a little from the curtains, they are there... armed and ready for the worst. We are trapped in the battle for a while. My friends start to cry and pray because it’s the best thing we can do.

The battle voice is slowing down, quiet until you can hear yours breathe. We were waiting when the door hit hard. That man opened the glass door which is linked to the porch, and he asked us to leave by going down the pipe, we didn’t have a choice.

I climbed the pipe rashly trying not to slip my shoes or my dress on it. The view is so awful, many people die and are bloody,. I don’t know which side whom winning this battle. I was so shocked when I saw a new wave of tiny soldiers come toward our buildings, my shoes slipped on my dress and I ended up hitting the ground hard.

I can hear my friends crying anxiously, I can hear that man fighting with someone over the door, I can hear the tiny soldier's voice command with strange language and accent. I must run. I’ll try my best to get up and run, I run so fast, fast and fast.

The more I faster, the more I see that (many) tiny soldiers.

***

That is a little bit of my dream, a weird dream, but I believe it’s not just a dream. Sometimes I dreamt about the other side of my dream setting area, exactly and real. I can show you... Some people think I’m influenced by Risa Sarasvati's books when I told them this, they even took those books because worrying about me.

The fact is that dream happened before I read the book.

The first time I realized this was when I visited the building, I was attending a fashion exhibition at that time. That night, there is a little spark burst on me when I saw the building in my dream. I recognized the hall and the pillar when came in, I found the stairs and the glass window, it was still as beautiful as I had seen before. I can't focus on the exhibition because distracted by it. It is real.

Actually, I always had sad feelings when visiting some places, streets, or parks. Seems I lived there before. because of that, I always avoid passing those. I don’t want to be buried in other's life. IYKWIM.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates