Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Kami melanjutkan perjalanan menggunakan bis menuju Malang, tak banyak tingkah atau pun bicara kami lalui perjalanan dalam senyap. Lelap. Saya terbangun mendengar Rega kasak kusuk seru dengan orang asing, seorang pria paruh baya dengan kuku panjang yang meliuk-liuk. Berdasarkan penjelasannya, dia adalah salah dua dari pemegang rekor MURI untuk orang Indonesia dengan kuku terpanjang.

Tujuan kami di Malang adalah untuk menginap di salah satu kerabat Hany, jeda sejenak sebelum melanjutkan ke Pulau Sempu. Wajah dan logat kami yang bukan pribumi membuat kami berulang kali menjadi sasaran calo, begitu juga ketika membayar ongkos angkot yang lebih mahal daripada tarif lokal, meskipun kesal kami berusaha mafhum karena bukan di tanah sendiri.


Saya baru tahu kalau susunan seat angkot Malang itu agak berbeda, jika biasanya di Jawa Barat sana kursi tambahan disediakan di belakang front seat (supir) dekat dengan pintu keluar lain halnya dengan angkot di daerah Jawa belahan Timur, kursi tambahan terletak di tengah-tengah row seat (diantara kedua deretan kursi penumpang) dan yang kebagian duduk di row seat harus rela nyempil hehe

Pada malam hari kami diajak jalan-jalan ke Roma alias rombengan malam yakni sejenis pasar dadakan seperti di Gasibu Bandung, Roma hanya ada di malam hari saja, barang yang dijual biasanya adalah barang-barang loakan layak pakai dan dagangan lain khas PKL. Tujuan kami sebenarnya adalah untuk mengantar Pici mencari sepatu karena sepatu yang dipakainya jebol sesaat setelah kami tiba di Malang, malang sekali ya Pici hehe

Karena budget yang sungguh sangat terbatas kami mencarinya di Roma, meskipun ada beberapa lapak yang menjajakan sepatu belum ada satu pun yang cocok, yang menjadi masalah bukanlah model atau harganya tapi ukurannya. Pici yang bertubuh mungil, sepatunya juga kecil tapi ukurannya sulit ditemukan. Akhirnya setelah mencari-cari dan bongkar sana sini Pici menemukan ukuran yang cocok, urusan model sudah tidak peduli, harga? cuma Rp. 25,000 haha


Kami tidur ala-ala pindang, khusus malam ini kami tidur seperti papan karena kaki masih nyeri gara-gara jalan (nggak) santai di Bromo. Pada saat seperti itu saya kangen dengan kasur dan bantal-bantal saya di kamar, sayangg saya hanya bisa membayangkannya saja. Meskipun sudah tempel koyo dan menggosok minyak kayu putih disana sini sebelum tidur, keesokan paginya saya terbangun masih dengan kondisi otot yang kaku, bahkan sholat pun masih belum bisa normal.

Keesokan harinya kami melanjutkan perjalanan menuju Pulau Sempu, setibanya di Pasar Turen kami langsung dikerubungi oleh pengusaha transportasi setempat (angkot dan Honda a.k.a motor). Fahria dengan cekatan mencarter angkot untuk menghindari suasana yang merisihkan.

Sebenarnya, terjadi perdebatan diantara kami mengenai rencana ke Pulau Sempu, menurut Simbah Google biasanya Pulau Sempu ramai dikunjungi pada saat weekend (camping) sedangkan pada hari-hari biasa jarang ada yang camping. Kami khawatir jika tidak ada orang lain / kelompok lain yang camping dan yang terbayang di kepala saya adalah scene-scene film horror epic tentang sekelompok anak muda yang lagi liburan di pantai :(


Tadinya kami mau membatalkan niat ke Pulau Sempu, tapi setelah dipikir-pikir lagi rasanya sayang jika mengingat-ngingat perjuangan kami membawa tenda dan peralatan kemping lainnya dari Jakarta. Setelah berembuk kami putuskan untuk pergi ke Pulau Sempu, jika memang tidak ada seorang pun yang camping disana maka kami akan nekat camping di bibir pantai atau jika memang tidak memungkinkan kami akan menginap di penginapan yang ada di sekitarnya.

Deskripsi mengenai kota Malang kurang lebih seperti yang dituturkan Donny Dirganthoro dalam bukunya '5 cm', khususnya mengenai kebiasaan penduduknya yang memiliki kegemaran membolak-balikkan kata-kata, dari nama angkot yang kami tumpangi, jargon-jargon di baliho sampai dengan nama caleg pun tak luput dibolak-balik. Jika kamu mengunjungi kota Malang dan menemukan kata atau kalimat yang tidak dimengerti mohon jangan putus asa mungkin anda terbalik membacanya ehehe


SENDANG BIRU

Kami tiba di Pantai Sendang Biru menjelang sore, lalu menuju kantor Resort Konservasi Wilayah Pulau Sempu untuk mendaftar camping. Alhamdulillah... kami tidak camping sendiri :) dan untuk bisa camping kami diharuskan untuk menyewa jasa guide polhut untuk menunjukkan jalan, salah-salah bisa tersesat. Di kantor tersebut terpajang gambar-gambar hewan yang terdapat di wilayah konservasi Pulau Sempu diantaranya adalah owa jawa, monyet, harimau dll tadinya saya pikir Pulau Sempu hanyalah pulau tak berpenghuni yang biasa dijadikan tempat kemping, tapi ternyata merupakan wilayah konservasi hewan-hewan khas Pulau Jawa.

Pulau Sempu terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian Timur, jaraknya tidak terlalu jauh, bahkan terlihat jelas sekali dari Pantai Sendang Biru. Untuk mencapai Pulau Sempu kami menyewa jasa perahu nelayan, Mas Kapal ini menawarkan untuk menjemput kami keesokan harinya dan tentu saja kami iyakan.




Sendang Biru merupakan deskripsi yang lugas mengenai tempat ini, airnya yang biru jernih dan tebal merefleksikan langit dengan sempurna, ombak yang menabrak-nabrak tak membuat kami urung untuk melihat dasar lautnya. Di bagian barat laut Pulau Sempu terdapat batu karang yang menancap kokoh dari dasar laut, menurut Mas Guide batu tersebut dijadikan gapura penunjuk bagi kapal-kapal asing di jaman kolonial.

Tujuan kami adalah sebuah laguna kecil di bagian barat daya Pulau Sempu, sebenarnya akan lebih dekat jika langsung menuju ke laguna menggunakan perahu namun sayangnya tak satu pun gentar menghadapi ganasnya ombak laut selatan. Perjalanan melalui jalur darat menghabiskan waktu sekitar 2-3 jam tergantung sikon dan kemampuan, jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh hanya saja medan yang dilalui cukup sulit, jalanan yang licin penuh lumpur menyisakan beberapa pasang sandal dan sepatu terbengkalai hehe







Tanah yang terjal dan curam berkali-kali membuat saya terjatuh dan akar pohon yang bergelimpangan sering membuat kami terantuk, belum lagi kemunculan hewan-hewan penghuni Pulau Sempu yang tiba-tiba membuat saya selalu was-was serasa diawasi. Takut digabrug.

Ketika kami tiba sudah ada beberapa tenda milik sekelompok muda mudi yang sedang asyik main air, kami dan Mas guide pun lantas mendirikan tenda untuk menyimpan barang bawaan sebelum akhirnya ngacir foto-foto. Laguna tempat kami camping memiliki pesisir yang landai dengan pasirnya yang halus dan dikelilingi oleh tembok karang yang tinggi serupa benteng, di salah satu sisi terluar tembok karang itulah terdapat sebuah lubang yang berfungsi sebagai jendela yang menghubungkan laguna dan Samudra Hindia.

Dan satu lagi jangan harap untuk mencoba-coba mendekati lubang tersebut, sekali terseret maka akan terhempas keluar, tidak mudah untuk bisa kembali dan terlalu sulit untuk bertahan maka hanya ada 1 kemungkinan : tenggelam. Menikmati laguna Pulau Sempu secara pribadi membuat kami sadar, tidak semua hal ingin dibagi dengan orang lain, sebelumnya kami berharap bisa camping dengan orang / kelompok lain tapi setelah sampai dan menikmatinya kami malah berharap untuk sendiri.







Pada awalnya saya merasa kecewa karena merasa Gunung Bromo lebih menarik ketimbang laguna Pulau Sempu, tapi akhirnya saya tersadar, bukan masalah menarik atau tidaknya saya kecewa, tapi lebih dikarenakan saya kecewa tidak bisa menikmati Pulau Sempu seperti saya menikmati Gunung Bromo, ketika masih segar dan berapi-api. Kelelahanlah yang membuat saya tidak bersyukur

Pada malam hari kami memasak dengan menu yang amburadul hehe menanak nasi dicampur sarden kalengan menggunakan kompor parafin bukanlah pilihan yang tepat, sadar hasilnya jauh dari memuaskan kami berusaha memperbaikinya dengan menambahkan mie rebus ala kadarnya, jangan tanya rasanya, karena masih lebih baik daripada tidak makan sama sekali.





Disaat tenda sebelah gonjrang-gonjreng cekikian asyik tenda kami sudah sunyi senyap hehe Tenda yang kami gunakan adalah milik Fahria yang khusus dibawa dari Jakarta demi camping di Pulau Sempu ehm... milik Najwa (adik Fahria) yang suka main tenda-tendaan di dalam rumah. Ukurannya yang tidak seberapa membuat kami harus rela tidur dempet-dempetan, lalu ada Rega yang ngotot ingin tidur satu tenda karena takut tidur di luar. Saking pulasnya kami tidak sadar kalau malam itu hujan turun, diantara kami hanya Pici dan Mas Guide yang sanggup berlarian untuk menyelamatkan jemuran dan tas-tas kami.

Keesokan harinya kami terbangun dengan porak poranda, karena hujan semalam kami tidur dihiasi dengan toping pakaian 1/2 kering dan tas-tas yang isinya berhamburan. Meskipun Pici mengocehkan (b/d)eritanya semalam kami hanya menanggapinya dengan tertawa-tawa dan bersikeras menganggap aksinya adalah resiko karena tidak tidur pulas.




Kami sempatkan naik ke atas tebing untuk berfoto-foto, tidak boleh terlalu dekat karena ombak yang keras berpotensi untuk membuat badan limbung, jika kurang beruntung bisa jatuh ke samudra. Anyway... pemandangannya indah sekaligus bikin ngeri.

Meskipun enggan kami memaksakan diri bongkar tenda dan berbenah, masih ingin disini, tapi mengingat waktu yang telah saya curi cukuplah sampai disini. Mas guide mengarahkan kami menuju rute yang berbeda dari yang kemarin, lebih cepat dan agak landai, dengan kata lain jalan pintas !!! Hadehh Mas... Tau gitu kemarin kita lewat sini dehh..



Di perjalanan pulang itulah Mas Guide cerita tentang Pulau Sempu, intinya jangan datang ke Pulau Sempu dengan niat buruk atau akan terjadi sesuatu.

Pernah ada seseorang yang datang untuk berburu burung, tak tahu bagaimana dia menghilang, setelah dicari selama beberapa hari akhirnya dia diketemukan di atas tebing terluar, sendirian. Lalu ada sekelompok mahasiswa pria yang camping, di perjalanan pulang salah satu dari mereka bertemu dengan seorang wanita, entah bagaimana dia mengikuti wanita tersebut dan kemudian diketemukan beberapa hari setelahnya di dalam hutan. Selainnya adalah kecelakaan-kecelakaan akibat terjatuh dari tebing atau tenggelam di lautan. So, be careful dear...




Mas Perahu sampai tidak lama kemudian, lalu kami menuju Pantai Sendang Biru. Disana kami harus menunggu beberapa saat Bison yang kami carter datang, tujuan kami selanjutnya adalah Stasiun Kepanjen, menurut jadwal kereta kami akan berangkat beberapa jam lagi.

Mas Bison yang satu ini cukup mengerti keinginan kami, Bisonnya dikemudikan dengan cepat. Pada saat kami diburu waktu ada saja rintangannya, seperti misalnya saat Bison kami sedang on fire alias (rada) ngebut tiba-tiba ada serombongan anak sekolah yang menyebrang jalan... lama... sekali... oh... murid satu sekolahan bubar... berjamaah... Mereka berjalan santai sambil sesekali berceloteh riang dengan temannya sementara kami sudah keringetan panas khawatir ketinggalan kereta, geregetan!!!

Tapi itu belum seberapa dibandingankan dengan tiket bodong haha

Kami tiba tepat waktu di Stasiun lalu bergegas memasuki peron, karena ada keterlambatan kami harus menunggu hingga beberapa saat yang kami habiskan dengan berfoto-foto. Pada saat kereta mulai terlihat di kejauhan, barulah kami sadar belum beli tiket, berlari-lari saya dan Fahria kembali ke loket untuk membeli tiket.


Sepertinya Mas Tiket kurang peka kalau kami terburu-buru, meskipun sudah ada panggilan 'kepada seluruh penumpang ...' beliau tetap tak bergeming bahkan memberikan tiketnya, satu-persatu, kemudian menghitung uang kembalian dengan cermat dan teliti sebelum memberikannya kepada kami. Setelah mendapatkan tiket kami berlari-lari dan ikut berebut kursi dengan penumpang yang lain.

Perjalanan penuh kenyarisan hari itu mengantarkan kami menuju Stasiun Malang. Hal yang pertama kami lakukan adalah mandi. Saya belum merasakan mandi sejak kemarin lalu ditambah busik lengkat ala air laut dan keringat hasil lari-lari hari ini membuat saya merasa kotor hahaha ... Beruntung kami menemukan satu tempat mandi yang cukup bersih di pinggir gedung kantor kereta api, bergantian kami mandi sampai puas.



Selesai mandi kami berjalan-jalan sambil melihat-liat kereta, siapa tahu kereta kami sudah datang. Kami pun masuk ke dalam sebuah tempat makan, ketika kami sibuk memilih-milih makanan terdengar suara 'kepada seluruh penumpang...' lalu terdengar suara-suara gaduh antara penumpang dan kondektur dari kereta di depan kami, siap untuk berangkat.

Serasa diingatkan Fahria bertanya tentang kereta yang akan kami naiki kepada Ibu Warteg. Jawabannya menghetak kami, kereta yang nyaris berangkat di depan kami adalah kereta yang kami tunggu-tunggu. Tanpa membuang waktu kami berlarian naik ke dalam kereta meninggalkan Fahria dan Pici yang sibuk memaksa Ibu Warteg membungkus makanan secepat kilat. Masih teringat dalam benak saya bagaimana Fahria dan Pici berlarian mengejar kereta dengan ransel yang kebesaran dan keresek di pergelangan tangan, tadinya saya pikir mereka akan ketinggalan seperti di film-film hehehe



Kami habiskan malam di kereta dengan kaki yang masih pegal karena sulit sekali untuk digerakkan, mempersulit posisi duduk kami yang tidak nyaman. Penumpang yang lalu lalang di setiap perhentian dan pedagang asongan yang seliweran tidak membuat kami benar-benar tertidur. Maklum kereta ekonomi hehe

Setelah Hany turun di Yogyakarta, kini giliran Pici, Fahria, Rie dan Rega turun di Stasiun Cipeundeuy a.k.a Stasiun Malangbong karena mau menjenguk mamanya Icunk, akhirnya tinggal saya sendiri melanjutkan perjalanan sampai Stasiun Bandung. Sedih sih hehe... Udah lecek, kumal, gak ada yang jemput... eh, nggak deng, ada yang jemput haha



Saya pergi liburan ditengah-tengah SP (semester pendek) dan jatah bolos per mata kuliah adalah 3 hari, karena mata kuliah tersebut diadakan 3 hari dalam seminggu, otomatis jatah bolos saya habis dalam minggu ini, itu artinya saya harus masuk di hari-hari berikutnya. Sayangnya salah satu mata kuliah yang saya ambil terpaksa gugur karena suatu hal dan lain sebagianya hahaha ... tinggal satu mata kuliah lagi, yang membuat saya puyeng bukan main adalah ... UTS Meskipun saya datang tepat waktu (sehari sebelum UTS) saya harus mengerjakan tugas-tugas hutang bolos dan tugas penunjang UTS : (

Jadilah... Ketika teman-teman liburan saya sedang dalam masa pemulihan pasca liburan, saya masih sibuk begadang bikin sketsa huftt...

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Tujuan berikutnya adalah Air Terjun Madakaripura,

Entah bagaimana caranya Fahria berhasil melobi Mas Bison untuk mengantarkan kami ke Air Terjun Madakaripura. Entah bagaimana caranya juga Fahria tahu tentang tempat itu dan entah bagaimana caranya pula kami bisa sampai kesana dengan kondisi fisik dan mental yang memble karena jalan-jalan 20 km di pagi tadi.

Yang saya ingat adalah Bison kami melewati jalanan yang berliku, melewati rumah-rumah khas perkampungan yang punya ayam di pekarangan serta kebun-kebun palawija di kanan kirinya. Kadangkala diselingi oleh sawah-sawah dan hutan-hutan yang mengingatkan saya akan cerita mistis jaman kolonial.


Kami tiba sekitar pertengahan hari lebih sedikit, kaki kami yang pegal cukup mempersulit perjalanan. Menurut guide yang kami sewa, sebenarnya, pihak pengelola sudah membuatkan jalan semen menuju ke air terjun namun hancur karena banjir bandang di tahun 1998 ketika Presiden Suharto lengser. Air yang mengalir merupakan air dari daerah  Bromo, jika di daerah Bromo hujan deras maka sudah pasti debit air di air terjun Madakaripura pun tinggi. Biasanya, cuaca di air terjun Madakaripura sama dengan cuaca di Bromo, jika tidak memungkinkan maka pengelola air terjun akan menutup akses menuju air terjun untuk meghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Pada suatu hari yang naas itu, cuaca di air terjun Madakaripura cerah sekali dan banyak pengunjung yang berdatangan. Tak disangka, di daerah Bromo telah turun hujan lebat yang mengakibatkan banjir bandang dan menjatuhkan bebatuan besar dari atas. Banyak korban berjatuhan karena insiden tersebut dan pihak pengelola memutuskan untuk menutup sementara air terjun Madakaripura. Saya kurang tahu pasti kapan air terjun Madakaripura dibuka kembali untuk umum, namun pada saat kami mengunjunginya (2010) tempat tersebut sudah mulai ramai dikunjungi.


Mendengar cerita mas guide yang horror itu kami was-was seketika, khawatir kalau ada apa-apa (you-know-what-I-meant-huh). Seakan menjawab pertanyaan kami, Mas Guide itu bilang 'kalau lihat apa-apa atau yang aneh-aneh jangan panik, pura-pura gak lihat aja yah...' hadeeuuhhh... nambah merinding aja... 

Kami beristirahat sebentar di warung darurat sekadar jajan-jajan gorengan, belum makan lagi sejak tadi pagi di Bromo. Karena jalan semennya sudah rusak, maka terpaksalah kami harus melewati jalan tanah di pinggir-pinggiran sungai, kalau jalannya sudah habis ya nyemplung ke sungai hehe 

Melihat air terjun yang bergemericik dan lumut yang tumbuh subur hingga dinding-dindingnya membuat saya percaya bahwa air terjun Madakaripura adalah air terjun terindah yang pernah saya kunjungi. Bahkan saya berpikir sedang berada di
fairy land sedang mencari peri sebesar capung yang seliweran kesana kemari seperti di film Barbie hehe



Namun, yang menjadi tujuan sebenarnya  adalah air terjun yang letaknya paling ujung. Membentuk 2/3 lingkaran tidak sempurna dan dialiri air yang cukup deras, disanalah letak Madakaripura atau dalam bahasa terjemahan bebas adalah tempat bertapanya Patih Gajah Mada di masa lampau, yaitu di dalam ceruk yang terdapat di belakang air terjun.

Karena kedalamannya yang mencapai sekitar 2 m belum lagi ditambah dengan derasnya air yang mengalir, saya pikir siapa pun juga akan mengalami kesulitan untuk mencapai ceruk (yang letaknya lumayan tinggi).

Karena penasaran saya tanya Mas Guide
S      : 'mas, gimana caranya Gajahmada sampai ke atas?'
MG  : 'gak tau lah mbak, pokoknya dia bisa sampai ke atas'
S      : 'ohh ... terbang ya mas?'
MG : 'mungkin mbak, dia kan ORANG SAKTI !!!'

OK, case closed !!!

Setelah mencukupkan diri berfoto, kami segera memutuskan hengkang karena khawatir Mas Bison kesel nungguin. Meskipun di area dekat loket sudah disediakan MCK, tak satupun diantara kami yang berminat untuk mandi, terlanjur lelah mungkin.



Pada Mas Bison, kami semua berpesan agar diantar menuju terminal bis karena mau lanjut ke Malang, tapi menurut Mas Bison akan lebih cepat kalau menggunakan kereta api, setelah ditimbang-timbang kami putuskan untuk menggunkan kereta api saja seperti saran Mas Bison, meskipun sebenarnya khawatir tidak kebagian tiket atau salah jadwal.

Dan memang, kami ditipu mentah-mentah sama Mas Bison. Ketika sampai di stasiun kami tidak mendapati satu pun kereta menuju Malang seperti keinginan kami. Sialan !!! Pantas saja Mas Bison langsung tancap gas begitu kami selesai menurunkan barang. Setelah tanya sana-sini kami diarahkan agar menaiki angkot menuju terminal, sepanjang perjalanan kami habisakan bersungut-sungut dan memaki Mas Bison sampai haus.

Tips
  • Jika ingin mengunjungi air terjun Madakaripura, lebih baik menggunakan Bison dari Bromo karena sulit mencari transportasi ke sana.
  • Jika tidak berniat untuk basah-basahan, lebih baik menggunakan raincoat atau payung karena air akan bercipratan seperti gerimis.
  • Jika tidak ingin repot membawa snack, tersedia beberapa warung darurat yang menyediakan aneka makanan dan minuman (harga sedikit diatas harga normal).
  • Gunakan pakaian dan alas kaki yang nyaman, atau setidaknya tidak mempersulit perjalanan.
  • Berhati-hatilah membawa kamera atau ponsel, akan lebih baik jika kamera atau ponsel menggunakan waterproof case.
  • Check terus moda transportasi yang akan digunakan untuk pulang (jam keberangkatan), hati-hati kena tipu hehe
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates