Dari semua film tentang zombie yang pernah ditonton, kelima film ini bisa dibilang adalah yang paling menghibur. Menghibur, karena tidak seseram The Walking Dead yang memang digarap secara serius dengan make up yang super duper realistic, atau World War Z yang membuat merinding gara-gara tsunami zombie.
Berbeda dari film tentang zombie lainnya yang mengedepankan tentang wabah zombie dan how to survive, ke 5 film tentang zombie ini menghadirkan cerita yang lebih fresh meski ada beberapa part yang sedikit agak konyol. Setidaknya, kesan seram zombie bisa tercover oleh alur ceritanya yang menyorot sisi lain dari zombie.
And here they are ...
Warm Bodies (2013)
Pernah gak sih kepikiran kalau zombie itu penyakit dan bisa nantinya bisa sembuh?
Ketika suatu hari Julie (Teresa Palmer) dan kawan-kawannya ditugaskan untuk mencari obat-obatan di zona berbahaya yang dihuni zombie, ia tanpa sengaja bertemu dengan R (Nicholas Hoult) ketika diserang oleh sekawanan zombie.
Berbeda dari zombie lainnya, R ini agak manusiawi, maksudnya ia masih memiliki sifat-sifat dasar manusia yang tersisa. R membawa Julie ke tempat tinggalnya, memberinya makan dan menunjukkan musik kesukaannya. Sayangnya, R nggak bisa ngomong, bisa sih tapi kaya yang gagap, ia juga berusaha untuk terus berdekatan dengan Julie. Intinya, R jatuh cinta kepada Julie, Julie pun sama.
Ada 2 tipe zombie di film ini, yang pertama adalah zombie yang memakan manusia (seperti R) dan yang kedua adalah zombie yang memakan keduanya yaitu manusia dan zombie. Nah, zombie tipe kedua inilah yang berbahaya, mereka berdua sempat dikejar-kejar dan berhasil menyelamatkan diri ke zona aman.
Ayah Julie yang ternyata adalah pemimpin di zona tersebut tentu tidak menyukai R, namun Julie berusaha meyakinkan ayahnya bahwa zombie bisa berubah kembali menjadi manusia, hanya saja mereka butuh waktu.
Life After Beth (2014)
Menceritakan tentang Zach (Dane DeHaan) yang sedih berkepanjangan setelah kematian pacarnya Beth (Aubrey Plaza) dalam sebuah kecelakaan hiking. Ia merasa bersalah karena tidak menemani Beth hiking sehingga ia pergi sendirian.
Suatu hari Zach melihat Beth datang ke tempat kerjanya, awalnya ia mengira sedang berhalusinasi karena masih keingetan Beth. Ternyata bukan hanya ia saja yang bisa melihat Beth, orang tua Beth pun membenarkan perihal ‘kebangkitan’ anaknya dari dalam kubur.
Sebagai zombie, Beth tentu saja memiliki kekurangan yaitu sikapnya yang agak kurang smooth dan sering melakukan gerakan yang terpatah-patah.
Beth yang posesif sering menuntut Zach untuk menyatakan cintanya, hal yang sering diabaikan oleh Zach karena ia menganggap Beth yang sekarang adalah zombie bukan pacarnya yang dulu. Meskipun sebenarnya ia senang Beth kembali lagi di sisinya, Zach menyadari bahwa Beth sudah tiada.
Kemudian, seiring waktu berlalu satu persatu zombie mulai bangkit dari kubur, kembali kepada keluarga mereka dan menimbulkan banyak kekacauan. Zach menyadari bahwa awal kekacauan berasal dari Beth, ia kemudian mencari cara untuk mengembalikan keadaan seperti semula.
Cooties (2015)
Jika biasanya yang menjadi zombie adalah orang dewasa, kali ini kebalikannya, yang menjadi zombie adalah anak-anak. Penyebabnya adalah cooties (kuman) yang terdapat pada chicken nugget yang disajikan dalam menu makan siang siswa/siswi di salah satu sekolah dasar di kota Fort Chicken.
Mr. X (Elijah Wood) adalah seorang guru pengganti, ia sebenarnya bercita-cita menjadi penulis novel namun karena kekurangan dana ia magang di sekolah tersebut. Disana ia bertemu dengan teman masa kecilnya yaitu Mrs. Lucy dan beberapa guru lainnya.
Di halaman sekolah, anak-anak yang sedang bermain dikejutkan oleh salah satu siswi yang mencakar temannya. Temannya yang dicakar kemudian berubah menjadi zombie dan mencakar teman-temannya yang lain.
Anak-anak yang berubah menjadi zombie kemudian menyerang guru-guru dan orangtua yang datang menjemput. Jika biasanya orang yang digigit zombie akan menjadi zombie, dalam film Cooties ini hanya anak-anak saja yang menjadi zombie sedangkan orang dewasa tidak (mati). Karena ternyata cooties hanya menjangkiti orang-orang yang belum mengalami pubertas.
Guru-guru dan siswa/siswi yang berhasil selamat kemudian menggunakan berbagai macam benda untuk bisa kabur dari sekolah melewati kepungan anak-anak zombie.
Zombieland (2009)
Ohio Colombus (Jesse Eiseberg) berhasil melarikan diri dari kota yang sudah terinfeksi zombie, dalam perjalanannya ia bertemu dengan Tallahase (Woody Harrelson) yang juga seorang survivor.
Mereka melanjutkan perjalannya dan berhenti di salah satu swalayan karena Tallahase ingin Twinkie. Mereka bertemu dengan Wichita (Emma Stone) dan Little Rock (Abigail Breslin) kakak beradik penipu yang membawa pergi mobil Ohio dan Tallahase. Namun karena suatu kejadian mereka semua bersepakat untuk melanjutkan perjalanan bersama-sama.
Karena hari sudah gelap mereka memutuskan untuk tinggal di properti milik Bill Murray, yang tanpa sengaja tertembak oleh Ohio. Ohio dan Tallahase kemudian menyusul Wichita dan Little Rock yang kabur ke taman bermain yang pernah dikunjungi saat masih bersama orang tuanya dulu.
Seperti zombie pada umumnya yang tertarik pada cahaya dan bebunyian, kedatangan Wichita dan Little Rock ke taman bermain menjadi boomerang. Mereka terjebak di salah satu wahana permainan dengan zombie yang menunggu dibawahnya.
Walking Deceased (2015)
Jika Scary Movie adalah film yang memparodikan beberapa film horror populer seperti The Ring, World War Z dan Paranormal Activity, maka The Walking Deceased adalah versi zombienya. Film The Walking Deceased memparodikan beberapa film zombie populer seperti The Walking Dead, Warm Bodies dan Zombieland.
Seorang sheriff (Dave Sherridan) terbangun dari koma dan menemukan bahwa dunia telah berubah, wabah zombie hanya menyisakan sekelompok umat manusia yang masih bertahan hidup.
Selain karakter sheriff yang mirip dengan Rick dari serial TV The Walking Dead, beberapa karakter lainnya adalah Romeo yang mirip dengan R dari film Warm Bodies dan Brooklyn yang mirip dengan Wichita dari fim Zombieland.
Mereka yang selamat kemudian mencari Safe Haven, sebuah peternakan yang kabarnya belum terkontaminasi oleh zombie. Bahkan ketika akhirnya sampai disana pun mereka harus berhadapan dengan zombie-zombie dari tetangga peternakan. Hingga pada suatu hari pemerintah menemukan vaksin untuk zombie dan menyebarkannya melalui air.
Beberapa bulan yang lalu
aku mengunjungi toko buku, dari deretan majalah yang dipajang ada satu majalah
yang judulnya menarik perhatianku, Celebrate Your Weirdness dari KaWanku yang
mengangkat issue bullying di kalangan remaja. I’m not a teenager anymore, tapi nggak ada salahnya juga kan baca?
Absolutely
“Both”
Aku cukup beruntung
menghabiskan masa sekolah tanpa gangguan social
media semacam Ask.Fm atau Instagram, wajar saja, pada saat itu social media paling keren yaitu My Space dan Friendster baru saja muncul.
Jadi, bully hanya dilakukan secara verbal dan (sedikit) fisik. Sindir
menyindir adalah hal yang biasa, namun membalas sindiran adalah keharusan. Ada
harga diri yang mesti dibela.
Tinggal di asrama itu intensitas
bullynya lebih tinggi karena hampir
semua kegiatan dilakukan dalam satu lingkungan. Mau pergi ke kelas di bully, mau pergi ke ruang makan di bully, mau baca buku di perpustakaan di bully, mau pergi jajan di bully, mau pergi sholat ke musholla di bully sampai mau mandi pun di bully.
Berada dalam rantai
terendah ekosistem, tentu saja membuatku dan teman-teman seangkatan jadi
sasaran empuk senior. Awalnya kita diam karena tidak ingin berurusan dengan
senior, tapi lama-kelamaan kita kesal dan balik membalas mereka.
Karena hal itu juga kita mesti
berurusan dengan pembina dan wali kelas, dimusuhi senior karena dianggap nggak sopan dan beringas. Tapi akhirnya
dengan self defense yang konsisten dan cukup extreme, kita akhirnya malah menjadi angkatan yang ditakuti.
We only bullying if bullied. Yang nggak
mah biasa aja ...
Tapi ya, selama masih
junior pasti ada saja yang dipermasalahkan senior, meski sebenarnya nggak penting-penting amat. The way we dressed, the way we talk, the way we walk, the way we live
is so matter with them. Kadang kesannya sampai mencari-cari kesalahan.
Biar apa? Biar kita tahu
mereka itu senior. Ya kan?
Ada 2 alasan kenapa senior
sering membully kita:
1. Karena kita emang songong
2. Karena kita enggak temenan
Karena sesongong-songongnya teman tetaplah teman.
Salah satu hal yang
membuat kesal adalah ketika harus jalan sendirian melewati sekawanan senior,
duh ... berasa lagi diincer sama Piranha, siap dimangsa. Setiap langkahnya pasti
diikuti tatapan sinis yang menunggu perbuatan salah, meski nggak ada apa-apa tetap saja merasa risih.
Padahal secara personal mereka sebenarnya baik kok, apalagi kalau lagi ujian semester. Untuk menghindari kerjasama atau kecurangan saat
ujian, pihak sekolah mengatur tempat duduk untuk 3 kelas, yang artinya
mengharuskan junior dan senior duduk berdampingan.
Disitulah simbiosis
mutualisme terjadi, junior dan senior yang biasanya saling serang menjadi partner karena butuh bantuan. Saat masih
menjadi junior aku sering diberi bantuan oleh senior, begitu juga sebaliknya
kelak. Sayangnya, ketika ujian semester berakhir maka berakhir pula masa tenang
bullying.
Satu-satunya alasan
kenapa kalau bullying harus banyakan adalah karena nggak berani kalau sendirian.
Percayalah ... Guru BK
baru dihire ada saat aku kelas 2 SMA,
mungkin pembina dan wali kelas sudah cukup kawalahan menghadapi tingkah laku
siswa/siswinya yang mengikuti perkembangan zaman.
Memanfaatkan acara
sekolah, seniorku membuat nominasi “The Weirdeist Person of The Year”, aku dan
salah seorang temanku dinominasikan bersanding dengan juniorku yang juga
dianggap weird. Demi apalah ini ... aku
menemukan kartu nominasinya terselip di tumpukan properti acara dan menyobeknya.
Ya ... ada banyak alasan
kenapa aku dianggap weird dan bullyable (selain 2 alasan diatas). Aku
memiliki kehidupan yang berbeda dari mereka, aku memiliki fashion taste yang berbeda dari mereka, aku memiliki kesukaan yang
berbeda dari mereka, aku memiliki lingkungan yang berbeda dari mereka, aku
memiliki penampilan yang berbeda dari mereka. Intinya aku berbeda dari mereka.
So?
What?
JUST
BECAUSE MY SINS ARE DIFFERENTLY THAN YOURS, DOESN’T MEAN I'M WRONG !!!
Aku bisa menghandle semua bullyan karena sadar aku juga terlibat didalamnya, namun yang paling
membuatku kesal adalah di bully untuk
kesalahan yang tidak pernah ku perbuat.
Gimana rasanya diomongin hampir satu
sekolahan dan dibully karenanya? Seems
the world against me. Kaya dikudeta. Ketika semua orang
tahu sedangkan aku tidak tahu apa-apa adalah moment terngenes, seakan-akan
aku adalah manusia tersabar yang perlu diperingatkan dengan cara dibully.
We all knew, selalu ada frienemies dalam
setiap pertemanan. Bahkan antar teman pun bisa saling membully. Tergantung orangnya juga sih.
Aku dan salah seorang
temanku pernah ditolak masuk eskul (atau klub) karena dianggap tidak memiliki skill. Nyali kita kandas karena ditanya
“Emang kamu bisa apa?”.
Meski awalnya kesal ½
mati karena pertanyaan tersebut, lama-lama kita menyadari bahwa mengutuki orang
yang mengatakannya tidak akan menghasilkan apa-apa, malah membuat semakin
terpuruk. Kemudian, karena rasa sakit hati yang mendalam kita bertekad dan termotivasi
untuk memiliki skill yang bisa
dibanggakan agar tidak dianggap remeh.
Kalau dibandingkan dengan
teman yang lain kita termasuk kategori yang biasa-biasa saja, nggak pintar, nggak cantik, nggak alim,
nggak populer dan nggak gimana-gimana. Nggak ada yang menonjol. Tapi disitulah
keuntungannya, orang tidak akan terlalu notice
sehingga kita bisa leluasa mengeksplore minat dan bakat.
Berbagai macam kegiatan kita
jajal demi mencari skill, dari yang
penting sampai nggak penting sama
sekali. Dalam perjalanannya kita akhirnya menemukan skill yang dirasa cocok untuk diri kita masing-masing,
mengembangkannya dan jadi eksis karenanya.
Melampaui pertanyaan “Emang kamu bisa apa?”. What doesn’t kill me, makes me stronger.
Temanku Maya pernah
bilang “ada 3 macam orang di dunia ini, yang pertama adalah menang-kalah yaitu orang menang tapi
sebenarnya dia kalah dan yang kedua adalah kalah-menang
yaitu orang yang kalah tapi sebenarnya dia menang, Mbak harus jadi yang ketiga menang-menang yaitu orang yang menang
karena dia layak untuk menang”.
I’d fought for it.
Tak peduli sekesal atau
senasteung apa, selama masih ada
teman yang peduli dan mau membantu, bullier
hanyalah angin lalu. Selalu ada penghiburan. Tapi kalau emang nggak ada yang mau
menghibur, cukuplah dengan menghibur diri sendiri.