Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hallo...

Ini adalah hari kesekian sejak aku menonton The Bridgerton untuk pertama kalinya, well... kali ini aku nggak akan me-review series-nya ya, udah banyak kok (yang me-review hehe). Amazed banget dengan keluarga Bridgerton yang hampir setiap minggu pergi ke pesta, bolak balik ke tukang jahit dan ngemilin finger food yang lucu-lucu.

Saat search gambar dress-nya ciwik-ciwik Bridgerton ini di Pinterest, entah gimana aku malah nyasar ke capsule wardobe section, yang mana jadi membuatku berpikir lagi tentang apa yang kupakai. Ternyata salah satu hal yang mempengaruhi pemilihan pakaian dan printilannya adalah usia alias tingkat kedewasaan, prioritas dan budget haha

Oalahhh... pantesan ya saat muda kemaren dorongan untuk memiliki pakaian dan printilannya cukup tinggi karena kebutuhan untuk beredar pun tinggi haha

Seiring berjalannya waktu, keinginan untuk memiliki pakaian dan printilannya mulai berkurang, apalagi kalau bukan gegara ditabok kenyataan bahwa gaji freshgraduate lebih baik dibelikan makanan dan vitamin biar nggak tumbang ketimbang mengurusi penampilan. Sad but true... Tapi aku yakin sejuta persen, bukan cuma aku yang begini.

Ada kalanya menjadi dewasa adalah hal yang menyebalkan karena ada hal-hal menyenangkan yang nggak masuk standar orang-orang dewasa. Mostly adalah apa yang kita pakai. Beberapa hal berubah saat aku beranjak dewasa (dan menolak tua), sebagian hal menyesuaikan, sedang sisanya nggak berubah sama sekali.

Here is... hal-hal yang kusuka (dan masih kusuka) namun berubah sejak menjadi dewasa.

UNDIES

Sedari kecil aku dididik untuk faham bahwa undies adalah item yang level-nya setara dengan pakaian, jadi nggak ada alasan untuk nggak menjadikannya prioritas. Selain itu, undies adalah lapisan pertama yang bersentuhan dengan kulit, makanya mesti punya banyak biar sering ganti. FYI, undies disini mencakup panties, bra dan camisole ya, bukan lingerie.

Kalau dikaw adalah coyku sejak di ma’had, pasti tahu laya undies-ku adalah yang paling berwarna di jemuran. Saat itu aku nggak suka undies dengan cutting standar yang polosan macem warna nude, cream atau putih. Sukanya undies dengan cutting yang ‘beda’, lucu, berwarna warni, bertali-tali, pokoknya mesti wow, tapi tetep ya kenyamanan nomor 1.

Aku sadar kalau urusan per-undies-an ini sering bikin ribet, nggak jarang mama ngomel; mbak... kenapa sih nggak yang biasa aja, da nggak akan ada yang tahu ini. Mohon maaf mama... urusan per-undies-an ini murni adalah untuk kepuasan diri. Meski orang-orang nggak tahu undies macem apa yang kupakai, aku bahagia kalau undies-ku wow haha

Nggak tahu ya dengan orang lain, tapi aku selalu merasa tertarik dengan undies, sometimes for no reason. Suka aja. Kaya apa ya... kaya gitulah pokoknya haha Kalau untuk lingerie aku kurang tertarik karena daya gunanya rendah, bikin masup angin dan gatal (kalau bahan rendanya murce). Kadang suka minder juga, kenapa diantara sekian banyak fashion thingy nyangkutnya ke undies?

Dewasa ini justru malah kebalikannya, aku lebih suka undies yang nggak terlalu wah karena sadar mesti sering ganti, tapi kalau bisa sih matching warnanya haha Concern-nya lebih banyak ke material dan cutting yang simple, nggak se-ngoyo dan banyak mau macem saat muda kemaren.


SEPATU

Saat sekolah hampir setiap semester aku membeli sepatu baru, orang tuaku sampai heran kenapa sepatunya cepet banget rusak, apalagi di bagian sole-nya, dadas pisan. Kupikir ini adalah salah satu efek gegera kita keseringan sekolah haha Schedule sekolah umumnya kurang lebih begini: 05:00 – 06:00, 07:00 – 11:30, 16:00 – 17:00, 19:30 – 20:30. Gimana nggak dadas kan?

Saat itu aku lebih suka pake flat shoes atau sepatu sandal, biar bisa dipake main di hari jumat dan biar ada ventilasi di kaki. Maklum, parno mata ikan. Kawan-kawanku sekalyan pada kena mata ikan gegara saat kakinya masih lembab udah pake kaos kaki dan langsung pake sepatu. Operasi mata ikan amatir pake pinset adalah pemandangan yang biasa di asrama.

Sedang saat kuliah aku lebih suka pake sneakers ketimbang flat shoes apalagi buaya-buayaan (Crocs) karena lebih nyaman saat dipake lari-larian ke kampus. Yha~ meski kosanku di depan kampus, tetep ye... kesiangan mulu. Pernah, karena lupa masangin tali sepatu setelah dicuci, sepatunya dipasangin lakban. Yang penting nyampe dulu ke kampus... *inspired by Rizma.

Mungkin gegara keseringan pake sneakers yang nyaman, saat menggunakan flat shoes kakiku kadang kaku dan nggak nyaman. Aku sudah lupa sejak kapan aku menyukai sepatu dan menjadikannya standar saat menilai penampilan seseorang, yang jelas sepatu memiliki tempat di hatiku. Alasan yang sama mengapa aku menjadi desainer sepatu.

Kalau dulu aku selalu rajin nge-save gambar sepatu keren dan memperhatikan setiap detailnya, kini aku malah kadang eneg kalau melihat sepatu. Keseringan melihat sepatu di keseharian pernah membuatku mual dan ingin menyingkirkannya sejauh mungkin. Tapi nggak bisa ya… karena itu kerjaanku haha

Aku pernah mencoba ranah lain selain sepatu, macem furniture, apparel tapi tetep ya ujung-ujungnya balik lagi ke sepatu.


OUTWEAR

Untuk pakaian luar (atau yang dipakai setelah undies) aku sangat tertarik dengan outwear macem blazer, cardigan dan jaket. Aku kurang tertarik dengan blouse atau hijab makanya adem-adem bae meski nggak mengikuti trend terkini. Lagipula, ketimbang blouse aku lebih suka pake kemeja karena lebih simple dan terkesan rapi.

Salah satu kelebihan outwear adalah sebagai instant cover saat pakaian yang dikenakan kurang tepat. Mungkin fungsinya bisa disejajarkan dengan hijab syar’i yang sering digunakanan buk-i-buk saat mesti beli sayur tapi malay mengganti dasternya.

Menurutku fungsi lain dari outwear adalah sebagai fashion statement yang lugas, eh tapi tergantung mix and match-nya juga ya. Kalau outwear-nya keren style kita ikutan keren. Selain itu, karena kusadar sering banget masup angin, apalagi kalau hanya pake 1 lapis pakaian, wajibul kudu di-double ini mah (kecuali kalau musim panas).

Karena alasan inilah aku lebih banyak spend ke outwear ketimbang pakaian, karena seenggak nyambung apa pun mix and match fashion-ku semua akan tertutupi oleh outwear haha Untuk layering pakaian juga suka sih apalagi kalau material-nya nggak terlalu tebal, lagi-lagi biar nggak masup angin hehe.

So far aku lebih suka outwear dengan cutting yang agak formal ya meski yang casual nggak kalah keren, anggaplah semi formal atau semi casual. Pokoknya yang bisa dipake di berbagai acara dan suasana, flexible laya… Pernah ada masanya isi lemariku didominasi outwear, bingung juga sih menyingkirkannya gimana, akhirnya di-hibah-in.

Kalau sekarang aku masih suka dengan outwear tapi lebih melihat fungsinya, style-nya nggak semenye-menye macem dulu.


Segini dulu aja kali ya, nanti kapan-kapan dilanjut lagi.

Credits by Pinterest
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hallo... Hallo... Hallo...

Akhirnya... aku menulis review film lagi... Pasca pandemi yang belum jelas bakal kelar apa nggak, aku lebih banyak menikmati waktuku dengan menonton drakor-drakor yang menjual mimpi babu 😘 ketimbang menonton film (sekali tamat). Apalagi kalau bukan karena masih parno menonton di bioskop, eym... merasa kurang asyik aja menonton jauhan 😁.

Film Soul ini sebenarnya sudah release sejak natal tahun lalu di Disney+ Hotstar, kalau melihat review-nya orang-orang sih bagus, yha~ apa sih yang nggak bagus dari Pixar? Heuheuheu 😅 Tadinya aku mau langsung subscribe Disney+ Hotstar, tapi dipikir-pikir mending sekalian aja nungguin Wanda Vision biar bisa binge watching.

Aku juga bimbang sih mau me-review Soul apa Wanda Vision? 🤔 Dua-duanya aku suka, at least nggak terbunuh ekspektasi macem Mulan dan Artemis Fowl (yang bukunya kubaca sejak SMP). Apeu... Paling KZL sama Mulan sih, jelas nggak ku rekomendasikan untuk ditonton 🙅🏻‍♀️. Bikin sensi!

Soul adalah film kesekian Pixar, sebelumnya ada Onward yang terlupakan gegara pandemi. bercerita tentang pengalaman seorang musisi jazz bernama Joe Gardner (Jamis Foxx) dalam menemukan life purpose. Menurutku, film Soul ini lebih cocok untuk penonton dewasa macem kita-kita ketimbang anak-anak karena bahasannya yang agak deep.


Di paruh pertama kita diperlihatkan kehidupannya Joe yang mengajar anak-anak bermusik di sekolah, well... yang namanya pekerjaan kan pasti ada sumuknya ya apalagi kalau ternyata nggak sesuai dengan hati. Saat itu Joe akhirnya diangkat menjadi pegawai tetap dan berhak menerima tunjangang, relate sekali bukan dengan kehidupan manusia dewasa? Haha 😅

Sebagaimana orang tua pada umumnya, ibunya Joe bahagia karena akhirnya Joe memiliki status pekerjaan yang lebih baik dan income yang stabil. Ibunya Joe inilah yang terus mengingatkan Joe akan kenyataan hidup, bahwa passion nggak bisa membuat kenyang.

Damn... 😌


Padahal jauh di hatinya, Joe masih ingin menjadi musisi jazz yang hidup. Nggak masalah kalau ia mesti manggung dari cafe ke cafe dan nggak menghasilkan income yang stabil, selama ia melakukan apa yang disukainya maka ia akan bahagia. Yha~ secara teori itu benar 😉✨.

Tapi... Maap maap aja ni Bang Joe... itu apartemen + maintenance bulanannya udah dibayar seumur hidup apa gimana? 😁 Kalau makan regular (pagi, siang, malam) kan masih bisa bareng dengan ibu, lha cemilan cepuluhnya piye? 😅Meski hidup bisa di-reduce dengan konsep minimalis ala-ala tapi apakah nggak ingin membeli printilan lucu macem magnet kulkas? 😌.

Menjadi dewasa itu berat yakawan...

Sampai kemudian, salah satu mantan anak didiknya Joe mengabari kalau Dorothea Williams sedang open audition untuk band-nya. Mimpi apa coba semalam? Setelah menanti sekian tahun Joe akhirnya berkesempatan menjadi musisi jazz (yang sesungguhnya) dan sepanggung dengan crush-nya.

Tentcu. It was too good to be true.

Saat selebrasi itulah, Joe tanpa sengaja terjatuh ke lubang di jalan dan membuatnya terhempas ke... katakanlah, alam barzakh versi Pixar yang dinamai Great Beyond, Joe yang tentcunya menolak mati langsung meloncat dari jembatan (yang pastinya bukan shirothol mustaqim 🥲) dan mendarat di Great Before.



Yaampun... lucu banget yaini Great Beforenya 😍, meski tone color-nya cuma pake warna biru dan ungu tapinya ngademin banget. Unchhh... gemayyy (bukan gelayyy 😌).

Oh iya, ketika berada di alam barzakh ini penggambaran karakternya langsung berubah ya, dari yang bentukannya manusia menjadi soul (jiwa/ruh). Kupikir visualisasi soul versi Pixar lebih menyerupai kacang-kacangan yang light dan fluffy. Yaiyalah... Dilempar sana sini, soul-nya masih bisa ketawa ketiwi. Lucu... 😘.


Di Great Beyond semua staff-nya bernama Jerry *masih belum nemu asbabun nuzul penamaannya 🤔. Jerry-Jerry inilah yang mengurusi semua hal di Great Before dan Great Beyond, penggambaran bentukannya terbilang absurd ya, dibilang 2D iya, dibilang 3D juga iya. Tapi kalau masih ingat, bentukannya Jerry ini pernah muncul di Inside Out saat Joy dan Bing Bong mengalami transisi dimensi di shortcut.

Karena miskom, Joe dianggap sebagai mentor yang bertugas untuk membantu new soul menemukan sparks-nya. Jadi, setiap new soul punya earth pass yang berisikan beberapa kolom sparks, kalau semua sparks-nya terisi maka new soul tersebut berhak terlahir ke dunia. Sparks disini diartikan sebagai things what made you alive, mirip-miriplah dengan konsep sparks of joy-nya Marie Kondo ✨.

Soulmate-nya Joe adalah 22 (Tina Fey) yang dikenal skeptis dan ngeselin, dari Bunda Teresa, Abraham Lincoln sampai Copernicus pernah menjadi mentor-nya namun nggak ada yang berhasil. Nah, mereka berdua memutuskan pergi ke Hall of Everything guna menemukan bakatnya si 22, tapi tentcu nggak ada yang berhasil ya...

Maka pergilah mereka menemui Moonwind untuk mengembalikan Joe ke dunia. Alih-alih kembali ke tubuhnya Joe malah masuk ke tubuh kucing terapis dan 22 malah masuk ke tubuh Joe. Bagi Joe yang sudah terbiasa dengan kehidupan di dunia, hal basic macem jalan-jalan, kemacetan atau pizza adalah hal byasa namun bagi 22 ini adalah pengamalan baru dan ia menyukainya.



Ada momen-momen dimana 22 tampak menikmati kunjungannya ke dunia, sedang Joe mulai melihat hidupnya dari perspektif yang lain. Disini aku merasa relate. Kalau kata Icunk mah; hidup ini penuh prasangka, kita menyangka hidup orang lain kaya gimana, orang lain menyangka hidup kita kaya gimana, intina mah pada silih sangka 😂.

Sesuatu akan tampak lebih menarik ketika sudah menjadi milik orang lain 🙃.

Fix.

No debat.

Baik Joe maupun 22 sama-sama menginginkan kehidupan dan ingin (kembali) menikmatinya, sparks-nya pun akhirnya berubah menjadi earth pass. Masalahnya... hanya ada satu (soul) yang bisa memilikinya dan kembali ke dunia. Jadi, siapakah diantara mereka berdua yang akan mendapatkan earth pass? 🙃.

Mungkin karena nontonnya via smartphone aku jadi kurang fokus ya, banyak scene yang kekerenannya berkurang gegara screen-nya kurang besar haha 😂.

Scene favorite-ku adalah saat Joe memainkan pianonya dan me-recall memori yang membuatnya menjadi seperti saat ini, scene yang membuatku cirambay bombay saking hangatnya 🥲 Rasanya terharu sekali... Apalagi tone color-nya Joe memang di-setting menggunakan tone color yang warm dan bold, golden hour-nya sampai di sanubari audience.


Seperti byasanya, film-film Pixar selalu memberikan after taste yang begitu mengena, setelah nonton Soul aku jadi sedikit merenung, sedikit ya... 😁 Aku merenungkan tentang apa yang terjadi sebelum kita terlahir. Asli ini bahasannya agak deep juga ya...

Berdasarkan apa yang kubaca di Quora, sebelum kita terlahir kita sudah diberitahu apa yang akan terjadi dalam hidup seperti siapa orang tua kita, teman, pasangan dan kehidupan macam apa yang akan dijalani. Makanya saat dipertemukan kembali di dunia, kita akan merasa familiar seakan-akan sudah mengenal lama. Alasan yang sama mengapa istilahnya adalah soulmate👩‍❤️‍👨.


Berdasarkan apa yang kupelajari saat di Ma’had, tujuan diciptakannya manusia adalah sebagai khilafah di muka bumi. To be honest, aku merasa menjadi khilafah bukanlah jawaban yang kuinginkan, kupikir ada hal yang lebih besar dan hebat dibalik penciptaan manusia. Namun cukuplah wallahu a’lam bisshawab sebagai penutup dari semua ketidaktahuan kita saat ini 🙏🏻.

Hal yang membuatnya runyam adalah ketika netizen mempertanyakan apakah manusia diciptakan sebagai konten? Hahanjirrr... bisa-bisanya pikiran kita sama 😂. aku juga pernah berpikiran begini karena Tuhan selalu dikaitkan sebagai pembuat skenario dan timeline. Makin-makin aja yekan... 😅.

Mungkin pernah membaca atau melihat dimana gitu... bahwa salah satu ungkapan Friedrich Nietzche yang terkenal adalah amor fati. Amor fati berasal dari kata amore yang berarti cinta dan fati yang berasal dari kata fate yang berarti takdir. Amore fate atau amor fati kemudian diterjemahkan secara bebas sebagai mencintai takdir.

Aku merasa amor fati inilah yang menjadi intisari dari film Soul, kubilang begini karena di ending film Joe mengungkapkan hal yang kurang lebih sama sebelum melangkahkan kakinya ke pintu. Scene terbaik menurutku... Meski rasanya macem kena jentik Uya Kuya pasca aibnya dijarah haha 😂.

Tentcunya, aku merekomendasikan Soul ini sebagai film Pixar yang mesti ditonton dengan khidmat.

Note: Yakin banget nih sobat overtihinking langsung deep search tentang amor fati.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ▼  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ▼  Mar (2)
      • Soul
      • Yang Berubah Saat Dewasa
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ►  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ►  Apr (1)

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates