Hallo kawan sepermageran dan seperebahan....
Sudah nonton berapa film? 😁
Beberapa minggu lalu (atau bulan 🤔) Puty sharing tentang kesannya selama mengikuti online course di masa pandemi ini melalui post IG-nya. Well... sebagai #sobimager yang (kebetulan) sedang enroll online course tapinya nggak kelar-kelar 😅, aku pun tergerak untuk turut beropini mengenai keabsahan sertifikat online course bagi khow-khow sekalyan.
Dari jawaban Puty ini aku mendapatkan insight yang menarik.
Sekaligus merasa tertantang untuk enroll online course (lagi) dan menyelesaikannya tepat waktu.
DEMMM 🙃
Yang mana mengingatkanku bahwa aku masih punya hutang post mengenai online course yang kuikuti di sini. Heu... padahal draft-nya sudah ada 😅. Tapi, better late than never ya... ku revisi dan selesaikannya post-nya biar nggak kepikiran 😁 sekaligus me-reduce file draft-ku.
Online course yang pertama kali kuikuti adalah Skill Set dari Future Learn: How To Build A Sustainable Fashion Bussiness (nggak usah di-search ya, course-nya sudah selesai di tahun 2018). Aku tertarik untuk mengikuti online course ini karena temanya yang menarik, (at least) pada saat itu belum banyak yang membahas tentang sustainable fashion.
Materi How To Build A Sustainable Fashion Bussiness ini disusun untuk 6 weeks dengan durasi 2 jam per minggunya. Pada kenyataannya course ini ku selesaikan hanya dalam waktu 6 bulan aja haha 😂 Nggak kuwat guise... Untukku materinya cukup berat karena mesti menonton berbagai video dan membaca berbagai artikel untuk bisa mengekstraksinya jawabannya, hal yang baru, karena sebelumnya aku terbiasa dengan practice.
Kurang lebih beginilah silabus course-nya, FYI setiap point-nya beranak ya, bercucu malah 😁.
credit: Future Learn |
Kalau diperhatikan, materinya lebih ke pengenalan mengenai apa sustainable fashion dan bagaimana peluangnya di masa depan. Tentcunya, kita diarahkan untuk mengimplementasikan konsep sustainable fashion pada brand yang ceritanya sedang OTW, aku sih yes ya, kupikir 3-5 tahun yang akan datang sustainable fashion is a things 💡.
Course ini membuka mataku bahwa konsep sustainable bisa diterapkan dalam fashion, nggak selalu berhubungan dengan turbin di bawah laut atau kebun organik seperti yang kutonton di National Geographic. Alasan mengapa sustainable mesti diterapkan dalam fashion karena fashion adalah salah satu penyumbang sampah terbesar yang sulit terurai.
Cakupan sustainable memanglah luas, namun pada intinya sustainable adalah konsep keberlanjutan mengenai proses terciptanya suatu produk. Keberlanjutan disini kumaknai sebagai rantai yang menggerakkan supply chain circle, mencakup SDA dan SDM yang digunakan, proses pengerjaan dan dampak jangka panjang pada lingkungan.
Kupikir sebenarnya kita (orang Indonesia) sudah menerapkan konsep sustainable dalam banyak hal. Ya. UMKM dan home industry sudah menerapkan konsep sustainable lebih baik ketimbang pabrik. Satu-satunya catatan hanyalah upah yang kadang nggak mencapai UMR daerah masing-masing 😅.
Kubilang begini karena kupikir UMKM dan home industry (di tengah segala keterbatasanya) berusaha menggunakan sumber daya dengan sebaik-baiknya, dan yang paling penting: mampu memanfaatkan (bukan mengolah) limbah. Selain itu, kita memiliki banyak teknik pengolahan tradisonal yang kupikir masuk ke kriteria sustainable.
Salah satu materi wajib di course ini adalah menonton The True Cost, yang sayangnya belum sempat kutonton karena mesti pake Netflix hehe Merasa bersalah belum nonton, aku pernah mencari The True Cost tapinya nggak nemu-nemu juga 🤔.
Ohya... karena saat ini aku sedang enroll online class (lagi) di Future Learn: Sustainable Fashion Develoment kupikir akan lebih baik kalau dibahasnya sekalian. Yha~ sekaligus minta doanya yakawan semoga kubisa segera menyelesaikannya *heu 😅. Sudah 2 minggu course-ku terbengkalai, so pasti nggak akan beres tepat waktu 🥺.
credit: Future Learn |
Kurang lebih beginilah silabus course-nya, ketimbang course How To Build A Sustainable Fashion Business kupikir course Sustainable Fashion Develoment ini lebih mengarah pada dampak yang ditimbulkan oleh industri fashion. Materinya tentcu lebih banyak dan menggurita macam MLM haha 😂 Ada masanya aku sampai nggak kuwat ngikutin course-nya dan memilih untuk syaree... 😁.
Menurutku dibandingkan saat aku mengikuti course How To Build A Sustainable Fashion Business, saat ini kita sudah aware dengan sustainable fashion, meski kalau search di Google mah artikel (dengan preferensi bahasa Indonesia) yang muncul ya itu-itu lagi.
Dalam kurun waktu 5 tahun (dan semoga tahun-tahun yang akan datang) perkembangan sustainable fashion cukup signifikan yaw, peralahan merambat naik. Kalau dulu hanya ada beberapa fashion brand yang mengusung konsep sustainable fashion dan fokus terhadap pengembangan produknya kini sudah mulai bermunculan brand dengan konsep serupa.
Bisa dilihat ya di tab search Instagram...
Beberapa (bahkan) memasukkan ethical fashion dan sustainable guide development di bionya. Wow... Aku termasuk golongan orang yang memiliki ekspektasi tinggi untuk segala gelar dan statement, makanya ketika seseorang mengatakan... katakanlah self proclaimed sebagai expert, kupikir ia harus mampu mempertanggungjawabkannya.
Tanpa bermaksud salty pada brand yang mengusung konsep sustainable, malah aku overwhelmed karena akhirnya ada yang aware. Menyenangkan sekali melihat mereka berusaha untuk lebih sustainable, dimulai dari hal kecil macam packaging atau movement who made my clothes?.
I just want to say... Sustainable nggak melulu tentang linen-linen atau katun-katun, nggak melulu tentang simplicity, nggak melulu tentang earth tone, nggak melulu tentang less plastic package, nggak melulu tentang cuap-cuap marketing. Yang akhirnya malah membuat kita lupa pada sustainable itu sendiri.
Setahuku, bahkan brand besar semacam Adidas dan Nike belum bisa menyatakan secara resmi bahwa mereka mendukung atau ambil bagian dalam SGD (sustainable guide development), sebagai gantinya brand tersebut membuat campaign mandiri yang mengarah pada konsep sustainable.
Kenapa nggak menggunakan SGD padahal brand mereka sudah besar? Karena berat... 😅 Kalau merujuk pada standar SGD sendiri, setidaknya ada 17 kriteria goals yang bisa diolah untuk mencapai standar SGD. Dan... kriteria goals pertama dari SGD adalah poverty (kemiskinan) maksud poverty disini apakah SDM yang bekerja pada brand tersebut sudah mendapatkan upah yang layak sehingga terentas dari kemiskinan?
PR banget kan, padahal masih nomor 1 😌.
Untuk menerapkan konsep sustainable sesuai SGD tenctu dibutuhkan proses yang panjang dan komitmen. Menurutku, kita nggak mesti memaksakan mesti mencapai semua goals-nya, pelan-pelan, sedikit demi sedikit. Nggak masalah kalau kita baru bisa menerapkan sebagian, anggaplah seperti hijrah, dari (yang asalnya) baik menjadi lebih baik.
Saat ini organisasi yang bergerak di bidang sustainable fashion dan segala tetek bengeknya adalah www.fashionrevolution.org yang didirikan pasca tragedi runtuhya Rana Plaza di India. So... kalau kalyan tertarik dengan sustainable fashion thingy bisa mampir ya, beberapa bulan yang lalu aku mampir ternyata mereka sudah punya tim di Indonesia ✨👌🏻.
Menurutku, konsep sustainable ini masih panjang perjalanannya, masih perlu perlu penyesuaian, masih perlu diberdayakan, masih akan tumbuh. Tapi kalau melihat euphoria-nya aku yakin sustainable fashion is (still) a thing.
Sebenarnya masih banyak sih yang bisa diceritakan dari course-ku, yang kutulis ini hanyalah sebagian kecil dari materi yang kudapatkan. Kalau kalyan ada waktu dan berminat ikut course-nya bisa dicoba yaini Future Learn (aku belum menemukan course tentang sustainable fashion di situs sejenis).
Note:
Akhirnya aku menyelesaikan course-ku tepat waktu 😊.