Photo by Brady Knoll from Pexels |
Hay…
Untuk tahun ini aku nggak membuat annual post akhir tahun ya, ketiduran… bangun-bangun eh udah ganti tahun 😅. Lagi pula, resolusi tahunanku masihlah sama dengan tahun-tahun sebelumnya jadi lebih baik dilanjut aja dengan beberapa penyesuaian sana sini. Toh, aku masihlah orang yang sama, yang berbeda mungkin isi kepala yang semakin bertumbuh ✨👌🏻.
Selama ini aku senang mendokumentasikan apa yang terjadi di hidupku, entah itu berupa foto, gambar, note atau tulisan panjang seperti yang sedang kau baca saat ini.
Kemudian aku menemukan bahwa aku bisa mengetahui proses tumbuh kembang yang kualami melalui dokumentasi. Saat kuliah, dosenku pun menganjurkan hal yang sama, agar mendokumentasikan proses kreatif yang dilakukan karena dokumentasi adalah cara terbaik untuk membuktikan orisinalitas ide ✨👌🏻.
Dibandungkan dengan orang Eropa, pada dasarnya orang Indonesia lebih senang bertutur kata ketimbang menyusun naskah peradaban, daun lontar terlalu sustainable yakawan dan batu kali susah dipahat 😌. Salah satu hikmah kedatangan VOC di Hindia Belanda adalah mereka rajin mendokumentasikan apa yang mereka temukan.
Kalau VOC nggak pernah mengirim peneliti dan drafter ke pelosok Papua, kita mungkin akan terlambat tahu bahwa Burung Cendrawasih ada banyak jenisnya, kita mungkin akan terlambat tahu bahwa pohon Sukun bisa diberdayakan di daerah beriklim non tropis dan kita akan terlambat tahu bahwa kamus Bahasa Sunda ori super HD kini berada di Belanda 🥺.
VOC adalah 2 sisi koin emas Jack Sparrow 🪙.
Kalau VOC nggak pernah menginjakkan kaki di Hindia Belanda, nggak akan ada yang pernah mendokumentasika kekayaan flora dan fauna yang tersebar di seluruh nusantara. Makanya nggak salah kalau ada ungkapan: kalau ingin mengenal Indonesia lebih dalam, datanglah ke Belanda. Toh, segala macam dokumentasi udah ‘diamankan’ disana 😉.
Untuk hal ini aku sih yes. Aku sangat berharap pemerintah Belanda nggak jadi mengembalikan artefak yang pernah dicuri kembali ke Indonesia, SDM kita belum mampu menanganinya. Yha~ sayang aja kalau ujung-ujungnya malah jadi collectible items incarannya pejabat atau influencer, diklaim atas nama pribadi meski nggak ngerti-ngerti amat 🥲.
Eh,
Udah sampe Belanda aja nih intronya 😁.
Balik lagi ke Indonesia ya, ke Bandung, ke altar WFH, kepadaku 🤗.
Tentcunya, aku pun sangat menikmati bagimana aku mendokumentasikan hidupku, dari diary, printilan-nggak-penting-tapi-ingin-punya, catatan padahal curhatan, foto-foto, video-video etc. Aku punya banyak dokumentasi dari acara inilah itulah, maka nggak jarang kalau ada teman yeng tetiba mengontak karena ingin throwback pake foto lawas.
Meski nggak penting-penting amat aku pun sering mendokumentasikan apa yang kumakan, kuminum, kulakukan dan hal-hal yang kuanggap penting. Ujung-ujungnya mah tetap dihapus kok 😅. Setiap habis menonton film atau drakor aku selalu mengusahakan untuk membuat review-nya, begitu pun dengan membaca buku jalan-jalan apalagi.
Nggak tahu niya dengan kalyan namun aku merasa kini semua hal mesti banget didokumentasikan, mungki gegera social media juga kali ya. Kadang bingung juga siya dengan cara kita (as a human) menjalani hidup saat ini, apa-apa dijadikan konten dan kini kita terbiasa dengannya.
Dengan segala tetek bengek perkontenan ini, sejujurnya, sejak beberapa tahun lalu aku merasa kurang menikmati hidup. Sense-ku terasa tumpul dan banyak momen yang kurang bisa kunikmati, gimana ya… flat aja gitu macem Lays. Kadang merasa capek melihat kehidupan mesti dibuat double macem akun Twitter, ada akun personal dan ada akun alter.
Beberapa tahun lalu aku sempat melakukan social media detox, kupikir itu adalah hal yang menenangkan sekaligus menyenangkan karena aku bisa fokus menjalani kehidupan di dunia nyata. Wacana untuk kembali melakukan social media detox sering mampir, namun terhalang oleh kerjaanku yang memang membutuhkanku untuk terus melek di social media.
Dan pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya ini membuatku rajin mengecek keadaan teman-temanku via social media. Ngecek doang, interaksi kagak 😅 At least aku tahu mereka masih ‘ada’ ketika update status. Begitu pun denganku, meski hanya sekedar berbagi meme (yang seringnya hanya lucu untukku sendiri 😂) aku ingin kau tahu bahwa aku masih ‘ada’ ✨👌🏻.
Ohya, aku melewatkan momen pergantian ulang tahunku karena (lagi-lagi) ketiduran makanya nggak adalah annual birthday post yang diawali dengan kalimat happy birthday to me… 😉.
Aku lupa sejak kapan namun sampai saat ini aku nggak punya resolusi hidup spesifik yang pake target usia, yha~ nggak semua hal bisa diukur 😅. Aku punya keyakinan ✨👌🏻. Setiap harinya kita berusaha untuk menjadi lebih baik bukan? dan untuk menjadi lebih baik itu kita nggak mesti menunggu valiadasi dari orang lain.
Setiap kali membahas validasi aku selalu ingat bio-nya Ana di awal main IG yakni: “I post to express, not to impress”. So far, this mantra works on me 🥺.
Di tahun yang baru ini, kupikir aku harus kembali lebih santai dalam menyikapi hal-hal (yang akan datang) nggak overthinking atau membebani diri. Mungkin aku akan membiarkan diri melakukan apa yang kuinginkan sesuai mood 🤣.
Jadi, harap maklum ya kalau post-ku kelak akan terlambat di-publish, aku ingin menikmati secara utuh momen kehidupanku. Setelah puas baru akan kubagikan. I need space as drakor did to my laptop 🙂.
Haha
Jauh-jauh ke Belanda ujung-ujungnya butuh space 😂.
Anyway… happy birthday! 🎉