Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Haihaihai!

Memasuki era new normal yang sebenernya nggak normal-normal banget ini hehe 😅 banyak hal berubah, salah satunya adalah gaya hidup. Misalnya, kalau sebelumnya aku sering jalan-jalan (literally, bukan hangout 😋) sore atau sekedar menikmati waktu luang di luar dan berlama-lama di supermarket. Kini aku hanya keluar rumah seperlunya. Berbanding terbalik dengan barang bawaan di tas, makin banyakkk... 😭

Selama masa PSBB lalu salah satu quarathings favorite-ku adalah menonton video di YouTube, kalau liat tab searching-ku asli random banget video yang kucari 😁. Dari yang ‘bener’ macem film pendek, trailer film dan webseries sampai yang agak ngaco macem horse shaving, how to-how to-an, beberes gudang dan Dr. Pimple Pooper. Yap. Biar geuleuh juga aku tetep nonton 🥺.

Konten YouTube favorite-ku masihlah sekitaran per-homebodies-an, bisa dibaca di post ini ya. Saat sering menonton video per-homebodies-an itulah, YouTube (lagi-lagi) merekomendasikan video dari kanalnya Liziqi. Berdasarkan thumbnail, kupikir konten videonya Liziqi adalah bercocok tanam macem video how to yang sering kutonton 😅.

Karena penasaran tentcunya kutontonlah... dan ternyata unch rame yawww... 😍🥰😘 sejak saat itu setiap kali ada waktu luang aku akan menyempatkan diri menonton videonya Liziqi. Biasanya sih kalau lagi makan dan sebelum tidur, asyik aja nontonin Liziqi bercocok tanam, memasak dan melakukan hal-hal menyenangkan lainnya 🤗.
 

Sebagaimanan netyzen kepo pada umumnya, tentcu aku pun mencari tahu siapakah Liziqi ini...

Berdasarkan informasi yang tertera di website-nya liziqishop.com; 

Liziqi adalah seorang vlogger dari kota Mianyang provinsi Sichuan China, ia juga dikenal sebagai an oriental lifestyle foodie karena konten videonya yang bertemakan kearifan lokal dari halaman rumah (haha yang ini mah nambahin sendiri 🤭). Di awal kemunculannya Liziqi menggunakan platform Mepai namun sambutan netyzen B aja sampai ia di-notice oleh pemerhati kuliner, Liziqi kemudian merambah Weibo dan menginvasi YouTube.

Hanya sedikit yang diceritakan mengenai kehidupan pribadinya. Liziqi diketahui memiliki kehidupan yang sulit, karena perceraian orang tuanya ia tinggal bersama kakek dan neneknya yang berprofesi sebagai juru masak di desa. Liziqi nggak melanjutkan pendidikan dan memilih untuk mengadu nasib di kota, ia sempat melakoni berbagai pekerjaan (pramusaji, tukang service sampai DJ) selama bertahun-tahun.

Saat neneknya sakit Liziqi memutuskan untuk kembali ke desa meninggalkan hidupnya di kota. Karena nggak banyak pilihan pekerjaan di desa, Liziqi melakukan apa yang ia bisa, apalagi kalau bukan bercocok tanam dan beternak. Untungnya Liziqi cukup melek teknologi dan nggak kudet, akhirnya ia berinisiatif untuk membuat video kegiatan sehari-harinya.

Selain itu Liziqi menggunakan videonya untuk mempromosikan jualannya (sumpah ini campaign terniat 👊🏻). Caranya mempromosikan produknya pun nggak norak, product placement-nya rapi dan aesthetic, jadi betah nontoninnya. Liziqi menjual berbagai makanan macam makanan seperti yang kau lihat di bawah ini, kalau di kita mah sejenis UMKM atau home (made) industry.
 

Sejak pertama menonton videonya Liziqi aku langsung terpesona dengan visual yang aesthetic dan eye pleasure. Nggak salah ya kalau netyzen sampai menjulukinya sebagai the queen of quarantine saking terkenalnya ia saat PSBB kemarin. Videonya Liziqi ini bagaikan oase di tengah panasnya sauna di angkot jurusan Leuwi Panjang – Soreang. Ngademin... bener 🌬️🍃.

Kupikir Liziqi sangatlah jeli melihat celah kosong potensial pengguna social media. Seperti yang kita tahu, YouTube dipenuhi video berkonten ATM (amati, tiru, modifikasi) sampah dan mengedepankan kehidupan imajiner yang cepat khas masyarakat urban. Liziqi sadar kalau ia mengikuti arus kecil kemungkinan ia akan memenangkan persaingan. 

So, Liziqi memilih untuk melawan arus dan menciptakan konten (ber-mazhab) alternatif dengan memanfaatkan apa yang dimilikinya. Liziqi pun mempersembahkan konten slow living-nya  untuk orang-orang yang jenuh dengan kehidupan perkotaan, sama seperti yang ia rasakan dulu.

Tinggal di desa dan menjalani kehidupan yang damai adalah impian para calon pensiunan (sejauh yang ku tahu) dan angan-angan 7-5 worker yang tinggal di perkotaan. Termasuk aku, yang pernah bercita-cita menjadi arsitek, memiliki perkebunan dan hidup bahagia selamanya macem ending film Disney 😁. 

Terima kasih Liziqi... karenamu aku jadi ingin membeli Lembang berikut Boscha-nya ✨👌🏻. 

 

Setiap kali menonton videonya Liziqi aku selalu mengamati keberadaan neneknya, masih hidupkah? Hehe 😅 Aku selalu suka saat Liziqi berinteraksi dengan neneknya sekalipun cuma ngobrol di depan hawu, kasih sayangnya terlihat saat ia mengisi mangkuk neneknya, menyeduhkan minuman dan membuatkan selimut yang beneran DIY.

Video Liziqi rata-rata berdurasi 5-20 menit, terhitung cepat ya karena biasanya video di YouTube berdurasi 30-60 menit atau lebih. Yang mesti diapresiasi disini adalah effort-nya Liziqi dalam mengekstraksi (yakali manggis 😋) proses yang terjadi di baliknya, yang kadang mencangkup beberapa season. 

Misalnya video tentang Tomat, Liziqi akan memperlihatkan pada kita proses yang terjadi sebelum Tomat tersebut berakhir dimasak. Dimulai dari proses penyemaian, pemindahan tanaman, panen dan opsi masakan apa aja yang bisa dibuat menggunakan tomat. Begitu pun saat ia membuat selimut untuk neneknya. Kupikir kau mesti menonton videonya untuk mengerti apa yang kumaksud 😉.
 

Seperti yang kusebutkan di atas, Liziqi adalah orang yang jeli, ia peduli pada detail dan rapi. Setiap kali memasak ia akan menempatkan properti vas yang akan diisi dengan bunga yang berbeda-beda tergantung season. Ia juga akan memastikan rambutnya rapi meski harus memotong bambu dan membajak sawah. Ia juga akan memilih setiap bahan makanan dengan hati-hati dan secukupnya.

Salah satu ciri khasnya adalah gaya berpakaiannya yang vintage dengan sentuhan fairy tale macem ciwik di film vampire China. Karena hal itulah ia juga dijuluki sebagai Disney princess cabang bercocok tanam dan pengabdian pada keluarga 😆. Kuyakin pasti hampir setiap mamak-mamak mendambakan seorang anak macem Liziqi 😌.

Mamaku juga...

Setiap kali menonton video Liziqi aku merasa sedang memasuki dimensi lain, berasa wow... kok bisa sih... Karena kepopulerannya muncul video berkonten sejenis, meski kualitasnya belum bisa menyamai Liziqi aku sangat mengapresiasi para mb di China sana yang berlomba-lomba membuat video khas daerahnya masing-masing. *nggak perlu di-search, nanti juga direkomendasiin YouTube 😋.
 

Bersama Liziqi aku menemukan kedamaian dan kesadaran terutama mengenai konsep sustainable living. Kalau kita menjaga alam, niscaya alam pun akan menjaga kita. Asyik banget sih rumahnya, mau apa-apa tinggal ngambil di halaman rumahnya. Untuk setiap proses  pengolahan Liziqi menggunakan supporting tools sederhana warisan keluarganya. Keren nggak tuh 🤔.

Banyak hal yang bisa dipelajari dari Liziqi, diantaranya adalah untuk nggak bersikap serakah. Kalau diperhatikan Liziqi nggak pernah mengambil (panen) lebih dari kebutuhannya (kecuali kalau mau diproses), secukupnya, beda dengan kita yang senang menimbun meski nggak butuh-butuh banget.

Saat kuliah Pici pernah bilang kalau makanan yang disajikan merepresentasikan proses yang sudah dilalui, yha~ aku menemukannya pada Liziqi. Proses pengawetan makannya pun terbilang amazing ya... aku jadi tahu cara membuat daging asap dan telur asin 1000 tahun dari menonton video Liziqi. Begitu pun dengan kendi-kendi tanah liat yang kukira arak, ternyata isinya bumbu basah dongs haha 🤣.

Selain itu, yang cukup menyita perhatianku adalah tungku outdoor-nya yang berbentuk kepala anjing. Tadinya kupikir tungku itu adalah warisan dari kakeknya (sudah ada dari dulu). Ternyata eh ternyata bikin sendiri 😅. Jangankan tungku, pager serumaheun dan halamannya ia kerjakan sendiri 🥺 Kadang ada sih beberapa kerabatnya yang hadir di video tapi nggak sering.

Untuk menjawab pertanyaan netyzen apakah ia mengaplikasikan konsep sustainable living sejuta persen, Liziqi membuat video yang menunjukkan bahwa ia adalah manusia biasa yang menggunakan teknologi di kesehariannya. Lahhh... gadget dan internet juga teknologi meur... 😋 Ada scene dimana ia naik motor mengambil paket, laptopan dan menyimpan makanan di kulkas.


Meski kadang kumerasa kehidupan yang ditampilkannya too-good-to-be-true aku suka caranya mempresentasikan apa yang dilakukannya.

Ohya... Yang belum nonton pada nonton gih 😁


Credit: FB & screenshot
Share
Tweet
Pin
Share
2 comments


Hay... Day...

Beberapa minggu yang lalu aku sempat video call-an dengan teman-temanku sekalyan, selain membahas tentang situesyen terkini kita juga sempat membahas tentang makna pertemanan (c, c, c, ciee... 😁) dan kedewasaan 😋. Sesi video call tersebut kemudian mengingatkanku pada... draft post yang lagi-lagi mandeg atas nama distraksi duniawi 🤣.

Draft post ini ditulis pada tahun 2018, jadi ya... harap maklum kalau agak... yagitu deh 😅. Honestly, concern-ku saat itu adalah tentang pertemanan dewasa (mature friendship) karena selama hiatus hubungan kita hanya sebatas member di WAG 😅 Dan memang... begitu kembali, first impression-ku adalah “BOOOOMMM” 💥. Well... yang kutulis di post ini adalah apa yang pernah kurasakan saat berada dalam berbagai circle pertemanan.

***

SALTY FIRST...

Aku lupa pernah membaca dimana yang jelas pertanyaan ini selalu kuingat setiap kali bersinggungan dengan orang lain.

Hal apa yang paling penting untukmu?

IYK, hal yang paling penting untukmu adalah hal pertama yang kamu nilai dari orang lain 😁. 

Kupikir hal ini benar adanya. Orang yang menganggap penting derajat senantiasa akan selalu memperhatikan (apa yang dianggap sebagai 😌) derajat berkaca dari apa yang ia nilai dari orang lain. Pun. Orang yang menganggap penting penampilan senantiasa akan selalu memperhatikan penampilannya berkaca dari apa yang ia nilai dari orang lain.

Terdengar familiar bukan?

Dalam keseharian kita dibiasakan untuk menilai dan dinilai secara visual, bukan secara esensi (haha ini belum nemu padanan kata yang pas 😅, tapi intinya faham kan? 😊). Termasuk diantaranya adalah penilaian dari sesama ciwik yang reality-nya tsadesss banget cui... dan kadang sampai bikin gumoh 🤮. Pernah ada yang menilaiku berdasarkan trend dan brand yang kupakai, well... kupikir ini cukup menggangu ya 🙄. 

Ia bilang bahwa orang bisa dilihat dari apa yang ia pakai (honestly, untuk point ini aku setuju 👌🏻) dan ia menilai bahwa aku kurang dewasa dan berkelas berdasarkan pemilihan barang yang kupakai. In short way, kalau ingin tahu seperti apa penampilan yang dewasa dan berkelas aku bisa mencontek apa yang ia pakai dan mungkin berguru padanya.

Yawla... Inginku ngikik tapi inget bukan kuda 😂.

Menurutnya: jam tangan Fossil ber-strap metal dan berwarna emas lebih keren ketimbang jam tangan QnQ favorite-ku. Dompet Coach yang (saat itu sedang) hype lebih keren ketimbang dompet Milk Teddy hadiahku lulus masuk ma’had. Ria Miranda, Kamiidea, Buttonscarves dan sederet brand dengan collectible items-nya lebih keren ketimbang unknown - unbrand - uncollectible items yang sedang kupakai.

🤔

One thing you should know...

BODO AMAATTT!!!! 🔥🔥🔥
Gini banget ya jadi (orang) dewasa - (Lestari , waktu masih 28 yo).

Kupikir, selain memberikan manfaat barang kumiliki haruslah memberikan kebahagiaan, atau kalau kata Marie Kondo mah: sparks joy. Meski kadang impulsif, aku percaya bahwa membeli barang yang nggak kusukai adalah salah satu cara terbaik untuk menggadaikan kebahagiaan.

Pernah ada masanya ketika aku terpaksa memenuhi tuntutan orang-orang, membeli ini itu, pergi kesana kesini dan sok asyik. Kenapa kok mau? Karena aku nggak faham bagaimana (caranya) jadi (orang) dewasa 🤷🏻‍♀️. Memang, untuk bertahan di society kita terkadang harus mengikuti arus, tapi ya mau sampai kapan?

Saat kecil ingin segera dewasa, namun setelah dewasa ingin jadi anak kecil lagi sebagaimana saat kuliah ingin segera bekerja namun setelah bekerja ingin kembali kuliah.

SUGAR-COATED WORDS ADALAH BAGIAN DARI ADULTHOOD

Selain orang yang gemar menye-menye ganjen tapi ujung-ujungnya minta ini itu, aku kurang begitu... apa ya... attach dengan orang yang gemar perez. Malay aja kalau dekat-dekat karena bawaannya pasti sensi 😅. Bagiku perez mengaburkan batas antara pujian dan basa basi. Kalau tujuan dari perez adalah untuk menyenangkan lawan bicaranya, ehm... mon maap nih mb, kita sama-sama tahu kebanyakan orang sadar banget saat dirinya diperezin 😌. 

Mungkin maksudnya ingin mengambil hati, masalahnya, kalau sekedar basa basi artinya lau mengecilkan arti ketulusan dalam pujian. Sayangnya, sebagai orang dewasa kita selalu dituntut untuk menyenangkan lawan bicara ... suka atau nggak suka. Yuyur aja aku malay kalau udah begini, sugar coated words is not so me. Yap. Realistis aja nih ya review-nya...

Aku memang jarang memuji, tapi ini bukan gegara hidupku dipenuhi kedengkian tapi karena kupikir: you’ve only got what you deserve, lebih pada appreciate. Makanya aku lebih suka kasih ❤️ ketimbang kasih komentar “cantik beb”.

BEGITU PUN DENGAN #pertemanantoxic

Aku bukan tipikal orang yang senang dan membiasakan diri untuk berkelompok, teman dekat pasti ada tapi nggak berkelompok a.k.a nge-geng. Simple aja sih, karena dulu kupikir kita semua berteman... 🦗 😅. Orang sering membandingkan dan mempertanyakan kenapa aku hanya memiliki sedikit teman, bahkan di dunia maya sekalipun. Eym... aku lebih senang untuk berteman dengan orang-orang yang kukenal secara personal makanya temannya itu-itu aja, sedikit tapi verified ✔️.

Pada akhirnya kita akan memilih circle pertemanan dengan frekuensi, minat dan mindset yang sama. Dijauhkan karena nggak sefaham dengan circle-nya seseorang... sudah pernah 😅. Alasan lainnya, aku kurang bisa 'mengangkat' khalayak circle sekalian. Satu hal yang kupertanyakan: teman macam apa yang menakar untung dan ruginya suatu pertemanan? Kupikir teman seharusnya ikut berbahagia saat kau berbahagia, bukan berbahagia karena (ikut) memiliki kebahagiaan yang sama.

Burn the bridge

Di masa hype-nya Twitter aku pernah mengalami kejadian yang cukup membuatku gedeg sekaligus il-feel. Suatu malam saat sedang mengerjakan tugas notifikasi Twitterku berbunyi, setelah kucek ternyata aku di-mention oleh temannya teman (yang sama sekali nggak pernah ku kenal secara personal 🙄) dalam tweet-nya, aku lupa bahasanya gimana namun kurang lebih sih begini:

@ygmention: @ygdimention1 @ygdimention2 @ygdimention3 @ygdimention4 cuma orang-orang pilihan yang bisa gawl sama kita cc @aku

🙄

Tadinya aku ingin mengabaikannya, tapi setelah dipikir-pikir eh... kayanya salah satu temanku pernah mengatakan hal yang sama deh. Kalyan bersekutu apa memang sekufu? 🤔. Kalau tujuannya untuk menunjukkan keekslusifan circle-nya, tapi yang ada aku malah merasa geli sendiri... Ini lagi rekrut member apa gimana sist? Si guweh #gagalfaham yeuh *samar-samar terdengar suara Puan teriak soliddd... soliddd... soliddd... 🤣.

Sebelum aku sempat me-reply mention-nya @ygmention sudah lebih dulu menghapus tweet-nya, tapi tetap aja ya aku sudah pernah melihat tweet-nya dan reply dari yang para @dimention. Hadehhh... terlepas dari betapa cemennya menghapus tweet, kurasa ini adalah cara paling sampah untuk memulai pertikaian dan membuatnya di-notice 😤. Tuman pick me siya😌.

Untuk menghindari polusi visual di timeline Twitter-ku, aku memutuskan untuk me-mute (bukan mem-block) akun temanku yang terhubung dengan circle sampah itu. Kupikir dalam hidup ini sekurang-kurangnya kita mesti memiliki integritas. Satu-satunya kesalahan temanku saat itu adalah ia nggak memiliki boundaries sehingga orang lain bisa dengan leluasa turut campur (bahkan cenderung borderless) dalam kehidupannya.

Temanku (yang lain) berpikir bahwa keputusanku me-mute akun temanku adalah keputusan yang ‘nggak nyambung’, yang berbuat kan temannya kenapa malah ia yang kena getahnya. Well... yang sebenarnya kulakukan adalah cut the head alias melenyapkan sumber masalah, (kupikir) semua itu nggak akan terjadi kalau sedari awal temanku punya sikap. Yha~ nggak semua orang cukup tahu diri untuk nggak melewati batas.

SESEKALI BASA BASI BUSUK

Mungkin bukan Cuma aku berpikir begini, namun kadang merasa nggak habis pikir dengan orang yang mempertanyakan ke-single-anku. Sampai ada yang tanya “kamu nggak malu single?” yang pastinya kujawab dengan: “nggak”. FYI. Aku bukan penjahat, bukan koruptor, bukan pemerintah. Kenapa mesti malu? 

Saat bertemu dengan teman lama sering kali yang pertama ditanyakan adalah “sudah menikah belum?” serius nih nggak nanya kabar? 😅 Aku sakit loh... 😂. Aku nggak masalah ditanya begini, yang menjadi masalah malah pertanyaan lanjutannya “Kenapa belum nikah?” yang akan dilanjutkan (bahkan sebelum sempat kujawab) dengan “Jangan terlalu pilih-pilih... BLABLABLA...”.

Eym... Kita jajan aja milih kali ah, masa partner nggak milih... 😅 Kenapa menjadi masalah? Karena aku jadi mempertanyakan (no offense please...) “emang dulu situ nggak milih ya?” 😏.

Hidup ini keras yakawan... 😌

EGO YANG BERTABRAKAN

Sebagai makhluk sosial yang senang kumpul sana sini, kupikir setiap pertemuan selalu menyisakan ketidakpuasan. Ngaku deh... 😁. Kadang aku pusing meng-compare dan meng-cross check statement antara yang ono dan yang ini, rieut hamba... 🤦🏻‍♀️. Kupikir adalah keharusan bagi kita untuk mencari jalan tengah yang bisa mengakomodir semua kebutuhan dan keinginan tanpa mesti bersinggungan. Sayangnya, seringkali hal ini kerap dipersulit oleh ego yang bertabrakan sehingga rencana tinggaL wacana.

Mungkin pernah mengalami, terjebak menonton obrolan masa kini saat bertemu.

Percayalah, meski nggak ikutan nimbrung sebenarnya aku mengerti kok apa yang diobrolin, nggak ikutan ngobrol bukan berarti nggak faham 😅. Toh hal-hal semacam fashion, skincare dan lifestyle thingy lainnya adalah hal yang biasa, maksudnya, pasti diikuti perkembangannya. Dunia bukan cuma milik kalian yang setiap kali kumpul selalu berusaha mengambil alih obrolan dengan memaparkan standar, namun juga milik jellies yang sering masuk-masukin items ke keranjang Shoppe dan membiarkannya ngendon selama berbulan-bulan.

Bentar... Bentar... Sisanya masih di-edit dulu 😅
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ▼  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ▼  Aug (2)
      • Cieee... Dewasa
      • You Tube Crush: Liziqi
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ►  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ►  Apr (1)

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates