Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.

Setelah dari Bakmi Jowo Mbah Gito rencananya kita menuju ke Gumuk Pasir, mau sandboarding  😛 Nggaklah... penasaran aja sih lagipula searah dengan tujuan kita selanjutnya yakni Puncak Paralayang Watugupit. Sebenarnya Ana mengajak kita mengunjungi Jogja Air Show, tapi berhubung kita udah pada nggak connect alias kembali tidur, opsi Jogja Air Show dilewatkan begitu saja.

HUTAN GIRICAHYO


Untuk menuju ke Gumuk Pasir kita mesti melewati seperangkat hutan yang berbatasan langsung dengan laut, bukan tipikal hutan hujan ya yang lebat dan lembab saking nggak terjamahnya, melainkan hutan... apa ya? Casual gitu? Haha 😂 Maksudnya pepohonannya nggak begitu rapat dan cukup diterangi sinar matahari. Bukan hutan serius.

Kita terbangun saat mobil menepi ke pinggir jalan, meski terkantuk-kantuk aku jelas girang sebab udah lama nggak melihat laut. Terakhir kali aku melihat laut yakni sekitar 4-5 tahun yang lalulah... saat marathon wedding-nya Fahria dan Mazia. Udah lama kan hehe So, bisa dipastikan inii adalah kali pertamaku melihat laut (lagi) pasca hiatus.

Nice to sea you... 🥰



Aku dan Ana mendahului sebab girang ingin segera melihat laut, menyenangkan sekali merasai pasir di kakiku, menjejak dengan nyaman. Sayangnya sebelum sampai di bibir pantai, kita mengalami kejadian yang agak creepy 😅 Entah darimana datangnya tapi ada seseorang dengan penampilan yang cukup ajaib mengawasi kita yang sedang asyik mengambil foto 🤨.

Secara visual kita yakin doi adalah manusia tulen, tapi secara feeling kita semua yakin doi bukan berasal dari bumi, nah loh... 🥴 hari yang panas ini kentara doi saltum, pake jaket tebal, sarung tangan, kupluk, sunglasses, tas ransel dan slayer yang menutupi separuh mukanya macem mau hiking. Yang membuat kita salah fokus adalah legging-nya yang metalik futuristik dan mukanya yang putih macem topeng Phantom. Yap. Mengingatkanku akan serial killer di serial Criminal Minds.

***

GUMUK PASIR
🎫 Rp. 5000 (parkir mobil)


Setelah ngibrit rusuh ke mobil kita langsung menuju ke Gumuk Pasir, nggak sampai 5 menit dari Hutan Giricahyo. Tadinya kupikir Gumuk Pasir berbatasan langsung dengan laut jadi kita bisa sekalian main di pantai, nyatanya Gumuk Pasir dan pantai terpisah oleh jalan raya. Meski kecewa nggak sempat menelusupkan kakiku di pasir yang basah macem scene The Gift aku cukup puas bisa melihat pantai. Yha~ mungkin lain kali 😅.

Karena Gumuk Pasir ini berlokasi di pinggir jalan, jadi kita tinggal menepi dan parkir di area yang tersedia. Saat kesana kebetulan cuaca sedang cerah (menjelang golden hour), maka suasananya cukup ramai. Bisa dibilang Gumuk Pasir hanyalah gundukan pasir macem Pasir Berbisik di Gunung Bromo, yang membedakan adalah jenis pasirnya yang konon hanya bisa ditemukan di tempat-tempat tertentu.

Nggak mau rugi nggak sempat mencicipi pantai, aku melepas sandal dan berjalan-jalan bertelanjang kaki. Nyeker 😋. Pasirnya halus banget yaini ditambah lagi belakangan cuaca sedang panas-panasnya, jadi rasanya anget-anget ngenakin 😘Kita nggak lama di Gumuk Pasir sebab ingin mengejar sunset di Puncak Paralayang Watugupit.



***

PUNCAK PARALAYANG WATUGUPIT
🎫 Rp 5000/orang
🎫 Rp 5000/mobil


Kalau lihat di IG, sunset di Puncak Paralayang Watugupit ini indah ya, terlepas itu hasil edit atau bukan 😆. Kita bisa melihat sunset sekaligus melihat laut dari ketinggian, bukan pemandangan yang bisa dilihat setiap hari tentunya. Sebab seharian ini cuaca cerah kita optimis bahwa sunset-an di Puncak Paralayang Watugupit adalah pilihan terbaik sebagai penutup hari.

Perjalanan dari Gumuk Pasir ke Puncak Paralayang Watugupit sebenarnya akan menyenangkan kalau nggak memburu waktu. Oh iya... sebab jalannya cukup nanjak dan berliku-liku, berhati-lah saat mengemudi. Di Puncak Paralayang Watugupit tersedia area parkir yang nggak begitu luas, jadi mesti gercep, kalau nggak muat parkirnya di pinggir jalan. Tapi yang paling penting, ada banyak pedagang makanan dan minuman macem Dawet, Es-es-an, Sempol, Bakso Bakar, Cilor, Udang etc. 

Kuy... Markijan! 🥳


Berhubung spot pandangnya terletak di puncak bukit maka mau nggak mau kita mesti naik tangga (lagi), cukup bikin ngos-ngos sih ini... 😆 Sebenarnya ada spot pandang terdekat yang mesti naik tangga, tapi khusus untuk pengunjung cafe dan udah penuh 😅. Yang bikin ngeri, tangganya nggak pake pegangan dongs, kan jadi khawatir ngagulutuk haha 😝

Begitu sampai di atas... Yawla ini orang-orang nggak pada takut apa 🤔. Karena ini adalah spot paralayang maka nggak ada pinggirannya a.k.a (tebingnya) berbatasan langsung dengan laut, kalau jatuh (amit-amit)... pastinya langsung kecebur. Memang cocok untuk paralayang, kalau sekedar menikmati sunset kupikir nggak begitu aman.

Terus ya, udah mah sepanjang nungguin sunset deg-degan mulu takut jatuh, eh mataharinya ketutupan awan... 😅. pengunjung langsung caw begitu tahu sunset-nya nggak jadi, tapi kita masih tetap bertahan... ngarepnya 😌. Ujung-ujungnya ngabisin jajanan sambil nontonin orang-orang yang asyik berfoto sambil cekikikan, jirr... nggak kepikiran gitu ya kita ini lagi ada di tebing 🙄.




Ada banyak jajanan rata-rata harga per-porsinya Rp. 5000

***

WAROENG KLANGENAN


Setelah menonton sunset yang redup di Puncak Paralayang Watugupit kita memutuskan untuk makan malam sekalian pisahan dengan Ana 😢 besoknya Ana ada kerjaan di Semarang. Yha~ Padahal udah ngebayangin asyiknya ke Artjog barengan 😅. Sebenarnya ada 2 opsi angkringan untuk dituju, namun kita berakhir di Warung Klangenan. Lupa lagi kenapa...

FYI. Warung Klangenan ini makin hype sejak lebaran lalu, pasal pernah dikunjungi Jokowi dan Jan Ethes 👍🏻. Saat kita kesana suasananya ramai sebab malam minggu, saat yang tepat untuk nonkrong dengan teman atau keluarga. Nggak usah ditanya ya gimana antriannya, mengular sampai keluar...


Pada dasarnya Warung Klangenan menyediakan makanan dan minuman khas angkringan, macem Ampera lagi. Bedanya kalau di angkringan makanannya disajikan dengan cara ditusuk, well... kecuali sayur dan sup. Saat mengantri alas makan pun stok makanan udah menipis, memang sih nggak semuanya, tapi kalau nggak gercep nanti malah nggak kebagian kan?

Oh iya, setelah kita berhasil ‘mengamankan’ makanan ke meja kita bisa meminta tungku ke mas atau mbak yang sedang bertugas. Tungku ini berguna untuk menghangatkan lauk yang kita ambil tadi, kalau nggak keburu-buru kita bisa membuat nasi bakar yaini 👌🏻. Konsep makan seperti ini memang menyenangkan kalau kita sedang santai, kalau udah lapar mah yang ada gelisah mikirin ‘udah mateng belum sih?’ 😅.





Kalau untuk rasa kupikir enak-enak aja haha 😌 Ku yakin kau pun tahu kubilang begini sebab terlanjur lapar 😋. Nungguin bara membara aja lumayan lama, apalagi menghangatkan lauknya, ini kerupuk udah liat gengs 😂.

Terlepas dari antriannya yang mengular dan nggak sabarnya kita nungguin lauknya dihangatkan, kupikir kita cukup menikmati Warung Klangenan ini. Karena bukan dengan apa, melainkan dengan siapa 😊.


Waroeng Klangenan @waroengklangenan
🏠 Jl. Patangpuluhan no 28, Patangpuluhan, Wirobrajan, Kota Yogyakarta
⏰10.00-22.00

***

Selamat rebahan wahai kawan. Ku harap masih ada sisa energi untuk packing besok. Hari ini memang melelahkan namun menyenangkan.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah napak tilas AADC 2 dan karyawisata singkat yang bikin jompo kemarin kita agak melonggarkan schedule, berharap bisa sedikit bernafas haha 😁Alhamdulillah pegalnya agak berkurang meski sisanya masih berasa, terima kasih Salonpas, terima kasih Hot Cream, terima kasih Tolak Angin. Apalah artinya kita tanpa kalian... we love you 😘.

Oh iya, kita menginap di EDU Hostel (lagi) sebab dekat dengan rumah Ana dan sesuai budget (*penting 😉). Karena berempat maka kita pakenya family room, biar lebih private dan lega, kebayang aja gimana nggak nyamannya orang lain kalau kita pakenya dormitory 😂. Meski wifi-nya nggak nyampe kamar, kita sih okey-okey aja sebab lebih butuh rebahan. Ketimbang update-an 😂.

Ana dan Huda menjemput sekitar jam 8an, masih pagi sih itungannya haha Karena ada urusan Huda digantikan oleh driver lain, berhubung driver-nya masih orang Sunda jadi lumayan cairlah suasana. Seenggaknya kita nggak mesti menebak-nebak macem kemarin mwehehe 😅 Tujuan kita hari ini adalah ke Tebing Breksi, Hutan Pinus Imogiri, Gumuk Pasir dan Bukit Paralayang Watugupit.


***

TEBING BREKSI

setelah menunggu 1001 purnama

Kita hanya bisa bertahan di ½ jam pertama perjalanan, selanjutnya mah tepar bokk... 😂. Seingatku, kita baru terbangun nyata saat melewati jalanan yang agak berkelok dengan sawah di kedua sisinya. Saat sampai yang pertama kita lakukan adalah jajan... cilok! 1 porsi ciloknya dihargai Rp. 5000 dan isinya 5 butir sazah. Entah gegara lapar atau kangen tapi rasa ciloknya memang enak, sesuailah dengan lidah orang Sunda macem kita.

Yawla, ternyata hidup memang benar-benar terasa hampa ya kalau belum kena cimin (aci + micin) 🤣🤣🤣.

Tebing Breksi ini tadinya adalah pertambangan batu, baru pada tahun 2014 semua aktivitas pertambangan dihentikan sebab merusak lingkungan, lately penduduk sekitar menjadikan sisa pertambangan ini sebagai tujuan wisata. Selain sisa pertambangan, Tebing Breksi memiliki candi juga lho... ada Candi Ijo dan Candi Banyuibo. Kalau Candi Ijo terletak di tengah sawah, Candi Banyuibo terletak di daerah yang lebih tinggi, keduanya masih ‘nyambung’ dengan Candi Prambanan.

masih on

Diantara kita (minus driver) yang pernah ke Tebing Breksi adalah Deya, bulan lalu malah. Deya merekomendasikan untuk langsung naik Jeep ketimbang berfoto-foto, untuk menyewa Jeep kita tinggal menghampiri loket yang terletak di depan kolam. Harga sewa Jeep-nya Rp. 300.000, kalau nggak dengan rombongan jatuhnya Rp. 60.000 / orang.

Yang kusuka dari naik Jeep di Tebing Breksi ini adalah rutenya yang lumayan panjang dan setiap kali melewati spot yang instagramable, driver akan memberhentikan Jeep dan menyuruh kita untuk berpose. Kita juga akan melewati jalanan berbatu khas rute off road, jadi siap-siap aja nih ya ber-uwwuuu-uwwuuu ria 😙 dari atas kap Jeep 😆. Meski sebenarnya pantat makin tepos kegajlug-gajlug, naik Jeep di Tebing Breksi menyenangkan sekali ya 👌🏻.

setting foto udah outdoor, tapi jiwa masih indoor

Saat turun dari Jeep driver-nya langsung merekomendasikan spot terbaik untuk berfoto, yakni di ujung Watu Payung. Disana ada menara bambu amatir berisikan penduduk sekitar yang membuka jasa foto yang lagi-lagi amatir, kalau ingin menggunakan jasa mereka kita tinggal memasukkan smartphone / kamera ke dalam ember, nantinya ember tersebut dikerek ke atas dan taa-daa... kita difoto dari spot mereka 😉. Nggak ada patokan harga untuk jasa foto amatir ini, kita tinggal memasukkan uang ke dalam kotak yang telah disediakan. Se-ikhlas-nya 😊.

Setelah menyelesaikan rute kita kembali ke parkiran Jeep, kemudian lanjut mencari spot untuk setting tripod, agak tricky memang sebab orang berlalu lalang kesana kemari. Tapi dasar warga +62, adaa aja... yang cuek bebek jadi photobomb 😭. KZL deh ini... padahal Ana udah ngode keras biar pada minggir tapinya nggak ada yang peka dan lanjut foto dengan kita sebagai background 😏. Well... terlepas dari gersangnya yang bikin kulit burik 🤫, kita puas dengan Tebing Breksi apalagi bagian naik Jeep-nya. Patut dicoba yaini.






Tiket masuk: Rp. 3000/orang
Tiket parkir: Rp. 5000/mobil
Tiket Jeep: Rp. 60.000/orang

***

Menjelang tengah hari kita memutuskan untuk caw sekaligus mencari tempat makan siang yang asyik, maunya per-mie-an atau apalah yang pedas tapi nyegerin selain rujak. Di Tebing Breksi tadi ada kok kios-kios makanan dan minuman, musholla dan toilet juga ada kok. Tapi karena panasnya udah nggak nahan, kita malah jajan es krim yang ngelapak di pinggir jalan, lumayan menyegarkan meski sebenarnya bikin brain freeze 🥶.

BAKMI JOWO MBAH GITO


Udahlah, pokoknya pilihan tempat makan diserahkan kepada Ana dan konco-konconya aku mah bagian bayar 😋. Setelah dari Tebing Breksi kita menuju ke Bakmi Jowo Mbah Gito, sekitar 30-45 menitan laya... Lokasinya terletak di pemukiman, dari jalan utama masuk lagi ke dalam sampai ketemu lapangan yang dijadikan lahan parkir. Tadinya kupikir konsep bangunannya memang ekletik tradisional 🤔, tapi kata Ana bukan, bekas kandang sapi 🙄.

Bagian dalamnya, ya... seperti kandang sapi haha 😅 Mungkin karena udah tuwa juga, dindingnya miring-miring yaini dan agak pengap. Saat kita kesana lantai 2nya belum dibuka, mungkin karena belum terlalu penuh maka nggak ada urgensi. Tentcunya kita order Mie Goreng dan Mie Rebus, dan untuk menu bersama kita order Ayam Rica, tahu sendirilah... lapar tyada duwa 😂.

Mie Goreng dan Me Rebusnya enak yaini, porsinya juga banyak dan bikin keringetan haha Panas cuy! Tadinya kita kira Ayam Ricanya bakal pedas tapi ternyata byasa aja... 😌 malah kaya ayam di mie ayam dan bukan bagian primer. Minumannya dingin nyegerin, apalagi di tengah cuaca yang panas begini. Untuk harganya memang cukup standar dan  udah termasuk pajak, eh iya untuk parkir udah otomatis masuk di bill.




Jl. Nyi Ageng Nis no 9 Rejowinangun Kotagede Yogyakarta

Mi goreng: Rp. 30.000
Mie rebus: Rp. 30.000
Ayam Rica: Rp. 40.000
Es Jeruk: Rp. 8000
Es Uwuh: Rp. 10.000
Saparela: Rp. 13.000

***

Setelah makan yang mengenyangkan ini kita ... tepar (lagi) haha Karena khawatir nggak sampai tepat waktu ke Bukit Paralayang Watugupit, tujuan Hutan Pinus Imogiri kita coret dari list. Lagi pula kita pikir pohon pinus mah ada di Bandung juga haha 😅 So kita langsung menuju ke Gumuk Pasir.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Setelah napak tilas AADC 2 yang bikin jompo kita lalu menuju Candi Borobudur, yang dari Rumah Doa Bukit Rhema hanya berjarak sekitar 10-15 menitan. Sebenarnya kita udah nggak terlalu excited ke Candi  Borobudur sebab udah terlanjur gempor 😂 Tapi gimana ya, mumpung masih di Magelang berasa sayang kalau melewatkan Candi Borobudur. Meski sebenarnya candi mah gitu-gitu aja sih... dari batu hehe 😅

FYI, sekolahku dulu nggak ada karyawisata adanya study tour, itu juga Cuma ke BIB (Balai Inseminasi Buatan) Lembang dan Museum Geologi Bandung, nggak rame banget ya haha 😂 Nggak ngerti juga ya kenapa sekolahku nggak mengadakan karyawisata kemana gitu kek, makanya kita nggak punya cerita karyawista macem orang-orang. So, bisa dibilang ini adalah kali pertama kita (berempat 👧👧👧👧) berkaryawisata ke Candi Borobudur.

***

CANDI BOROBUDUR


Saat memasuki area parkir kita akan disambut oleh bapak dan ibu yang menawarkan dagangannya, mostly topi dan payung. Eh tapi kalau payung kita bisa menyewa kok Rp. 5000 per payungnya. Tiket masuk Candi Borobudur dihargai Rp. 40.000 (2019) bisa dibeli di loket yang terletak di bagian depan, oh iya loket tiket domestik dan internasional dibedakan ya, beda harga soalnya 😁.

Untuk menggapai Candi Borobudur ((menggapai 😂)) ada 2 option, bisa dengan jalan kaki bisa pake transportasi (berbayar) yang disediakan. Ada kereta wisata, Tayo (beneran dinamai Tayo 🚌), mobil golf dan kereta kuda alias delman alias andong alias sado. Kita memilih naik Tayo sebab yang parkir paling dekat dengan loket ya si Tayo itu haha *jiwamalasmemanggil 😈. Perjalanan menuju Candi Borobudur naik Tayo adalah perjalanan yang melenakan, angin sepoi-sepoinya bikin ngantuk yaini 👌.

Anak-anak Tayo setelah kena tanning gratis

Kita diturunkan di depan gerbang Candi Borobudur dan aku langsung cuci muka di basin yang ada di tamannya. Disini kita baru sadar, ternyata ada tangga yang mesti di daki haha 😁 Bisa-bisanya ya kita mendaki tangga di tengah hari, nggak pake payung, sunscreen masih sisaan tadi pagi, kaki masih gempor, setrong amat yha~ 💪 Nggak usah ditanya gimana bentukan muka, sama leceknya kek baju 😳.

To be honest, aku agak kecewa sih dengan Candi Borobudur, entah apanya yang salah namun di memoriku ‘Candi Borobudur nggak gini deh’ 😅. Seriusan, Candi Borobudurnya menciut, bukan Cuma menciut tapi juga gundul. Banyak patung-patung yang kepalanya nggak ada dan stupa-stupa yang nggak lengkap. Relief di dinding candi semakin kopong dan halus sebab tergerus alam, bahkan ada beberapa relief yang ditambal sulam. Mungkin udah waktunya restorasi 😌.

Kaya waktu zaman SD, kalau salah nulis langsung diitemin 😅

Kita nggak naik sampai ke puncak stupa ya, Cuma sampai di undakan kedua dan jalan-jalan mengelilingi relief-nya, udah nggak sanggup ziz 😂 Kita malah lebih fokus mencari space yang sepi dan memiliki bayang-bayang cukup besar, selonjoran sambil menikmati angin sepoi-sepoi... 🍃dan ujung-ujungnya malah ketiduran haha 😂 Sumpah, seumur-umur ke Candi Borobudur baru kali ini aku ketiduran di candi, nikmeh memang... saking nikmehnya udah nggak peduli lagi dengan orang-orang yang berlalu lalang 😅.

Tadinya kita berniat naik Tayo lagi, tapi petugas loketnya nggak datang-datang jadilah kita nontonin gajah main air di sampingnya. Kasihan gajahnya... udah kurus, dekil, dirantai lagi... 🐘 Karena kita nggak bisa menunggu (asique 😏) akhirnya kita jalan menuju pintu keluar, ZBL sih ini... kita diarahkan ke kios-kios yang menjual cenderamata, berhubung sedari awal nggak berniat untuk jajan yang ada kita KZL. Gimana nggak KZL ya... jalan di kios-kios ini lebih lama ketimbang jalan di Candi Borobudur 😵.

Mandatory picture

🌞

Cahaya illahi ini menyilaukan sekali 😉

Before after 😁

Wefie dulu sebelum bobo 😅

Tiket masuk domestik: RP. 40.000/orang
Tiket parkir: Rp. 20.000/mobil

Tiket kereta wisata: Rp. 10.000/orang
Tiket Tayo: Rp. 15.000/orang
Tiket mobil golf: Rp. 50.000/orang
Tiket kereta kuda: Rp. 100.000/orang

***

Ana dan Huda nggak ikut ke Candi Borobudur ya, ngungguin mobil 😛 nggak deng mungkin bosan saban hari nganterinnya kesini mulu. Setelah berhasil keluar dari labirin kios-kios itu kita kembali ke mobil dengan lunglai 😩 butuh energi  😁 Udahlah, pokoknya urusan perkulineran kita serahkan pada Ana dan Huda, terserah mau dibawa kemana sing penting dahar 😂.

RM. AYAM GORENG NINIT


RM. Ayam Goreng Ninit ini memang bukan tempat makan yang fancy atau kekinian, tentcunya bukan masalah bagi kita sebab yang penting kan makanannya 😋 Kita order menu andalan RM. Ayam Goreng Ninit yakni ayam goreng serta beberapa menu pendukung lainnya macem urap, perkedel dan tahu. Untuk sambal kita nggak order sebab udah disediakan di atas meja, ada sambal hijau dan sambal merah. Apa coba yang kurang? Yap. Kerupuk.

Sebagai orang Sunda yang tiap makan mesti dikerupukin Deya sempat nyariin (kerupuk) tapinya nggak nemu, untungnya Huda peka dan melipir ke warung sebelah, beliin kerupuk 😁 Ingin ciiee tapinya udah taken.

Ayam gorengnya okcoy yaini 👌, empuk dan berasa, tapi yang paling penting sih crispy ... wajar jadi menu andalan. Urapnya apalagi, rasanya otentik dan kuat jadinya enak... yang agak kurang malah sambalnya, kurang pedas. Harganya pun cukup pocket friendly, kita makan ber-6 habisnya Rp. 95.000. Udahlah ya, kalau kalyan kebetulan lagi berada di Magelang dan nggak tahu mau makan apa, bisa dicoba nih RM. Ayam Goreng Ninit.

🪧 Jl.  Ikhlas no 68 Magelang Jawa Tengah

***

Menurut itinerary tujuan kita selanjutnya adalah Museum OHD (yang mana sebenarnya hanya berjarak ± 5 menit dari RM. Ninit) tapi karena khawatir nggak sampai di Waduk Sermo tepat waktu, maka Museum OHD dicoret dari list. Udah nggak ngerti lagi kemana hilangnya kesadaran ini... 😅 sepanjang perjalanan dari RM. Ninit ke Waduk Sermo kita tepar, paling bangun tipis-tipis kemudian tidur lagi, gitu teroosss 😌 sampai di Waduk Sermo.

WADUK SERMO
   
Berasa di New Zealand 😅

Agak gambling juga sih sebenarnya masukin Waduk Sermo ke itinerary, sebab kita memilihnya berdasarkan foto di IG, tahu sendirilah... rerata foto di IG adalah hasil edit. Tapi Ana ngajakin, sebab ternyata doi belum pernah ke Waduk Sermo juga😁. Seingatku, Waduk Sermo berada di jalur yang sama dengan Kalibiru hanya saja Waduk Sermo sedikit lebih jauh.

Sebenarnya spot Waduk Sermo-nya sendiri ada di samping jembatan, dimana ada letter sign Waduk Sermo terpampang di pinggir lapangan. Tapi... karena angle-nya nggak sesuai dengan gambar yang kita temukan di IG, maka kita jalan terus sampai di ujung Waduk Sermo. Seriusan ini, foto Waduk Sermo yang kalyan temukan di IG adalah Waduk Sermo di bagian paling ujung.

Bisa untuk camping dan mancing

Seperti waduk pada umumnya, Waduk Sermo ini adalah waduk yang berfungsi sebagai penghasil tenaga listrik. Berhubung saat ini masih kemarau air di waduknya surut sampai terlihat dasarnya, kemungkinan kalau musim hujan mah airnya tumpeh-tumpeh. Jalan menuju ujung Waduk Sermo relatif sepi ya hanya beberapa kendaraan yang sempat berpapasan dengan kita dan jalannya pun nggak begitu lebar.

Akhirnya, setelah mengelilingi hampir separuh waduk, kita sampai di Waduk Sermo versi angle yang kita lihat fotonya di IG. Fyuhh... jauh juga ya 😅 Kita sampai di sana sekitar jam 5 sore, diwaktunya golden hour. Sebenarnya di sepanjang jalan banyak spot henti, cukuplah kalau untuk sekedar selfie atau killing time, beberapa diantaranya memberlakukan tiket masuk dan parkir.

Haee... 🙌

Begitu sampai langsung selonjoran santuy haha 😁 Well... setelah seharian jalan, duduk di rumput sambil nontonin sunset tentcunya adalah hal yang menyenangkan. Meski sesekali terhalang awan, cuacanya cukup enak untuk ukuran sore, nggak panas nggak juga dingin.

Kalau dilihat disini ada beberapa mobil camper dan Jeep, itu semua bisa disewa ya guise barangkali ada yang berminat untuk camping. Disini kita juga bisa mancing atau naik perahu ke tengah waduk, kita mah nggak ya... lebih prefer untuk berleha-leha sambil nontonin sunset, jarang-jarang kan bisa begini.

DeyaMotret lagi beraksi 📷

Sobat karyawisataku 💗

Berusaha berasyik masyuk padahal kaki udah gempor 😂

Behind the scene foto insto

Sesekali berkontempelasi *yakeles 😂

Tiket masuk: Rp. 3000/orang
Tiket parkir: Rp. 5000/mobil

***

So far, Waduk Sermo adalah penutup hari yang okcey dari karyawisata singkat ini. Yang agak PR malah udahnya, curiga di hotel bakal pada mager sambil koyoan 😂.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates