Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.
Museum-De-Mata-Demilestari
Conversations of Nothing

Next ...  

Tadinya aku ingin mengunjungi Upside & Down Museum, tapi setelah dipikir-pikir lagi kalau kesana berdua kurang asyik, mending rame-rame biar seru fotonya.  So, aku memutuskan untuk mengunjungi kompleks museum De Mata dan De Arca.

Kompleks museum De Mata dan De Arca terletak di XT Square – Jl. Veteran nomor 150-151 Yogyakarta. Aku sebut kompleks museum karena terdapat 2 museum di tempat tersebut yaitu Museum De Mata dan Museum De Arca.

Museum De Mata adalah trick eye museum yang ‘menjual’ mural dengan efek 3D dan 4D, sehingga pengunjung bisa berfoto dengan backdrop dan setting yang seolah-olah tampak nyata (realistic). Saking tingginya animo pengunjung, pengelola sampai membuat Museum De Mata 2. Yang membedakannya adalah pengunjung bisa berfoto dengan menggunakan kostum yang telah disediakan.

Sedangkan Museum De Arca adalah statue art museum yang ‘menjual’ replika tokoh terkenal dari dalam dan luar negeri, layaknya Museum Madamme Tussaude. Di sini pengunjung bisa berfoto sesuka hati karena patungnya touchable dan hugable. Patung yang terdapat di Museum De Arca terbuat dari serat fiber seperti manekin (mannequin) zaman dulu.

Yang patut diacungi jempol adalah tingkat keakuratan / kemiripannya mencapai ± 90% karena dikerjakan secara mendetail. BTW, dont’ ever comparing the statue quality with Madam Tussaude’s karena sudah jelas material yang digunakan sangat berbeda.

Harga tiket masuk berbeda-beda tergantung jam dan hari berkunjung, jika ingin mengunjungi semua museum lebih baik membeli tiket terusan.

Museum De Mata 1      
Senin-Jum’at Rp. 30.000 (10.00-15.00) dan Rp. 40.000 (15.00-22.00)
Sabtu-Minggu Rp. 60.000 (10.00-22.00)

Museum De Mata 2
Senin-Jum’at Rp. 25.000 (10.00-15.00) dan Rp. 30.000 (15.00-22.00)
Sabtu-Minggu Rp. 40.000 (10.00-22.00)

Museum De Arca 
Senin-Jum’at Rp. 35.000 (10.00-15.00) dan Rp. 50.000 (15.00-22.00)
Sabtu-Minggu Rp. 60.000 (10.00-22.00)

Tiket terusan
Senin-Jum’at Rp. 85.000 (10.00-15.00) dan Rp. 100.000 (15.00-22.00)
Sabtu-Minggu Rp. 120.000 (10.00-22.00)

FYI, yang ulang tahun GRATIS !!!

Karena waktu yang terbatas kita Cuma bisa mengunjungi Museum De Mata saja, dan ... waktu ½ hari ternyata belum cukup haha

Sumpah!!! Capek banget ... padahal Cuma foto-foto doang, tapi beneran capeknya gak ada dua. Selain menghabiskan memory kita juga menghasilkan sederet foto nyeleneh bin usil, termasuk beberapa foto dengan pose tak senonoh lainnya #upss

Area Museum De Mata tidaklah terlalu luas atau lapang, tapi cukup untuk pengunjung bisa mengambil foto. Yang membuat capek adalah taking picturenya itu lohh ... ganti pose dan angle yang bikin gempor. Belum lagi acara ketawa-ketawa dan haha hihi berkepanjangan. Kita berdua aja foto-foto udah capek, apalagi kalau datangnya ngabring sama barudak haha dijamin kisyut.

Iya ... iya ... baik-baik ya ... jangan lupa nanti reuni datang

Museum-De-Mata-Demilestari
Take a break Hon! Your work can wait, Scream Queens is on TV right now ...

Interviewing Mao Zedong

Blushed

Jackie ! Watch your back !!!

Museum-De-Mata-Demilestari
No caption needed :) Cukup beristighfar dari godaan selfie wanita sholehah nan rupawan

Hi !!!
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Museum Anak Kolong Tangga demilestari

Museum kedua yang aku kunjungi adalah Museum Anak Kolong Tangga, aku pernah melihat liputan tentangnya di salah satu stasiun swasta dalam segmen hiburan. Museum Anak Kolong Tangga ini diklaim sebagai museum mainan anak yang pertama di Indonesia.

Berawal dari kegemarannya mengumpulkan mainan, Rudy Corens seorang warga Belgia yang kini menetap di Indonesia telah berhasil mengoleksi berbagai jenis mainan, baik yang barasal dari dalam negeri (Indonesia) atau pun luar negeri. Ia kemudian berinisiatif untuk membagikan kecintaannya akan mainan dengan cara membuat museum mainan anak.

Museum Anak Kolong Tangga demilestari

Untuk bisa melihat koleksi mainannya, pengunjung bisa megunjungi Museum Anak Kolong Tangga yang terletak di  dalam kompleks Taman Budaya Yogyakarta Jl. Sriwedari no 2, di lantai 2 Concert Hall Taman Budaya yang letaknya bersebelahan dengan Taman Pintar.

Museum Anak Kolong Tangga dibuka dari hari Selasa sampai dengan hari Jum’at, sejak pukul 09.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Harga tiket (September 2016) adalah Rp. 5000 / orang, namun untuk pengunjung di bawah usia 15 tahun tidak dikenakan tiket (gratis). Jika membawa kamera (pocket / DSLR / handphone) dikenakan tiket Rp.5000.

Museum Anak Kolong Tangga demilestari

Museum Anak Kolong Tangga ini memiliki banyak sekali koleksi mainan dari berbagai era, semuanya dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Misalnya mobil-mobilan dengan mobil-mobilan lagi meskipun berbeda era.

Karena tidak diurutkan berdasarkan timeline aku (atau mungkin pengunjung yang lain) merasa kurang satisfied. Meskipun dikelompokkan berdasarkan jenisnya, ada baiknya jika dibuat timeline atau keterangan di setiap itemnya. Memang pada beberapa item ada keterangan secara general, namun selebihnya setiap item hanya ditandai oleh secuil kertas yang dibubuhi nomor.

Museum Anak Kolong Tangga demilestari

Selain itu space yang terbatas turut menjadi kendala utama karena tidak semua mainan bisa didisplay secara maksimal. Tapi ya kembali lagi, museum ini kan berisi koleksi pribadi. Jadi ya... harap maklum (^.^)

Jika dibandingkan dengan museum mainan seperti Mint - Singapore Toys Museum , Museum Anak Kolong Tangga ini memang jauh berbeda baik dari segi display maupun jumlah koleksi. Tapi, so far...  kehadiran Museum Anak Kolong Tangga ini cukup meramaikan peta permuseuman di Indonesia.

Museum Anak Kolong Tangga demilestari
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Quote-nya Bapak Sandi Indonesia. demilestari (c)
Quote-nya Bapak Sandi Indonesia

Selain dikenal dengan peninggalan sejarah dan budayanya, kota Yogyakarta dikenal juga sebagai kota museum, ada banyak sekali museum yang bertebaran di penjuru kota Yogyakarta. Sebut saja Museum Merapi, Museum Vredenburg, Museum Affandi dll. Mengunjungi museum juga bisa dijadikan sebagai salah satu option bagi yang ingin menghabiskan waktu di dalam kota. Karena selain menyajikan wisata edukatif, harga tiket masuk museum cukup terjangkau atau malah gratis.

Tadinya aku berniat mengisi short trip kali ini dengan tour de museum, aku bahkan sudah menyusun list museum mana saja yang akan dikunjungi. Namun sayangnya karena berbagai hal, aku baru bisa mengunjungi museum di hari terakhir dan mempersempit list. Museum pertama yang aku kunjungi adalah Museum Sandi Indonesia, museum ini benar-benar ada loh di Yogyakarta, merupakan satu-satunya di Indonesia dan yang pertama dunia (September 2016). Aku sendiri juga baru tahu tentang Museum Sandi Indonesia ketika searching via Simbah Gugel.

Museum Sandi Indonesia. demilestari (c)
Museum Sandi Indonesia

Museum Sandi Indonesia terletak di Jalan FM Noto, Kotabaru, Yogyakarta. Menempati bangunan yang dulunya berfungsi sebagai Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta. Buka dari hari Senin sampai dengan hari Jum’at sejak pukul 08.00 WIB. Bagi yang ingin mengunjungi museum pada hari Sabtu dan Minggu bisa konfirmasi dulu dengan pihak pengelola.

Untuk memasuki Museum Sandi Indonesia pengunjung tidak dikenai biaya apapun (gratis) karena dikelola oleh pemerintah Yogyakarta. Pengunjung hanya harus mengisi buku tamu (guestbook) digital di main entrance.

Selanjutnya, petugas akan membimbing kita untuk memasuki ruangan presentasi, disana kita akan disuruh untuk menonton short (education) movie mengenai persandian. Sejak kapan digunakan, apa tujuannya, bagaimana perkembangannya, siapa yang berjasa meng’ngeh’kan Indonesia dan lain sebagainya. Setelah selesai kita bisa menyusuri ruangan demi ruangan untuk melihat perkembangan sandi di Indonesia melalui diorama. Mungkin banyak yang belum tahu bahwa Indonesia memiliki Bapak Sandi yaitu dr. Roebiono Kertopati, beliaulah yang pelopor (official) yang menggagas penggunaan sandi di Indonesia.

Salah satu diorama di Museum Sandi Indonesia

Satu-satunya alasanku keukeuh ingin berkunjung ke museum sandi adalah karena penasaran ingin melihat enigma, bagi yang belum tahu apa itu enigma coba deh nonton film Imitation Game. Di film tersebut diceritakan bahwa enigma adalah mesin pemecah sandi/kode buatan Jerman yang digunakan ketika perang dunia ke 2 melawan Inggris.

Terus?

Nggak ada hehe

Tapi jika kamu penggemar Robert Langdon si cryptograph yang gemar memecahkan sandi iluminati atau Alan Turning yang gemar mengisi TTS (Teka Teki Silang), tentu berkunjung ke Museum Sandi Indonesia akan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Kebanyakan mesin sandi yang menjadi koleksi Museum Sandi Indonesia merupakan buatan Belanda, karena... kita (Indonesia) perang dengan mereka (Belanda). Seiring perkembangan zaman mesin sandi pun ikut beregenerasi, dari yang awalnya sebesar mesin tik lambat laun berubah sampai seukuran kompas.

Salah satu mesin sandi di Museum Sandi Indonesia. demilestari (c)
Salah satu mesin sandi di Museum Sandi Indonesia

Makanya, pada saat perang dulu yang menjadi incaran utama musuh selain kurir pembawa pesan adalah petugas mesin sandi.

A             : Sandi atau nyawa?
B             : Atau
A             : Sandi? Nyawa?
B             : spasi
A             : W(T.T)W

Yang cukup mengejutkan untukku adalah ketika mengetahui bahwa ternyata Indonesia memiliki Sekolah Tinggi Sandi, sayangnya lokasi Sekolah Tinggi Sandi itu tidak disebutkan. Yang diperlihatkan hanyalah foto bangunan dan seragam yang digunakan oleh siswanya, kemungkinan besar Sekolah Tinggi Sandi tersebut berada di bawah naungan departemen tertentu karena keberadaannya yang jarang diketahui publik.

Seragam yang dikenakan oleh siswa/i Sekolah Tinggi Sandi Indonesia
Seragam yang dikenakan oleh siswa/i Sekolah Tinggi Sandi Indonesia

Jika di lantai 1 pengunjung akan melihat diorama dan koleksi mesin sandi dari masa ke masa, di lantai 2 pengunjung akan melihat memorabilia milik Bapak Sandi Indonesia dan Ketua Sandi se-Indonesia dari masa ke masa. Memang sih agak kurang nyambung V(^.^)

Di ruangan lainnya terdapat display foto-foto dan dummy (benda tiruan) yang bisa digunakan sebagai simulasi. Lalu ada interaktif multimedia yang lebih cocok untuk pengunjung anak-anak.

Memorabilia di Museum Sandi Indonesia. demilestari (c)
Memorabilia di Museum Sandi Indonesia

Menurutku, tak ada salahnya untuk menambahkan bagian khusus untuk membahas hacker (peretas). Karena di masa kini sandi/kode lebih banyak dibuat dan dipecahkan di dunia digital ketimbang dunia nyata. Sebagai museum pelopor tentu ada beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan, salah satunya adalah mengenai benda koleksi. Tidak mudah bagi pengelola untuk mendapatkan benda krusial semacam mesin sandi, apalagi jika benda tersebut sudah menjadi incaran kolektor.

Dengan berdirinya Museum Sandi Indonesia ini akan bisa meningkatkan awareness masyarakat mengenai dunia persandian dan benda bersejarah. Semakin banyak pengunjung yang datang, semakin terbuka juga kesempatan museum untuk mendapatkan koleksi.

FYI. Ana keukeuh menyebut cryptograph sebagai sandiman.
Share
Tweet
Pin
Share
3 comments
Outdoor area Warung Kopi Klotok Pakem. 

The next day, aku pergi berjalan-jalan ke Malioboro sambil menunggu Ana yang masih ngeprint tugas. Meskipun masih pagi, sudah banyak kok wisatawan (khususnya domestik) yang berburu oleh-oleh. You can hear them used their native language...

Sekitar tengah hari Ana menjemput dan mengajakku ke kampusnya. Ternyata lumayan jauh ... (U.U) kampusnya terletak di Ring Road Utara Yogyakarta, melewati Taman Pelangi dengan arah menuju Gunung Merapi.

Setelah membereskan urusannya, kita berencana untuk makan siang.

“Mau makan yang kejawen apa yang biasa?”
“Kejawen yuks ...”
“Berarti sekarang kita ke Kopi Klotok yah ...”

Jarak Warung Kopi Klotok Pakem atau yang biasa disingkat Kopi Klotok tidak terlalu jauh dari kampus Ana, dekat malahan. Tadinya aku pikir kita nyasar ketika memasuki jalan kecil di pinggir sekolah, karena melewati kebun-kebun tembakau dan palawija. Meski demikian terdapat spanduk penunjuk arah di sepanjang jalannya.

Warung Kopi Klotok Pakem ini letaknya berada di areal pesawahan, menghadap ke arah Gunung Merapi. Ketika sampai pengunjung akan menemukan 2 buah bangunan, yang pertama adalah bangunan yang dijadikan sebagai Warung Kopi Klotok Pakem dan yang satunya lagi adalah bangunan rumah huni pemiliknya.

Kesan pertama ketika memasuki Warung Kopi Klotok Pakem adalah seperti sedang berada di rumah Mbah (Kakek/Nenek) di desa, beneran loh, seperti rumah Mbah. Bagi yang mudik Lebarannya ke daerah pedesaan di Jawa tentu familiar dengan suasana yang ku maksud (^.^).

Suasana ‘rumah Mbah’ begitu terasa ketika memasuki bangunan tersebut. Rumah tradisonal yang terbuat dari batu bata dan kayu dengan lantai tegel (tehel) dan pondasi batu. Furniture usang yang pernah hits pada masanya, serta dapur besar tempat tungku dan hasil bumi disimpan memang menjadi ‘jualan utama’ Warung Kopi Klotok Pakem (selain makanan tentunya).

Menariknya pengunjung bisa memilih tempat duduk yang diinginkan, bisa di dalam warung, di teras warung, di dapurnya, di halamannya atau di teras rumah pemiliknya. Serius ... di teras rumah pemiliknya. Jadi pengunjung bisa intip-intip dikit ke rumah nya #eh  6(@.@)9

Beneran homey ini mah hehe

Warung Kopi Klotok Pakem menggunakan sistem buffet (prasmanan), jadi pengunjung bisa mengambil dan menentukan porsi sendiri. Karena letak tempat penyajiannya di area dapur, pengunjung bisa menonton langsung proses pengolahan makanannya, bahkan tak sedikit pengunjung yang ngintil di belakang karyawannya, mau minta yang anget.

Sego Megono-nya Warung Kopi Klotok Pakem. 

Menu yang disajikan adalah makanan khas Jawa pada umumnya seperti gudeg, tehu bacem, sayur tempe, telur dadar, sambal dll. Tapi yang menjadi andalan adalah Sego Megono (Nasi Megono) yaitu nasi yang dicampur dengan sayuran, kelapa parut dan bumbu-bumbu lainnya, sepintas mengingatkan akan nasi urap.

Oh iya, pasti pada penasaran kan dengan Kopi Klotok. Kenapa dinamai Kopi Klotok? Apa bedanya dengan kopi biasa?

Based on my research, yang membedakan Kopi Klotok dengan kopi lainnya adalah proses penyajiannya. Kopi dimasukkan ke dalam panci tanpa air yang kemudian dipanaskan di atas tungku. Nah, ketika sudah agak gosong barulah dimasukkan air sampai mendidih, ketika mendidih itulah akan tersengar suara ‘klotok klotok’, dari situlah muncul sebutan Kopi Klotok.

Kopi Klotok- nya Warung Kopi Klotok Pakem. 

Untuk sekali makan rata-rata pengunjung mengeluarkan sekitar Rp. 25.000, karena... pengunjung bebas nambah d(^.^)b dan katanya lagi, yang sedang hamil bisa makan gratis (@.@) <-- gak tahu deh kalau yang ini.

Saking homeynya Warung Kopi Klotok Pakem ini, kita sampai betah berlama-lama ngobrol ini itu. Coba deh bayangin dari jam 12 siang sampai dengan menjelang Isya kita mager disana, tapi Ana juga bilang dia sering jadi tamu abadi, so no problemo ... pemiliknya baik kok.

Jika sedang berada di Yogyakarta atau kebetulan sedang melewati  daerah Pakem, tak ada salahnya mengujungi Warung Kopi Klotok Pakem. Suasana ‘rumah Mbah’ yang familiar sangat menyejukkan, terlebih lagi jika sepi hehe

Warung Kopi Klotok Pakem kalau sudah sepi. 
Share
Tweet
Pin
Share
1 comments
Taman Pelangi Monjali.

Setelah mandi dan membereskan barang-barang di locker, aku kemudian pergi jalan-jalan sore dengan Ana, ia mengajakku makan ke Raminten.

Sudah bisa ditebak... apalagi sih yang dilakukan 2 orang teman setelah sekian tahun tak berjumpa? Pasti rumpi. No secret... haha Berjam-jam lamanya kita ngobrol ini itu, membicarakan gossip sedang yang beredar, bertukar kabar tentang teman-teman dan kecewa karena gak ada yang kasih tahu.

Karena masih belum terlalu malam kita berencana untuk jalan-jalan lagi, tujuannya adalah Taman Pelangi atau Taman Lampion. Bertahun-tahun yang lalu aku pernah lihat Ana dan Mamih posting foto-foto mereka disana, kelihatannya sih seru.

Taman Pelangi atau Taman Lampion adalah tempat wisata malam hari di Yogyakarta yang beroperasi sejak pukul 17.00 sampai dengan pukul 23.00 setiap harinya. Terletak di jalan Lingkar Utara (Ring Road) Yogyakarta dan berada di kompleks Monjali (Monumen Jogja Kembali).

Harga tiket masuk untuk saat ini (September 2016) adalah Rp. 15.000 untuk weekday (Senin-Kamis) dan Rp. 20.000 untuk weekend (Jum’at-Minggu).

Taman Pelangi dibuat untuk menghidupkan kawasan Monjali yang sepi, sebagai alternatif wisata pada malam hari selain Malioboro dan Alun-alun Kidul. Taman Pelangi ini pada dasarnya terdiri dari lampion-lampion beraneka rupa bentuk dan warna, lampion tersebut terbuat dari rangka besi yang dibentuk kemudian ditutupi oleh kain dengan lampu di dalamnya.

Taman Pelangi didesain mengelilingi Monjali mengikuti jalur pedestrian yang sebelumnya sudah ada. Sebenarnya tidak butuh waktu yang lama untuk mengelilingi Monjali, yang menjadikannya lama adalah berfoto-fotonya.

Salah satu yang menarik perhatian adalah lampion berbentuk komodo dan wajah politikus, selain itu ada juga lampion dengan tema Korea dan Laut. Kebanyakan berbentuk tapas, namun banyak juga yang dibentuk menjadi karakter hewan dan bebungaan. Semuanya #instagenic haha

Pihak pengelola juga menyediakan tempat bermain anak dan wahana air yang patut dicoba jika sedang 
santai, tersedia juga tempat makan di bagian depan Monjali. Jika lelah bisa beristirahat di gazeebo yang disebar di sepanjang jalur Taman Lampion.

Just a tips, jika ingin berfoto baik itu menggunakan kamera handphone maupun DSLR, matikan dulu fitur autoflash karena akan membuat objek ngeblur dan bercahaya. Lebih baik menggunakan fitur autofocus agar objek terlihat kontras dengan gelapnya malam.

Aku sendiri menggunakan kamera handphone sebesar 8 MP, tidak terlalu detail seperti DSLR namun cukup jelas. Perlu beberapa kali shoot untuk mendapatkan hasil yang baik karena bergantung pada fitur autofocus yang pencahayaannya sangat sensitif. BTW, jika berkunjung ke Taman Pelangi jangan lupa membawa partner (^.^) karena kalau Cuma berfoto pake tongsis gak kan puas.

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 

Taman Pelangi Monjali. 
\
Taman Pelangi Monjali.

Taman Pelangi Monjali. 
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Newer Posts
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates