Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Helloo…

Memasuki bulan Juni seharusnya Indonesia memasuki musim kemarau ya… tapi beberapa waktu yang lalu sempat hujan dan cuaca semakin nggak menentu, pandemi apalagi. Aku nggak punya kosakata lain yang bisa mendeskripsikan cuaca Indonesia saat ini kecuali pancaroba (angger 😁). Ada malam-malam dimana suhu menjadi lebih dingin dan siang hari panasnya bikin sunscreen meleleh hehe 😂

Salah satu film yang kunantikan di musim panas alias summer alias kemarau ini adalah Luca-nya Pixar, pasalnya aku cukup berekspektasi tinggi setelah puas menonton Soul beberapa bulan yang lalu. Well… itu nggak termasuk Onward ya, karena bagiku Onward mah B aja, nggak ada gregetnya, apalagi untuk penonton dewasa macemku ini.

Luca adalah film animasi terbarunya Pixar untuk tahun ini, FYI Pixar hanya membuat 1 film setiap tahunnya demi menjaga kualitas. Aku udah menonton trailer-nya sejak beberapa bulan yang lalu dan tersepona melihat tone color yang digunakan. How cute… Beruntung bulan ini aku nggak mesti subscribe Disney + Hotstar karena udah termasuk paket kuota di Telkomsel. Menyenangkan sekali kan ya… 😉.

Jadi, Luca bercerita tentang sea monster bernama Luca Paguro (Jacob Tremblay) yang tinggal di dasar laut bersama orang tua dan neneknya, kegiatan Luca sehari-harinya adalah ngangon anak-anak ikan sambil sesekali berandari-andai pergi ke atas (daratan). Kurang lebih mirip-miriplah dengan ngarepnya Ariel di film animasi 2D Disney yang saban hari mulungin benda-benda yang jatuh ke laut.

Suatu hari saat Luca sedang asyik ngangon anak-anak ikan, ia menemukan beberapa benda yang jatuh dari perahu diatasnya dan bertemu sosok misterius yang menggunakan baju selam jadul macem punyanya Sandy di Bikini Bottom. Luca mengikutinya sampai ke daratan dan menemukan bahwa sosok misterius tersebut adalah Alberto Scorfano (Jack Dylan Grazer), yang ternyata merupakan sea monster sepertinya.


Sejak saat itu Luca punya kegiatan lain selain ngangon anak-anak ikan yakni bermain dengan Alberto dan Luca baru aja mengetahui bahwa ia bisa berubah rupa saat berada di daratan. Kocak banget yaini scene belajar jalannya Luca, namanya juga makhluk laut yekan meski vertebrata tetap lunak, gelosor sana gelosor sini ujung-ujungnya nubruk 🤣.

Karena wishlist terbesarnya Alberto adalah Vespa maka mereka berdua mulai mengerjakan project ambisius yakni membuat Vespa sendiri. Eksperimen-eksperimennya nggak kalah kocak ya… momen dimana mereka berulang kali mencoba terbang menuju lautan adalah favorite-ku, yang mana mengingatkanku pada scene burung-burung Camar di film Finding Nemo yang cuma bisa ngomong “mine”.

Kenapa mesti Vespa?

Simple aja guise… Pertama, Vespa made in Italy. Kedua, setting film Luca adalah di kota Portorosso pesisir pantai Riviera Italia. Ketiga, visi misi Alberto sejalan dengan iklan di brosur Vespa yakni Vespa is liberty. Soft selling yang berhasil ya… karena setelah nonton film Luca aku jadi ingin punya Vespa juga 😎.


Kedua anak ikan yang minim pengalaman ini kemudian memutuskan untuk mengunjungi Portorosso, sebuah kota di pesisir pantai Riviera. Karakter Luca yang lugu dan Alberto yang sotoy membuatku tergugah, karena kombinasi pertemanan sotoy + lugu seringkali menghasilkan pertemanan yang awet 🥰.

Di Portorosso Luca dan Alberto mencoba berbaur dengan warlok dan tanpa sengaja bertemu dengan Giulia Marcovaldo (Emma Breman). Seperti byasanya, belum lengkap film anak-anak kalau nggak punya musuh bebuyutan, nah, musuh bebuyutan di film Luca ini adalah Ercoli Visconti (Saverio Raimondo).

Anak-anak di Portorosso sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Portorosso Cup Triathlon, tak terkecuali dengan Giulia dan Ercoli. Tergiur dengan hadiahnya, Luca dan Alberto kemudian menawarkan diri untuk bekerjasama dengan Giulia. Triathlon-nya nggak sesulit orang dewasa yang serius ya, hanya berenang, makan dan bersepeda menuruni bukit.

Giulia membawa Luca dan Alberto ke rumahnya, disana ada ayahnya Massimo Marcovaldo (Marco Barricelli) yang bekerja sebagai nelayan. Hampir setiap hari mereka berlatih untuk triathlon dan semakin menyadari bahwa ada banyak hal menarik yang belum mereka ketahui, salah satunya adalah konsep sekolah.

Alberto lambat laun merasa tersisih dengan kedekatan Luca dan Giulia yang mengakibatkan tim mereka ambyar… yha~ namanya juga anak-anak ya bund… pasti ada berantemnya 😁. Disaat yang bersamaan, orang tua Luca memutuskan untuk mencarinya ke Portorosso. Dengan waktu yang terus berjalan dapatkan mereka memenangkan Portorosso Cup Thriathlon?


Kalau boleh jujur, aku agak kecewa dengan film Luca… karena alur ceritanya yang cetek meski secara visual memanjakan mata. Tapi kemudian aku menyadari bahwa terlepas dari segala kekurangannya kupikir Pixar sedang menata langkah melalui Luca untuk kembali ke khittah-nya sebagai film animasi anak-anak yang ringan dan fun 😉✨.

Seharusnya… nothing to lose, karena sejak awal target market Pixar adalah anak-anak, yang mungkin nggak diantisipasi Pixar adalah fakta bahwa anak-anak tersebut telah tumbuh dan menuntut Pixar terus membersamai. Yes… it was me. Aku tumbuh bersama Pixar sejak A Bugs Life pertama kali dirilis dan sejak saat itu aku tetap menonton film-filmya Pixar meski Disney menginvasi.

Penggambaran karakter Luca ini simple macem komik-komik jadul (Peanuts, Monika atau Tintin) yang hidungnya bulet-bulet. Setting-nya juga lucu ya meski nggak semegah Finding Nemo atau Soul. Aku jarang menonton film Italy tapi kalau ber-setting Italy sih sering 😉. Nah, saat menonton film Luca aku merasakan percikan Call Me by Your Name…

Aku suka setting-nya Luca, kehangatan summer-nya terasa meski disini pancaroba mulu. Serius deh ini… tone color-nya berperan penting dalam menentukan mood keseluruhan film. Satu-satunya yang membuatku tersepona adalah visualisasinya bukan ceritanya 🤣.

Aku tentcu merekomendasikan film Luca untuk ditonton disaat PPKM, bisa sambil makan, rebahan atau kerja karena ceritanya yang ringan dan menghangatkan. Meski bukan favorite-ku kusuka tone color-nya. Kalau ada waktu jangan lupa ditonton yaw…

all credits belongs to Disney Pixar

Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hallo... Hallo... Hallo...

Akhirnya... aku menulis review film lagi... Pasca pandemi yang belum jelas bakal kelar apa nggak, aku lebih banyak menikmati waktuku dengan menonton drakor-drakor yang menjual mimpi babu 😘 ketimbang menonton film (sekali tamat). Apalagi kalau bukan karena masih parno menonton di bioskop, eym... merasa kurang asyik aja menonton jauhan 😁.

Film Soul ini sebenarnya sudah release sejak natal tahun lalu di Disney+ Hotstar, kalau melihat review-nya orang-orang sih bagus, yha~ apa sih yang nggak bagus dari Pixar? Heuheuheu 😅 Tadinya aku mau langsung subscribe Disney+ Hotstar, tapi dipikir-pikir mending sekalian aja nungguin Wanda Vision biar bisa binge watching.

Aku juga bimbang sih mau me-review Soul apa Wanda Vision? 🤔 Dua-duanya aku suka, at least nggak terbunuh ekspektasi macem Mulan dan Artemis Fowl (yang bukunya kubaca sejak SMP). Apeu... Paling KZL sama Mulan sih, jelas nggak ku rekomendasikan untuk ditonton 🙅🏻‍♀️. Bikin sensi!

Soul adalah film kesekian Pixar, sebelumnya ada Onward yang terlupakan gegara pandemi. bercerita tentang pengalaman seorang musisi jazz bernama Joe Gardner (Jamis Foxx) dalam menemukan life purpose. Menurutku, film Soul ini lebih cocok untuk penonton dewasa macem kita-kita ketimbang anak-anak karena bahasannya yang agak deep.


Di paruh pertama kita diperlihatkan kehidupannya Joe yang mengajar anak-anak bermusik di sekolah, well... yang namanya pekerjaan kan pasti ada sumuknya ya apalagi kalau ternyata nggak sesuai dengan hati. Saat itu Joe akhirnya diangkat menjadi pegawai tetap dan berhak menerima tunjangang, relate sekali bukan dengan kehidupan manusia dewasa? Haha 😅

Sebagaimana orang tua pada umumnya, ibunya Joe bahagia karena akhirnya Joe memiliki status pekerjaan yang lebih baik dan income yang stabil. Ibunya Joe inilah yang terus mengingatkan Joe akan kenyataan hidup, bahwa passion nggak bisa membuat kenyang.

Damn... 😌


Padahal jauh di hatinya, Joe masih ingin menjadi musisi jazz yang hidup. Nggak masalah kalau ia mesti manggung dari cafe ke cafe dan nggak menghasilkan income yang stabil, selama ia melakukan apa yang disukainya maka ia akan bahagia. Yha~ secara teori itu benar 😉✨.

Tapi... Maap maap aja ni Bang Joe... itu apartemen + maintenance bulanannya udah dibayar seumur hidup apa gimana? 😁 Kalau makan regular (pagi, siang, malam) kan masih bisa bareng dengan ibu, lha cemilan cepuluhnya piye? 😅Meski hidup bisa di-reduce dengan konsep minimalis ala-ala tapi apakah nggak ingin membeli printilan lucu macem magnet kulkas? 😌.

Menjadi dewasa itu berat yakawan...

Sampai kemudian, salah satu mantan anak didiknya Joe mengabari kalau Dorothea Williams sedang open audition untuk band-nya. Mimpi apa coba semalam? Setelah menanti sekian tahun Joe akhirnya berkesempatan menjadi musisi jazz (yang sesungguhnya) dan sepanggung dengan crush-nya.

Tentcu. It was too good to be true.

Saat selebrasi itulah, Joe tanpa sengaja terjatuh ke lubang di jalan dan membuatnya terhempas ke... katakanlah, alam barzakh versi Pixar yang dinamai Great Beyond, Joe yang tentcunya menolak mati langsung meloncat dari jembatan (yang pastinya bukan shirothol mustaqim 🥲) dan mendarat di Great Before.



Yaampun... lucu banget yaini Great Beforenya 😍, meski tone color-nya cuma pake warna biru dan ungu tapinya ngademin banget. Unchhh... gemayyy (bukan gelayyy 😌).

Oh iya, ketika berada di alam barzakh ini penggambaran karakternya langsung berubah ya, dari yang bentukannya manusia menjadi soul (jiwa/ruh). Kupikir visualisasi soul versi Pixar lebih menyerupai kacang-kacangan yang light dan fluffy. Yaiyalah... Dilempar sana sini, soul-nya masih bisa ketawa ketiwi. Lucu... 😘.


Di Great Beyond semua staff-nya bernama Jerry *masih belum nemu asbabun nuzul penamaannya 🤔. Jerry-Jerry inilah yang mengurusi semua hal di Great Before dan Great Beyond, penggambaran bentukannya terbilang absurd ya, dibilang 2D iya, dibilang 3D juga iya. Tapi kalau masih ingat, bentukannya Jerry ini pernah muncul di Inside Out saat Joy dan Bing Bong mengalami transisi dimensi di shortcut.

Karena miskom, Joe dianggap sebagai mentor yang bertugas untuk membantu new soul menemukan sparks-nya. Jadi, setiap new soul punya earth pass yang berisikan beberapa kolom sparks, kalau semua sparks-nya terisi maka new soul tersebut berhak terlahir ke dunia. Sparks disini diartikan sebagai things what made you alive, mirip-miriplah dengan konsep sparks of joy-nya Marie Kondo ✨.

Soulmate-nya Joe adalah 22 (Tina Fey) yang dikenal skeptis dan ngeselin, dari Bunda Teresa, Abraham Lincoln sampai Copernicus pernah menjadi mentor-nya namun nggak ada yang berhasil. Nah, mereka berdua memutuskan pergi ke Hall of Everything guna menemukan bakatnya si 22, tapi tentcu nggak ada yang berhasil ya...

Maka pergilah mereka menemui Moonwind untuk mengembalikan Joe ke dunia. Alih-alih kembali ke tubuhnya Joe malah masuk ke tubuh kucing terapis dan 22 malah masuk ke tubuh Joe. Bagi Joe yang sudah terbiasa dengan kehidupan di dunia, hal basic macem jalan-jalan, kemacetan atau pizza adalah hal byasa namun bagi 22 ini adalah pengamalan baru dan ia menyukainya.



Ada momen-momen dimana 22 tampak menikmati kunjungannya ke dunia, sedang Joe mulai melihat hidupnya dari perspektif yang lain. Disini aku merasa relate. Kalau kata Icunk mah; hidup ini penuh prasangka, kita menyangka hidup orang lain kaya gimana, orang lain menyangka hidup kita kaya gimana, intina mah pada silih sangka 😂.

Sesuatu akan tampak lebih menarik ketika sudah menjadi milik orang lain 🙃.

Fix.

No debat.

Baik Joe maupun 22 sama-sama menginginkan kehidupan dan ingin (kembali) menikmatinya, sparks-nya pun akhirnya berubah menjadi earth pass. Masalahnya... hanya ada satu (soul) yang bisa memilikinya dan kembali ke dunia. Jadi, siapakah diantara mereka berdua yang akan mendapatkan earth pass? 🙃.

Mungkin karena nontonnya via smartphone aku jadi kurang fokus ya, banyak scene yang kekerenannya berkurang gegara screen-nya kurang besar haha 😂.

Scene favorite-ku adalah saat Joe memainkan pianonya dan me-recall memori yang membuatnya menjadi seperti saat ini, scene yang membuatku cirambay bombay saking hangatnya 🥲 Rasanya terharu sekali... Apalagi tone color-nya Joe memang di-setting menggunakan tone color yang warm dan bold, golden hour-nya sampai di sanubari audience.


Seperti byasanya, film-film Pixar selalu memberikan after taste yang begitu mengena, setelah nonton Soul aku jadi sedikit merenung, sedikit ya... 😁 Aku merenungkan tentang apa yang terjadi sebelum kita terlahir. Asli ini bahasannya agak deep juga ya...

Berdasarkan apa yang kubaca di Quora, sebelum kita terlahir kita sudah diberitahu apa yang akan terjadi dalam hidup seperti siapa orang tua kita, teman, pasangan dan kehidupan macam apa yang akan dijalani. Makanya saat dipertemukan kembali di dunia, kita akan merasa familiar seakan-akan sudah mengenal lama. Alasan yang sama mengapa istilahnya adalah soulmate👩‍❤️‍👨.


Berdasarkan apa yang kupelajari saat di Ma’had, tujuan diciptakannya manusia adalah sebagai khilafah di muka bumi. To be honest, aku merasa menjadi khilafah bukanlah jawaban yang kuinginkan, kupikir ada hal yang lebih besar dan hebat dibalik penciptaan manusia. Namun cukuplah wallahu a’lam bisshawab sebagai penutup dari semua ketidaktahuan kita saat ini 🙏🏻.

Hal yang membuatnya runyam adalah ketika netizen mempertanyakan apakah manusia diciptakan sebagai konten? Hahanjirrr... bisa-bisanya pikiran kita sama 😂. aku juga pernah berpikiran begini karena Tuhan selalu dikaitkan sebagai pembuat skenario dan timeline. Makin-makin aja yekan... 😅.

Mungkin pernah membaca atau melihat dimana gitu... bahwa salah satu ungkapan Friedrich Nietzche yang terkenal adalah amor fati. Amor fati berasal dari kata amore yang berarti cinta dan fati yang berasal dari kata fate yang berarti takdir. Amore fate atau amor fati kemudian diterjemahkan secara bebas sebagai mencintai takdir.

Aku merasa amor fati inilah yang menjadi intisari dari film Soul, kubilang begini karena di ending film Joe mengungkapkan hal yang kurang lebih sama sebelum melangkahkan kakinya ke pintu. Scene terbaik menurutku... Meski rasanya macem kena jentik Uya Kuya pasca aibnya dijarah haha 😂.

Tentcunya, aku merekomendasikan Soul ini sebagai film Pixar yang mesti ditonton dengan khidmat.

Note: Yakin banget nih sobat overtihinking langsung deep search tentang amor fati.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hay sobi nonton... yang sudah kangen nonton di bioskop tapinya masih menahan diri untuk tetap bersikap waras 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♂️.

Sudah hampir 10 bulan kita semua berjibaku dengan COVID-19, ditambah 2 bulan lagi jadinya setahun 😌. Sejak COVID-19 outbreak aku sudah nggak pernah menyambangi bioskop lagi, padahal sebelumnya hampir setiap bulan aku meluangkan waktu untuk menonton di bioskop. Film terakhir yang kutonton di bioskop adalah The Hollow Man, sedang film terakhir yang kutonton dengan Icunk dan Lisna adalah Ratu Ilmu Hitam. 

Kangen juga ya... 🤗.

Selama pandemi ini aku lebih banyak menonton drakor ketimbang film sekali tamat, untuk list serial yang pernah kutonton bisa dibaca disini ya. Karena pandemi juga banyak film yang perilisannya mesti tertunda dan ujung-ujungnya memilih untuk merilis via platform streaming online macem Netflix, HBO atau Amazon Prime. 

Untuk mengobati kekangenan ini akhirnya Bioskop Online dirilis, aku nggak masih belum begitu tertarik ya karena Bioskop Online saat ini hanya bisa diakses via PC dan laptop, belum bisa diakses via smartphone. Tadinya aku ingin me-review Before trilogy tapinya belum kelar 😅 terlalu menikmati filmnya sampai lupa bagian mana yang mesti di-review 😁.

Salah satu genre film yang kusuka adalah animasi, favorite-ku tentcunya adalah film animasinya Pixar, sedang untuk anime aku masih setia dengan Studio Ghibli. Totoro laff ❤️. Aku sudah mengikuti film animasi Pixar sejak A Bugs Life sampai saat ini, ketimbang film animasi (dari studio lain) kupikir Pixar lebih piawai dalam mengaduk-aduk perasaan audience-nya. Lebih ngena di hati 🥰.

Ketimbang Dreamworks dan Sony Picture Animation tentcunya Pixar lebih hemat karena setiap tahunnya hanya merilis 1 film animasi dan film pendek. Pixar nggak ingin ada tim kedua sehingga mereka bisa fokus mengerjakan filmnya. Hampir semua filmnya Pixar kusuka, beberapa bahkan jadi favorite-ku dan menjadi barometer film animasi lainnya.

Sejauh ini ada 5 film Pixar favorite-ku (kalau 10 kebanyakan 😝), yang rasa-rasanya nggak membosankan meski sudah ditonton berkali-kali. Hanya karena yang dipilih 5 film bukan berarti film yang lainnya nggak bagus ya, hanya saja film yang kupilih ini sesuai untukku dan mampu mampu menyentuh sisi emosionalku saat menonton.

UP

Menurutku opening scene film animasi terbaik masihlah milik UP ✨👌🏻. Scene dimana pertama kalinya Carl bertemu Ellie, menghabiskan waktu bersama sampai akhirnya menikah dan menikmati sisa hidup, Aku tersentuh oleh opening scene-nya yang dipaparkan dengan begitu indah, slice of life never fail me.

Scene favorite-ku lagi adalah saat Carl akhirnya membaca buku adventure milik Ellie dan menemukan bahwa sebaik-baiknya petualangan adalah hidup itu sendiri. Scene pamunqasnya adalah saat Carl merelakan rumah balonnya ‘berlabuh’ di samping Angel’s Fall 🥺, seperti yang Ellie inginkan

Belum pernah rasanya aku nggak mbrebes mili saat menonton UP, bawaannya terharu mulu yaini. Mellow galaw tea geningan... Untungnya ada Russell yang kecerewetannya bisa mengimbangi Carl yang kaku banget macem kanebo kering. Ohya, karena UP aku jadi suka La vi en Rose.


TOYS STORY 3

Pertama kali menonton Toys Story adalah saat SD, di masanya halaman depan BIP dipenuhi PKL jam malam yang menjual barang murce macam aksesoris handphone, slayer, VCD bajakan dan hewan eksotis 🦝. Yha~ aku menontonnya via VCD bajakan ya guise, di rumah masih pake laser disc soalnya 🤭.

Toy Story adalah film animasi yang mampu mengobati keparnoanku akan after taste-nya si Chucky, KZL banget nih film, gegara Chucky aku sampai takut dengan mainanku sendiri 😌. Toy Story memberikanku ruang untuk kembali berimajinasi dan bergembira, nggak horror macem sebelumnya. 

Di antara semua installment Toy Story favorite-ku adalah Toy Story 3. Closing scene-nya, saat Bonnie dan para mainan melihat kepergian Andy yang berangkat kuliah di teras adalah scene terambyar, nggak mungkin nggak nangis nonton scene ini ya. Sedih banget... 😭 baper berhari-hari. Setelah menonton Toy Story 3 aku teringat lagi dengan nasib mainan-mainanku dulu. 


WALL-E

Wall-E mengangkat tema yang visioner dimana bumi dipenuhi sampah sampai nggak ada tempat tersisa untuk manusia. Realistis, namun menakutkan pada saat yang sama. Lebih menakutkan lagi, kenyataan bahwa Wall-E adalah satu-satunya makhluk hidup yang tertinggal 😔, nggak peduli seberapa kerasnya berusaha, tumpukan sampah masih bergunung-gunung banyaknya.

Wall-E yang seumur-umur ditemani si kunyuk 🦗 kesayangan akhirnya pecah telor saat Eve datang berkunjung ke bumi. tentunya kedatangan Eve memberikan harapan dan kebahagiaan tak terperi bagi Wall-E yang kesepian sekian lama 😊. Wall-E dan Eve adalah perumpamaan serius dari Adam dan Hawa, yang akhirnya dipertemukan bukan di jabal rahmah 😁.

Favorite scene-ku adalah saat Wall-E dan Eve melayang-layang di angkasa saat berusaha mengisi daya, so sweet aja lihatnya haha langsung fully charged. Ohya, scene orang-orang masa depan yang menggendats yang menggelinding-gelinding kesana kemari juga kocak ya haha 🤭.


COCO

Pertama kali menonton trailer-nya kupikir COCO agak mirip dengan The Book of Life karena sama-sama mengambil tema Dia de Muertos (The Day of The Dead). Aku menonton Book of Life lebih dulu ketimbang COCO, langsung suka karena filmnya berwarna-warni, ohya favorite character-ku adalah La Muerte. Ketika menonton COCO sejujurnya aku merasa bernostalgia dan agak membandingkan.

Seperti ciri khas film Pixar lainnya, kupikir COCO dibuat untuk mengacak-ngacak hati ini haha 😁Sedih banget... 😭 nggak mungkin nggak terharu apalagi di scene mama COCO. Kusuka warna-warna Di des los Muertos, semuanya hidup meski sebenarnya mati, macam what is dead may never die #randomcrossover 😝.

Yang kusuka dari COCO adalah message-nya, yang kupikir mirip dengan kultur Asia dimana nenek moyang (ancestor) mendapatkan ruang tersendiri dalam keluarga. Salah satunya adalah dengan mengadakan perayaan untuk mengingat anggota keluarga yang sudah berpulang dan mendoakannya 🙇🏻‍♀️.


INSIDE OUT

Diantara film animasi Pixar lainnya, kupikir Inside Out adalah yang paling kompleks dan logis, lebih cocok untuk orang dewasa. Macam Nine, film orang dewasa yang dikemas dalam animasi. Inside Out adalah film Pixar yang membuatku berpikir saat menonton 😁 Saat melihat emotion yang berada di dalam kepala Riley, aku jadi langsung ikut membayangkan apa yang sedang terjadi di kepalaku 🤔.

Diantara semua karakter di Inside Out favorite-ku adalah Bing Bong, si kucing kapas jadi-jadian berbelalai pink. Disini Bing Bong diceritakan sebagai imaginary friend yang umumnya dimiliki oleh anak-anak. Memang pada akhirnya semua Bing Bong akan hilang pada waktunya, namun Inside Out membuat farewell scene-nya Bing Bong dengan begitu memorable sekaligus nyelekit 😒.

Inside Out membuatku menyadari bahwa menjadi dewasa artinya kita mesti siap menerima semua emosi yang ada dalam diri. Jangan halu!. Joy nggak akan selamanya memegang kendali, hadir dengannya Anger, Disgust, Sadness dan Fear. Mereka akan bergantian datang. So... enjoy your emotion... 😁.


***

Ini adalah 5 film Pixar favorite-ku, bagaimana denganmu? Film Pixar mana yang menjadi favorite-mu?

*movie posters were taken from the IMP Awards website 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hiro Hamada adalah seoranga anak jenius berumur 14, ia dan kakaknya Tadashi Hamada tinggal dengan bibinya Cass di kota San Froskoyo, San Fransisco rasa Tokyo. Sehari-hari Hiro menghabiskan waktunya dengan mengikuti kompetisi robot illegal, Yamada yang mengetahui hal tersebut kemudian mengajak Hiro untuk main ke Universitas tempat ia belajar.

Yamada membawa Hiro berkeliling Universitasnya dan mengenalkannya pada teman-temannya yaitu Fred, Honey Lemon, Gogo dan Wasabi. Mereka semua sedang bekerja  mengembangkan beberapa produk inovatif (Product Design major, maybe?), kemudian Tadashi menunjukkan karyanya, sebuah robot kesehatan yang diberi nama Baymax.

Hiro pun terpacu untuk bisa kuliah di Universitas yang sama dengan Tadashi, dan untuk bisa masuk ke Universitas tersebut Hiro diharuskan untuk mengikuti kompetisi, yang mengharuskannya membuat 1 produk inovatif yang mampu membuat investor tertarik.

Setelah berfikir keras akhirnya Hiro memutuskan untuk membuat microbots, sebuah konsep flexiform robot dalam jumlah yang besar.

Tibalah hari kompetisi yang dinanti-nantikan, Hiro yang didukung oleh Tadashi dan kawan-kawannya mempresentasikan karyanya di hadapan pengunjung, ia berhasil menarik minat seorang investor bernama Alistair Krei. Krei tadinya bermaksud membeli microbots karya Hiro namun akhirnya gagal, karena Hiro lebih mendengarkan saran dari Prof. Callaghan, dosen Tadashi.

Ketika akan pulang, mereka semua dikejutkan dengan kebakaran yang terjadi di gedung yang digunakan untuk kompetisi. Tadashi yang khawatir kepada Prof. Callaghan berlari menuju gedung, tak selang berapa lama terjadi ledakan yang dashyat, ledakan tersebut menewaskan Tadashi.

Hiro yang sedih ditinggalkan Tadashi menjalani hari-harinya dengan muram. Pada suatu hari ia mengaktifkan Baymax, robot kesehatan milik Tadashi. Awalnya Hiro merasa risih karena Baymax yang diprogram untuk menghandle orang yang sedang sakit berusaha menscan dirinya, Baymax bahkan menghubungi teman-teman Tadashi karena Hiro ‘sakit’, meski bentuk fisiknya terlihat besar dan lamban, kenyataannya Baymax nyaman dipeluk.


Satu-satunya microbots yang tersisa dari ledakan tiba-tiba bergetar, menandakan bahwa ada microbots lainnya masih aktif. Hiro kemudian mengajak Baymax untuk mencari microbots lainnya, mereka kemudian sampai di sebuah gudang tua di dermaga. Hiro menemukan bahwa ada orang seseorang yang memproduksi massal microbots miliknya, seseorang yang menggunakan topeng Kabuki.

Ketika akhirnya pandangan mereka bersinggungan sosok di balik topeng Kabuki menyerang Hiro, beruntung pada saat itu muncullah teman-teman Tadashi, mereka kemudian bersama-sama lari dari kejaran monster microbots, karena tidak punya tujuan sementara Fred mengajak mereka ke rumahnya.

Hiro kemudian mendapatkan ide untuk menjadikan diri mereka sebagai pahlawan super, ia kemudian meredesign kostum dan senjata untuk Fred, Honey Lemon, Gogo dan Wasabi, tentunya disesuaikan dengan karakter mereka masing-masing.

Hiro yang merasa curiga dengan Alistair kemudian berusaha mencari tahu, ia dan teman-temannya mendatangi markas Alistair yang berada di sebuah pulau. Disana mereka menemukan rekaman Alistair mengenai project teleportasi yang gagal, Alistair tanpa sengaja telah menghilangkan Abigail Callaghan pada project tersebut.

Pada saat itu tersiar kabar bahwa monster microbots menyerang kota, mereka lantas mengejar monster microbots dan berusaha menghancurkannya. Hiro kemudian tersedot ke dalam pusaran teleportasi dan menemukan Abigail terjebak di dalamnya, ia lalu membawa Abigail dan Baymax keluar dari pusaran teleportasi, namun Hiro kekurangan daya ketika dalam perjalanannya dan  agar Hiro bisa keluar Baymax memberikan dayanya.

Meski akhirnya Hiro dan Abigail selamat dari pusaran teleportasi, Hiro sangat sedih karena kehilangan Baymax. 


So, i’m fallin’ in love with Baymax!!! His marshmallow body melted me 6(^.^)9 and his warm hugs warmed me 6(^.^)9. I wish I had Baymax in my room 6(^.^)9. Such a lovely charachters.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

How To Train Your Dragon adalah sebuah film animasi yang diangkat dari buku bacaaan fiksi anak-anak karya Lucida Cornwell, dilengkapi dengan illustrasi gambar dan tulisan tangan childish membuat buku ini sangat menarik untuk dibaca.

Menceritakan tentang Hiccup IV seorang anak kepala suku Vikings yang dianggap pengecut oleh kawan-kawannya karena perawakannya yang kerempeng, tidak menyukai kekerasan, menyukai naga  dan (yang paling penting) sangat tidak menampakkan ciri-ciri dari seorang Viking.

Versi bukunya sendiri lebih fokus untuk pada kegiatan Hiccup selama mengikuti kelas menjadi Viking, sedangkan filmnya lebih mengedepankan asal mula Hiccup bertemu dengan naganya Toothless. Meskipun melenceng dari cerita aslinya How To Train Your Dragon adalah film yang sukses membuat penontonnya lupa akan cerita aslinya. Wajar saja, dengan karakter naga-naganya yang colorful dan sengaja dibuat mirip dengan ownernya, siapa yang tidak akan jatuh cinta ketika menontonnya?

Hiccup IV adalah seorang anak kepala suku di kepulauan Berk, berbeda dengan ayahnya yang sangat Viking – berperawakan besar, menyukai segalam macam kegiatan yang mengekspose kekuatan dan gemar berperang. Hiccup lebih suka menghabiskan waktunya di workshop membuat perkakas. Suatu hari ketika segerombolan naga menyerang desanya, ia secara tak sengaja membuat kekacauan yang menyebabkan ayahnya berang.

Ayahnya kemudian menyertakan Hiccup ke kelas Membunuh Naga, suatu skill yang harus dimiliki oleh Viking. Selain Hiccup ada Astrid, Truf dan Snuff yang bergabung di kelas itu. Pada awalnya, Hiccup dijauhi oleh teman-temannya karena dianggap merepotkan, namun seiring berjalannya waktu Hiccup akhirnya bisa mengatasi naga tanpa harus membunuhnya.

Karena penasaran, Hiccup memberanikan diri pergi sendirian ke dalam hutan untuk mencari naga yang pernah dibidiknya. Ternyata naga yang tersebut memang ada, ia tidak bisa terbang kerena sayap di ujung ekornya terluka. Hiccup tadinya berencana ingin mengambil hati ayahnya dengan memberitahukan keberadaan naga itu, tapi melihat kondisi naga yang terluka dan karakternya yang cinta damai, ia mengurungkan niatnya dan malah mendesain sayap baru untuk naga tersebut.

Perlahan-lahan, Hiccup mencoba untuk berteman dengan naga tersebut, memberinya makan dan melatihnya terbang. Hiccup bahkan menamainya Toothless karena tidak memiliki gigi. Sebelumnya Hiccup hanya tahu bahwa naga dengan jenis tersebut dijuluki The Night Fury dan tidak ada keterangan lebih lanjut selain bersembunyi dan berdoa agar The Night Fury tidak menemukanmu.

Berkat pengamatannya (mengamati Toothless / naga) akhirnya Hiccup bisa lolos dengan mudah dari kelas Membunuh Naga, hal itu memicu Astrid untuk mencari tahu tentang rahasia Hiccup. Suatu hari  Astrid membuntuti Hiccup ke dalam hutan dan terkejut mendapati Hiccup berteman dengan Toothless.

Di ujian terakhir kelas Membunuh Naga mereka diharuskan untuk membunuh Naga Api, karena suatu kesalahan naga tersebut marah dan nyaris membunuh Hiccup. Pada saat itulah muncul Toothless yang ingin menyelamatkan Hiccup, tentu saja keadaan menjadi kacau balau dalam seketika. Toothless ditangkap dan dijadikan umpan oleh ayahnya untuk memancing naga-naga keluar dari Pulau Tengkorak, sedangkan Hiccup (yeah ... you must know what’s going on him) ditinggalkan begitu saja.

Tak kehabisan akal, Hiccup pun mengajak teman-temannya untuk pergi ke Pulau Tengkorak menggunakan naga-naga peserta ujian.

Dan ... sampailah Viking ke Pulau Tengkorak, disana mereka bersiap-siap untuk menghabisi naga. Tak disangka, selain naga-naga reguler yang kerap menyerang desa mereka terdapat seekor naga besar yang menjadi pemimpin naga-naga tersebut. Alih-alih berhasil menangkap atau membunuh naga, yang ada mereka semua kocar kacir diserang naga besar tersebut, satu persatu perahu Viking hancur terkena semburan api. There’s no way out.

Hiccup dan kawan-kawan kemudian datang menyerang  naga besar tersebut. Setelah melalui perkelahian yang cukup sulit akhirnya naga tersebut bisa dikalahkan.

But, somebody’s need to pay it.

Hiccup memang kehilangan kaki kirinya pada pertempuran di Pulau Tengkorak itu, tapi akhirnya ia berasil meyakinkan ayahnya (bahkan penduduk desa Berk) bahwa naga tidak perlu dibunuh. Finally,  Viking dan naga-naga menjalani hidup berdampingan di Pulau Berk.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Monsters University adalah prekuel dari film animasi Monster, Inc. yang dirilis oleh rumah produksi Disney dan Pixar pada tahun 2001 lalu. Dengan strategi pasar yang cerdas film Monsters University seakan-akan mengobati kerinduan penggemarnya, karena pada saat itu (2001) rata-rata penonton film Monster, Inc. adalah anak-anak usia bangku sekolah dasar, saat ini anak-anak tersebut  sudah menginjak bangku kuliahan, sama seperti setting film Monsters University.

Cerita dimulai ketika Mike Wazowsky kecil mengikuti field trip dengan sekolahnya ke perusahaan Monster, Inc. disana ia dan teman-temannya menyaksikan bagaimana para scarer (penakut / orang yang menakut-nakuti) beraksi dengan cara menakuti anak-anak demi menghasilkan energi. Mike yang penasaran kemudian mengikuti salah satu scarer ke dalam kamar seorang anak kecil, tentu saja hal tersebut menimbulkan kepanikan bagi semua orang, namun tidak bagi Mike, pengalamannya mengikuti scarer  sangat membekas di ingatannya, sehingga ia memutuskan untuk menjadi scarer.

Bertahun-tahun kemudian Mike akhirnya berhasil kuliah di Monsters University, seperti mahasiswa baru pada umumnya Mike sangat siap untuk memulai kehidupan barunya sebagai mahasiswa. Teman sekamar Mike di asrama adalah Randall, mereka bersama-sama belajar dan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Meskipun unggul dalam hampir semua mata kuliah Mike tidak serta merta memiliki popularitas dan status sosial, ia kerap dianggap tidak meyakinkan karena rupanya yang tidak menyeramkan layaknya scarer wanna be.

Lain halnya dengan Jimmy P. Sullivan yang memang sudah memilki darah scarer, popularitas dan status sosialnya memang sangat berbanding terbalik dengan Mike, namun hal tersebut tidak sebanding dengan nilai-nilai kuliahnya. Sulley pun akhirnya didepak dari kelompoknya (ROR) dan digantikan oleh Randall.

Dalam suatu ujian menakut-nakuti, Mike dan Sulley terlibat perkelahian dan tanpa sengaja memecahkan tabung jeritan. Dekan Hardscrabble yang kecewa melihat ulah keduanya memutuskan untuk memindahkan mereka dari jurusan scarer ke jurusan Pembuat Kaleng Teriakan. Sejak saat itu hubungan keduanya mulai memburuk.


Untuk menunjukkan bahwa ia layak masuk jurusan Scarer Mike memutuskan untuk mengikuti Scare Games, yaitu lomba menakut-nakuti yang diikuti oleh seisi kampus. Dekan Headscrebble pun menantang Mike dengan berjanji akan memindahkan kembali Mike dan kawan-kawan ke jurusan Scarer jika mereka berhasil memenangkan Scare Games. Sayangnya, Mike kekurangan 1 orang anggota tim untuk bisa mengikuti Scare Games, dan secara mengejutkan Sulley mengisi kekosongan tim. 


Tim baru mereka dinamai Oozma Kappa (OK) terdiri dari Mike, Sulley, Don Carlton, Terry dan Terri, Art dan Squishy. mereka tinggal bersama-sama di rumah Squishy dengan ibunya yang single parent. Awalnya Mike dan Sulley bersitegang karena perbedaan visi, setelah ujian pertama mereka berdua mulai menyadari bahwa mereka tidak akan pernah bisa menang jika terus menerus berselisih.

Untuk menambah semangat Mike mengajak timnya untuk masuk ke dalam Monster, Inc. Ternyata tidak semua scarer menakutkan, ada beberapa yang biasa-biasa saja namun berhasil memanfaatkan potensi monster didalam diri mereka.

Kemenangan demi kemenangan yang diraih oleh tim OK telah membuat pesaingnya merasa jengah, mereka semua menjebak Mike dan kawan-kawan ke pesta yang ditujukan untuk mempermalukan diri mereka ke seantero kampus. Walaupun sempat dibuat frustasi karenanya tim OK bertekad untuk memenangkan Scare Games.

Hingga tibalah saat yang dinanti-nantikan, tim OK harus berhadapan langsung dengan tim ROR di final Scare Games. Di satu sisi cukup mengejutkan karena tim OK adalah tim yang tidak pernah diprediksi akan bertahan di babak penyisihan tapi di sisi lain tim OK adalah pesaing tangguh bagi tim ROR.

Di final Scare Games ini peserta dituntut untuk menakut-nakuti sesuai dengan kepribadian dan lingkungan target (nah disinilah muncul alasan kenapa Randall tidak menyukai Sulley), tak disangka-sangka tim OK akhirnya bisa menjadi juara dan berhasil pindah lagi ke jurusan scarer.

Namun lagi-lagi Mike harus menelan kenyataan pahit karena Sulley ternyata berlaku curang untuk bisa memnangkan Scare Games. Kerena  kecewa dengan ulah Sulley, Mike nekat masuk ke lab Pembuatan Pintu untuk menguji kemampuan dirinya sendiri. Sedangkan Sulley yang (memang) bersalah menghadap dekan Headscrabble dan mengakui semua perbuatannya.

Sulley yang mengetahui perbuatan nekat Mike langsung menyusul ke lab Pembuatan Pintu, ia lalu masuk ke kamar anak-anak yang sedang berlibur. Anak-anak yang terkejut kemudian menghubungi guru dan polisi, keadaan menjadi kacau karena polisi terus memburu Mike dan Sulley.

Pintu yang menghubungkan kamar itu dan lab Pembuatan Pintu tidak berfungsi karena dimatikan di satu sisi (untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan), dan satu-satunya cara agar pintu bisa berfungsi kembali adalah dengan mengumpulkan jeritan sebanyak mungkin.

Meskipun akhirnya mereka bisa mengumpulkan jeritan dan membukakan pintu (bahkan menghancurkannya), tak membuat mereka berdua selamat dari hukuman. Melihat kekacauan yang mereka timbulkan dekan Headscrabble memutuskan untuk mengeluarkan mereka dari Monsters University.

Mike dan Sulley memang tak pernah lulus kuliah dari Monsters University, tapi hal tersebut tidak menyurutkan keinginan mereka untuk bekerja di Monster, Inc. Untuk menjadi scarer...

When one door is closed, there is another opened door...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates