Cieee... Dewasa

by - August 30, 2020


Hay... Day...
Haha 

Beberapa minggu yang lalu aku sempat video call-an dengan teman-temanku sekalyan, selain membahas tentang situesyen terkini kita juga sempat membahas tentang makna pertemanan (c, c, c, ciee... 😁) dan kedewasaan 😋. Sesi video call tersebut kemudian mengingatkanku pada... draft post yang lagi-lagi mandeg atas nama distraksi duniawi 🤣.

Aku ingat pernah menuliskan draft post ini sebab pernah mempertanyakan apalah artinya pertemanan kita selama ini *eh Draft post ini ditulis pada tahun 2018. Honestly, concern-ku saat itu adalah tentang pertemanan dewasa (mature friendship) karena selama hiatus hubungan kita hanya sebatas member grup WA 😅 Dan memang... begitu kembali, first impression-ku adalah “BOOOOMMM” 💥. 

Well... perlu kutegaskan bahwa yang kutulis di post ini adalah apa yang pernah kurasakan saat berada dalam berbagai circle pertemanan. Selebihnya hanya mengkristisi 😉. Dan yha~ sebagian post ini ditulis pada tahun 2018, jadi ya... harap maklum kalau agak... yagitu deh 😅.

Salty first...

Aku lupa pernah membaca dimana yang jelas pertanyaan tentang hal penting ini selalu kuingat setiap kali bersinggungan dengan orang lain.

Lemme ask you... 

Hal apa yang paling penting untukmu? 

Apakah harkat? Martabat? Derajat? Penampilan? Pengakuan? Penilaian? (Silahkan pilih semaumu... semua juga boleh 😉)

Sudah?

Lemme tell you...

Hal yang paling penting untukmu adalah hal pertama yang kamu nilai dari orang lain.

😁

Kupikir hal ini benar adanya. Orang yang menganggap penting derajat senantiasa akan selalu memperhatikan (apa yang dianggap sebagai 😌) derajat berkaca dari apa yang ia nilai dari orang lain. Pun. Orang yang menganggap penting penampilan senantiasa akan selalu memperhatikan penampilannya berkaca dari apa yang ia nilai dari orang lain.

Terdengar familiar bukan?

Dalam keseharian kita dibiasakan untuk menilai dan dinilai secara visual, bukan secara esensi (haha ini belum nemu padanan kata yang pas 😅, tapi intinya faham kan? 😊). Termasuk diantaranya adalah penilaian dari sesama ciwik yang reality-nya tsadesss banget cui... dan kadang sampai bikin gumoh 🤮.

Pernah ada yang menilaiku berdasarkan trend dan brand yang kupakai, well... kupikir ini cukup menggangu 🙄. Ia bilang bahwa orang bisa dilihat dari apa yang ia pakai (honestly, untuk point ini aku setuju 👌🏻) dan ia menilai bahwa aku kurang dewasa dan berkelas berdasarkan pemilihan barang yang kupakai. 

In short way, kalau ingin tahu seperti apa penampilan yang dewasa dan berkelas aku bisa mencontek apa yang ia pakai dan mungkin berguru padanya.

🤨

Yawla...
Inginku ngikik tapi inget bukan kuda 😂. 

Menurutnya: jam tangan Fossil ber-strap metal dan berwarna emas lebih keren ketimbang jam tangan QnQ favorite-ku. Dompet Coach yang (saat itu sedang) hype lebih keren ketimbang dompet Milk Teddy hadiahku lulus masuk ma’had. Ria Miranda, Kamiidea, Buttonscarves dan sederet brand dengan collectible items-nya lebih keren ketimbang unknown - unbrand - uncollectible items yang sedang kupakai.

🤔

One thing you should know...

🔥 BODO AMAATTT!!!! 🔥
Gini banget ya jadi (orang) dewasa - (Lestari , waktu masih 28 yo).

Kupikir, selain memberikan manfaat barang kumiliki haruslah memberikan kebahagiaan, atau kalau kata Marie Kondo mah: sparks joy. Meski kadang impulsive, aku percaya bahwa membeli barang yang nggak kusukai adalah salah satu cara terbaik untuk menggadaikan kebahagiaan.

Pernah ada masanya ketika aku terpaksa memenuhi tuntutan orang-orang, membeli ini itu, pergi kesana kesini dan sok asyik. Kenapa kok mau? Karena aku nggak faham bagaimana (caranya) jadi (orang) dewasa 🤷🏻‍♀️. Memang, untuk bertahan di society kita terkadang harus mengikuti arus, tapi ya mau sampai kapan?

Saat kecil ingin segera dewasa, namun setelah dewasa ingin jadi anak kecil lagi sebagaimana saat kuliah ingin segera bekerja namun setelah bekerja ingin kembali kuliah.

Sugar coated words adalah bagian dari adulthood

Selain orang yang gemar menye-menye ganjen tapi ujung-ujungnya minta ini itu, aku kurang begitu... apa ya... attach dengan orang yang gemar perez. Malay aja kalau dekat-dekat karena bawaannya pasti sensi 😅. Bagiku perez mengaburkan batas antara pujian dan basa basi.

Kalau tujuan dari perez adalah untuk menyenangkan lawan bicaranya, ehm ... mon maap nih mb, kita sama-sama tahu kebanyakan orang sadar banget saat dirinya diperezin 😌. Mungkin maksudnya ingin mengambil hati, masalahnya, kalau sekedar basa basi artinya lau mengecilkan arti ketulusan dalam pujian.

Sayangnya, sebagai orang dewasa kita selalu dituntut untuk menyenangkan lawan bicara ... suka atau nggak suka. Yuyur aja aku malay kalau udah begini, sugar coated words is not so me. Yap. Realistis aja nih ya review-nya...

Aku memang jarang memuji, tapi ini bukan gegara hidupku dipenuhi kedengkian tapi karena kupikir: you’ve only got what you deserve, lebih pada appreciate. Makanya aku lebih suka kasih ❤️ ketimbang kasih komentar “cantik beb”.

Begitu pun dengan #pertemanantoxic

Aku bukan tipikal orang yang senang dan membiasakan diri untuk berkelompok, teman dekat pasti ada tapi nggak berkelompok a.k.a nge-geng. Simple aja sih, karena dulu kupikir kita semua berteman ... 🦗 😅.

Orang sering membandingkan dan mempertanyakan kenapa aku hanya memiliki sedikit teman, bahkan di dunia maya sekalipun. Eym ... aku lebih senang untuk berteman dengan orang-orang yang kukenal secara personal makanya temannya itu-itu aja, sedikit tapi verified ✔️.

Semakin berumur teman semakin sedikit. Itu benar. Pada akhirnya kita akan memilih circle pertemanan dengan frekuensi, minat dan mindset yang sama. Dijauhkan karena nggak sefaham dengan circle-nya seseorang ... sudah pernah 😅. Alasan lainnya, aku kurang menguntungkan khalayak circle sekalian. 

Haddeehhh ... Satu hal yang kupertanyakan: teman macam apa yang menakar untung dan ruginya suatu pertemanan? Kupikir teman seharusnya ikut berbahagia saat kau berbahagia, bukan berbahagia karena (ikut) memiliki kebahagiaan yang sama.

Pernah ada yang sengaja bilang: “Cuma orang-orang pilihan yang bisa jadi temanku” Mungkin tujuannya untuk menunjukkan keekslusifan circle-nya, tapi yang ada aku malah merasa geli sendiri ... Ini lagi rekrut member apa gimana sist? Si guweh #gagalfaham yeuh haha 🤣.

Burn the bridge

Di masa hype-nya Twitter aku pernah mengalami kejadian yang cukup membuatku gedeg sekaligus il-feel

Suatu malam saat sedang mengerjakan tugas notif Twitterku berbunyi, setelah kucek ternyata aku di-mention oleh temannya teman (yang sama sekali nggak pernah ku kenal secara personal 🙄) dalam tweet-nya, aku lupa bahasanya gimana namun kurang lebih sih begini: 

@yangmention: @yangdimention1 @yangdimention2 @yangdimention3 @yangdimention4 cuma orang-orang pilihan yang bisa gawl sama kita cc @aku

🙄

Tadinya kuberniat untuk mengabaikannya, tapi setelah dipikir-pikir kelakuannya sampah banget maka kuberniat untuk me-reply mention mereka. Tuman 😌. Belum sempat kurealisasikan niatku, @yangmention sudah lebih dulu menghapus tweet-nya. Entah apa pertimbangannya, yang jelas aku sudah pernah melihat tweet-nya dan reply-nya.
 
Disini aku nggak habis pikir kok bisa ya segegabah itu me-mention orang yang nggak dikenal secara personal via Twitter. Apakah itu caranya untuk berkenalan dan memulai pertikaian? 🤔 Kalau ya. Kupikir itu adalah cara  paling sampah untuk membuatnya di-notice 😤.

Yang kulakukan selanjutnya adalah me-mute (bukan mem-block) akun temanku. Kenapa malah temanku? Kupikir dalam hidup ini sekurang-kurangnya kita mesti memiliki integritas. Satu-satunya kesalahan temanku saat itu adalah ia nggak memiliki boundaries sehingga orang lain bisa dengan leluasa turut campur (bahkan cenderung borderless) dalam kehidupannya.

Temanku (yang lain) berpikir bahwa keputusanku me-mute akun temanku adalah keputusan yang ‘nggak nyambung’, yang berbuat kan temannya kenapa malah ia yang kena getahnya. Well... yang sebenarnya kulakukan adalah cut the head alias melenyapkan sumber masalah, (kupikir) semua itu nggak akan terjadi kalau sedari awal temanku punya sikap.

Benang merah terbentang. Apakah mereka berada di universe yang sama? 😏

Sesekali Basa Basi Busuk

Mungkin bukan Cuma aku berpikir begini, namun kadang merasa nggak habis pikir dengan orang yang mempertanyakan ke-single-anku. Sampai ada yang tanya “kamu nggak malu single?” yang pastinya kujawab dengan: “nggak”. FYI. Aku bukan penjahat, bukan koruptor, bukan pemerintah. Kenapa mesti malu? .

Saat bertemu dengan teman lama sering kali yang pertama ditanyakan adalah “sudah menikah belum?” serius nih nggak nanya kabar? 😅 Aku sakit loh ... 🥺 haha Aku nggak masalah ditanya begini, yang menjadi masalah malah pertanyaan lanjutannya “Kenapa belum nikah?” yang akan dilanjutkan (bahkan sebelum sempat kujawab) dengan “Jangan terlalu pilih-pilih ...BLABLABLA ...”.

Eym ... Kita jajan aja milih kali ah, masa partner nggak milih ... 😅 Kenapa menjadi masalah? Karena aku jadi mempertanyakan (no offense please ...) “emang dulu situ nggak milih ya?” 😏.

Hidup ini keras yakawan... 😌

Ego yang bertabrakan

Sebagai makhluk sosial yang senang kumpul sana kumpul sini, kupikir setiap pertemuan selalu menyisakan ketidakpuasan. Ngaku deh... hehe Kadang aku pusing meng-compare dan meng-cross check statement antara yang ono dan yang ini, rieut hamba... 🤦🏻‍♀️

Kupikir adalah keharusan bagi kita untuk mencari jalan tengah yang bisa mengakomodir semua kebutuhan dan keinginan tanpa mesti bersinggungan. Sayangnya, seringkali hal ini kerap dipersulit oleh ego yang bertabrakan sehingga rencana tinggallah wacana.

Mungkin pernah mengalami, terjebak menonton obrolan masa kini saat bertemu. 

Percayalah, meski nggak ikutan nimbrung sebenarnya aku mengerti kok apa yang diobrolin, nggak ikutan ngobrol bukan berarti nggak faham 😅. Toh hal-hal semacam fashion, skincare dan lifestyle thingy lainnya adalah hal yang biasa, maksudnya, pasti diikuti perkembangannya. 

Dunia bukan cuma milik kalian yang setiap kali kumpul selalu berusaha mengambil alih obrolan dengan memaparkan standar, namun juga milik jellies  yang sering masuk-masukin items ke keranjang Shoppe dan membiarkannya ngendon selama berbulan-bulan.

Bentar... Bentar... Sisanya masih di-edit dulu 😅

You May Also Like

0 comments

Feel free to leave some feedback after, also don't hesitate to poke me through any social media where we are connected. Have a nice day everyone~