Menu

  • 🎀 Home
  • Hello ~
  • 📌 Place
  • 🔥 Space
  • 🍊 Taste
  • 🌼 Personal Thoughts
  • 🎬 Spoiler
  • 🎨 Studio
  • ➕ Extra

demilestari

Powered by Blogger.


Hello~

Kusarankan untuk nge-skip post ini karena isinya hanyalah foto-foto postponed yang nggak sempat di-publish sesuai dengan timeline, sekaligus appreciation post untuk smartphone-nya Widy yang pernah keren pada masanya 🥺. Akhirnya aku post sebagai upaya declutter dari folder yang nyempil, foto Widy juga banyak kok tapi yang di-share denganku hanya sedikit 😅.

Lindungi mata kalyan!!! 😎😎😎

*all picture taken without filter by Widy.

wefie

masih ogheyyy

hayu pulang sis... 

tenda aesthetic maylop

(@.@')

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

This post contains music, if you open this post via browser the music will play automatically, but if you open this post via smartphone you have to scroll down to click the play button. And it's okay if you want to read in silence since the music is only the supporting part 😁.

Hello…

Apa kabar netizen? Sudah prepare apa aja menyambut pandemi vol. 2? Kayanya hampir semua yang dibeli tahun lalu sudah beranak pinak ya… 😅  Yakin banget altar WFH makin sempit gegara printilan nggak-penting-tapi-ingin-punya, home dress juga sudah pada punya kloningan, tanaman mah nggak usah ditanya, rumahku aja sekarang sudah macem kebon 😂.

Ternyata, prakiraan pandemi yang direncanakan pemerintah hanya setahun mesti molor lagi sampai entah kapan 😢. Meleset. Sudahlah… emosinya sudah sampai langit keenam kalau mengingat gimana pemerintah menangani pandemi sejak awal tahun lalu. Seakan-akan COVID-19 adalah nasi, diremehkan… 😌.

Karena pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya ini banyak rencana kembali berubah… kalau kerjaan mah ya revisi lagi. Kurasa  pandemi extension ini nggak jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, semakin menjadi-jadi 😢 dan new normal yang digadang-gadang sebagai gaya hidup to the next level malah terasa seperti post apocalypse 🥲.

Pandemi tahun lalu seenggaknya kita masih bisa merayakan hidup, sedikit haha hihi dan mencoba beradaptasi. Kurasa tahun ini lebih berat ya… karena kita berusaha keras untuk menjalani dan merekonstruksi kehidupan yang dimiliki sambil menerka-nerka nasib apa yang akan menghampiri. Clueless banget 😶.

Mungkin ini hanya perasaanku, atau mungkin ini perasaan sebagian netizen lainnya, tapi kurasa pandemi vol. 2 auranya lebih suram ketimbang pandemi vol. 1. Well… belum pernah rasanya aku stuck sampai nggak ngerti mau ngapain, galaunya sudah nggak selow lagi ya terutama di February akhir – Maret awal.

Setelah sekian lama aku kembali insomnia dan baru bisa tertidur menjelang subuh. Tahu sendiri yekan, semakin larut pikiran semakin liar, entah itu masa depan, kerjaan atau sekedar menyesali hal-hal yang nggak pernah berani kulakukan 🥺. Bangun pagi pun sudah nggak se-excited biasanya, rasanya lelah aja gitu… karena setahun berlalu dan keadaan nggak menjadi lebih baik 🙃.

Aku bahkan kehilangan minat, bisa dilihat ya sejak awal tahun aku jarang menulis post. Aku punya beberapa draft tipis tapi terlalu mager untuk mengetik. Aku membeli beberapa buku baru tapi nggak ada satu pun yang diselesaikan. Aku punya stok drakor tapi saat menonton drakor pikiranku malah kemana-mana.

Yang kuinginkan hanyalah rebahan dan menerawang masa depan… 🧐.

Tadi aku sudah bersiap tidur, rebahan di kasur sambil berdoa macam-macam request ini itu 🤲🏻 meski kutahu belakangan Allah sedang sibuk. Setelah meng-aamiin-kan doaku sendiri, aku malah mendadak sesak nafas dan gelisah nggak jelas, entah kenapa tetiba aku ingin menangis… hal yang membingungkan, karena sejujurnya aku pun nggak tahu akan menangisi apa 🥺.

Kemudian… aku berada disini. Di depan laptop. Berusaha melanjutkan draft post yang sudah tertunda selama beberapa minggu sambil menunggu hari berganti. Hari ini masih tanggal 5 juli, beberapa menit lagi berganti menjadi tanggal 6 juli. Waktu berlalu secepat kilatan cahaya… 💫.

Beberapa hari belakangan aku berusaha mengurangi intensitas screen time, selain karena nggak baik untuk mata aku nggak kuwat guise baca dan nontonin status teman-teman sekalyan. Gimana nggak overthinking ya, setiap kali aku membuka social media rata-rata statusnya;

1. Berita duka
2. Cerita isoman
3. Pencarian donor konvalesen
4. Pencarian rumah sakit
5. Pencarian oxygen

Ada satu hari dimana aku bolak balik copy paste ungkapan duka cita 😭, meski aku nggak mengenalnya secara personal (karena orang tua temanku) aku merasa ini hal berat ya… Aku sampai puyeng dan mual 🥺 setiap kali membaca update-an status mereka, sebelas dua belaslah dengan puyeng gegara Money Manager minggu lalu.

Kalau di Avengers: End Game mah kita lagi ada di masa suram setelah Thanos finger snap, masih belum tahu bahwa 5 tahun yang akan datang seekor tikus nggak sengaja membuka Quantum Realm 🐀. Cuaca yang nggak coy ini turut mempengaruhi mood ya, mana ada hujan di bulan Juni kecuali di puisinya Sapardi Djoko Damono.

Kolom favourite-ku di koran cetak adalah obituari, rasanya menarik melihat deretan nama-nama keluarga bermarga sama dan hubungan yang menyertainya. Kadang aku menemukan obituari dari keluarga besar yang saking besarnya memenuhi hampir setengah halaman koran, tapi tak jarang aku menemukan obituari dari kerabat atau kenalan karena yang berpulang hidup sendiri.

Saat ini aku nggak perlu koran cetak untuk menemukan kolom favourite-ku, cukup update-an status teman-temanku berubah menjadi obituari. Rasanya aneh melihat orang-orang berduka pada saat yang bersamaan sambil mengumpat COVID-19 yang bermutasi tiada henti. Ohya, aku menemukan tulisan bagus dari Evi Mariani (ini link-nya). Dibaca ya… 😉.

Sejak pandemi aku berusaha meluangkan waktu untuk telepon dan video call orang rumah, keluarga dan teman-teman meski sebenarnya canggung 😅. Karena kita nggak pernah benar-benar tahu… Sebelumnya aku lebih terbiasa berkomunikasi via chat karena khawatir mengganggu, tapi kali ini aku nggak peduli 😁 Dalam sehari aku bisa menelepon 5 orang berbeda hanya untuk memastikan mereka baik-baik aja.

Aku manusia ya… aku juga takut kehilangan… 🥺.

Saat mamaku terkena stroke hampir setiap malam aku mengecek ke kamarnya dan memastikannya bernafas dan hidup, aku tahu ini agak creepy, tapi kuyakin kau pun pernah melakukannya.

Pandemi membuat segalanya berjarak. Kalau biasanya setelah salaman kita (aku dan orang tua) berpelukan, kini cuma bisa salaman aja kek salam ke guru ngaji 🥲. Aku juga kangen berpelukan ala telletubbies dengan teman-temanku, virtual hug mah feel-nya nggak nyampe 😂.

Aku masih ingin menulis siya tapi (akhirnya) aku ngantuk… 💤

Semoga kita semua diberikan ketabahan dan kelapangan hati menjalani hari-hari pandemi yang nggak tahu kapan kelarnya. Semangat ya… Jangan putus berdoa 🤲🏻.

cloudpie · Yura Yunita - Tenang
Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Kalau kau mencari tahu apa itu faktor X di google, kau akan menemukan banyak sekali definisi mandiri yang mencoba mejelaskan apa sebenarnya faktor X itu. Mostly, faktor X dijabarkan sebagai faktor penentu yang menyebabkan terjadinya sesuatu, sulit diungkapkan dan invisible. Bahkan beberapa menjabarkan faktor X ini sebagai faktor yang terkait dengan (kuasa) Tuhan.

Sedang kupikir, faktor X adalah kombinasi random dari cakupan berbagai variabel kemungkinan. Karena belum ada kepastian akan komposisi baku dari faktor X, maka kusimpulkan bahwa faktor X sebagai; hal (yang) tak terdefinisikan. Kalau kata orang Sunda mah “tah eta (pokona mah)”.

Yha~ (kupikir) karena ini juga orang menggunakan istilah Mr. X untuk menyebut seseorang yang identitasnya misterius 🕵️. Tak terdefinisi. Begitu pun dengan serial The X-Files (haha... ketahuan kan angkatan mana), setelah menonton berbulan-bulan akhirnya kutahu bahwa The X-files disini adalah tentang unidentified (flying) object. (masih) tak terdefinisi juga yekan 😊.

Kalau ajang pencarian bakat The X Factor mah sudah jelas laya...

Mari kita flashback ke 2 bulan yang lalu...

Saat itu aku, Icunk dan Deya memutuskan untuk makan Ngikan dulu (yang kayanya akan menjadi favorite baru menggantikan ABB) sebelum pulang ke rumah masing-masing. Lupa lagi ngobrolin apa, tapi Icunk bilang; rasa kol goreng tukang pecel dan rasa kol goreng buatan sendiri itu beda karena minyaknya hitam alias sudah pernah menyerap sari-sari makanan sebelumnya.

Sepanjang perjalanan pulang di motor Deya, aku jadi lebih kepikiran; apa yang sebenarnya membedakan rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri? 🤣.

Kuyakin kau pun pernah merasakan nikmatnya kol goreng... Lembaran kol yang setengah gosong nan berminyak adalah coy yang cocok untuk nasi uduk hangat dan pecel lele yang disirami sambal tomat yang nggak pedas-pedas amat. Meski mengandung minyak berlebih, nikmat sekali bukan? Well... Membayangkannya aja sudah membuatku kepikiran 🤤.

Menurut analisa sotoyku;

Karena hal teknis, macem jenis kol yang digunakan; apakah berasal dari daerah tertentu, waktu tanam yang lebih panjang atau ada treatment khusus, level api yang digunakan untuk menggoreng, waktu yang tepat untuk memasukkan kol di penggorengan, peralatan yang digunakan atau kombinasi dari semuanya.

Karena hal non teknis, macem benda apa yang sebelumnya dipegang tukang pecel; siapakah yang disalami oleh tukang pecel sebelum ia meraup potongan kol, untuk siapakah ia membuat kol gorengnya (adakah perasaan khusus untuknya 🤔), uang pecahan berapakah yang sebelumnya disentuhnya, doa siapakah yang membuat kol gorengnya nikmat atau kombinasi dari semuanya.

Tentcunya, aku (bahkan kita) nggak bisa menebak kombinasi manakah yang menghasilkan kenikmatan kol goreng, satu yang pasti, tukang pecel itu memiliki faktor X. Ada hal yang tak terdefinisikan yang membuat rasa kol goreng tukang pecel dengan rasa kol goreng buatan sendiri berbeda. Dan kita nggak pernah benar-benar tahu.

Faktor X ini berlaku untuk semua hal ya, bukan hanya kol goreng...

Salah satu makanan favorite-ku adalah Sapo Tahu dan aku punya satu tempat sering kudatangi kalau sedang ingin makan Sapo Tahu. Karena Sapo Tahunya made by order jelas rasanya nggak pernah konsisten, ada aja yang berbeda setiap kali kesana. Kadang agak asin, kadang agak pedas, kadang kuahnya kental, kadang tahunya hancur, kadang seafood-nya banyak, kadang nunggunya lama.

Aku selalu mendapatkan ‘rasa’ yang berbeda setiap kali makan Sapo Tahu, tapi kalau ditanya apakah nikmat? Ya tentcu nikmat. Aku nggak bisa mendefinisikan standar Sapo Tahu apa yang kugunakan untuk membuat Sapo Tahu ini sebagai favorite-ku, selama kumerasa semuanya berjalan baik-baik aja dan nggak ada complain, kupikir nggak ada masalah haha 😊.

Eym... Mungkin ini adalah kerjaannya si faktor X 😝.

Bukankah ini lucu? Bahwa sebenarnya kita nggak perlu mencari alasan mengapa kita menyukai sesuatu...
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Rabu 11 Maret

Meeting di Mucho Coffee, setelah kelar ngobrolin urusan kerjaan aku sempat mendengarkan ceritanya Flo yang baru pulang dari Jepang (dan ngasih cokelat juga). Katanya meski udah ada desas desus COVID-19 perjalanannya lancar jaya, nggak ada hal berarti kecuali orang-orang yang udah mulai jaga jarak antar sesama dan udah ada pengecekan suhu di bandara.

Kupikir Italian’s outbreak mayan mind blowing juga ya... karena kalau dipikir-pikir karakter orang Italia agak mirip dengan orang Indonesia. Mangan ora mangan sing penting kumpul (dengan keluarga). Suka nongkrong dengan teman dan ngeyel. Kupikir kalau pemerintah kita nggak siap bisa jadi Indonesia kan berakhir macem Italia. Semoga aja nggak...

Jadi, pemerintah Italia berinisiatif membatasi penyebaran COVID-19 dengan cara meliburkan hampir separuh pekerjanya atau dengan kata lain social distancing. Bukannya menuruti apa kata pemerintah, rerata pekerja yang sedang libur’ memanfaatkan waktunya untuk pulang kampung dan berkumpul dengan keluarga, sudah bisa ditebak ya apa yang terjadi selanjutnya...


Kamis 12 Maret

Udah nggak ngerti lagi dengan sikap pemerintah yang adem ayem tentrem padahal negara lain udah mulai siap-siap menghadapi COVID-19. Mbok ya kalau ngasih statement dipikir dulu... ini yang denger kan hampir satu Indonesia. 

Mana nih yang suka ngeceng-cengin COVID-19? Yap. Sedikit demi sedikit candaan tentang COVID-19 mulai berkurang digantikan kekhawatiran atas ke-sangat-nggak-seriusan pemerintah dalam menanggapi isu COVID-19. Kadang suka mikir apa sih yang ada di pikiran mereka-mereka ini.

Twitter udah mulai serius ya... jokes receh masih ada tapi berita tentang COVID-19 nggak kalah bikin heboh. Masker di minimarket udah nggak ada, hand sanitizer menuju kepunahan, untung sebelumnya udah beli. Tinggal anti septic macem Dettol dan Bayclean yang masih setia mejeng di rak.


Jum’at 13 Maret

Meski suda tahu hasilnya apa aku tetap menunggu e-mail konfirmasi dari Stipendium Hungaricum, ingin memastikan aja. Gimana ya... di satu sisi aku merasa kecewa karena belum lulus, tapi di sisi lain aku merasa lega karena udah nggak merasa terbebani dengan task yang belum sempat kukerjakan. Mungkin seharusnya aku lebih santai kali ya... dan mencoba lagi.

Pagi ini aku mestinya ke workshop untuk mengecek sample sepatu baru dan mengambil beberapa sample sepatu untuk wear test. Sebelum berangkat Atak minta revisi grafis inner box sepatu, jadilah aku mengerjakannya dulu dan baru bisa berangkat sekitar jam 14.00. Cuacanya udah mulai nggak enak niya...

Sepulang dari workshop, angkot yang kunaiki cukup produktif yaw artinya banyak penumpang yang naik dan turun, tapi nggak tahu kenapa badanku udah mulai kerasa nggak enak, udah mulai kaya masuk angin lagi. Malamnya aku demam dan tidur cepat.


Sabtu 14 Maret 2020

Semalam aku demam, kayanya lumayan tinggi soalnya tidurku sama sekali nggak nyenyak dan kebangun-bangun, sakit sebadan-badan. Seharian cuma bisa rebahan gegara keleyengan mulu setiap kali duduk dan berdiri, mual dan sesekali sesak. Chat Uhti nggak bisa hadir ke nikahannya Ully padahal Deya udah bersedia jemput (asique), Icunk pulang ke rumah, Mamih ke nikahan saudaranya dan Memed nggak tahu dimana haha Byasalah, Neng yang satu ini lagi hectic ngurusin printilan nikahan.

Karena nggak memungkinkan untuk keluar maka konsultasinya via Halodoc aja, sumvah udah parno COVID-19. Meskipun menurut pemerintah dan broadcast yang seliweran di social media, COVID-19 nggak semenakutkan yang diberitakan. Ingin ku berkata hadehhh... Kalau China aja bisa kolaps lakita apakabar cuk? Udah bosan sih sebenernya scrolling timeline mulu, tapi aku nggak punya pilihan hiburan lainnya haha


Minggu 15 Maret 2020

Semalam aku demam lagi, padahal udah minum obat, hampir sama kaya kemaren malem cuma sekarang ditambah lemas. Tapi siangnya tetep mandi sih. Seharian aku rebahan, masih keleyengan mulu setiap kali duduk dan berdiri, masih mual dan sesekali sesak. Tambahnnya, udah nggak bisa liat screen lama-lama.

Pikiranku udah kemana-mana yaini, banyak banget ‘gimana kalau’ yang malah semakin membuatku tambah pusing. Khawatir juga dengan keadaan rumah sakit yang menjadi rujukan, kupikir kalau rumah sakitnya nggak siap nanti pasiennya nggak akan tertangani dengan baik, mana COVID-19 adalah hal baru.


Senin 16 Maret

Aku terbangun dengan keadaan yang lebih baik, seenggaknya suhu badanku udah kembali agak normal, meski sesekali masih keleyengan dan banyak istirahat. Akan ku dedikasikan hari ini untuk pekerjaan domestik yang nggak sempat ku kerjakan kemarin haha Menikmati hari pertama dari 2 minggu project WFH (Work From Home) yang dicanangkan oleh pemerintah.

Bhangkay syekali kelakuan tukang masker musiman ini, sama sekali nggak ada empatinya. Sumvah pusing banget liatin harga masker di e-commerce harganya udah pada nggak masuk akal, kalau pun murah belum tentu barangnya asli.


Sabtu, 21 Maret

Pagi ini akhirnya aku di-chat kurir @keranjangsegar yang meminta untuk dikirimkan point lokasiku, alhamdulillah yaw, setelah waiting list sejak hari senin aku kebagian juga hehe Setelah belanjaanku datang, aku sok sibuk membersihkan dan menyimpannya di kulkas, heran juga sih sebenarnya kok bisa ya aku se-random ini dalam memilih buah-buahan.

FYI. Aku membeli alpukat, pepaya, bengkuang, air kelapa muda, daun mint dan sepaket dim sum.
Komentar Widy: kenapa sih beli bengkuang? (meneketehe haha makanya kalau belanja ikutan milih napa)

Siangnya aku mendapatkan kabar yang kurang mengenakkan dari Memed, sehubungan dengan COVID-19 rencana pernikahannya berubah, dari akad + resepsi di hari yang sama menjadi hanya akad aja dan resepsinya menyusul. Tersedih yaini. Anyway, semoga Memed dan keluarga diberikan kelapangan hati menyikapi perubahan rencana ini, love you always sis...

Dengan dibatalkannya rencana resepsi Memed, maka batal pula trip kita ke Tasikmalaya, untungnya kita belum booking hotel. Yha~ begitu pun dengan tiket kereta, meski aku booking tiketnya menggunakan aplikasi KAI access, untuk pembatalannya aku mesti mendatangi stasiun KA. Di masa yang genting seperti ini... apa pun bisa saja terjadi.

Yap. Aku menghilangkan ATM mama (lagi), udah dicari-cari tapinya nggak ketemu, kemungkinan tertelan di mesin ATM saat aku terburu-buru pergi ke rumah sakit. Sesorean aku nonton lagi Om Hao... Malamnya aku dan Widy nge-Go Food-in Wingz O Wingz, ketimbang Chicken Magma Lava aku lebih suka Chicken Honey Lemon (ada manis-manisnya hehe), Jus Kejunya juga enak dan kita udah keburu kenyang sebelum makan saladnya.

Minggu 22 Maret

Menyenangkan sekali keadaanku jauh berbeda dari minggu lalu, pagi-pagi ku mengupas bengkuang dan makan pepaya. Masih batuk-batuk, tapi mama VC dan mewanti-wanti agar aku nggak usah keluar rumah dulu, bahaya. Bandung udah ada suspect COVID-19. Kita panik luar biasa.

Setelah ikutan menjalani 1 minggu WFH aku udah mulai merasa bosan, apalagi saat tahu mesti social distancing. Begini ya guise... statusku saat ini adalah remote worker, namun dalam seminggu aku punya 2 hari yang dikhusukan untuk workshop visit dan meeting, sedang sisanya WFH. Karena meeting adalah satu-satunya kesempatan kita untuk bersosialisasi dan keep in touch dengan rekan kerja, kebayang kan gimana anyepnya aku kini? *heu

Semoga per-COVID-19-an ini cepat berlalu, nggak kebayang soalnya...

Senin 23 Maret

Mengawali hari seninku dengan sarapan dim sum-nya Keranjang Segar dan menghabiskan pepaya sisa kemarin. B aja... haha Masih usaha meningkatkan daya imun dengan minum honey lemon shot, yang belakangan ini lemonnya beli aja yang udah udah jadi karena malay meresinnya. BTW, rasa lemonnya makin pahit, mungkin udah masuk bagian bijinya.

Rencananya hari ini adalah menelepon Call Centre BNI dan ke Stasiun KA Kiaracondong untuk pembatalan tiket ke Tasikmalaya. Dari pagi aku udah coba menelepon Call Centre BNI tapinya nggak bisa nyambung mulu, chat-nya apalagi, tanya @BNICostumerCare di Twitter nggak ada tanggapan. Apakah mereka (pegawai BNI) pada WFH juga?

Aku berangkat ke Stasiun KA Kiaracondong agak siangan, niatnya biar sekalian bisa jemuran pas di jalan haha nyatanya mataharinya nggak muncul-muncul. Mungkin Bandung kini adalah sister city-nya Forks. Di jalan masih rame aja, social distancing nggak berlaku apalagi kalau di perempatan traffic light, yang ada langsung disalip sama yang di belakang.

Sampai di stasiun minta formulir sekalian photo copy KTP ke mb costumer service, banyak juga ternyata yang mau pembatalan tiket. Hampir semuanya yang datang ke stasiun pake masker, tapi social distancing belum pada faham. Saat mengantri ZBL banget sama bapak yang dibelakang, mepet-mepet mulu nih ah, belum lagi emak-emak yang biasa nyelak antrian minta diduluin dengan alasan cuma (pembatalan) 1 tiket aja. Yukate kita arca... dari tadi berdiri tuh pada ngantri meur.

Saat masnya ngurusin pembatalan tiket punyaku, bapak yang dibelakang malah ngantri di depanku, hadehhh... saking KZLnya ku tegur sambil sewot “pak, ngantrinya di belakang bukan di depan!”, kemudian bapaknya mundur, tapi kemudian ngantri lagi di depanku.

Jadi gini ya, pihak stasiun udah kasih sign jarak pake lakban warna kuning di lantai dan aku berdirinya udah mengikuti sign. Bapak yang di belakang dan orang-orang di belakangnya mungkin masih belum familiar (atau kurang peduli) dengan sign-nya, yang ada jadinya malah mepet-mepet mulu macem ngerapetin shaf kalau mau sholat berjama’ah.

Selesai pembatalan tiket aku langsung caw ke kosan, mungkin gegara sugesti COVID-19 juga kali ya tapi balik dari stasiun berasa balik dari perang. Bagitu sampai aku langsung cuci kaki dan tangan pake sabun, sekalian pake face wash, aku merasa kotor. Baju yang tadi kupake langsung kucuci, jirr... makin kisyut aja nih tangan.

Karena masih batuk maka ku minum obat dan ketiduran, terbangun sore dan langsung ngemil bagelen haha baca di Twitter Tokopedia menutup akun tukang masker musiman, semoga aja e-commerce yang lain juga ikutan. Selain itu, yang cukup panas adalah berita anggota DPR dan keluarga (± 2000 orang) menyatakan bersedia ikut rapid test. Hadehhh lagi...

24 maret 2020

Nothing special today... kecuali aku berusaha keras untuk tetap kerja meski batuk nggak juga reda. Rencananya hari ini ke klinik, tapi ternyata kliniknya baru buka jam 2 siang, nggak berencana ke rumah sakit sebab kondisiku lagi nggak baik. Khawatir kalau ke rumah sakit malah terpapar dan malah makin sakit, dengan semakin banyak pemberitaan tentang COVID-19, semakin parno.

Tumben Widy pulang siang, bawa Wingz O Wingz lagi... Mungkin yang kemarin masih kurang haha Unfortunately, klinik yang rencananya ku datangi ternyata tutup entah karena apa, jadilah aku mencari klinik lainnya. Kecewa sih... karena aku mesti merubah rencanaku, tapi lebih kecewa lagi saat ku tahu apotik yang biasanya ku datangi juga tutup. Like, what? Apakah semuanya udah pake mode WFH?

Setelah mencari via G-Maps, aku menemukan klinik 24 jam dan mendatanginya. Jalanan udah pada sepi, tapi masih ada aja yang lalu lalang dan berkumpul bersama macem biasa. Di klinik yang ternyata sepi juga aku disambut mb dan mas yang lagi jaga dan tanpa perlu menunggu lama aku langsung diperiksa.

Saat diperiksa itu aku ditanya-tanya pertanyaan standar masa kini: udah berapa lama? Ada demam nggak? Ada sesak nggak? Seminggu ini kemana aja? Ketemu siapa aja? Yang kujawab dengan sejujur-jujurnya dan sebenar-benarnya.

Kesimpulannya aku kena radang dan diwanti-wanti untuk konsisten minum obat, rutin minum madu di pagi dan sore hari, makan makanan bergizi, banyak minum air putih, istirahat yang cukup dan pake masker kemana-mana. OKAY. Aku rebahan aja.

Setelah pulang dari klinik aku langsung mandi dan ganti baju, makan dan minum obat. Sisanya rebahan sambil scrolling timeline yakeles ada yang rame haha

25 Maret 2020

Meeting reguler masih via Blue Jeans, nggak perlulah pake Zoom macem online class masa kini. Teh Nopi bilang situasi di US udah agak kacau, orang-orang panic buying dan meminta kita bersiap-siap untuk 2-3 minggu yang akan datang. Jangan lupa membeli masker, hand sanitizer dan vitamin C, kalau bisa nyetok makanan kali aja situasi makin kacau.

Urusan COVID-19 ini mau nggak mau berimbas pada urusan bisnis yang mana berimbas juga pada kerjaan, masih abu-abu. Banyak bisnis yang mulai hiatus, terutama retail, fashion dan apparel diprediksi akan terjun bebas meski memasuki masa panen (ramadhan). Orang-orang akan lebih memilih makanan dan grocery ketimbang meng-upgrade penampilan.

Kupikir ini adalah saat yang tepat untuk bilang: winter is coming.

Yha~
COVID-19 is coming here.

Alhamdulillah, untuk minggu ini aku nggak mesti ke workshop sebab situasi nggak begitu kondusif, Ian ternyata sakit juga. Belum tahu ke depannya akan gimana yang jelas untuk saat ini kita berkomunikasi via e-mail dan WA, untuk kerjaan nggak ada yang berubah langsung submit aja ke Trello. Karena aku adalah remote worker kebijakan WFH terasa B aja, tapi excited karena teman-temanku (akhirnya) bisa merasakan apa yang kurasakan setahun belakangan ini.

26 Maret 2020

Nothing special here hehe aku kerja sampai sore, repot juga mendesain sambil batuk dan ngantuk gegara minum obat, bawaannya ingin rebahan mulu. Aku udah merasa jengah dengan pemberitaan COVID-19 di media sosial, banyak kesimpangsiuran dan keenggakjelasan terutama dari pemerintah. Udah nggak ngerti lagi... kenapa sih pemerintah nggak tegas dan gercep.

Mulai nyari pattern masker via Pinterest, rencananya ingin buat masker sendiri sebab nggak yakin bakal kebagian masker apa nggak. Mulai nonton Itaewon Class, sumpah ingin banget benering rambutnya si Park Seo Ro-Yi rapihin poninya rata gitu.

Share
Tweet
Pin
Share
No comments

Saat masih di Ma’had aku dan Pici selalu was-was menjelang bulan Ramadhan, apalagi kalau bukan gara-gara mikirin bibir 💋. Kalau di hari-hari biasa masalah kita hanyalah bibir kering, di bulan Ramadhan bertambah dengan sariawan bibir. Pernah nih saking nggak kuatnya kita sampai mengompres bibir pake kapas yang diairi, terus dikipas-kipas di pinggir jendela asrama 🍃.

Meski hanya terjadi 1 tahun sekali, sariawan bibir ini menyiksa sekali ... Oh iya, sariawan bibir ini macem sariawan biasa tapi munculnya di pinggir bibir, di jalur yang sama kalau kita pake lip pencil. Pokoknya nggak enak banget deh rasanya ... 😢 macem demam tapi Cuma di bibir, jadi yang panas Cuma bibirnya aja ... (angota tubuh) yang lain mah normal.

Makanya setiap menjelang bulan Ramadhan (2-3 minggu sebelum) kita biasanya menambah kuantiti minum dan rajin pake lip balm meski efeknya kaya abis makan gorengan 😂. Apa pun brand-nya ... mau Lip Ice, Nivea atau Sophie Martin (udah exist dari sedari dulu yaw 👌) semuanya sama, mungkin saat itu formulanya (lip balm)  belum pada disempurnakan 😅

Beranjak kuliah aku dan Pici (meski jarak memisahkan) masih sariawan bibir tapi nggak separah saat masih di Ma’had, mungkin karena kitanya sudah lebih aware dan yang paling penting sih nggak langsung nyocol begitu adzan maghrib berkumandang.

Nah, ini setannya haha ... 😈 penyebab utama kita sariawan bibir adalah panas dalam yang dipicu oleh nyocol.

FYI. Nyocol  adalah istilah gaul masa lalu untuk aktivitas makan gorengan panas berminyak yang dicocol ke saus racikan sendiri yang terdiri dari sambal + saus + kecap + (kadang-kadang) cuka.

Sebenarnya hampir setiap hari kita nyocol, bukan hanya saat bulan Ramadhan saja. Tapi mungkin karena di bulan Ramadhan kita seret (jarang minum) dan cuacanya panas jadi lebih cepat panas dalam. Gara-gara kebanyakan nyocol temanku sampai masuk rumah sakit, serius deh ini ... 😅yagimana dong, nyocol memang bikin nagih dan ngangenin. Betul? Betul? Betul? 😊

Meski kini bulan Ramadhan-ku sudah nggak identik lagi dengan sariwan bibir, namun memory tentang sariwan bibir inilah yang paling membekas dan memotivasiku untuk selalu banyak minum dan rajin pake lip balm di bulan Ramadhan, karena ku tahu rasanya Lebaran tapi masih sariawan bibir tuh hadehhh-nya nggak banget ... 😭

At least ... Aku melakukannya demi Opor, Rendang, Gulai, Kentang Balado, Asinan, Mie Bakso, Es Campur serta rekan sejawat yang diniscayai bikin kolestrol naik dan menambah gelambir-gelambir lemak di perut 😘.

Oh iya, tips anti sariawan bibirku dari Ramadhan ke Ramadhan masih sama.
-  1. Minum yang banyak, biar nggak seret ...
-  2. Rajin pake lip balm, kalau bisa yang nggak berasa biar nggak batal 😜
-  3. Menahan diri dari godaan setan nyocol haha 😂😂😂



Duh ... ngomongin nyocol jadi ingin nyocol nggak sih? Heu ... 😄
Share
Tweet
Pin
Share
No comments


Disclaimer: post ini panjang banget ... 😳

Beberapa waktu lalu aku menemukan artikel mengenai emotionaleating yang ditulis oleh Sitta Karina. Emotional eating adalah suatu kondisi dimana kita makan dengan tujuan untuk menyamankan diri. Jadi, makan bukan hanya karena kebutuhan biologis melainkan untuk mengatasi permasalahan emosi yang dipicu oleh rasa marah, khawatir, kesal, bosan atau gelisah.

Dipikir-pikir ... 😒

Dipikir-pikir ... 😒

Dipikir-pikir ... 😒

Kayanya  aku dulu pernah begini ...
Ternyata aku dulu pernah begini ...

Kalau kalian terhubung denganku di dunia nyata (atau virtual) pasti pernah menemukan fotoku yang dikomentari “kok gendutan?” oleh khalayak netyzen sekalian. Masa-masa excited-nya punya akun Instagram dan Path. Masa-masa kuliah tingkat akhir. Masa-masa awal bekerja. Masa-masa hiatus season 1. Serta masa-masa selanjutnya ... selalu ada yang mengomentari “kok gendutan?” bak “hai! Apa kabar?”.

FYI. Saat ini “kok gendutan?” adalah body shaming. Kali aja belum pada tahu ...

Aku merasa bersyukur menemukan artikel mengenai emotional eating ini bukan pada saat mengalaminya, melainkan setelah mengalaminya, yang artinya ... aku sudah berhasil melaluinya 👼. Ohya emotional eating versiku ini terjadi karena stress berkepanjangan sebab terlalu lelah menghadapi hidup 😅 Intinya sih kecapekan ... dan #kurangpiknik aja 😁

Sebelumnya aku nggak memiliki masalah dengan makan, palingan malas karena aku picky eater yang berimbas pada menyelingi makan dengan ngemil. Yang menjadikannya emotional eating adalah ketika aku makan dalam kondisi (yang tanpa disadari) sedang stress. Dan itu bermula di tahun terakhir kuliahku ...  

Kalau biasanya teman-temanku minum kopi biar nggak ngantuk saat (berniat) begadang, well ... bagiku kopi malah nggak ngaruh sama sekali, yang ada malah ngantuk dan kadang malah ketiduran (makanya jangan heran ya kalau abis jajan ke coffee shop mataku kriyep-kriyep haha 😉). Hanya ada satu cara untuk membuatku tetap terjaga kala begadang; ngemil. Trust me, it works!

Namun mesti diakui, tahun terakhir kuliah adalah masa-masa yang cukup membebani. Kalau mahasiswa lain harus melalui 1-3 kali sidang untuk bisa lulus aku harus melalui 8 kali sidang. (Normalnya hanya 6 kali sidang, 3 sidang KP dan 3 sidang TA bermuatan 8 sks. Sayangnya aku harus mengulang sidang KP karena di sidang (terakhir) KP season 1 aku sakit *heu ... 😵).

Saking seringnya sidang, temanku ngeceng-cengin: “cie ... simulasi anggota MPR” 😫

Karena sidang KP dan sidang TA dilakukan secara kontinyu, maka sudah bisa dipastikan selama 1 tahun lebih itu nggak ada hari tanpa begadang yang berarti hampir setiap malam aku ngemil. Kupikir normal ya untuk merasa lapar setiap 6 jam sekali karena waktu tidurku kurang dari 6 jam sehari, jadi sebelum dan sesudah tidur aku terbiasa untuk ngemil 😍

Aku aja cemilanku? Saat itu aku jarang makan mie instan ya paling sebulan 1-2 kali, lebih ke roti dan susu serta makanan berat lainnya yhaha 😋 ini termasuk aneka cookies atau keripik. Ternyata begadang bukan Cuma menguras tenaga dan pikiran ya namun juga kesehatan mental 😌. Kesal dikit, ngemil. Capek dikit, ngemil. Bingung dikit, ngemil. Galau dikit, ngemil. Baper dikit, ngemil. Kalau nggak ngemil ya makan 😳

Kupikir semua  baik-baik aja, tapi tenyata nggak bagi teman-temanku. Maka mulailah banyak yang berkomentar “kok gendutan?”, “orang lain ma h TA tuh ngurusin, ini kok malah gendutan” atau “tumbuh tuh ke atas bukan ke samping” BGST memang~ ... 😂 Tapi karena nggak merasa ada yang salah aku adem ayem tentrem bae ... melanjutkan hidup sambil eungap.

Pernah ada yang tanya: “Non, kenapa kamu gendut?” bosan ditanyai maka kujawab “kamu sendiri kenapa item?” yang dijawabnya “dari dulu juga item kok, bukannya gitu ... kalau gendut ntar susah punya pacar” karena nggak merasa ada korelasi antara gendut dan punya pacar maka kujawab “lah ... kamu kurus dari dulu tetep aja nggak ada mau”.

Kupikir, ketimbang menyuruhku ini itu seharusnya ia berusaha membenahi hidupnya sendiri 😏.

Pernah terjadi saat aku membeli celana panjang, aku jelas request ukuran 30 begitu datang ukurannya ditambahi jadi ukuran 34 dengan alasan “kan sekarang udah gendut”, wajar dong kalau marah-marah dan minta ditukar dengan ukuran yang ku request. Ehh ... ternyata yang datang bukan ukuran 30 melainkan ukuran 32 katanya “takutnya nggak cukup”. Eym ... tabok gak nih haha 😅

FYI. 30 itu udah ukuran final,  masih agak kegedean karena sebelumnya pake ukuran 28-29 dan memang masih cukup. Meski akhirnya dibeli karena mamaku merasa nggak enak dengan penjualnya, begitu sampai kamar kulempar dan ketemunya lagi pas doi udah bulukan haha Nggak habis pikir ... kenapa orang-orang terasa lebih underestimate saat aku ‘berubah’ 😮.

Saat kuliah ukuran pakaianku kalau nggak S ya M bahkan SS, kemudian berubah menjadi L atau XL. Nah, disini aku merasa sedih ... Serius deh ini ... sedihnya beneran sedih, pakaian favoritos teronggok siya-siya di pojokan lemari karena nggak pada muat. Yawla! Makin ambyar aja eksistensiku ... 😭😭😭

Meski ZBL setengah mati dari sini aku jadi berpikir: “Ohh ... jadi begini ya yang dirasakan orang-orang sebelumku”. Mungkin aku adalah orang kesekian ratus juta yang mengalami hal seperti ini, namun bagiku ini adalah kali pertama dan ternyata menyedihkan ... 😰

Lingkungan jelas nggak berpihak karena apa pun yang kulakukan selalu tampak salah, yang woles mah Cuma Bude Sumiyati 😁 Entah terbuat dari apa yaini bibir netyzen komentarnya pada pacux semua. “kalau belum nikah mah gak boleh gendut!”, “kamu jelek kalau gendut, kaya ibu-ibu”, “jangan makan banyak-banyak”, “diet napa sih?” etc yang berujung pada pertanyaan genggeus lainnya yakni “kapan nikah?” 😴.

"Sesalah itu ya kalau gendutan?"
– Lestari (waktu masih) 23 tahun –

Tentu aku merasa sadar kalau kondisi fisikku berubah, namun yang masih belum bisa kumengerti adalah alasan kenapa bisa sampai sebegininya. Karena kalau ditelaah lebih lanjut, asupan ngemilku nggak jauh berbeda dari saat kuliah (sebelum masa tingkat akhir), palingan makan jadi lebih rutin nggak sekenanya seperti saat kuliah.

Jadi, dimana masalahnya?

Kalau dibandingkan dengan kuliah seharusnya (fase) kerja ini nggak serumit kuliah, seenggaknya kerjaannya nggak membuatku begadang. Mungkin karena sebelumnya terbiasa dengan ritme hidup yang serba-ketat-namun-nggak-teratur, bagiku fase kerja malah membingungkan.

Secara visual pekerjaanku terbilang : bisa dikuasai asalkan ada niat. Itu visualisasinya ya ... Behind the scene-nya gimana nih?

Blingsatan qaqa ... 😂😂😂

Sebagai fresh graduate tentu masih ada sisa-sisa idealisme yang masih membuntuti, kupikir itu wajar karena (sebagai fresh graduate) kita masih dihinggapi euphoria yang meledak-ledak tentang merealisasikan hal-hal yang sebelumnya bersifat teoritis. Namun bukan idealisme sebagai fresh graduate yang membuatku gelisah melainkan idealisme pada diri sendiri.

Untuk pekerjaan aku masih bisa mengikuti, namun untuk hal-hal yang bersifat kehakikatan alias hati, jiwa dan pikiran. Jelas nggak pernah bisa nyambung.

I don’t feel alive anymore.
a.k.a aku nggak bahagia nih guise ... 😭

Itu masalahnya.

Maka dimulailah (lagi) masa-masa: Kesal dikit, ngemil. Capek dikit, ngemil. Bingung dikit, ngemil. Galau dikit, ngemil. Baper dikit, ngemil.

Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Makan. Ngemil. Begitu seterusnya sampai bosan nyaman ... 💃

Hampir setiap bulan aku mesti ke dokter, ceritanya sakit kepala melulu padahal mah hatinya yang mangkel melulu haha Gimana nggak mangkel ya hampir setiap hari aku disodori sampah sosial.

Tentang si A yang sudah bekerja bahkan sebelum wisuda. Tentang si B yang akan di-khitbah hanya 3 bulan setelah bekerja. Tentang si C yang membeli smartphone terbaru dengan gaji pertamanya. Tentang si D yang mengambil cicilan KPR meski statusnya masih kontrak. Tentang si E yang posting foto liburannya ke Singapura. Tentang si F, G, H sampai Z atau (mulai lagi dari) A1, A2, A3, A4, A5, Letter, Legal, Kwarto, Blanko, Porto, Bakso ...

O ... O ... O ... Bacotan tetangga memang lebih shahih ketimbang akun per-Lambe-an 💋💋💋

Berhubung di depan kantorku ada Alfamart maka berasa ada guilty pleasure kalau nggak mampir barang sekejap yhaha ... 👻 Bisa lah ya jajan Aice atau nyetok snack kecil-kecil sekali tamat macem Oreo, Go Potato atau Tango. Aku memang udah tidak dalam masa pertumbuhan, namun apa salahnya makan dan ngemil?

Ada masanya ketika aku baru beranjak dari kasur 1 jam setelah terbangun, hal itu terjadi selama berbulan-bulan lamanya. Ngapain aja selama 1 jam itu? Aku ... berpikir ... berpikir ... berpikir ... mengenai banyak hal. Yha~ Intinya adalah overthinking dengan ketidak-puasan, ketidak-berdayaan, ketidak-hidupan serta ketidak-tidakan lainnya.

Dengan emosi yang fluktuatif semakin hari kumerasa semakin labil wkwk ... 😅 Kadang suka nggak fokus dengan apa yang dikerjakan, mendadak badmood, mudah tersinggung, sering marah-marah bahkan untuk hal remeh sekalipun. Pokoknya intensitas mood swing-nya tinggi (sekali) sampai sering merasa ubun-ubun ngebul saking panasnya 😱.

Selalu terselip pikiran: “Aku dimana? Aku siapa? Aku apa?” setiap kali merasa asing ditengah keriuhan yang bagiku ... sorry to say ... memuakkan 😯. Topik obrolan sehari-hari HANYA berkisar antara: jodoh, menikah serta angan-angan masa  depan, hhhhhhadddehhhhh .... yukate hidup cuma untuk beregenerasi?! 😵😵😵

Hidup ini Cuma sekali ya kawan ... kamu nggak akan mati kalau nggak menikah besok. Single juga nggak akan menjadi masalah kalau kamu nggak membesar-besarkannya. Kupikir: dunia nggak akan runtuh hanya karena aku nggak menikah besok dan aku nggak akan mati siya-siya hanya karena masih single.

Eh. Tapi balik lagi sih ... what doesn’t kill me may kill somebody 😏

Mungkin pernah mendengar seloroh candaan: “geuleuh? Utahkeun weh ...”

HAHAHAHAHA
HAHAHAHAHA
HAHAHAHAHA
HAHAHAHAHA

I did!

Saking muaknya.
Aku (sampai) mual.
Lantas muntah.
Untung nggak di depan mukanya~

Aku nggak merasa connect dengan lingkunganku, mau itu di rumah atau di kantor atau di sekitarnya. Aku merasa orang-orang cenderung menuntut banyak hal, banyak bangedh ... lebih banyak ketimbang dosa malah ... Makanya sering KZL.

Sadar hidupku mulai ‘menyimpang’ haha aku mulai berpikir untuk mengembalikannya ke jalan yang benar *wink *wink *wink Karena aku meyakini men sana in corporesano, maka aku memutuskan untuk lebih dulu membenahi pikiranku ketimbang membenahi berat badan, I want to keep my mind back on the right track 😎

Maka aku resign.

Orang-orang bukan Cuma menyayangkan keputusanku namun juga menganggapku goblok, yhaha ... memang. resign dengan alasan ‘lelah’ disaat orang-orang kesulitan mendapatkan pekerjaan adalah goblok, tapi kupikir lebih goblok lagi kalau terus memaksakan diri menjalani kehidupan yang (kutahu) nggak pernah kuinginkan.

Bukannya sok kaya ya haha 😂 tapi frasa uang tidak bisa membeli kebahagiaan itu benar adanya. Kupikir percuma bekerja dan berpenghasilan sedang setiap bulan mesti ke dokter, minum obat yang kutahu sama sekali nggak ada efeknya (karena bulan depan pasti balik lagi) dan entah kenapa sering merasa berada di tempat yang salah.

Karena sesejahtera apapun hidupmu kalau nggak bahagia yha~ ... hambar.
Lama-lama ambyar.
Ujungnya bubyar.

Yagimana dong ... namanya juga nggak bahagia *heu.

Thanks untuk Fahria dan Mazia yang udah menyelenggarakan marathon wedding haha Karena kalian resign-ku jadi epic. Gimana nggak epic lah yha? Paginya aku resign. Siangnya ke Bandung. Sorenya ke Jakarta. Besoknya ada di Yogyakarta. Liburan ... 

Ternyata euphoria resign Cuma bertahan selama 2-3 bulan aja yhaha ... dan orang-orang jelas gelisah dengan ‘kemalasan’ku ini 😜.

FYI. Aku nggak malas ya ... tapi lelah ... 😅

Saat itu aku merencanakan untuk ‘istirahat’ sejenak selama ± 1 tahun (yang pada kenyataannya malah molor sampai ± 3 tahun). Membersihkan hati, jiwa dan pikiran juga butuh proses kali ah ... kelak aku menyebutnya: hiatus.

Bagiku, masa hiatus adalah masa terberat. Selalu ada godaan untuk kembali menggadaikan kebahagiaan dikarenakan kekerean ini. Duhai #sobatmiskin ... aku padamu. Hanya Twitter yang paling mengerti gimana rasanya nggak sanggup buka akun Instagram dan Path karena sayang kuota 😊.

Nggak terhitung berapa banyak teguran, kritikan atau perintah yang disampaikan, dari cara yang baik-baik sampai kurang ajar sekali pun. Orang-orang berpikir 20 tahun dalam hidupku terbuang siya-siya sebab sekolah tidak menjadikanku lebih terdidik ketimbang seharusnya.

Let me tell you  ... there always a black sheep to be blamed in every family isn’t? 🐑.

Kupikir orang-orang sudah cukup gila untuk menilai sesorang hanya berdasarkan kulit luarnya saja. Perkara sampah sosial atau pencapaian-pencapaian ambisius membuatku tersadar bahwa aku mesti menyelamatkan serta memelihara kewarasanku. At least ... aku masih ingin memiliki hati, jiwa dan pikiran yang stabil.

I stand for myself.
So ... What are you stand for?

⌛

Ngapain aja nih pasca resign?

Memanjakan diri dengan menonton TV dan tidur siang. Menghabiskan waktu dengan membaca buku dan beres-beres. Menekuni lagi hobby yang sempat terlupakan. Mencoba mengurai dan membenahi apa-apa yang ditinggalkan. Menyiram tanaman dan ... ngeblog lagi. Intinya sih menyenangkan diri sendiri.

Anggaplah yang kulakukan ini sebagai the art of doing nothing 😂😂😂

Aku belajar lagi menikmati setiap hal yang kukira terlalu mevvah untuk dilakukan dan terlalu muluk untuk dibayangkan. So ... ketimbang misuh-misuh dengan masa lalu yang “hemeh bin hadeh” aku memilih untuk berdamai dengan diri sendiri dengan memberikan second chance sebagai reward atas pencapaianku.

Well ... Tydac menyerah juga adalah pencapaian 👌

Hidup ini berproses ya ... aku juga nggak langsung kurus begitu aja dalam semalam. Dibutuhkan waktu yang “cukup” lambreta untuk “berubah” kembali seperti dulu~ Semuanya berjalan beriringan, saat pikiran tercerahkan maka saat itu juga semesta mendukung meski seringnya menikung *eh.

Ohya, selama mengalami emotional eating ini adakah yang berusaha membantu dan menuntunku kembali ke jalan yang benar? Eym ... kayanya nggak ada *heu 😅 Maklumlah ... orang-orang lebih senang menjadi komentator ketimbang menjadi motivator. Meski “kok gendutan?” kini sudah merubah menjadi “kok kurusan?” akan selalu ada hal yang salah dimata khalayak sekalian.

Aku merasa lebih beruntung karena  bisa berhenti pada tahap emotional eating, nggak sampai eating disorder. Alhamdulillah nggak ada keinginan untuk suicide karena aku nggak mau jadi hantu penasaran seperti beberapa karakter di bukunya Risa Sarasvati. Geje aja gitu ... hidup nggak ke akhirat juga nggak haha ...

Pada akhirnya ... kembali ke haribaan diri sendiri. Siapa yang akan menolong dan mengusahakan kalau bukan diri sendiri.

Yang kurasakan setelah mengalami emotional eating, yha~ mungkin aku lebih menerima diri apa adanya (self acceptance), lebih santai menanggapi orang-orang, lebih woles dalam menjalani keseharian dan tahu benar apa yang kuinginkan. Well ... hidup ini bukan Cuma dijalani namun juga dinikmati yaw~

Aku masih ngemil.
Dan berbahagia.





Yawla! Panjang banget ya post akhir tahun ini.
Share
Tweet
Pin
Share
No comments
Older Posts

Paused Moments

Let's Get In Touch

  • Behance
  • Letterboxd
  • LinkedIn

Disclaimer

It is prohibited to copying any content from this blog without permission. Please let me know if your privacy has been violated through the content or find something that needs to be credited correctly.

Note

My post may contain affiliate links, which means I will earn a commission if you buy through the link. There is no compulsion as we have different preferences and needs. Thank you :)

Alone Alone Kelakone

2025 Reading Challenge

2025 Reading Challenge
Lestari has read 0 books toward her goal of 6 books.
hide
0 of 6 (0%)
view books

Archives

  • ►  2011 (7)
    • ►  May (1)
    • ►  Nov (6)
  • ►  2012 (19)
    • ►  Jan (1)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (8)
    • ►  Jun (2)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (1)
    • ►  Nov (1)
  • ►  2013 (12)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Oct (1)
  • ►  2014 (20)
    • ►  Jan (2)
    • ►  May (1)
    • ►  Aug (1)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (8)
  • ►  2015 (62)
    • ►  Jan (6)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  Jun (7)
    • ►  Jul (1)
    • ►  Aug (10)
    • ►  Sep (7)
    • ►  Oct (11)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (7)
  • ►  2016 (64)
    • ►  Jan (5)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (2)
    • ►  May (6)
    • ►  Jun (1)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (7)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (9)
    • ►  Nov (6)
    • ►  Dec (11)
  • ►  2017 (76)
    • ►  Jan (10)
    • ►  Feb (5)
    • ►  Mar (6)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (12)
    • ►  Jun (10)
    • ►  Jul (7)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (6)
  • ►  2018 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (7)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (5)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2019 (39)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (3)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (5)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (1)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2020 (48)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (2)
    • ►  Mar (7)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (2)
    • ►  Sep (3)
    • ►  Oct (7)
    • ►  Nov (3)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2021 (44)
    • ►  Jan (2)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (2)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (4)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (3)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (4)
    • ►  Nov (4)
    • ►  Dec (5)
  • ►  2022 (47)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (4)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (5)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (2)
    • ►  Oct (5)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (3)
  • ►  2023 (41)
    • ►  Jan (3)
    • ►  Feb (3)
    • ►  Mar (3)
    • ►  Apr (3)
    • ►  May (2)
    • ►  Jun (3)
    • ►  Jul (5)
    • ►  Aug (4)
    • ►  Sep (6)
    • ►  Oct (3)
    • ►  Nov (2)
    • ►  Dec (4)
  • ►  2024 (48)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (4)
    • ►  Mar (5)
    • ►  Apr (4)
    • ►  May (4)
    • ►  Jun (5)
    • ►  Jul (4)
    • ►  Aug (5)
    • ►  Sep (4)
    • ►  Oct (2)
    • ►  Nov (5)
    • ►  Dec (2)
  • ▼  2025 (6)
    • ►  Jan (4)
    • ►  Feb (1)
    • ▼  Apr (1)
      • Ramadan di Rumah

SERIES

Book Quaranthings Screen Shopping Annual Post Blogging 101 Hari Raya Hidden Gems Series

Friends

  • D. R. Bulan
  • Dari Kata Menjadi Makna
  • Ikan Kecil Ikugy
  • Jolee's Blog
  • Mazia Chekova
  • Noblesse Oblige
  • Perjalanan Kehidupan
  • Pici Adalah Benchoys
  • The Random Journal

Blogmarks

  • A Beautiful Mess
  • A Plate For Two
  • Astri Puji Lestari
  • Berada di Sini
  • Cinema Poetica
  • Daisy Butter
  • Dhania Albani
  • Diana Rikasari
  • Erika Astrid
  • Evita Nuh
  • Fifi Alvianto
  • Kherblog
  • Living Loving
  • Lucedale
  • Monster Buaya
  • N. P. Malina
  • Nazura Gulfira
  • Puty Puar
  • Rara Sekar
  • What An Amazing World
  • Wish Wish Wish
  • Yuki Angia

Thanks for Coming

Show Your Loves

Nih buat jajan

Blogger Perempunan

Blogger Perempuan

Created with by ThemeXpose | Distributed By Gooyaabi Templates