Selamat weekend ya guise...
Kemarin sore aku mampir ke Gramedia niatnya mau beliin buku untuk hadiah ultah Widy, tapi ternyata mbnya nggak mau, lagi malay baca buku katanya. Jadilah aku bookshelf shopping sendiri. Dan yha~ untukku yang menarik saat ini adalah buku-buku ber-genre self development yang (sepertinya) karena tuntutan trend menyelipkan kata “seni” di judulnya.
Setelah sekian lama nggak mampir ke Gramedia, gimana ya, merasa asing aja gitu padahal dulu kita coy banget haha 😂 Sedih juga lihatnya, banyak rak-rak yang kosong dan sepi, apalagi section anak-anak.
Tadinya aku berniat membeli buku yang masuk di list-ku yakni bukunya Eka Kurniawan atau Harumi Murakami, sayangnya (atau malah beruntungnya?! 🤔) kedua buku yang kuincar nggak ada *heu... Meski kutahu bukunya Tere Liye memang jaminan mutu aku kurang tertarik untuk membelinya, begitu pun dengan bukunya Andrea Hirata.
Mungkin gegara ilustrasi cover-nya yang jor-joran aku sampai siwer saat melihat rak buku. Aslikk... Aku merasa sedang melihat Pinterest dalam dunia nyata.
Akhirnya aku menjatuhkan pillihanku pada bukunya Paulo Coelho yang berjudul The Alchemist, meski sebenarnya nggak suka pake banget dengan cover-nya yang terlalu meriah. Lha terus kenapa dibeli? Karena ingat dulu pernah menginginkannya 😁 dan yha~ mungkin inilah yang dinamakan maktub.
Aku mengenal Paulo Coelho ini sejak SMP, saat itu bukunya The Alchemist sempat booming (aslinya rilis tahun 1988). Sayangnya, buku Paulo Coelho pertamaku bukanlah The Alchemist melainkan Di Tepi Sungai Piedra Aku Menangis dan Tersedu (By the River Piedra I Sat Down and Wept, 1994). Maklum ya... saat itu aku masihlah yesterday afternoon kid sok idealis yang lebih tertarik dengan underrated thingy.
Sumpah itu buku sempet-sempetnya dicengcengin Shanty dan Pichi gegara judulnya yang agak dangdut, hemeh banget sih ... 😂 Untukku Di Tepi Sungai Piedra Aku Menangis dan Tersedu masih ketinggian level-nya karena membahas tentang proses hijrah-nya seseorang karena permasalahan hidup. Well... seperti yang sudah kubilang, aku masihlah yesterday afternoon kid... 😌.
Di Tepi Sungai Piedra Aku Menangis dan Tersedu menceritakan pergolakan batin seorang wanita bernama Pilar, yang bertemu kembali dengan cinta pertamanya. Mereka kemudian memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama ke Prancis, perjalanan yang tak mudah sebab mereka dihadapkan pada konflik yang terjadi dalam hati masing-masing selama 10 tahun lamanya.
Beberapa tahun setelahnya, saat aku awal-awal kerja pasca wis... udah. Aku membeli buku Paulo Coelho keduaku, yang mana (masih) bukan The Alchemist, yakni Iblis dan Nona Prym (The Devil and Miss Prym, 2000) karena suka cover-nya haha Nah, seri cover ini yang paling kusuka, menyesal kenapa nggak beli The Alchemist sekalian 😢.
Iblis dan Miss Prym bercerita tentang Chantal Prym yang bekerja sebagai pelayan penginapan di sebuah desa terpencil, yang tentcunya sangat mendambakan kehidupan diluar sana. Suatu hari muncul orang asing yang menawarkan emas jika Prym bersedia membunuh seseorang di desa itu. Pergolakan batin Prym inilah yang memunculkan iblis dihadapannya.
Dan barulah kemarin aku membeli buku The Alchemist 🥳.
Secara garis besar The Alchemist menceritakan seorang bocah gembala bernama Santiago (yang mengingatkanku akan The Old Man and The Sea) yang memutuskan untuk berkelana dari rumahnya di Spanyol demi menemukan harta karun di piramid Mesir gegara tafsir mimpi seorang gypsy.
Dalam perjalanannya Santiago mendapati dirinya dipertemukan dengan beberapa orang yang kelak akan mengantarkannya menemukan hartanya. Dari seseorang yang mengaku Raja Salem, pemilik toko Kristal yang bermimpi pergi ke Mekah, seorang peneliti Inggris, Fatima si gadis gurun dan Sang Alkemis.
Diceritakan juga bahwa Alkemis adalah seorang yang sanggup mengubah logam menjadi emas, ia tinggal di Mesir dan jarang bisa ditemui. Kalau di film-film mah, Alkemis ini adalah tipikal karakter yang tiba-tiba muncul memberikan petunjuk dan menghilang ketika karakter utama hampir sampai di tujuan.
Alkemis ini mengingatkanku akan Nicholas Flamel dari Harry Potter ya haha 😁 Apalagi di bukunya ada kalimat yang menyingnggung tentang Jiwa Dunia, Batu Filsuf dan Ramuan Kehidupan, sungguh sangat ke-Deathly Hollow-an sekali bukan? Kalau Batu Filsuf adalah philosopher stone, maka Ramuan Kehidupan adalah invisible cloak dan Jiwa Dunia adalah ender wand. Wow... halu sekali ya aku... 🥲.
Di buku The Alchemist, salah satu kata yang sering muncul adalah maktub yang berarti; telah tertulis.
Aku mesti bilang bahwa Paulo Coelho memiliki referensi dan kedalaman pemahaman yang baik mengenai falsafah muslim mengenai takdir. Sesungguhnya harta karun terbaik dalam hidup adalah takdir itu sendiri, sedang untuk mencapainya kita mesti membaca pertanda melalui hati. Karenanya... dimana hatimu berada disitulah hartamu berada.
Selama membaca buku The Alchemist aku merasa hatiku mendadak penuh dan hangat, mengingatkanku akan quotes pencerahan hidup yang sering ku save di IG 😋.
Semua buku Paulo Coelho yang pernah kubaca memiliki garis merah yakni setting waktu yang dibiaskan, nggak ada spesifikasi tahun atau trend yang terlalu ditonjolkan. Menurutku, jika suatu saat nanti The Alchemist diadaptasikan ke film, maka haruslah menjadi milik Tarsem Singh, tapi bolehlah kalau Guillermo del Torro berminat 😁.
Dengan The Alchemist akhirnya aku merasakan lagi letupan kegembiraan membaca buku, belum pernah rasanya dalam 10 tahun terakhir aku membaca sambil duduk dengan stabilo di tangan, mewarnai baris kata-kata dan teguh membaca meski kasur dan smartphone melambai manja😌. Semoga The Alchemist adalah pertanda berakhirnya era reading slump-ku.
Menurutku, The Alchemist adalah buku yang menarik, bukan tipikal buku berat yang bisa membuat pembacanya overthinking, melainkan tipikal buku compact yang dikemas dengan cerdas dan ringan. Sudah pasti kurekomedasikan bagi jiwa-jiwa galau gundah gulana yang belum menyerah menemukan life purpose.
Lebih dari segalanya, The Alchemist berpotensi memberikan insight dan pengalaman baru dalam memaknai hidup, terutama bagi kita yang merupakan muslim. Tanpa bermaksud mengglorifikasi keyakinan pribadi, kupikir pemahaman dan research Paulo Coelho mengenai maktub dan segala yang menyertainya adalah cukup 👌🏻.
Akhirul kalam, pastikanlah kamu membaca The Alchemist at least sekali dalam seumur hidup.