Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hello… sobat overthinking 🙋🏻‍♀️.

Di akhir tahun yang kebanyakan beritanya tentang banjir dan hujan yang turun terus menerus ini akhirnya… aku menyelesaikan buku Filosofi Teras 🥳.

Bukan hal yang mudah tentcunya bagiku untuk menyelesaikan sebuah buku saat mesti terdistraksi duniawi, ada aja nuna ninu nunu nana-nya 💆🏻‍♀️. Ohya, aku membeli buku Filosofi Teras ini di tahun lalu di masa pandemic 1.0 dengan harapan agar #stayathome ku lebih berarti. Saat itu aku membeli 2 buku (sotoy amat ya 😁) yakni FIlosofi Teras dan Sebuah Seni untuk Bersikap Bodo Amat.

Bahkan hingga tahun berganti pun aku hanya sanggup membaca halaman awalnya aja, nggak sanggup akutu membaca lebih dari sepuluh halaman… 🥺 Selain itu opening bukunya yakni bab-bab awal cukup membuatku stuck, bahasannya nggak nyampe di otakku 😂. Tentcu tanpa mesti ba-bi-bu lagi kutinggalkan buku Filosofi Teras begitu aja.

Sepanjang tahun 2021 (sampai sebelum post ini dirilis) aku udah berusaha untuk menyelesaikannya, sengaja dibawa kesana kesini agar dibaca tapi nggak mempan 😌. Kemudian aku mendadak senggang dan memutuskan untuk ber-silaturahmi kembali, alhamdulillah kali ini berhasil 😉.

Aku tahu buku FIlosofi Teras ini gegara ikutan Survei Khawatir Nasional-nya @henrymanmpiring. Kukira hanya survei iseng-iseng, tahunya dijadikan buku…

Aku jarang membaca buku ber-genre filsafat karena referensi bukunya sedikit, paling ya bukunya Jostein Gaarder (Sophie’s World, Orange Girl dan Ringmaster Daughter) sisanya nggak tahu 😅 Untukku, Dunia Sophie adalah perkenalan yang menarik dengan filsafat, berisi pertanyaan mendasar tentang penciptaan manusia, siapa aku?

Nah, kalau Dunia Sophie adalah filsafat yang dikemas melalui cerita fiksi, Filosofi Teras adalah filsafat yang dikemas melalui penceritaan santai. Iya sist… Santainya, santai yang bikin mikir 😅. Yang dibahas di buku Filosofi Teras adalah stoicism atau stoa yakni cabang dari filosofi kuno mengenai hidup less-drama. Sedangkan teras adalah tempat dimana para filsuf bertukar pikiran.

Menariknya, di masa Yunani kebanyakan pemimpin dan pejabat adalah seorang filsuf. Kupikir ini adalah hal yang make sense ya karena sejauh yang kupelajari filsuf adalah seorang thinker yang akan memikirkan pros and cons jauh sebelum bertindak. Mungkin ini juga alasan mengapa kepala negara mestilah merangkap sebagai negarawan 🤔.

Buku Filosofi Teras terdiri dari 12 bab dan beberapa wawancara ringan dengan beberapa narasumber lintas profesi, salah satunya adalah Citta Irlanie. Aku tahu mbnya ini karena pernah membaca blognya, kurekomendasikan bagi kalyan yang membutuhkan bacaan perlu mikir 😂.

Ohya, tagline-nya buku Filosofi Teras adalah: Filsafat Yunani Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini. Cocok banget niya karena pada dasarnya buku Filosofi Teras ini mengajak kita untuk menjalani hidup less-drama, less-baper dan less-over thinking. Sungguh sangat kurekomendasikan terutama bagi kalyan yang sulit tidur memikirkan hidup ✨👌🏻.

Aku nggak akan banyak nge-spill isinya ya… kupikir lebih baik kalau dibaca sendiri 😆 But seriously, Filosofi Teras ini adalah buku yang menyenangkan.

Menurutku kekurangan buku hanyalah layout halamannya, kalau biasanya teks pake justify, Filosofi Teras pakenya align jadinya agak siwer nih 😅 Selain itu font-nya kurang buku banget, jadi malah terasa sedang membaca via gadget.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Apa kabar? Coba tebak, sekarang musim hujan atau musim dingin? *jangan jawab musim pancaroba karena udah aku keep duluan 😅. Ohya, kabarku so far so good, cuma sering puyeng aja mikirin negara  😂#netizenteladan.

Sejujurnya aku sudah lupa kapan draft post ini kutulis, tahu-tahu ada aja weh di folder, keselip. Kalau nggak salah aku menulis post ini gegara membaca thread siapa gitu yang membahas tentang isokey menjadi medioker 💁🏻‍♀️.

Setelah membaca post-nya aku menyadari bahwa ternyata aku nggak sespesial martabak dan nggak masalah dengan itu 🙂.

Di masa akhir kuliah saat smartphone android mulai hype, di masa camera 360 itu lho ya… Ada satu momen dimana aku dikomentari begini; ‘ih kok kamu ngebosenin banget sih, kaya nggak ada keinginan’ gegara template smartphone-ku default alias pake bawaan pabrik. Paling banter ganti wallpaper dan lock screen 😅.

Kupikir default template itu lebih efisien ya sebab aku nggak mesti ribet download-in template-nya, dan sadar diri aja, aku memilih blog template bisa sampai berminggu-minggu laini smartphone template. Yapasti lama atuh ceu… 😂 Lagi pula aku lebih suka tampilan yang sleek, makanya kurang sreg dengan template yang lucu-lucu atau font kriwil-kriwil. Siwer mata hamba… 🤓.

Ternyata bahkan sampai aku bekerja pun komentar ‘ngebosenin’ atau ‘nggak ada keinginan’ kerap mampir. Bukan hanya untuk smartphone, melainkan untuk hal-hal yang melekat di diriku semacam pakaian, hobby atau bagaimana caraku menjalani hidup. Kadang kepikiran; apakah aku semembosankan itu? 😅.

Mungkin bagi orang lain aku membosankan tapi aku sih asyik-asyik aja 😂 #beladiri #tapibukansilat

Memang pernah ada masanya aku menyukai printilan lucu yang nggak-penting-tapi-ingin-punya *sekarang juga masih sih 😅 Tapi seiring berjalannya waktu aku menyadari bahwa efisiensi (terutama waktu) itu penting dan untuk mencapai efisiensi diperlukan ekosistem yang mendukung. Salah satunya adalah kemudahan membaca chat, kalau template-nya lucu yang ada aku malah terdistraksi duluan kali ah.

Begitu pun dengan pakaian, bukannya aku nggak suka atau nggak mengikuti fashion, kalau disuruh memilih aku pasti akan memilih yang style-nya paling okcey, tapi kalau disuruh membeli aku pasti akan membeli yang paling nyaman dan nggak ribet maintenance-nya. Cakep memang butuh effort, tapi kalau bisa dibuat ribet-less kenapa nggak? 💁🏻‍♀️.

Saat kuliah aku nggak punya cukup waktu utuk memilih pakaian atau sekedar mix and match, pokoknya ambil aja yang ada di depan mata, deadline lebih ngerayyy soalnya 😂. Untuk memudahkan, aku membeli beberapa kemeja dengan warna yang berbeda. Problem solved ✨👌🏻!. Aku bahkan membuat urutan kemeja yang akan kupake dari hari Senin sampai Jum’at.

Saking seringnya pake kemeja, dosenku sampai berkomentar; mb Lestari kalau kuliah pakaiannya rapi ya, selalu pake kemeja 🙃. FYI. Di jurusanku boleh kuliah pake kaos non kerah. Beberapa tahun setelahnya temanku bercerita: ‘kalau lihat ciwik pake kemeja dan sneakers di kampus pasti ingat; ini gaya-gaya si Nonon nih’. Wow 🤣🤣🤣🤣🤣

Ketimbang pake rok atau gamis aku lebih suka pake celana panjang, bahkan pakaian fomal pun sebisa mungkin dicari versi non roknya. Untukku yang lebih banyak menggunakan transportasi publik, pake celana panjang tentcu lebih memudahkan dan ribet-less.

Di tahun-tahun lalu aku memang jarang update di social media, kalau memantau sih sering 😅 Karena pada dasarnya aku memang nggak memiliki urgensi untuk live update, lain cerita kalau itu memang pekerjaanku. Sejauh yang kurasakan, live update itu nggak nyaman karena mudah di-tracking *lah siapa lau? 😅

Setelah pulang dari Vakansi Laron, Widy tanya: Non, kenapa sih kamu nggak upload foto liburan kemaren? Kan banyak fotonya. Ini bukan permasalahan banyak atau nggaknya stok foto yang dimiliki 🥲, tapi karena aku malay menulis caption, kalau cerita panjang lebar atau curhat ala-ala macem di blog nanti dikiranya aku ada masalah 🤣.

Nggak tahu niya dengan kalyan tapi kadang aku merasa Instagram (dan Path) adalah social media yang mengintimidasi. Apalagi di awal hype-nya. Mungkin ini hanya perasaanku namun kebanyakan virtual buddy-ku (cieee… mutual-an 😁) update status-nya kalau nggak check in dimana gitu, pasti upload foto circle-annya. Sok iye banget sih haha

Kubilang mengintimidasi karena aku jadi membandingkan, secara aku juga ingin liburan tapi budget nihil 😂. Biar nggak makin iri dengki, akhirnya aku meng-uninstall Instagram dan Path, kembali ke haribaan Twitter.

Meski mamang KAW (@KumahaAIngWeh) bilang: hirup aing kumaha aing weh, aku selalu memiliki kekhawatiran sebelum meng-update sesuatu di social media-ku. Khawatir di-sleding 😅, khawatir dikoreksi 😅, khawatir diajak gelut😂, khawatir jadi bahan ghibah😅, khawatir membuat kepo😅, khawatir menyakiti orang lain😅, khawatir di-judge 😅.

Makanya aku sebisa mungkin berusaha untuk bersikap netral, berusaha untuk unspecified, unidentified dan undescribed.

Percayalah kawan… semua rule (diatas) akan terbantahkan ketika kembali ke Twitter 🤣.

Bukan mau sok-sokan misterius tapi aku merasa kurang nyaman saat orang tahu aku berada di sisi mana dalam politik, POV-ku saat menginterpretasikan sebuah thread, hal apa yang menarik dan yang menjadi concern-ku, begitu pun dengan taste.

Pernah, temanku bertanya: Non, kamu nggak suka mendengarkan musik ya? Soalnya kalau di kampus kamu nggak pernah kelihatan pake earphone dan ngobrolin musik. Saat itu kujawab: suka, tapinya B aja 🥲. Yagimana… selera musikku nggak jauh dari pop (dan emo dikit) sedang temanku ber-mazhab indie, minta banget dicengcengin kan… 😅

Yha~ Aku terlalu medioker untuk kamu yang terlalu indie ✨👌🏻.

Eh, tapi pernah lho aku ditanya: Non, kamu tuh desainer, tapi kenapa kok nggak kaya desainer? 

Hanya karena aku desainer bukan berarti aku mesti aesthetic dalam segala aspek, aku nggak mesti pake barang unique untuk membedakanku, aku nggak mesti selalu update tentang design thingy dan aku nggak mesti pamer skill untuk menunjukkan bahwa aku desainer. Self branding memang penting, tapi aku pun memiliki kehidupan pribadi dan merasa nyaman menjadi diri sendiri.

Pada akhirnya aku hanyalah mbak-mbak biasa yang bisa ditemukan di bus DAMRI sambil menenteng tas belanja berisi baju ganti.

Memang butuh waktu untuk menyadari bahwa ternyata aku nggak sespesial martabak, but I’m deal with it.

I'm just a slice of the whole universe and isokay ✨👌🏻.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Apakah kalyan mengikuti beritanya Hong ban-jang? Aku sih yes 🥲.

Di post Jalan Jajan ke Katsunyaka, Kings dan Dunkin Donuts aku menulis kalau TikTok kini menjadi sumber referensi yang diperhitungkan, meski untuk keabsahanannya masih perlu dibuktikan sendiri. Kalau untuk hidden gems atau review tempat okceylah, tapi kalau untuk taste makanan atau minuman aku tetap 50:50 ya karena personal taste setiap orang kan berbeda-beda.

Bagimu taste-mu, bagiku taste-ku.

Salah satu yang menarik perhatian kita (aku dan Icunk, siapa lagi 😁) adalah The Hallway Space-nya Pasar Kosambi, nah… yang angkatan lama pasti ngeh nih kalau Pasar Kosambi itu tempatnya baju seragam sekolah haha Icunk juga sama niya, baju seragam sekolahnya beli di Pasar Kosambi, padahal kalau dipikir-pikir di Subang pun ada toko yang menjual seragam sekolah.

Mungkin vibes-nya yang berbeda… 😅.

Selain seragam sekolah Pasar Kosambi juga identic dengan snacks-nya, meski kurang suka dengan suasananya yang jadul aku pernah kok mengantar mama blusukan ke Pasar Kosambi demi mengisi toples lebaran. Punten... anaknya memang sogok-able, dibeliin batagor kering langsung semangats (◠‿◕). Ohya, ini batagor keringnya bukan yang suka dipake Mang Cuanki ya, agak besaran dikit dan keringnya nggak bikin gigi goyang.

Kalau ada yang tanya: apa bedanya batagor kering di Pasar Kosambi dan Pasar Baru? Nggak ada 😁. Palingan area parkirnya aja yang terbatas. Meski letaknya strategis, area parkir Pasar Kosambi nggak bisa muat banyak bahkan kadang menggunakan badan jalan. Sedang di Pasar Baru kalau nggak kebagian slot mesti rela naik sampai rooftop. FYI, disini anginnya nggak nyantai ya 🥲.

Pada dasarnya aku memang jarang ke Pasar Kosambi, seringnya lewat aja, apalagi kalau pake DAMRI. Lupa lagi sebelumnya ada urusan (kuliah) apa, pulangnya aku diajak Putri mampir beli Roti Bumbu Bakar Cari Rasa. Ini roti bakarnya enak yaw… ✨👌🏻 Tips dari Icunk: kalau ingin take away kita bisa kok request biar nggak usah dibakar (panggang) saat itu, biar nanti sekalian di rumah aja. 

Pasar Kosambi juga pernah kebakaran lama (sekitar 24 jam) heboh bangetlah beritanya 🥲, imbasnya Pasar Kosambi jadi agak sepi. Nah, The Hallway Space ini adalah usaha untuk mengembalikan kemeriahan Pasar Kosambi, letaknya ada di lantai atas namun untuk mencapainya kita mesti masuk dulu ke dalam pasarnya. Gampang kok carinya… 😉.


The Hallway Space isinya adalah kios yang kebanyakan disewa oleh anak muda yang ingin berwirausaha tapi nggak mau terbebani biaya sewa yang mahal. Ini space-nya meski nggak terlalu lega tapi cukuplah ✨👌🏻, yang kusuka tenctu adalah interiornya yang cakep-cakep. Saat kita kesana baru sebagian yang udah beroperasi.

Karena The Hallway Space ditujukan sebagai tempat nongkrong, maka jam operasionalnya pun agak beda niya, mostly dari jam 12 kesana. Jadi konsepnya semakin sore semakin rame. Nah, karena kita awam 😁 Dengan cueknya kita datang dari jam 12 dongs 😆, hanya dalam waktu kurang dari 15 menit udah mati gaya karena berhasil muterin The Hallway Space ini 😂.

Niat kita ke The Hallway Space ini memang untuk jajan dan ngobrol panjaaaaang, jadi nggak masalah kalau belum banyak kios yang buka.

Yang kita cobain saat ke The Hallway Space:

HALODO


Dalam Bahasa Sunda halodo berarti musim panas, syudah bisa ditebak ya Halodo ini pada dasarnya menyediakan mocktail yakni minuman yang berasa, berwarna dan berembun 🙂. Alasan kita (aku sih 😅) memilih Halodo sebagai teman ngobrol adalah hanyalah karena lucu 😁 Motivasi hidupku memang cetek yakawan… jangan herman ✨. 

Aku nggak menyarankan pembayaran via e-wallet ya karena loading banget, lebih baik cash aja. Aku pakenya Telkomsel, selama di The Hallway Space kecepatan internet-ku melambat tapi begitu keluar dari gedung langsung lantcar djaya, nggak tahu niya kalau pake provider lain 🤔. Adakah yang punya pengalaman sama? 

Summer Vibes 23K Pandan Wangi 25K

DOPAMIE


Kalau ngecek di IG-nya Dopamie ini mulai beroperasi pada jam 13.00, tapi saat kita kesana (sekitar jam 13.30) masih dalam tahap dadasar (persiapan). Ambigu juga nih, jam operasional itu bermakna mulai beberes dan persiapannya atau mulai bisa order. Karena udah mager, jadilah kita menunggu sampai kaldunya beres yakni sekitar jam 14.00.

Porsinya cukup dan rasanya bisalah… approved tapinya B aja 🙃, mungkin gegara kaldunya masih baru dan kita keburu malay jadinya kurang berkesan. Yang aku kurang mudeng adalah konsep condiments-nya kenapa dijadikan 1 padahal kita order untuk 2 porsi. Apaqa haro kukumbah wadah? Apaqa berdua lebih nikmeh? IDK aku Cuma penasaran aja 😂.

Kalau kau bimbang memilih antara Bakmie Jamur atau Bakmie Ayam + Pangsit karena ingin mencoba dua-duanya tapi nggak mau order 2 porsi. Saranku, pilihlah special menu: Dopamie Signature, niscaya kau akan mendapatkan keduanya, jamur dan ayam + pangsit dalam satu porsi. Okay. Thanks me later 😉.

Tips non sponsor: kalau ingin order side dishes-nya (untuk di-share) pastikan dulu ganjil genapnya biar adil.

Dopamie Signature 30K
Sulkiau isi 4 20K

Untuk mengetahui kios apa aja yang mengisi The Hallway Space bisa dicek niya di IG-nya. Ada banyak sih, dari F&B (food & beverages), clothing, sneakers, jewelry, aksesoris sampai photo box juga ada. Tadinya kita mau photo box tapinya ngantriii sampai ada waiting list-nya segala, pricelist-nya: 5 menit 15K/orang dan 10 menit 20K/orang. Jelas lebih cocok untuk banyakan ya, kalau berdua mah tanggung 😅.

Melihat banyaknya kios yang belum buka padahal udah sore dan sedang weekend, aku jadi kepikiran apaqa membuka kios di The Hallway Space adalah side job belaka? Yang pada weekdays (Senin-Jum’at) bekerja regular kemudian pada weekend (Sabtu-Minggu) giliran stay, yakali pada gabut 😂… Sekali lagi ini hanya asumsiku belaka ya, karena bisa jadi tenants-nya pada stay setiap harinya.


Seperti byasa, in the end of the day kita kembali gabut 😁 Maka kita memutuskan untuk sedikit berjalan-jalan ke arah belakang Pasar Kosambi, tempat Odading Mang Oleh yang pernah viral mangkal. Ternyata banyak ya tempat makan dan jajanan yang membuat goyah, mungkin lain kali kita mesti nyobain juga… Eh iya, Deya nggak ikut karena lungse pasca mengemban tugas negara 🙏🏻.

Aku baru tahu kalau jalan di pinggir Pasar Kosambi itu tembusnya ke Jalan Sunda lho… FYI aja hehe Kita memutuskan untuk mampir ke Yogya Sunda karena mau sholat dan lanjut ngobrol, niat belanja kita tertahan malay buka aplikasi PeduliLindungi. Selanjutnya kita mencari opsi jajanan yang bukan makanan berat karena yakin nanti malam lapar (lagi) 😁. Icunk membeli Bolu Bakar Tunggal (yang wanginya enak pake banget 🤤) sedang aku membeli roti di Kopi Kenangan.

Kemudian kita kembali lagi ke Pasar Kosambi karena DAMRI-nya lewat situ. Menurutku, The Hallway Space ini bisa dijadikan opsi bagi naq nongqrong yang senang menghabiskan waktu dengan mengobrol, opsi F&B nya cukup banyak namun yang paling penting siya masuk budget. Lokasinya juga strategis (karena dilewati DAMRI *penting) dan angkot.

Sebelum ke The Hallway Space, bisa niya membeli snacks dulu kali aja si mamah baeud nongkrongnya kelamaan. 😂






Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hello…

Apa kabar yorobun? 🙋🏻‍♀️ Semoga minggu ini dan minggu-minggu seterusnya pemerintah nggak mengumumkan PPKM mepet-mepet ya, udah nggak ngaruh kan ya heuheueu 😅. Di bulan ber-beran ini tentcu intensitas hujan mulai naik yang diimbangi dengan hawa panas yang seakan-akan muncul dari dalam bumi, bikin melting sekaligus pening 😔.

Rencananya aku akan menghabiskan weekend ini dengan tenang sambil (digital) declutter tipis-tipis, eh Widy tiba-tiba mengajak ketemuan di Braga. Saat berangkat aku nggak berpikir macam-macam ya, hanya saat melewati daerah Karapitan mulai heran kok macet sih 🤔. Asli ini macetnya udah macem ngabuburit yaw, rame banget… 😁.

Begitu sampai di daerah Braga hahanjirrr… adalah perpaduan yang apik antara mobil yang stuck, ojol yang gragas nyelap nyelip dan wisatawan domestik yang berfoto haha hihi. Sungguh suatu kombinasi yang kompleks 🥲. Ohya, kita ketemuan di Braga karena Widy ingin makan di Katsunyaka, pokoknya, lelah pisund bund 😌.

Pertama-tama… Anyeong yorobun…


Ini aku ya, the one behind of what you are reading now 😘. Yang sebelumnya nggak berencana keluar karena sedang berada dalam mode: saving energy 😁, yang pake baju double karena khawatir masup angin, yang pagi tadi udah minum honey-lemon-shot dan vitamin 👍🏻, yang membawa pancaroba kit di tasnya.


Kali ini kita order Chicken Don dan Chicken Katsu Omelette Curry karena sejak pagi belum ketemu nasi 😂. Sebagaimana orang Asia pada umumnya, belum sah rasanya melewati hari tanpa makan nasi yekan, nasi is lyfe 🍚🍚. Karena porsinya yang mengenyangkan, niat kita untuk jajan setelahnya mesti di-skip, (kenyangnya) awet.


Saat kita keluar dari Katsunyaka ternyata jalanannya masih macet, terutama di perempatannya, yang mana nggak memungkinkan kita untuk segera pulang. Tadinya kita berniat untuk menunggu sampai (sekurang-kurangnya) macetnya agak terurai, tapi ditunggu-tunggu kok malah makin macet? Heuheuheu 😅. 


Sambil menunggu kita menghibur diri dengan berfoto-foto laiknya saat masih mahasiswa dulu, dimana seakan-akan setiap gerak geriknya mesti diabadikan, yuk ngaku… siapa yang gini juga? 😋 FYI. Post ini adalah dokumentasi perjalanan saat aku dan Widy akhirnya memutuskan untuk berjalan dari Braga ke alun-alun sebelah sana sedikit demi bisa di-pick ojol ✨👌🏻.


Perjalanan dari Braga ke alun-alun malam ini nggaklah mudah yakawan… 🥺 Selain karena udah terlanjur lelah, kita mesti melewati lautan manusia yang tumpah ruah macem nggak ada hari esok. Melihat situesyen yang sebegininya wajar yekan kalau @pandemictalks rajin mengingatkan potensi 3rd wave, ini orang-orang udah pada nggak pake masker lho… 😌.


Termasuk di dalamnya pengamen-pengamen yang ngintil memaksa minta uang, yang kalau ditolak malah balik menyumpahi 🤬. Setiap kali kita duduk selalu ada pengamen yang menghampiri dan itu cukup mengganggu ya. Kita sering duduk itu gegara Widy bawaannya banyak dan berusaha menghindari kerumunan meski sebenarnya mustahil 😏.


Memasuki area Museum Konperensi Asia Afrika situesyen semakin ramai ya, kalau tadi di Braga ramainya oleh kendaraan, di Asia Afrika ramainya oleh orang-orang 🙃. Entah apa motivasinya, yang jelas udah nggak bisa dibedakan lagi mana orang asli, mana setan jadi-jadian, mana balon disko. Saking ramainya, sampai masuk Twitter dongs 😂.


FYI. Yang ngalehleh siga ager ini Widy ya. Seharian dia berpartisipasi dalam resepsi perrnikahannya Kiky, mengurusi ini itu, jaga tamu dan nggak ketinggalan pake high heels. Maka dari itu, harap maklum kalau bentukannya jadi begini… 😁 When you udah ingin rebahan tapi perjalanan masih panjang dan nggak ada yang mau nge-pick padahal bawaan banyak 😂.


Mungkin karena polusi cahaya, setiap kali aku mengambil foto di area sini hasilnya selalu lebih terang padahal aslinya lebih gelap. Kalau sebelumnya setan jadi-jadian mangkal di area Gedung Konperensi Asia Afrika, sekarang di pindahkan ke bagian kanan yang ada tiangnya, kayanya sih biar nggak mengganggu flow kendaraan yang lewat.


Apakah nggak ada Satpol PP yang memecah kerumunan? Ada ✨👌🏻. Di pertigaan sebelah kanan sebenarnya ada Satpol PP yang sedang berjaga-jaga dan ehm… berkerumun 😅. Meski mereka udah stay disana, tetap nggak bisa membendung hasrat warga +62 yang udah ngebet ingin main keluar rumah. Nggak kebayang gimana chaos-nya kalau alun-alun kembali dibuka untuk umum 🥲.


Terakhir kali aku keluar malam begini yakni dengan Icunk dan Lisna 1,5 tahun yang lalu 😂 Saat itu kita menonton Ratu Ilmu Hitam di Kings dan pulangnya mampir ke daerah Cibadak jajan Ronde hangat. Sama sekali nggak ada firasat (yakeles Marcell 😁) bahwa itu adalah malam minggu terakhir sekaligus kali terakhir menonton di bioskop. Kangen yaw… 😘.


Selama tinggal di Bandng, aku baru tahu kalau saat malam halte alun-alun Bandung menjadi area parkir dadakan bagi motor dan area tunggunya menjadi tempat nongkrong. Duhhh… mainnya kurang detail 😅. Yang mengagetkan, ada (sepertinya) keluarga yang sengaja cucurak dongs 🤣, mereka dengan cueknya menggelar tikar di trotoar di pinggiran halte dan makan bersama sambil menonton kemacetan ini 🤯.

Assalamualaikum… sobat low budget 🙋🏻‍♀️.

Saat kilang gas di Indramayu meledak beberapa bulan yang lalu aku sempat terheran-heran melihat berita; tentang sebuah keluarga yang menonton ledakan kilang gas sambil cucurak. Sumvah, aku benar-benar gagal faham dengan kelakuan warga +62, eh sekarang aku malah mengalaminya sendiri 💆🏻‍♀️. 

Pandemi memang melelahkan yakawan…

Alhamdulillah… kita bisa sampai dengan selamat melewati kemacetan dan lautan manusia sejak dari Braga, lega sekali rasanya saat order-annya ada yang mau nge-pick 🤣. Nggak usah ditanya gimana jomponya kita malam itu, yang pasti kita tidur cepat. Yawn~

Semoga pandemi berakhir di 2021 🙏🏻.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hello…

Masih betah #dirumahaja? Aku sih udah nggak -___-

Setelah berhasil membaca What I Talk About When I Talk About Running-nya Haruki Murakami aku berusaha meneruskan membaca The Great Design-nya Stephen Hawking. Syudah bisa ditebak ya, baru baca beberapa halaman aja udah pening dan ujung-ujungnya ngantuks 😂.

Karena ternyata nggak berhasil, maka aku mengganti bukunya menjadi Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas-nya Eka Kurniawan. Buku ini sudah masuk wishlist-ku sejak menyelesaikan Cantik Itu Luka, opsi lainnya adalah Lelaki Harimau. Kupilih Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas adalah karena sebentar lagi filmnya dirilis 🙂.

Kupikir aku mesti membaca bukunya terlebih dulu ketimbang langsung menonton filmnya, agar supaya punya referensi saat menulis review kelak. Biar nggak bingung kutulis review bukunya dulu.

Ehya, disclaimer. Eka Kurniawan senang membahas hal-hal vulgar tanpa sensor (18+) ✨👌🏻.

Kalau di buku Cantik Itu Luka bahasannya sekitaran berahi, tai dan lelaki, maka buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas bahasannya sekitaran burung, burung, burung dan burung 🐦. Di buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini Eka Kurniawan menyentil maskulinitas yang katanya palsu itu secara ‘laki’ *pake intonasinya Avan.

Menceritakan tentang Ajo Kawir yang stuck sebab burungnya tidur sejak melihat Rona Merah diperkosa 2 polisi di rumahnya sendiri. Si Tokek sahabatnya yang merasa bersalah kemudian berusaha membangunkannya dengan berbagai cara, dari meminjamkan novel stensilan, meminta bantuan Iwan Angsa sampai membalurkan tumbukan cengek *sumvah ini part paling mind blowing sih 🤣.

Kekesalannya pada si burung yang tertidur panjang layaknya hibernasi mengantarkannya pada kehidupan keras penuh perkelahian. Menurutku karakternya Ajo Kawir di fase ini senggol tabok ya, dikit-dikit berkelahi, ada kerumunan disamperin, nggak ada apa-apa yuk mari… membuat masalah. Anak STM. Sana minggir dulu! 😎.

Seperti yang kita tahu linimasa yang digunakan Eka Kurniawan selalu samar-samar, nggak jelas tahun atau eranya. Sejauh yang kutangkap era yang digunakan di buku Seperti Dendam Rindu harus Dibayar Tuntas adalah era film-filmnya Barry Prima atau tahun 80an karena banyak adegan laga dan ada perguruan silat, lengkap dengan bahasanya yang baku dan julukan-julukan macem Iwan Angsa, Agus Klobot, Budi Baik dll.

Hingga suatu hari Ajo Kawir dipertemukan dengan Iteung dalam sebuah perkelahian (yang kalau di buku mah) tampak sengit, bukannya jadi musuh bebuyutan yang ada mereka malah saling jatuh cinta. Nah, disini drama dimulai… Ajo Kawir yang merasa ‘nggak sempurna’ berusaha menepis perasaannya kepada Iteung yang kepalang bucin heuheuheuheu 😅.

Mereka berdua kemudian menikah atas dasar cinta, yha~ semua akan tampak manits di awal karena yang terjadi selanjutnya malah membuatku ikutan puyeng. Tanpa diduga, Iteung tiba-tiba mengaku hamil, lha… piye. Jangankan Ajo Kawir yang tokoh fiktif, aku aja yang di dunia nyata bingung kenapa Iteung bisa hamil. Ujung-ujungnya Budi Baik yang dijadikan kambing hitam 🐏.

Kecewaannya kepada Iteung membuatnya kacau dan menerima tawarannya Paman Gendut untuk menghabisi Si Macan. Dalam pelariannya, Ajo Kawir kemudian memutuskan untuk menjadi supir truk antar provinsi, turut menemaninya adalah Mono Ompong. Ohya, seperti laiknya truk-truk Pantura, truknya Ajo Kawir pun dilukis quote: Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ✨👌🏻.

Entah darimana naiknya, truknya disusupi seorang perempuan bernama Jelita yang akhirnya menemani Ajo Kawir sepeninggal Mono Ompong yang ikut tumbang pasca duel maut.

Lalu ‘ia’ terbangun dari hibernasi.

Buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ditutup dengan ending yang cukup membagongkan 🐗, Eka Kurniawan mengeksekusi plot-nya dengan jenaka. Kukira kelak Ajo Kawir hidupnya akan setenang burungnya saat hibernasi, nyatanya… nggak 😅. Aku nggak tahu apakah aku mesti menyebutnya dengan happy/sad ending yang jelas aku puas dengan ending bukunya.

Aku mesti bilang niya kepada kalyan wahai netizen sekalyan, kalau kamu ingin membaca buku fiksi (selain self development) kamu mesti mempertimbangkan untuk membaca bukunya Eka Kurniwan, sebagaimana bukunya Haruki Murakami. Kalau kamu adalah jellies yang sering memantau ketubiran di Twitter, mungkin sering melihat @EkaKurniawan wara wiri.

Dibandingkan dengan buku Cantik Itu Luka, ketebalan buku Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas mungkin hanya setengah aja, tapi isinya so pasti seru yaw…

Aku menulis draft post ini udah sejak bulan lalu, tadinya mau tandem menulis review buku + filmnya, tapi sampai aku selesai menulis tanggal rilisnya belum ada 😔. Padahal udah nunggu-nunggu… Semoga segera dirilis ya, penasaran filmnya kaya apa. FYI, filmnya di-direct oleh Edwin yang juga men-direct film Aruna dan Lidahnya, bahkan memenangkan festival Locarno International Film Festival di Swiss.

Makin nggak sabar aja yekan… 🙂

Ayo cepatz! Cepatz! Cepatz!
Ada Sal Priadi 😉.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates