Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Hay... Sobat mager, sobat ambyar, sobat receh, sobat kanjeng icikiwir ? 🙋🏻‍♀️.

Liburan kemarin aku pulang ke rumah Mbah dan menemukan bahwa kebon mini Marigold sudah dibabad habis gegara hanya berbunga sekali. Sebagai gantinya mama, uwak dan Amah menanam bunga Herbras (yang jenis spesifiknya masih menjadi misteri karena nggak nemu di Google 😝). 

Kebetulan saatku pulang banyak bunganya yang sedang bermekaran. Herbras ini adalah bunga yang selalu ada di pekarangan rumah Mbah sejak ku kecil, ofkors... Bukan favorite-ku karena bunganya nggak wangi macem Mawar (yang nggak pake Eva *halah 😌) atau Sedap Malam. 

Nggak ngerti juga kenapa Herbras ini bisa tumbuh sporadis membabi buta alias nggak teratur dan tertata macem taman. Tapi nggak apa-apa siya... Yang jelas kalau dilihat dari kejauhan kebon mini Herbras ini cangtip dilihat.






Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kalau kau mencari tahu apa itu faktor X di google, kau akan menemukan banyak sekali definisi mandiri yang mencoba mejelaskan apa sebenarnya faktor X itu. Mostly, faktor X dijabarkan sebagai faktor penentu yang menyebabkan terjadinya sesuatu, sulit diungkapkan dan invisible. Bahkan beberapa menjabarkan faktor X ini sebagai faktor yang terkait dengan (kuasa) Tuhan.

Sedang kupikir, faktor X adalah kombinasi random dari cakupan berbagai variabel kemungkinan. Karena belum ada kepastian akan komposisi baku dari faktor X, maka kusimpulkan bahwa faktor X sebagai; hal (yang) tak terdefinisikan. Kalau kata orang Sunda mah “tah eta (pokona mah)”.

Yha~ (kupikir) karena ini juga orang menggunakan istilah Mr. X untuk menyebut seseorang yang identitasnya misterius 🕵️. Tak terdefinisi. Begitu pun dengan serial The X-Files (haha... ketahuan kan angkatan mana), setelah menonton berbulan-bulan akhirnya kutahu bahwa The X-files disini adalah tentang unidentified (flying) object. (masih) tak terdefinisi juga yekan 😊.

Kalau ajang pencarian bakat The X Factor mah sudah jelas laya...

Mari kita flashback ke 2 bulan yang lalu...

Saat itu aku, Icunk dan Deya memutuskan untuk makan Ngikan dulu (yang kayanya akan menjadi favorite baru menggantikan ABB) sebelum pulang ke rumah masing-masing. Lupa lagi ngobrolin apa, tapi Icunk bilang; rasa kol goreng tukang pecel dan rasa kol goreng buatan sendiri itu beda karena minyaknya hitam alias sudah pernah menyerap sari-sari makanan sebelumnya.

Sepanjang perjalanan pulang di motor Deya, aku jadi lebih kepikiran; apa yang sebenarnya membedakan rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri? 🤣.

Kuyakin kau pun pernah merasakan nikmatnya kol goreng... Lembaran kol yang setengah gosong nan berminyak adalah coy yang cocok untuk nasi uduk hangat dan pecel lele yang disirami sambal tomat yang nggak pedas-pedas amat. Meski mengandung minyak berlebih, nikmat sekali bukan? Well... Membayangkannya aja sudah membuatku kepikiran 🤤.

Menurut analisa sotoyku;

Karena hal teknis, macem jenis kol yang digunakan; apakah berasal dari daerah tertentu, waktu tanam yang lebih panjang atau ada treatment khusus, level api yang digunakan untuk menggoreng, waktu yang tepat untuk memasukkan kol di penggorengan, peralatan yang digunakan atau kombinasi dari semuanya.

Karena hal non teknis, macem benda apa yang sebelumnya dipegang tukang pecel; siapakah yang disalami oleh tukang pecel sebelum ia meraup potongan kol, untuk siapakah ia membuat kol gorengnya (adakah perasaan khusus untuknya 🤔), uang pecahan berapakah yang sebelumnya disentuhnya, doa siapakah yang membuat kol gorengnya nikmat atau kombinasi dari semuanya.

Tentcunya, aku (bahkan kita) nggak bisa menebak kombinasi manakah yang menghasilkan kenikmatan kol goreng, satu yang pasti, tukang pecel itu memiliki faktor X. Ada hal yang tak terdefinisikan yang membuat rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri berbeda. Dan kita nggak pernah benar-benar tahu.

Faktor X ini berlaku untuk semua hal ya, bukan hanya kol goreng...

Salah satu makanan favorite-ku adalah Sapo Tahu dan aku punya satu tempat sering kudatangi kalau sedang ingin makan Sapo Tahu. Karena Sapo Tahunya made by order jelas rasanya nggak pernah konsisten, ada aja yang berbeda setiap kali kesana. Kadang agak asin, kadang agak pedas, kadang kuahnya kental, kadang tahunya hancur, kadang seafood-nya banyak, kadang nunggunya lama.

Aku selalu mendapatkan ‘rasa’ yang berbeda setiap kali makan Sapo Tahu, tapi kalau ditanya apakah nikmat? Ya tentcu nikmat. Aku nggak bisa mendefinisikan standar Sapo Tahu apa yang kugunakan untuk membuat Sapo Tahu ini sebagai favorite-ku, selama kumerasa semuanya berjalan baik-baik aja dan nggak ada complain, kupikir nggak ada masalah haha 😊.

Eym... Mungkin ini adalah kerjaannya si faktor X 😝.

Bukankah ini lucu? Bahwa sebenarnya kita nggak perlu mencari alasan mengapa kita menyukai sesuatu...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Hay... Selamat long weekend yakawan... hehe 

Beberapa minggu yang lalu (apa bulan lalu ya? 🤔) aku sempat melewati daerah Braga, saat itu bunga-bunga kuning di sepanjang jalannya sedang mekar. Pikirku. Eh, kayanya pernah deh aku jalan-jalan di Braga sambil fotoin bunga-bunga kuning ini... 🤔 Setelah kuingat-ingat lagi, nyatanya aku memang pernah jalan-jalan sore di Braga sambil fotoin bunga-bunga kuningnya, tapi tahun lalu 😝.

Yha~ saat itu aku, Icunk dan Lisna sedang menikmati sore hari di musim gugur (ceritanya mau autumn, tapi kepentok skenario cuaca peralihan alias pancaroba 😌) di Braga. Tujuan kita hari itu adalah ke Wiki Koffie, sudah berkali-kali kita ke Braga tapinya lupa mulu mau nyobain ke Wiki Koffie, lebih duluan ketemu Toko Kopi Djawa 😁.

Aing maung 🐅🐅🐅🐅

Wiki Koffie ini terletak jl. Braga no 90, di foto atas Wiki Koffie terletak di bangunan yang kanan. Meski termasuk jalan hidup, Wiki Koffie kayanya nggak pernah sepi pengunjung, setiap kali lewat kelihatannya ramai terus. Bagi yang membawa kendaraan (terutama motor) bisa niya diparkir di sekitaran jam macan 🐅, kalau untuk mobil mesti mencari tempat parkir yang agak jauhan.

Kita nggak bisa langsung masuk ya karena ternyata Wiki Koffie-nya sedang penuh jadi mesti waiting list dulu 😔. Melihat vibes pengunjung yang semakin lama malah semakin asyik, kita sempat kepikiran untuk menyerah dan cabs ke Toko Kopi Djawa 😅, tapi untungnya nggak lama kemudian kita mendapatkan meja. Ohya, nggak usah khawatir mati gaya, karena Wiki Koffie menyediakan bangku baso di depan, mayan guise... 🤭.

Mahasiswa masakini ✨👌🏻

Saat kita masuk suasananya cukup ramai, sebagaian pengunjung merupakan keluarga kecil dan persepupuan, sedang sisanya adalah muda mudi nongkrong atau mahasiswa yang sedang mengerjakan tugas. Semuanya sibuk dan fokus dalam bubble-nya masing-masing, meski riuh kita semua tetap berjarak. Yang sibuk seliweran kesana kemari mah waitres-nya Wiki Koffie 😁.

Wiki Koffie menggunakan bangunan lama dan nggak banyak melakukan perubahan pada interiornya, paling furniture-nya yang dibuat lebih kekinian. So far, Wiki Koffie terkesan hangat dan nyaman, cokpislah untuk warga +62 yang senang kumpul ngobrol ngalor ngidul ✨👌🏻.

Desserts-nya menggoda iman 🥺

Wiki Koffie menyediakan berbagai menu dari yang ringan, sedang sampai berat. Ada Waffle, Kue Telur, Pancake, Sweets, Pizza, Quiche, Rice Bowl, Main Course sampai (yang kupikir paling menarik) Thai Favorite 😊. Hmm... gimana bisa nyasar sampai ke Thailand coba?! 🤔. Oh well... Karena namanya adalah Wiki Koffie sudah pasti ada menu kopi disini, nggak banyak sih yang ditawarkan tapi mending gini sih, nggak pusing milihnya 😁.

Menurutku, service-nya Wiki Koffie cukup cepat ya nggak sampai 15 menit order-an pertama kita datang, dan dibutuhkan waktu sekitar 30 menit untuk melengkapi semua order-an kita. Selama menunggu kita ngobrol dan  sesekali mendengarkan kehebohan di area dapur, rame pisan.

Menimbang kita datang di jam tanggung, yakni sekitar jam 4 sore yang mana kalau makan ringan nanti bakal makan lagi dan kalau makan berat nanti bakal lapar lagi 🤣. Kita sempat bingung mau order makanan apa 😌. Setelah menimbang dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, inilah list menu yang kita order.


Chicken Green Curry (25K)
Pertama kali mencoba aku merasa bahwa Chicken Green Curry ini adalah perpaduan serius antara Opor Ayam dan bumbu hijau yang (untungnya) nggak terlalu pedas, agak sedikit hambar tapi so far cocok di lidahku 😉. Selain ayam karinya ada Potato Chips yang kupikir lebih cocok dimakan secara terpisah dari karinya alias digado 😆.

Chicken Red Curry (25)
Ketimbang Chicken Green Curry kupikir Chicken Red Curry memiliki rasa yang lebih pedas dan berat, Icunk bilang rasanya macem bumbu balado RM. Padang yang (lagi-lagi) cocok di lidah.

Chicken Black Pepper (25)
Coba tanya Lisna, gimana rasanya? 😁.

Kue Telur Cheese (20K)
Ini adalah dessert bersama, karena rasanya anyep aja gitu kalau setelah makan nggak ngemil haha 😂 Menurutku rasanya nggak jauh berbeda dengan waffle (yang pernah kucoba) hanya bentuknya yang berbeda, jendul-jendul macem bubble wrap tapinya gede. Lucu. Untuk topping cheese-nya enak ya, dan porsinya pas untuk dimakan ramean. Ohya, dip chocolate-nya ❤️.

Frozen Monkey (20)
Ini adalah minuman fusion dari kopi dan pisaaannnggg! Aku sih suka ya... 😍 enak karena ada pisangnya. Tapi karena minumannya ngenyangin juga aku nggak sanggup menghabiskannya saat masih di Wiki Koffie. Jadilah Frozen Monkey ini kuhabiskan selama berjalan kaki dari Wiki Koffie ke BIP 😅 Mayan guise... aku nggak anyep-anyep banget haha

Tasty food

Nggak heran ya Wiki Koffie selalu ramai meski nggak sedang weekend, tempatnya strategis, suasananya nyaman dan (yang paling penting) harga menunya masih on budget terutama bagi kita para #sobataverage haha Tapi yaitu tadi, karena sering waiting list ada baiknya kalau datang di waktu yang sekiranya sepi.

Wiki Koffie @wikikoffie 
🏠 Jl. Braga No.90, Braga, Kec. Sumur Bandung, Kota Bandung
⏰ Selama pandemi Wiki Koffie tutup ya, belum ada info lebih lanjut kapan buka lagi.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Photo by Noelle Otto from Pexels

Tadinya mood board ini kususun untuk melengkapi cerita rumah idaman 😝 ku saat gabut hiatus selama 3 tahun. 

Masalahnya, saat aku ingin memasukkan draft post ini aku nggak menemukan filenya 😭, sudah hampir seminggu dicari tapinya belum ketemu. Mungkin sudah terhapus permanen 🤔 tapi nggak tahu laya, semoga aja masih ada hehe

Biar nggak anyep, ku kasih dulu sneak peak-nya ceritanya menyusul ya 😁






Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Hay sobi nonton... yang sudah kangen nonton di bioskop tapinya masih menahan diri untuk tetap bersikap waras 🙋🏻‍♀️🙋🏻‍♂️.

Sudah hampir 10 bulan kita semua berjibaku dengan COVID-19, ditambah 2 bulan lagi jadinya setahun 😌. Sejak COVID-19 outbreak aku sudah nggak pernah menyambangi bioskop lagi, padahal sebelumnya hampir setiap bulan aku meluangkan waktu untuk menonton di bioskop. Film terakhir yang kutonton di bioskop adalah The Hollow Man, sedang film terakhir yang kutonton dengan Icunk dan Lisna adalah Ratu Ilmu Hitam. 

Kangen juga ya... 🤗.

Selama pandemi ini aku lebih banyak menonton drakor ketimbang film sekali tamat, untuk list serial yang pernah kutonton bisa dibaca disini ya. Karena pandemi juga banyak film yang perilisannya mesti tertunda dan ujung-ujungnya memilih untuk merilis via platform streaming online macem Netflix, HBO atau Amazon Prime. 

Untuk mengobati kekangenan ini akhirnya Bioskop Online dirilis, aku nggak masih belum begitu tertarik ya karena Bioskop Online saat ini hanya bisa diakses via PC dan laptop, belum bisa diakses via smartphone. Tadinya aku ingin me-review Before trilogy tapinya belum kelar 😅 terlalu menikmati filmnya sampai lupa bagian mana yang mesti di-review 😁.

Salah satu genre film yang kusuka adalah animasi, favorite-ku tentcunya adalah film animasinya Pixar, sedang untuk anime aku masih setia dengan Studio Ghibli. Totoro laff ❤️. Aku sudah mengikuti film animasi Pixar sejak A Bugs Life sampai saat ini, ketimbang film animasi (dari studio lain) kupikir Pixar lebih piawai dalam mengaduk-aduk perasaan audience-nya. Lebih ngena di hati 🥰.

Ketimbang Dreamworks dan Sony Picture Animation tentcunya Pixar lebih hemat karena setiap tahunnya hanya merilis 1 film animasi dan film pendek. Pixar nggak ingin ada tim kedua sehingga mereka bisa fokus mengerjakan filmnya. Hampir semua filmnya Pixar kusuka, beberapa bahkan jadi favorite-ku dan menjadi barometer film animasi lainnya.

Sejauh ini ada 5 film Pixar favorite-ku (kalau 10 kebanyakan 😝), yang rasa-rasanya nggak membosankan meski sudah ditonton berkali-kali. Hanya karena yang dipilih 5 film bukan berarti film yang lainnya nggak bagus ya, hanya saja film yang kupilih ini sesuai untukku dan mampu mampu menyentuh sisi emosionalku saat menonton.

UP

Menurutku opening scene film animasi terbaik masihlah milik UP ✨👌🏻. Scene dimana pertama kalinya Carl bertemu Ellie, menghabiskan waktu bersama sampai akhirnya menikah dan menikmati sisa hidup, Aku tersentuh oleh opening scene-nya yang dipaparkan dengan begitu indah, slice of life never fail me.

Scene favorite-ku lagi adalah saat Carl akhirnya membaca buku adventure milik Ellie dan menemukan bahwa sebaik-baiknya petualangan adalah hidup itu sendiri. Scene pamunqasnya adalah saat Carl merelakan rumah balonnya ‘berlabuh’ di samping Angel’s Fall 🥺, seperti yang Ellie inginkan

Belum pernah rasanya aku nggak mbrebes mili saat menonton UP, bawaannya terharu mulu yaini. Mellow galaw tea geningan... Untungnya ada Russell yang kecerewetannya bisa mengimbangi Carl yang kaku banget macem kanebo kering. Ohya, karena UP aku jadi suka La vi en Rose.


TOYS STORY 3

Pertama kali menonton Toys Story adalah saat SD, di masanya halaman depan BIP dipenuhi PKL jam malam yang menjual barang murce macam aksesoris handphone, slayer, VCD bajakan dan hewan eksotis 🦝. Yha~ aku menontonnya via VCD bajakan ya guise, di rumah masih pake laser disc soalnya 🤭.

Toy Story adalah film animasi yang mampu mengobati keparnoanku akan after taste-nya si Chucky, KZL banget nih film, gegara Chucky aku sampai takut dengan mainanku sendiri 😌. Toy Story memberikanku ruang untuk kembali berimajinasi dan bergembira, nggak horror macem sebelumnya. 

Di antara semua installment Toy Story favorite-ku adalah Toy Story 3. Closing scene-nya, saat Bonnie dan para mainan melihat kepergian Andy yang berangkat kuliah di teras adalah scene terambyar, nggak mungkin nggak nangis nonton scene ini ya. Sedih banget... 😭 baper berhari-hari. Setelah menonton Toy Story 3 aku teringat lagi dengan nasib mainan-mainanku dulu. 


WALL-E

Wall-E mengangkat tema yang visioner dimana bumi dipenuhi sampah sampai nggak ada tempat tersisa untuk manusia. Realistis, namun menakutkan pada saat yang sama. Lebih menakutkan lagi, kenyataan bahwa Wall-E adalah satu-satunya makhluk hidup yang tertinggal 😔, nggak peduli seberapa kerasnya berusaha, tumpukan sampah masih bergunung-gunung banyaknya.

Wall-E yang seumur-umur ditemani si kunyuk 🦗 kesayangan akhirnya pecah telor saat Eve datang berkunjung ke bumi. tentunya kedatangan Eve memberikan harapan dan kebahagiaan tak terperi bagi Wall-E yang kesepian sekian lama 😊. Wall-E dan Eve adalah perumpamaan serius dari Adam dan Hawa, yang akhirnya dipertemukan bukan di jabal rahmah 😁.

Favorite scene-ku adalah saat Wall-E dan Eve melayang-layang di angkasa saat berusaha mengisi daya, so sweet aja lihatnya haha langsung fully charged. Ohya, scene orang-orang masa depan yang menggendats yang menggelinding-gelinding kesana kemari juga kocak ya haha 🤭.


COCO

Pertama kali menonton trailer-nya kupikir COCO agak mirip dengan The Book of Life karena sama-sama mengambil tema Dia de Muertos (The Day of The Dead). Aku menonton Book of Life lebih dulu ketimbang COCO, langsung suka karena filmnya berwarna-warni, ohya favorite character-ku adalah La Muerte. Ketika menonton COCO sejujurnya aku merasa bernostalgia dan agak membandingkan.

Seperti ciri khas film Pixar lainnya, kupikir COCO dibuat untuk mengacak-ngacak hati ini haha 😁Sedih banget... 😭 nggak mungkin nggak terharu apalagi di scene mama COCO. Kusuka warna-warna Di des los Muertos, semuanya hidup meski sebenarnya mati, macam what is dead may never die #randomcrossover 😝.

Yang kusuka dari COCO adalah message-nya, yang kupikir mirip dengan kultur Asia dimana nenek moyang (ancestor) mendapatkan ruang tersendiri dalam keluarga. Salah satunya adalah dengan mengadakan perayaan untuk mengingat anggota keluarga yang sudah berpulang dan mendoakannya 🙇🏻‍♀️.


INSIDE OUT

Diantara film animasi Pixar lainnya, kupikir Inside Out adalah yang paling kompleks dan logis, lebih cocok untuk orang dewasa. Macam Nine, film orang dewasa yang dikemas dalam animasi. Inside Out adalah film Pixar yang membuatku berpikir saat menonton 😁 Saat melihat emotion yang berada di dalam kepala Riley, aku jadi langsung ikut membayangkan apa yang sedang terjadi di kepalaku 🤔.

Diantara semua karakter di Inside Out favorite-ku adalah Bing Bong, si kucing kapas jadi-jadian berbelalai pink. Disini Bing Bong diceritakan sebagai imaginary friend yang umumnya dimiliki oleh anak-anak. Memang pada akhirnya semua Bing Bong akan hilang pada waktunya, namun Inside Out membuat farewell scene-nya Bing Bong dengan begitu memorable sekaligus nyelekit 😒.

Inside Out membuatku menyadari bahwa menjadi dewasa artinya kita mesti siap menerima semua emosi yang ada dalam diri. Jangan halu!. Joy nggak akan selamanya memegang kendali, hadir dengannya Anger, Disgust, Sadness dan Fear. Mereka akan bergantian datang. So... enjoy your emotion... 😁.


***

Ini adalah 5 film Pixar favorite-ku, bagaimana denganmu? Film Pixar mana yang menjadi favorite-mu?

*movie posters were taken from the IMP Awards website 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates