Photo by Diva Plavalaguna |
Sebagai makhluk sosial yang kurang suka bersosialisasi tentcu lingkup pertemananku nggak luas, seperti garam… secukupnya😅, yang meski sedikit tapi verified. Salah satu alasan mengapa aku konsisten menjaga lingkup pertemananku tetap on the right track adalah karena aku terbiasa dengan pertemanan yang nyaman. Kita saling memahami satu sama lain dan berada di frekuensi yang seirama (nggak selalu sama namun masih satu rima), meski kini terpisah ribuan kilometer kita selalu auto connect ketika berkontak macem wi-fi kantor.
Mungkin kalyan pernah mendengar istilah low maintenance friend, kurasa istilah itu cocok untuk pertemanan yang kujalani hingga saat ini. Kita memang jarang curhat sampai ke dasar kehidupan atau merayakan hari jadi(an) bersama atau bertukar hadiah saat berulang tahun atau melakukan hal-hal yang bestie banget macem apa gitu kek 😆.
Kita berinteraksi layaknya manusia byasa, namun ada kalanya kita keep setting the boundaries until the owner ready to open the gate, jadi ya nggak ada ceritanya aku diinterogerasi atau dipaksa curhat karena temanku kepalang kepo. That’s why I love them. Memiliki teman yang mampu memberikan space dan selalu connect disaat sinyal redup adalah hal yang patut disyukuri ✨🙏🏻✨.
Yha~ aku memang jarang (sengaja) curhat, kalau untuk hal-hal umum mah gpp tapi kalau untuk hal-hal personal aku jarang, kalau pun iya byasanya ada jeda dari waktu kejadian sebenarnya 😅. Atak pernah bilang: jangan pernah mempercayai orang 100%, cukup 80% aja, maksimal 90% sisanya untuk Allah karena kita nggak pernah tahu apa yang ada di hati seseorang. Mantips sekali yorobun… Kukira hanya aku yang sering trust issue 😅.
Kembali lagi ke low maintenance friends… diantara semua circle pertemanan yang kumiliki, circle pertemanan yang paling teruji durability-nya adalah circle pertemanan saat remaja (SMP-SMA). Kita telah tumbuh dan saling memahami tabiat satu sama lain karena 24/7 selalu bersama, hal yang nggak bisa ditandingi circle pertemanan mana pun hingga saat ini.
Kadang aku merasa nggak bisa attach dengan circle pertemanan lain karena sadar bahwa aku hanyalah orang yang ditemui pada saat-saat tertentu. Wajar siya karena kita memang nggak pernah berada di linimasa yang sama, yang kalau diekstraksikan kurang lebih begini: kita adalah ruang solid yang tercipta dari beberapa transparent circle dalam sebuah diagram.
Aku setuju dengan Deya yang berkali-kali mengingatkan bahwa kita mesti bisa memilah antara close friend, casual friend, workmate dan acquittance, karena bagaimana pun ada hal-hal yang memang nggak bisa dibagi atau ditautkan padanya. Aku udah pernah melakukannya di FB, awalnya memang ribetz karena mesti nge-klik satu-satu tapi akhirnya aku faham mengapa aku mesti melakukannya.
Sekarang udah ada fitur close friend tapi tetap weh masih ada aja yang cepu, bisa dicek lagi ya wahai netizen berapa banyak hossip yang masuk lame curah perkara close friend-nya 😌.
Sebagai bagian dari support system terdekat setelah keluarga kurasa nggak ada salahnya kalau kita tetap me-maintain pertemanan yang dijalani saat ini. Ingat ya… semakin tuwir, circle pertemanan semakin menyempit, tapi aku B aja sih 😆 Aku lupa sejak kapan namun aku berusaha untuk membiasakan diri dengan small circle, puyeng juga ngaturnya gimana 😂.
Bersyukurlah kalau kalyan udah memiliki pertemanan yang meski awet tapi tetap rajet haha nggak deng… pertemanan yang nyaman adalah koentji bagi kita yang ingin menikmati masa tuwa dengan gembira layaknya grup reuni orang tua kita, yang kalau nggak saling berbalas meme saling berbalas video tembang kenangan 🥺.
Tapi kalau masih belum, well… I wish you find them sooner…